Anda di halaman 1dari 8

TUGAS FARMASI FISIKA

SIFAT FISIKA OBAT BERBENTUK SERBUK

Oleh :

Nama :
1. Bianca Levie
Tania
(188114049)
2. Abtyastuti
Fileanita
(118114050)
3. Claris Fransiskan Bulu Kian (188114052)
4. Maria Agatha Febriani (188114053)
5. Vicha Putri Kandari (188114056)

Kelompok : 5

UNIVERSITAS SANATA DHARMA


YOGYAKARTA
2019

1. Salah satu tujuan mempelajari ilmu farmasi fisika adalah mampu memahami dan
memaknai pengaruh sifat fisika kimia pada karakter formulasi obat, proses
absorpsi, interaksi obat dan protein tubuh, ketersediaan hayati. Jelaskan
mengenai fenomena sifat fisika kimia dalam mempengaruhi efek obat!
Jawab : Stabilitas sediaan farmasi merupakan salah satu kriteria yang amat
penting untuk suatu hasil produksi yang baik. Ketidakstabilan produk
obat dapat mengakibatkan terjadinya penurunan sampai dengan
hilangnya khasiat obat, obat dapat berubah menjadi toksis, atau
terjadinya perubahan penampilan sediaan (wama, bau, rasa, konsistensi
dan lain-lain) yang akibatnya merugikan bagi si pemakai.
Ketidakstabilan suatu sediaan farmasi dapat dideteksi melalui
perubahan sifat fisika, kimia serta penampilan dari suatu sediaan
farmasi. Besarnya perubahan kimia sediaan farmasi ditentukan dari laju
peruraian obat melalui hubungan antara kadar obat dengan waktu, atau
berdasarkan derajat degradasi dari suatu obat yang jika dipandang dari
segi kimia, stabilitas obat dapat diketahui dari ada atau tidaknya
penurunan kadar selama penyimpanan. Secara fisiologis, larutan obat
harus diformulasikan sedekat mungkin ke pH stabilitas optimumnya
karena besarnya laju reaksi hidrolitik dipengaruhi/dikatalisis oleh gugus
hidroksi. Sifat fisika kimia obat seperti kelarutan, pH, ukuran
partikel, polimorfisme (bentuk kristal) sangat mempengaruhi
kompatibilitas larutan. Perubahan pH juga dapat berpengaruh
terhadap sifat kelarutan dan koefisien partisi obat. Untuk obat-
obatan yang bersifat asam lemah atau basa lemah, solubilitas
langsung berhubungan dengan pH larutan, pH mengontrol solubilitas
bentuk ionisasi dan tidak terionisasi obat. Presipitasi juga dapat
terjadi karena pembentukan garam yang relatif tidak terlarut. Anion
dan kation organik dengan ukuran besar juga dapat membentuk
presipitasi atau kompleks yang tidak terlarut. Warna zat juga termasuk
dalam sifat fisika sediaan obat. Adanya inkompatibilitas tidak selalu
merubah warna sediaan obat karena inkompatibilitas dapat terjadi
secara kimia yaitu inkompatibilitas farmakokinetika ataupun
farmakodinamika. Inkompatibilitas yang terjadi akan mempengaruhi
kualitas obat sediaan parenteral serta efek terapetiknya (Maharani, dkk,
2013).

