d. Urin 24 jam
Apabila diperlukan penetapan kuantitatif sesuatu zat dalam urin, urin
sewaktu sama sekali tidak bermakna dalam menafsirkan proses-proses metabolik
dalam badan. Hanya jika urin itu dikumpulkan selama waktu yang diketahui,
dapat diberikan sesuatu kesimpulan agar angka analisa dapat dianalisa, biasanya
dipakai urin 24 jam.
(Gandosoebrata, 1969)
Memperhatikan warna urin bermakna karena kadang-kadang didapat
kelainan yang berarti untuk klinik. Berikut beberapa sebab warna urin:
a. Kuning
1) Zat warna normal dalam jumlah besar : uribilin, urochrom
2) Zat warna abnormal : bilirubin
3) Obat-obat dan diagnostika : santonin, PSP, riboflavin
b. Hijau
1) Zat warna normal dalam jumlah besar : indikan
2) Obat-obat dan diagnostika : methylen blue, evans blue
3) Kuman-kuman : Ps. aeruginosa (B pyocyaneus)
c. Merah
1) Zat warna normal dalam jumlah besar : ureorythrin
2) Zat warna abnormal : hemoglobin, porfirin, porfobilin
3) Kuman-kuman : B. prodigiosis
4) Obat-obatan dan diagnostika : santonin, PSP, amidopyrin congored, BSP
d. Coklat
1) Zat warna normal dalam jumlah besar : urobilin
2) Zat warna abnormal : bilirubin, hematin, porfobilin
e. Coklat tua atau hitam
1) Zat warna normal dalam jumlah besar : indikan
2) Zat warna abnormal : darah Na, alkapton, melamin
3) Obat-obat : derivate-derivat fenol, argyrol
f. Serupa susu
1) Zat warna normal dalam jumlah besar : fosfat, urat
2) Zat abnormal : pus, getah prostat, cylus, zat-zat lemak, bakteri-bakteri,
protein yang membeku
(Gandosoebrata, 1969)
e. Glikosuria
Glukosa difiltrasi oleh glomerulus dan reabsorbsi tubulus normal rata-rata
lebih dari 90 persen glukosa yang memasuki filtrat glomerulus. Tubulus
proksimalis ginjal bertanggungjawab bagi kembali glukosa ke sirkulasi. Jika
aliran plasma ginjal normal dan ginjal sehat, maka pada konsentrasi glukosa darah
kapiler lebih dari sekitar 10 mmol/L, cukup glukosa yang difiltrasi ke tubulus
ginjal untuk menjenuhkan proporsi bermakna dari kapasitas reabsorbsi yang
bervariasi dan timbul glikosuria yang bisa dideteksi. Konsentrasi 10 mmol/L ini
dikenal sebagai ambang ginjal bagi glukosa. Pengurangan kapasitas reabsorbsi
tubulus untuk glukosa, yang bias akibat abnormalitas fungsi tubulus spesifik atau
generalista ataupun akibat penyakit tubulus yang berat, dapat menyebabkan
glikosuria bila kadar glukosa darah normal (Baron, 1984).
Glikosuria berarti terdapat glukosa yang mencukupi untuk bias dideteksi
dengan tes klinis yang sederhana. Penyebab glikosuria bias diringkaskan sebagai
berikut :
a. Hiperglikemia disertai dengan kelemahan toleransi glukosa
b. Hiperglikemia sementara
c. Ambang ginjal yang rendah
(Baron, 1984)
Kadar glukosa pada urin sehat tidak pernah melebihi 10 mg per 10 mL
atau antara 0 sampai 250 mg dalam 24 jam. Pada ginjal yang sehat rata-rata tidak
didapatkan glukosuria dalam darah mencapai 180 mg/100 mL. Pada orang usia
lanjut yang sering terjadi penurunan glomeruli yang disebabkan oleh
glomerulosklerosis. Keadaan ini dapat menyebabkan peningkatan nilai ambang
ginjal terhadap glukosa atau glukosuria tidak terjadi walaupun glukosa darah
meningkat lebih tinggi dari 180 mg per 100 mL. sebaliknya, gangguan reabsorbsi
oleh tubulus proximalis karena kelainan bawaan (sindroma fanconi) atau
kerusakan oleh suatu penyakit (penyakit Wilson, dielonefritis), akan menyebabkan
penurunan nilai ambang ginjal dan glukosuria terjadi walaupun kadar glukosa
darah masih dibawah 180 mg per 100 mL, keadaan ini disebut renal glukosuria
(Tjokroprawiro, 1986).
