Pembahasan
Kelarutan dalam besaran kuantitatif adalah suatu konsentrasi zat terlarut dalam
larutan jenuh pada temperatur tertentu, dan secara kualitatif didefenisikan sebagai
interaksi spontan dari dua atau lebih zat untuk membentuk dispersi molekuler
homogen. Larutan dinyatakan dalam satuan mili liter (mL) pelarut yang dapat
melarutkan satu gram zat. Kelarutan dapat juga dinyatakan dalam satuan
molalitas, molaritas dan persen.
Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi kelarutan suatu zat adalah pH,
temperatur, jenis pelarut, bentuk partikel, ukuran partikel, konstanta dielektrik
pelarut, dan adanya tambahan ataupun zat-zat lainnya yang terdapat dalam larutan
tersebut, misalnya surfaktan pembentuk kompleks ion sejenis. Selain faktor-faktor
tersebut masih terdapat faktor-faktor lain yang juga mempengaruhi kelarutan
suatu bahan obat seperti tekanan, proses salting in dan salting out, penambahan
zat-zat pengompleks, dan sifat elektrolit larutan.
Percobaan kelarutan ini bertujuan untuk menentukan kelarutan suatu zat
secara kuantitatif, menjelaskan pengaruh pelarut campur terhadap kelarutan suatu
zat, menjelaskan pengaruh surfaktan terhadap kelarutan suatu zat, dan
menjelaskan koefisien misel kritis dengan metode kelarutan.
Percobaan pertama ialah mengetahui pengaruh pelarut campur terhadap
kelarutan suatu zat. Pelarut yang digunakan terbagi menjadi dua jenis, yaitu
pelarut utama dan kosolvent. Kosolvent merupakan pelarut tambahan yang
digunakan untuk meningkatkan kelarutan theofilin dalam air. Mekanisme
kosolvent dalam meningkatkan kelarutan berhubungan dengan konstanta
dielektrik, zat memiliki nilai kepolaran tertentu yang dinyatakan dengan konstanta
dielektrik, pengaruhnya dalam kelarutan ialah zat tersebut akan cenderung larut
dalam pelarut yang memiliki konstanta dielektrik mendekati atau hampir
menyamai konstanta dielektrik dari teofilin. Berdasarkan data Paruts dan Irani
peningkatan tiga kali lipat dalam kelarutan teofilin dalam campuran alkohol-air
dan campuran dioksan-air dengan kelarutan maksimal terjadi pada konstanta
dielektrik 40 dalam sistem. Semakin jauh perbedaan konstanta dielektrik solvent
terjadi perubahan warna larutan dari bening menjadi merah muda. Titrasi yang
dilakukan adalah titrasi asam basa yaitu titrasi terhadap kelarutan teofilin terhadap
larutan yang berasal dari basa dengan menggunakan indikator fenoftalein.
Indikator fenoftalein dipilih karena rentang pH yang dimilikinya, yaitu berkisar
antara 8-10. Fenoftalein ini berfungsi untuk mempercepat reaksi, selain itu
menetapkan atau mengetahui titik akhir titrasi atau titik ekuivalen. Titik ekuivalen
titrasi adalah titik di mana larutan titran dan larutan uji telah bereaksi sempurna
yang ditandai dengan terjadinya perubahan warna.