2. Identitas kemurnian zat aktif dan bahan tambahan sangat menentukan kualitas
sediaan farmasi dan efek obat. Jelaskan mengapa beberapa fenomena sifat fisika
seperti massa jenis, momen dipol, konstanta dielektrikum, indeks bias, rotasi optik,
kelarutan, titik lebur, titik didih, dan pH harus diketahui terkait dengan identitas
dan kemurnian zat aktif dan bahan tambahan?
Jawab :Beberapa fenomena sifat fisika diantaranya :
a) Massa jenis
Massa jenis suatu zat dapat digunakan untuk mengetahui kemurnian suatu
zat dengan cara membandingkan massa jenis dari suatu zat murni dengan
massa jenis suatu sampel kemudian dikali 100% sehingga didapatkan
berapa persen kemurnian dari sampel tersebut (Chang, 2005).
b)Momen Dipol
Momen Dipol merupakan hasil perkalian antara nilai muatan dan jarak
antarmuatan. Pengertian momen dipol juga dapat disederhanakan menjadi
perbedaan keelektronegatifan. Akibat adanya perbedaan
keelektronegatifan pada molekul-molekul senyawa polar terdapat kutub-
kutub yang bermuatan positif dan negatif (dipol). Adanya dipol pada
molekul tersebut menimbulkan gaya elektrostatik yang mendasari
penentuan suatu senyawa bersifat polar atau non polar, sehingga dapat
diketahui juga kemurnian suatu zat lewat sifat tersebut (Sutresna, 2008).
c) Konstanta Dielektrik
Pelarut-pelarut tersebut akan menurunkan konstanta dielektrik air yang
menyebabkan penurunan kelarutan sehingga terjadi pengendapan.
Pemurnian ini dapat dilakukan dengan metode pengendapan
menggunakan beberapa pelarut organik, misalnya etanol, metanol,
asetonitril dan aseton (Herdyastuti, 2016). Konstanta dielektrik
mempunyai sifat biolistrik dimana mengadung medan listrik yang mampu
dijadikan sebagai pemurnian suatu zat (Hasan, 2016).
d)Indeks bias
Indeks bias suatu zat dapat digunakan untuk mengidentifikasi unsur-unsur
penyusunnya serta digunakan untuk menguji kemurnian suatu zat dengan
cara membandingkan indeks bias pada sampel dengan indeks bias pada
literatur (Syahputri, 2007).
e) Rotasi Optik
Untuk dapat mengetahui tingkat kemurnian bahan dari suatu sediaan salah
satunya dengan cara mengukur sudut putar polarisasi cahaya dengan
memberikan medan listrik luar pada bahan sediaan yang akan diuji
sehingga medan listrik dapat dijadikan sebagai indikator untuk mendeteksi
tingkat kemurnian. Semakin besar susut putar maka semakin besar
kemurnian bahan tersebut (Fatmawaty, Nisa dan Rezki, 2019).
f) Kelarutan
Kelarutan dapat digunakan untuk menguji kemurnian suatu bahan dengan
metode analisis fase kelarutan. Dimana pada analisis tersebut dapat
digunakan untuk mendeteksi kontaminan, termasuk bentuk-bentuk isomer
dan menentukan konsentrasinya (Syahputri, 2007).
g)Titik lebur
Titik lebur dapat menjadi indikator kemurnian suatu bahan. Karena
apabila di dalam suatu sampel atau bahan terdapat pengotor dalam jumlah
relatif kecil saja sudah dapat terdeteksi lewat penurunan titik lebur yang
dinyatakan dalam pustaka (Fatmawaty, Nisa dan Rezki, 2019).
h)Titik Didih
Titik didih dapat digunakan dalam proses pemurnian suatu zat, seperti
pada proses rekristalisasi dimana prinsip reskristalisasi adalah perbedaan
kelarutan antara zat yang akan dimurnikan dengan zat pengotornya.
Karena konsentrasi total pengotor biasanya lebih kecil dari konsentrasi zat
yang dimurnikan, dan dalam kondisi dingin konsentrasi pengotor yang
rendah tetap dalam larutan sementara dan zat yang berkonsentrasi tinggi
akan mengendap. Menurut Underwood setelah suatu bahan yang memiliki
titik didih (kristal endapan) terbentuk kemurnian suatu zat tersebut dapat
ditingkat dengan endapan disaring, dilarutkan ulang dan diendapkan
ulang. Ion pengotor akan hadir dalam konsentrasi yang lebih rendah
selama pengedapan (Pinalla, 2011).
i) pH
Indikator yang digunakan dalam pembuatan sediaan salah satunya adalah
ph dimana pH itu sendiri adalah asam atau basa yang mampu mengubah
warna, perubahan warna suatu indikator larutan dapat menentukan
kemurnian zat. Dimana indikator terbaik mengubah warna bergantung
pada pH yang diberikan dan tersedia tabel indikator serta kisaran kisaran
pH-nya (Cairns, 2009).