f. Metode Pengujian dan Pemeriksaan
Tujuan penurunan kadar glukosa dalam urin adalah untuk menetukan
secara tidak langsung glukosa dalam darah. Untuk tujuan itu, metode pemeriksaan
harus praktis, artinya harus lebih mudah dikerjakan dari penentuan kadar glukosa
dalam darah sendiri. Selanjutnya harus mampu memberikan kadar glukosa darah
pada saat pemeriksaan. Kemudia harus diusahakan metode yang teliti (precise),
tepat (accurate), peka (sensitive, detectable) dan murah (cheap). Saat ini dikenal 2
kelompok metode penetuan glukosa dalam urin yang bersifat kualitatif dan semi
kuantitatif (Tjokroprawiro, 1986).
a. Kelompok semikuantitatif
semikuantitatif
pada
metode
ini
kurang
baik
dan
sering
leukosit.
Penggunaan
dipstick
pada
urinalisis
tidak
memerlukan
keterampilan khusus, selain itu hasilnya bisa didapat hanya dalam beberapa
waktu. Urin yang telah ditampung segera dengan dipstick dengan cara seperti
mencelupkan masing-masing contoh urin selama 0,5 sampai 1 menit, hingga
bagian warna-warninya terendam. Dipstick kemudian diangkat dari urin,
didiamkan sekitar 1 menit. Warna-warna yang timbul pada dipstick dibandingkan
dengan warna standar (Haryono, 2011).
a. Metode Benedict
Glukosa sebagai monosakarida paling sederhana kebanyakan bertindak
sebagai gula pereduksi, yang mampu mereduksi senyawa pengoksidasi. Senyawa
pengoksidasi yang selalu direduksi oleh monosakarida adalah Fe(CN) 2, H202 dan
ion kupri (Cu2+). Gula akan dioksidasi pada gugus karbonilnya. Metode yang
sering digunakan dalam analisa kadar gula suatu sampel, biasanya menggunakan
reagen Benedict. Reagen Benedict mengandung ion Cu2+ yang akan direduksi oleh
gula menjadi ion Cu2+ yang melalui proses pemanasan sehingga menghasilkan
endapan coklat atau merah bata (Indarti, 2011).
Diantara reagensi yang mengandung cupri untuk menyatakan reduksi,
reagen Benedictlah yang terbaik. Biarpun begitu, selalu hendaknya diingat bahwa
yang ditentukan ialah sifat reduksi sesuatu zat saja, yang tidak selalu berarti
glukosa. Zat bukan gula dalam urin yang memungkinkan mengadakan reduksi,
umpamanya formalin (pengawet, glucuronat, vitamin C) (Gandosoebrata, 1969).
1) Preparasi reagen Benedict
50 g natrium sitrat dan 86,5 natrium karbonat dalam air hangat sebanyak
300 mL dan tembaga sulfat sebanyak 8,65 g dilarutkan dalam 150 mL aquades.
Kedua larutan dicampur dalam labu ukur 500 mL, ditepatkan dengan aquades
sampai tanda batas.
2) Interpretasi
Perubahan warna
Biru jernih atau hijau
Keruh tanpa endapan
Hijau dengan
endapan
Kuning
Kuning sampai
jingga
Coklat
Jingga sampai merah
Dilaporkan
0
Perkiraan kadar
< 100 mg/dL
1+
250 mg/dL
2+
800 mg/dL
3+
4+
1400 mg/dL
7200 mg/dL
(Tjokroprawiro, 1986)
C.
1.
a.
b.
c.
d.
e.
f.
g.
h.
2.
a.
b.
c.
d.
e.
D. Prosedur Kerja
1. Disiapkan 4 buah tabung reaksi.
2. Dipipet 2,5 mL pereaksi Benedict ke dalam 4 buah tabung reaksi yang telah
3.
4.
5.
6.
disiapkan.
Ditambahkan 10 tetes urin ke dalam tabung I.
Ditambahkan 10 tetes glukosa 0,3% ke dalam tabung II.
Ditambahkan 10 tetes glukosa 1% ke dalam tabung III.
Ditambahkan 10 tetes glukosa 5% ke dalam tabung IV.
Dipanaskan masing-masing tabung reaksi dalam penangas air mendidih
selama 5 menit.
