Anda di halaman 1dari 5

Untuk Menentukan Kadar Glukosa Dalam Urine

A. Landasan Teori
Urine atau air seni atau air kencing merupakan cairan sisa yang diekskresikan
oleh ginjal kemudian dikeluarkan dari dalam tubuh melalui proses urinasi. Eksreksi
urine diperlukan untuk membuang molekul-molekul sisa dalam darah yang disaring
oleh ginjal dan untuk menjaga homeostasis cairan tubuh. Urine disaring di dalam
ginjal, dibawa melalui ureter menuju kandung kemih, akhirnya dibuang keluar
tubuh melalui uretra. Urine normal biasanya berwarna kuning, berbau khas jika
didiamkan berbau ammoniak, pH berkisar 4,8 – 7,5 dan biasanya 6 atau 7. Berat
jenis urine 1,002 – 1,035. Volume normal perhari 900 – 1400 ml.
Urine berwarna kuning sebelum di beri perlakuan. Warna urin yang normal
warnanya kuning, berasal dari bilirubin. Pucat atau kuatnya warna kuning pada
urin normal tergantung pada konsumsi air. perubahan warna dari yang normal itu
bisa terjadi karena pengaruh makanan, obat, atau kondisi kesehatan. Warna
kuning terang hingga oranye bisa terjadi jika kita mengonsumsi vitamin B2
(riboflavin) dan/atau carotene, sesuai dengan warnanya. 
Tes glukosa urin dapat dilakukan dengan menggunakan reaksi reduksi,
dikerjakan dengan menggunakan fehling, benedict, dan clinitest. Ketiga jenis tes ini
dapat digolongkan dalam jenis pemeriksaan semi kuantitatif. Sedangkan tes
glukosa dengan enzimatik dilakukan dengan metode carik celup yang tergolong
dalam pemeriksaan semi kuantitatif dan kuantitatif. ( kimball, 1998 )
Diabetes adalah suatu penyakit yang dapat dideteksi melalui urin. Urin penderita
diabetes akan mengandung gula yang tidak akan ditemukan dalam urin orang
yang sehat. Untuk menyatakan keberadaan suatu glukosa, dapat dilakukan
dengan cara yang berbeda – beda. Cara yang tidak spesifik dapat dilakukan
dengan menggunakan suatu zat dalam reagen yang berubah sifat dan warnanya
jika direduksi oleh glukosa. Diantaranya adalah penggunaan reagen fehling yang
dapat dipakai untuk menyatakan adanya reduksi yang mengandung garam cupri.
Sedangkan pembuktian glukosuria secara spesifik dapat dilakukan dengan
menggunakan enzim glukosa oxidase. ( Probosunu, 1994 )
Pada orang normal tidak ditemukan adanya glukosa dalam urine. Glukosuria
dapat terjadi karena peningkatan kadar glukosa dalam darah yang melebihi
kapasitas maksimum tubulus untuk mereabsorbsi glukosa. Hal ini dapat ditemukan
pada kondisi diabetes melitus, tirotoksis, sindroma chusing, phaeochromocytoma,
peningkatan tekanan intrakranial atau karena ambang rangsang ginjal yang
menurun seperti pada renal glukosuria kehamilan dan sindroma fanconi. Namun
reduksi positif tidak selalu berarti pasien menderita diabetes melitus. Hal ini
dikarenakan pada penggunaan cara reduksi dapat terjadi hasil positif palsu pada
urin yang disebabkan karena adanya kandungan bahan reduktor selain glukosa.
Bahan reduktor yang dapat menimbulkan reaksi positif palsu tersebut antara lain :
galaktosa, fruktosa, laktosa, pentosa, formalin, glukuronat dan obat – obatan
seperti streptomycin, salisilat dan vitamin C. Oleh karena itu, perlu dilakukan uji
lebih lanjut untuk memastikan jenis gula pereduksi yang terkandung dalam sampel
urine. Hal ini dikarenakan hanya kandungan glukosa yang mengidentifikasi
keberadaan penyakit diabetes. Penggunaan cara enzimatik lebih sensitif
dibandingkan dengan cara reduksi. Cara enzimatik dapat mendeteksi kadar
glukosa urin sampai 100mg/dL, sedangkan pada cara reduksi hanya sampai 250
mg/dL. Nilai ambang ginjal untuk glukosa dalam keadaan normal adalah 160 – 180
mg%. ( Montgomery, 1993 )
Faktor – faktor yang mempengaruhi jumlah atau keadaan urine yaitu
diantaranya jumlah air yang diminum, keadaan sistem syaraf, hormon ADH,
banyaknya garam yang harus dikeluarkan dari darah agar tekanan menjadi
osmotic, pada penderita diabetes melitus pengeluaran glukosa diikuti kenaikan
volume urine. ( Thenawijaya, 1995 ).

B. KANDUNGAN DALAM URINE


1. Air sebanyak 95 %
2. Urea, asam ureat dan ammonia
3. Zat warna empedu (Bilirubin dan Biliverd
4. Garam mineral, terutama NaCl (Natrium Chlorida)
5. Zat-zat bersifat racun seperti sisa obat dan hormon.

C. Alat dan Bahan


1. Alat :
 Beaker gelas
 Tabung reaksi
 Rak tabung reaksi
 Batu didih
 Pengaduk
 Pipet tetes

2. Bahan :
a. Reagen benedict
 Na2CO3 : 200 gr
 CuSO4 : 17,3 gr
 Na Citrat : 172 gr
b. Sampel
 Urine
 Maltose
 Sukrosa
 Fruktosa
 Glukosa
 Laktosa
 H2O 1000 ml

D. Prosedur Kerja
a. Kualitatif
1. Ambil 6 tabung reaksi
2. Pipet 5 ml reagen benedict kedalam 6 tabung reaksi
3. Tetesi 4 – 8 tetes sampel urine kedalam 1 tabung reaksi
4. Masukkan sampel maltose, sukrosa, fruktosa, Laktosa, dan glukosa ke
masing-masing 5 tabung reaksi
5. Masukkan semua tabung reaksi dalam air mendidih selama 5 menit
6. Angkat dan amati perubahannya.
Baca perubahan warna yang terjadi
 Penilaian :
(-) = tetap biru jernih / sedikit kehijauan dan agak keruh.
(+) = hijau kekuningan dan agak keruh ( 0,5 – 1 % glukosa )
( ++ ) = kuning keruh (91 – 1,5 glukosa )
( +++ ) = jingga / warna lumpur keruh ( 92 – 3,5 % glukosa )
( ++++ ) = merah bata keruh ( >3,5 % glukosa )

E. Hasil dan Pembahasan

Pada praktikum kali ini, kami mencoba menentukan kadar glukosa urine dengan
menggunakan benedict. Mula – mula kami melakukan uji kualitatif urine yang
dikeluarkan dengan meneteskan 4 sampai 8 tetes urine ke dalam 5 ml reagen
benedict dan memasukkannya ke dalam air mendidih kurang lebih selama 5 menit,
setelah itu mengangkat tabung reaksi dan membaca hasilnya. Pada kelompok
kami ( empat ) hasil yang didapatkan adalah warna pada tabung reaksi berubah
menjadi hijau keruh. Hal ini menunjukkan bahwa sampel urine yang kami pakai
mengandung glukosa, dan masih dikatakan norma l.

Anda mungkin juga menyukai