3. Jelaskan apakah yang dimaksud dengan polimorfisme!


Polimorfisme molekul suatu senyawa obat dapat tersusun dalam kisi-kisi kristal
yang berbeda atau berbeda dalam orientasi atau konformasi pada susunan lattice.
Polimorfisme kristal suatu obat dapat diketahui dengan melakukan evaluasi
dengan menggunakan difraksi sinar X, evaluasi titik lebur dan kelarutan.
Jelaskan mengenai evaluasi terhadap metode-metode tersebut!
Jawab : Polimorfisme adalah kemampuan suatu molekul untuk membentuk kristal-
kristal yang berbeda. Kristal dibentuk dengan melepaskan kelebihan
energi yang berada pada sistem larutan. Jika jumlah energi yang
dibebaskan berbeda maka bentuk kristal yang terbentuk juga akan berbeda
(Muchlisyiyah, Laeliocattleya dan Putri, 2017). Polimorfisme juga dapat
diartikan sebagai kristalisasi dari senyawa yang sama dari lebih dari satu
arsitektur kristal yang berbeda dan berhubungan dengan pengaturan
kemasan kristal yang berbeda, fenomena ini sangat umum di bidang
farmasi. Karena memiliki struktur kristal yang berbeda, maka polimorf
memiliki sifat fisiko kimia, titik leleh reaktivitas kimia, laju pelarutan dan
bioavailabilitas yang berbeda. Polimorfisme obat dapat memiliki
pengaruh yang signifikan terhadap khasiat terapeutik terutama ketika laju
disolusi adalah tahap penentu laju penyerapan dalam saluran pencernaan
(Saleh, dkk, 2014). Polimorfisme suatu obat dapat diketahui dengan
metode di bawah ini :
a) Metode Difraksi sinar-  X, merupakan metode karakterisasi
material yang didasarkan pada hamburan koheren sinar-X oleh
awan elektron dan interferensi konstruktif yang terjadi antara sinar-
X yang dihamburkan oleh sederetan atom-atom dalam kristal.
Metode difraksi sinar-X didasarkan pada sinar-X yang dihamburkan
pada sudut tertentu (sudut Bragg) oleh atom-atom yang tertata
dalam sistem kristal. Difraksi sinar X dapat juga digunakan untuk
identifikasi secara kualitatif maupun kuantitatif untuk menentukan
kelimpahan senyawa dalam campuran. Metode ini, memiliki
keunggulan dimana memiliki difraktogram yang spesifik terhadap
komposisi kimia dan struktur kristal material, artinya material yang
menggandung komposisi kimia sama namun fasa (struktur) nya
berbeda atau komposisi berbeda namun fasa (struktur) sama
menghasilkan pola difraktogram yang berbeda sehingga dapat
diidentifikasi. Oleh karena itu, difraksi sinar-X dapat digunakan
untuk mengidentifikasi material polimorf. Sebagai contoh : material
yang mengandung campuran α-alumina dan -alumina atau material
yang mengandung campuran TiO2 anatase, rutil dan brookit
(Setianingsih, 2018).
b) Metode Kelarutan, pada dasarnya kelarutan air yang buruk
merupakan perhatian utama dalam penelitian obat-obatan. Bentuk
polimorfisme pada dasarnya menawarkan alternatif karena kelarutan
bentuk amorf yang lebih tinggi sehingga dapat meningkatkan laju
disolusi sehingga dapat meningkatkan biovailabilitas. Bentuk
polimorfisme menunjukkan sifat fisikokimia seperti titik lebur dan
kelarutan. Energi yang dibutuhkan suatu molekul untuk lepas dari
kristal jauh lebih besar daripada energi yang dibutuhkan untuk lepas
dari serbuk amorf dengan demikian bentuk senyawa amorf selalu
lebih mudah larut dari bentuk kristal, sehingga dalam rancangan
formula (praformulasi) bentuk solvat sangat penting. Polimorfisme
secara signifikan memberikan pengaruh pada proses kelarutan, obat-
obat yang sukar larut dapat mempengaruhi kecepatan kelarutan,
hasilnya salah satu bentuk polimorf dapat lebih aktif secara
terapeutik dibanding bentuk polimorfismenya. Dengan demikian,
metode kelarutan pada dasarnya dilakukan dengan cara mencari
bentuk kristal yang lebih stabil terhadap air sehingga dapat
meningkatkan kelarutan suatu obat. Contohnya : pada cortison
asetat yang memiliki lima bentuk yang berbeda, dimana keempat
bentuknya tidak stabil terhadap air, karena transformasi yang terjadi
akan membentuk caking maka sebelum dibuat suspensi harus
dirubah dulu menjadi bentuk yang stabil (Fatmawaty, Nisa dan
Riski, 2019)
c) Metode Titik Leleh, pada dasarnya setiap kristal polimorfisme
memiliki titik leleh yang berbeda-beda. Dengan demikian metode
titik leleh pada dasarnya bertujuan untuk menentukan titik leleh dari
suatu kristal yang lebih baik dan stabil sehingga dapat
meningkatkan biovailabilitas obat. Contohnya : minyak cokelat atau
lemak cokelat merupakan bentuk polimorfisme natural dari lemak,
karena terdiri dari trigeserida tunggal, maka meleleh pada
temperatur sempit (34°C-36°C). Minyak cokelat memiliki empat
bentuk polimorfisme yaitu gamma tidak stabil (18°C), bentuk alpha
(22°C), bentuk beta (28°C) dan bentuk beta stabil (34,5°C)
(Fatmawaty, Nisa dan Riski, 2019).