Dari hasil percobaan didapat kadar teofilin dari setiap perbandingan ialah pada
campuran 1 sebesar 0.047 N, campuran 2 sebesar 0.028 N, campuran 3 sebesar
0.013 N, campuran 4 sebesar 0.085 N, campuran 5 sebesar 0.057 N, campuran 6
sebesar 0.062 N, campuran 7 sebesar 0.129 N, campuran 8 sebesar 0.084 N dan
pada campuran 9 sebesar 0.074 N. Dari percobaan menunjukkan bahwa kelarutan
tertinggi teofilin berada pada pelarut campuran 8 dengan konstanta dielektrik
campuran sebesar 58.5 dan kadar teofilin tertinggi yaitu sebesar 0.129 N. Hasil
ini tidak sesuai dengan teori yaitu kelarutan dalam campuran alkohol-air dengan
kelarutan maksimal terjadi pada konstanta dielektrik 40. Seharusnya kalarutan
tertinggi terjadi pada pelarut campuran 9 dengan konstanta dielektrik campuran
sebesar 57.8. Namun, data yang didapat tidak dapat dipastikan benar karena
dalam percobaan terjadi beberapa kesalahan yaitu penimbangan bahan co-solvent
yang tidak akurat sehingga dapat mempengaruhi konstanta dielektrik pg elarut
campuran, titrasi yang tidak benar sehingga dapat mempengaruhi hasil dari kadar
teofilin lam pelaurt campuran dan aquades yang bebas dari CO2 telah mengandung
CO2 lagi. Aquades bebeas CO2 digunakan karena jika terdapat CO2 dapat
mempengaruhi dari nilai kelarutan bahan, sehingga mempengaruhi dalam uji
kelarutan teofilin.
Telah diketahui bahwa kelarutan suatu zat sangat dipengaruhi polaritas bahan
pelarut. Pelarut polar mempunyai konstanta dielektrik yang tinggi sehingga dapat
melarutkan zat-zatyang bersifat polar. Sedangkan zat-zat non polar sukar
larut di dalamnya.Demikian pula sebaliknya zat-zat yang polar sukar larut
didalam bahan pelarut non polar. Besarnya konstanta dielektrik dapat diatur
fenoftalein dan dititrasi dengan NaOH standar hingga terjadi perubahan warna
larutan dari bening menjadi merah muda. Titrasi yang dilakukan adalah titrasi
asam basa yaitu titrasi terhadap kelarutan asam benzoat terhadap larutan yang
berasal dari basa dengan menggunakan indikator fenoftalein. Indikator fenoftalein
dipilih karena rentang pH yang dimilikinya, yaitu berkisar antara 8-10.
Fenoftalein ini berfungsi untuk mempercepat reaksi, selain itu menetapkan atau
mengetahui titik akhir titrasi atau titik ekuivalen. Titik ekuivalen titrasi adalah titik
di mana larutan titran dan larutan uji telah bereaksi sempurna yang ditandai
dengan terjadinya perubahan warna.
Dari hasil titrasi didapat kadar asam benzoat dengan penambahan twen 80
konsentrasi 0 % sebesar 0.019 N, penambahan tween 80 dengan konsentrasi
0.1 % sebesar 0.017 N konsentrasi , penambahan tween 80 dengan konsentrasi
0.5 % sebesar 0.027 N, penambahan tween 80 dengan kosnsentrasi 1 % sebesar
0.0025 N, penambahan tween 80 dengan konsentrasi 5 % sebesar 0.021 N,
penambahan tween 80 dengan konsentrasi 10 % sebesar 0.039 N, penambahan
tween 80 dengankonstrasi 50 % sebesar 0.038 N dan penambahan tween 80
dengan konsentrasi 100 % sebesar 0.026 N. Kelarutan asam benzoat tertinggi
terjadi pada penambahan tween 80 dengan konsentrasi 10 % dengan kadar asam
benzoat yang terlarut yaitu sebesar 0.039 N. Berdasarkan teori kelarutan asam
benzoat tertinggi dalam air adalah 2,9 g/L, dan setelah dibandingkan dengan data
konsentrasi asam benzoat yang terlarut maka terjadi peningkatan kelarutan asam
benzoat, namun seharusnya semakin tinggi konsentrasi surfaktan maka semakin
tinggi pula kelarutan. Akan tetapi, pada percobaan ini diperoleh data yang tidak
sesuai dengan teori. Seharusnya pada penambahan tween 80 dengan konsentrasi
05 % menunjukkan grafik kelarutan yang paling tinggi, ketika tween 80
ditambahkan lagi dengan konsentrasi 1%, 5%, 10 %, 50 % dan 100 %
menunjukan grafik kelarutan yang konstan.