7. Dibiarkan larutan menjadi dingin perlahan-lahan.
8. Diamati perubahan yang terjadi. Terbentuknya endapan hijau, kuning atau
merah menandakan reaksi positif, sedangkan perubahan warna larutan saja
menandakan bahwa reaksi negatif.
E. Hasil Pengamatan
1. Tabel Pengamatan
Tabung
Perlakuan
Benedict + urin
Warna
Awal
Biru
Setelah Pemanasan
Larutan biru
kehijauan
Penilaian
Negatif
Benedict +
II
glukosa 0,3%
Benedict +
III
glukosa 1%
Benedict +
IV
glukosa 5%
Biru
Biru
Biru
Endapan merah
bata
Endapan merah
bata
Endapan merah
bata
++
+++
++++
Keterangan :
++
: kadar 0,5%-1,0
+++
: kadar 1,0%-2,0%
++++
: kadar > 2%
2. Reaksi
CH2OH
H
OH
H
C
OH
OH H
+ 2Cu2+ + 4OH-
OH
H HO
D-Glukosa
3. Gambar
CH2OH
OH
OH
+ Cu2O
C
OH H
O
OH
+ 2H2O
H HO
Kuprioksida
D-Asam Glukoral
Kuprooksida
F. Pembahasan
Urin merupakan hasil filtrasi darah oleh glomerulus ginjal. Dengan tujuan
membersihkan darah dari sisasisa metabolisme dan mengatur jumlah air dan
elektrolit dalam tubuh. Tubuli merupakan bagian ginjal yang dijalankan oleh
glomerulus dan tubuli. Akan tetapi, tubuli mempunyai kemampuan yang terbatas
untuk menyerap glukosa, yaitu 350 mg per menit yang disebut dengan nilai
ambang ginjal terhadap glukosa yang setara dengan kadar glukosa darah 170 mg.
Prinsip dari uji benedict adalah pada metode reduksi, pereaksi benedict
akan bekerja sebagai gugus pengoksidasi yang mengalami reduksi dari kupri
oksida menjadi kupro oksida yang berwarna. Pereaksi benedict berisikan dua
larutan yaitu, tembaga sulfat yang dilarutkan dalam aquades dan natrium sitrat,
natrium karbonat yang dilarutkan dalam aquades kemudian dipanaskan. Setelah
itu pada saat dingin kedua larutan dicampurkan dan membentuk larutan benedict
berwarna biru dan stabil pada suhu ruangan.
Penggunaan urin dalam uji kadar glukosa dikarenakan sebagi acuan kadar
glukosa darah memiliki batasan ialah 180 mg per 100 ml. Kemudian darah yang
disaring di glomerulus akan direabsorbsi, sehingga partikel atau molekul glukosa
pasti tersaring di glomerulus ginjal pada orang normal. Dan sebaliknya bila tidak
normal akan terdapat glukosa dalam urin yang didapatkan glukosuria
(peningkatan kadar glukosa dalam urin).
Penentuan kadar glukosa
kuantitatif. Uji semi kuantitatif adalah suatu metode uji yang digunakan untuk
menentukan ada tidaknya senyawa tertentu dalam sampel dengan melekukan uji
kualitatif terlebih dahulu. Uji kualitatif adalah uji yang dilakukan dengan
pengamatan organoleptis seperti pada pengamatan visual berupa perubahan warna
atau adanya endapan untuk menentukan keberadaan suatu senyawa pada sampel.
Perbedaan uji kualitatif dengan uji semi kuantitatif yaitu uji semi kuantitatif dapat
ditentukan perkiraan kadar yang berupa skala atau range yang berdasarkan
perbandingan warna endapan dengan larutan standar. Uji semi kuantitatif mampu
menunjukkan adanya perubahan warna atau terbentuknya endapan akibat ada
suatu senyawa atau kadar senyawa tersebut dapat diperkirakan jumlahnya. Uji
kuantitatif berbeda dengan uji semi kuantitatif karena ada dalam uji kuantitatif
kadar atau konsentrasi suatu senyawa dapat ditentukan secara pasti melelui
perhitungan dari data yang telah ada.
Sampel urin yang digunakan adalah urin pagi. Urin pagi yaitu urin yang
pertama kali dikeluarkan pada pagi hari setelah bangun tidur. Pemakaian urin pagi
sebagai sampel percobaan adalah karena urin ini lebih pekat yang mengandung
sisa hasil metabolisme dari semua senyawa yang oleh ginjal selama tidur . urin
pagi bersifat asam dan sangat baik untuk pemeriksaan medis seperti adanya
glukosa yang tidak diserap oleh jaringan, protein dan sedimen.