4.Polimorfisme terbentuk selama proses kristalisasi. Pembentukkan tergantung pada


kondisi kristalisasi suatu molekul obat, misalnya jenis pelarut, kecepatan
kristalisasi, dan suhu. Tipe polimorf yang menyimpan energi terendah adalah
polimorf yang stabil. Polimorf metastabil bertendensi untuk bertransformasi
menjadi polimorf stabil. Beberapa contoh polimorfisme pada agen-agen farmasi
adalah paracetmol, sulfonamide, dan barbiturate. Jelaskan mengapa dengan adanya
polimorfisme telah diidentifikasi dapat memberikan implikasi pada problem di
formulasi, proses dan ketersediaan di pasaran.
Jawab : 1. Implikasi pada Problem Formulasi
Faktor penting dalam formulasi yaitu bentuk kristal atau amorf bahan
obat. Bentuk polimorfisme menunjukkan sifat fisikokimia sperti titik
lebur dan kelarutan. Energi yang dibutuhkan suatu molekul obat untuk
lepas dari kristal jauh lebih besar dari pada energi yang dibutuhkan
untuk lepas dari serbuk amorf dengan demikian bentuk amorf senyawa
selalu lebih mudah larut dari bentuk kristal, sehingga dalam rancangan
formula (praformulasi) bentuk solvat sangat penting. Polimorfisme
secara signifikan memberikan pengaruh pada proses kelarutan, obat-
obat yang agak sukar larut dapat mempengaruhi kecepatan kelarutan,
hasilnya salah satu bentuk polimorfisme dapat lebih aktif secara
terapeutik dibanding bentuk polimorfisme yang lain. Contohnya :
polimorfisme dapat menjadi faktor dalam formulasi suspensi, misalnya
pada cortisone asetat yang memiliki lima bentuk yang berbeda, dimana
keempat bentuknya tidak stabil dengan adanya air, karena transformasi
yang terjadi akan membentuk caking maka sebelum dibuat suspensi
harus dirubah dahulu menjadi bentuk yang stabil
(Fatmawaty, Nisa, dan Risky, 2019).
2. Implikasi pada Proses
Pembentukan polimorfisme dari senyawa tergantung dari beberapa
variabel yang berhubungan dengan proses kristalisasi termasuk
diantaranya perbedaan pelarut, kemurniaan, tingkatan supersaturasi dari
bahan yang terkristalisasi, temperatur dan ikatan kovalen geometrik
(Fatmawaty, Nisa, dan Risky, 2019). Contohnya adalah permasalahan
yang ditimbulkan obat ibuprofen. Umumnya, ibuprofen memiliki sifat alir
yang buruk karena sifat kohesifnya yang terlalu tinggi. Masalah lainnya dalam
memformulasi bahan ini adalah kecenderungan yang tinggi untuk lengket
pada cetakan. Disamping itu kekurangan sifat ibuprofen adalah memiliki laju
disolusi yang buruk karena struktur hidrophobiknya. Untuk memperbaiki
sifat-sifat tersebut dapat dilakukan metode kristalisasi dengan berbagai
pelarut. Metode kristalisasi dapat dilakukan dengan cara pendinginan,
penguapan dan penambahan air menggunakan pelarut metanol, etanol dan
aseton. Sehingga metode kristalisasi terpilih yaitu metode pendinginan.
Metode pendinginan merupakan metode yang terbaik dibandingkan dengan
kedua metode lainnya. Hal tersebut dapat terlihat dari karakter fisik dan
karakter fungsionalnya. Dimana ketiga kristal mempunyai bentuk kristal yang
berbentuk prisma, mempunyai sifat alir yang baik yang baik. Sifat-sifat
tersebut yang membedakan kristal hasil kristalisasi dengan kristal bahan baku
ibuprofen yang umum digunakan. Umumnya, pembuatan sediaan tablet
ibuprofen mengunakan metode granulasi basah karena ibuprofen memiliki
banyak kekurangan seperti sifat alir yang buruk dan sifat kohesifitas yang
tinggi. Telah dijelaskan bahwa kristal hasil kristalisasi mempunyai sifat fisik
yang lebih baik dibandingkan dengan kristal bahan baku. Oleh karena itu,
maka memungkinkan adanya aplikasi kristal yang dihasilkan ke dalam
formulasi sediaan tablet menggunakan metode yang lebih efisien
dibandingkan dengan metode granulasi basah. Metode lain yang dapat
digunakan yaitu metode cetak langsung (Yanuar, Nursanti, dan Anwar, 2010).
3. Implikasi pada ketersediaan di pasaran
Banyak obat yang telah beredar dipasaran memiliki masalah-masalah
biofarmasi seperti rendahnya kelarutan, laju disolusi, permeabilitas
yang berakibat pada bioavailabilitas dan kefektifan obat tersebut dalam
mengobati penyakit. Untuk mengatasi hal tersebut, teknologi formulasi
sediaan farmasi semakin berkembang sehingga dapat menghasilkan
obat yang lebih berkualitas. Salah satunya adalah dengan polimorfisme
dengan berbagai metode misalnya difraksi sinar X, evaluasi titik lebur
dan kelarutan. Dengan demikian, maka dapat digunakan untuk
menentukan bentuk kristal yang lebih stabil sehingga dapat mengatasi
masalah-masalah tersebut (Permatasari, Ramadhani, Sopyan, dan
Muchtaridi, 2016). Contohnya : Bentuk polimorfisme kloramfenikol
palmitat memberikan pengaruh yang signifikan terhadap kemampuan
biologik dari obat dan bentuk II dari sulfameter suatu antibakteri, lebih
poten secara oral dari bentuk III meskipun dipasaran yang umum
ditemukan adalah bentuk III (Fatmawaty, Nisa, dan Risky, 2019).