Percobaan ini juga menentukan konsentrasi misel kritis (KMK/CMC, Critical
Misel Concentration). Misel terbentuk dengan mekanisme dimana gugus
hidrofobik akan mengikat fase yang hidrofobik dan gugus hidrofilik akan
mengikat fase hidrofilik. Jumlah fase yang lebih sedikit akan termiselisasi dalam
fase yang lebih banyak, misalnya fase hidrofilik yang lebih banyak maka fase
hidrofobik akan terbungkus gugus hidrofobik surfaktan dan dilindungi oleh fase
hidrofilik surfaktan sehingga tidak terbentuk fase yang terpisah ataupun bidang
batas melainkan terbentuk suatu sistem larutan yang didalamnya mengandung
molekul-molekul koloid. KMK/CMC dalam percobaan ini tidak dapat teramati
karena berdasarkan grafik dari kelarutan asam benzoat terhadap penambahan
surfaktan (Tween 80) menunjukkan grafik yang tidak konstan, dimana grafik
menunjukkan kadar asam benzoat yang meningkat dan menurun. KMK terjadi
ketika grafik kelarutan telah konstan dan terjadi sebelum penambahan molekul
surfaktan berikutnya, pada saat tertentu akan tercapai keadaan dimana larutan
sudah jenuh atau zat terlarut telah tertutupi oleh molekul surfaktan dan adsorpsi
surfaktan ke permukaan-antarmuka tidak terjadi lagi. Pada keadaan ini molekulmolekul surfaktan mulai berasosiasi membentuk suatu struktur yang disebut
misel. Konsentrasi dimana mulai terbentuk misel disebut konsantrasi misel kritis
(KMK). Seharusnya semakin besar konsentrasi twenn 80 pada campuran yang
ditambahkan maka semakin meningkat kelarutan dari asam benzoat. Seharus
penambahan tween 80 dengan konsentrasi 0 % menunjukkan grafik kelarutan
yang paling rendah, penambahan tween 80 konsentrasi 0,1 % menunjukan grafik
kelarutan yang meningkat atau lebih tinggi dari tween 80 dengan konsentrasi 0 %,
pada penambahan tween 80 dengan konsentrasi 0,5 % menunjukan dimana titik
kelarutan tertinggi, sehingga dengan penambahan tween 80 dengan konsentrasi 1
%, 5 %, 10 %, 50 % dan 100 % tidak lagi menunjukan peningkatan kelarautan
atau grafik kelarutannya konstan. KMK tebentuk diantara penambahan tween 80
dengan konsentrasi 0,5 % dan tween 80 dengan konsentrasi 1 %. Pada
penambahan tween 80 dengan konsentrasi 0,5 % grafik kelarutan asam benzoat
menunjukan puncak tertinggi, dan ketika ditambahkan lagi dengan tween 80
dengan konsentrasi 1 % maka kelarutannya konstan. KMK terbentuk setelah titik
kelarutan tertinggi telah tercapai dan ketika ditambahkan lagi dengan tween 80
dengan konsentrasi yang lebih besar maka grafik kelarutannya akan konstan.
Kesalahan tersebut antara lain disebabkan oleh kurang teliti dalam melakukan
pengukuran volume bahan-bahan percobaan yang kurang tepat, penggunaan pipet
gondok yang kurang hati-hati dan teliti, kesalahan dalam mengamati miniskus
untuk menentukan volume NaOH yang digunakan dalam titrasi, alat-alat yang
digunakan tidak terjamin bersih, sehingga dimungkinkan adanya kontaminasi
dengan zat lain dan temperatur yang tidak sesuai dengan suhu kamar (25o C) atau
temperaturnya berubah-ubah ketika melakukan pengujian yang dapat
mempengaruhi kelarutan.
G. Kesimpulan
Berdasarkan hasil pengamatan yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa:
1. Kadar teofilin tertinggi didapat pada pelarut campur dengan perbandingan 60
mL air : 30 mL alkohol : 10 mL propilen glikol
2. Kadar asam benzoat terbesar adalah 0,039 M pada tween 80 10%