Percobaan dilakukan dengan menggunakan empat sampel, yaitu urin,
glukosa 0,3%, 1% dan 5%. Dari keempat sampel terlebih dahulu ada pereaksi
benedict kemudian dicampurkan dengan sampel. Perbedaan kadar glukosa pada
sampel menyebabkan pula hasil warna endapan yang berbeda. Karena pereaksi
Benedict yang tereduksi bergantung pada kekuatan gula pereduksi yang
disesuaikan dengan kadar atau konsentrasi gula pereduksi untuk mengubah gugus
kupri oksida menjadi kupro oksida.
Pengamatan penentuan kadar glukosa urin, tabung reaksi yang telah
berisikan sampel bercampur perekasi Benedict dipanaskan. Tujuan pemanasan
adalah mempercepat reaksi antara pereaksi dan sampel. Sehingga dengan
pemanasan gugus aldehid dan keton pada gula pereduksi akan lebih cepat
membebaskan gugus OH yang reaktif. Reaksi reduksi antara glukosa dan pereaksi
benedict ditunjukkan oleh adanya endapan.
Hasil pengujian diperoleh urin setelah direaksikan dengan pereaksi
benedict dan dipanaskan menghasilkan larutan berwarna biru kehijauan. Hal ini
menunjukkan bahwa urin yang diuji adalah urin normal karena perubahan warna
saja dan tidak terdapat glukosa dalam urin. Hasil pengujian pada tabung II
(larutan glukosa 0,3%), tabung III (larutan glukosa 1%), dan tabung IV (larutan
glukosa 5%) semua sampel memberikan warna endapan merah bata dengan hasil
pada larutan glukosa semakin meningkat kadarnya maka semakin pekat warna
endapan merahnya.
Endapan merah bata dari hasil reduksi kupri oksida menjadi kupro oksida
pada penentuan kadar glukosa urin dapat digunakan sebagai acuan penyakit
diabetes melitus (DM), kerusakan glomerulus pada ginjal dan kerusakan kelenjar
pankreas untuk menghasilkan hormon insulin. Adanya diabetes melitus
dikarenakan kadar glukosa dalam urin sekurang-kurangnya adalah 10 mg per 100
ml sudah dinyatakan glukosuria. Ditetapkan sebagai acuan ialah karena pada
proses metabolisme normal glukosa akan masuk ke dalam jaringan yang disimpan
dalam otot dan hati, dan digunakan sebagai sumber energi tubuh. Dan kemudian
darah yang mengandung banyak glukosa akan masuk pada filtrasi di ginjal, acuan
glukosa akan masuk berada di urin filtrasi atau penyaring di glomerulus juga
rusak, sehingga glukosa berada dalam urin, karena glomerulus memiliki ambang
batas menyaring glukosa. Kebanyakan glukosa, penyaring rusak dan glukosa
berada di urin.
Insulin adalah hormon yang dikeluarkan oleh hati untuk membuka kanal
bagi masuknya glukosa ke dalam jaringan. Insulin tidak sensitif atau kurang maka
G. Kesimpulan
Berdasarkan percobaan yang telah dilakukan maka dapat disimpulkan
bahwa:Kadar glukosa dalam urin dengan metode Benedict < 0,5.
DAFTAR PUSTAKA
Baron, D. 1984. Patologi Klinik. Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jakarta.
Gandosoebrata, R. 1969. Penuntun Laboratorium Klinik. Dian Rakyat. Jakarta.
Haryono, I. 2011. Urinalisis Menggunakan Dua Jenis Dipstick (Batang Celup)
pada Sapi Bali. Jurnal Veterisier Volume 12 Nomor 1.
Indarti, D. 2011. Karakterisasi Film Nata De Coco-Benedict secara Adsorbsi
untuk Sensor Glukosa dalam Urine. Jurnal Ilmu Dasar Volume 12 Nomor 2.
Panii, Z. 2007. Memahami Teori dan Praktik Biokimia Dasar Medis. Penerbit
Buku Kedokteran EGC. Jakarta.
Tjokroprawiro, A. 1986. Diabetes Melitus Aspek Klinik dan Epidemiologi.
Airlangga University Press. Jakarta.