DAFTAR PUSTAKA

Cairns, D., 2009. Intisari Kimia Farmasi : Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Chang, R., 2005. Kimia Dasar Konsep-konsep Inti : Penerbit Erlangga.
Emilia, A., 2010. Penentuan Kemurnian Minyak Kayu Putih dengan Teknik Analisis
Perubahan Sudut Putar Polarisasi Cahaya akibat Medan Listrik Luar. Jurnal
Neutrino., 1(3), 10.
Fatmawaty, A., Nisa, M., Risky, R., 2019. Teknologi Sediaan Farmasi : CV. Budi
Utama.
Hasan, M.L.A., Al Riza D.F., Sucipto., 2016. Pengaruh Ukuran Sampel, Frekuensi,
dan Suhu terhadap Sifat Biolistrik Tebu (Saccharum officanarum L.) untuk
Prediksi Cepet Rendemen Tebu. Jurnal Teknologi dan Manajemen Agroindustri
5(3), 140-148.
Herdyastuti, N., Nurrohmawati F.D., 2016. Variasi Etanol-Asetonitril pada Pemurnian
N-astilglukosamin hasil Degradasi Enzimatis Kitin Jenis Amorf. UNESA
Journal of Chemistry., 5(3), 8.
Maharani, L., Achmad, A., Utami, E.D., 2013. Pengaruh Edukasi Apoteker Terhadap
Sikap dan Pengetahuan Perawat Tentang Pencampuran Sediaan Parenteral.
Jurnal Keperawatan Soedirman., 8(2), 90.
Masruroh., Sutarno., Setianingsih, T., 2018. Prinsip Dasar dan Aplikasi Metode
Difraksi Sinar-X untuk Karakteristik Material : Universitas Brawijaya Press
(UB Press).
Muchlisyiyah, J., Laeliocattleya, R.A., Putri,W.D.R., 2017. Kimia Fisik Pangan : UB
Press.
Permatasari, D., Ramadhani, S., Sopyan, I., Muchtaridi., 2016. Teknik Pembuatan
Ko-Kristal. Fakultas Farmasi Universitas Padjajaran., 14 (4), 98.
Pinalia, A., 2011. Penentuan Metode Rekristalisasi yang Tepat untuk Meningkatkan
Kemurnian Kristal Amonium Perklorat. Majalah sains dan Teknologi
Dirgantara., Vol. 6, 64-70.
Saleh, W., Partogi, T., Soewandhi, S.N., dan Pamudj, J.S., Saleh,W., 2014. Preparasi
dan Karakterisasi Polimorfisme Obat Anti Malaria Artesunate. Jurnal Sains
Materi Indonesia., 15 (2), 88.
Setianingsih, T., Sutarno., 2018. Prinsip Dasar dan Aplikasi Metode Difraksi Sinar-X
untuk Karakterisasi Material : UB Press.
Sutresna, N., 2008. Kimia. Bandung : Grafindo Media Pratama.
Syahputri, M. V., 2007. Pemastian Mutu Obat : Kompendium Pedoman dan Bahan-
bahan Terkait Vol I : Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Yanuar, A., Nursanti, dan Anwar, E., 2010. Eksplorasi dan Karakterisasi Berbagai Kristal
Ibuprofen. Majalah Ilmu Kefarmasian., 7 (2), 43-44.

Anda mungkin juga menyukai