Anda di halaman 1dari 9

LAPORAN PRAKTIKUM

PEMERIKSAAN GLUKOSA DAN PROTEIN DIDALAM URINE

DISUSUN OLEH:

1. Muhamad Tedy Kurniawan


2. Muhammad Arfian Nur Rizky M. H
3. Nur Musdalifah
4. Syahna Septiara Yolanda A.
5. Wulan Sih Rahayu

Program Studi Sarjana Terapan Keperawatan


Jurusan Keperawatan
Politeknik Kesehatan Kementrian Kesehatan Kalimantan Timur

2018
KATA PENGANTAR

Dengan memanjatkan puji syukur kehadirat Allah SWT Yang Maha Esa, Karena atas
nikmat dan Hidayah-Nya Penulis dapat menyelesaikan Laporan Praktikum yang deberi judul
PEMERIKSAAN GLUKOSA DAN PROTEIN DIDALAM URINE. Dalam kesempatan ini
Penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih kepada,

Ibu dr. Hilda selaku Dosen Pembina yang memberikan motivasi, bimbingan serta koneksi
terhadap cara-cara penulisan dan cara pembuatan laporan praktikum yang benar kepada
Penulis, sehinnga Penulis bisa memahami materi baik.

Dalam penulisan laporan Laporan Praktikum ini tentu Penulis telah berusaha semaksimal
mungkin untuk mengembangkan ilmu pengetahuan dan pengalaman untuk mendapatkan
inspirasi dan masukan dari berbagai sumber.

Namun Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan Laporan Praktikum ini jauh dari
kata sempurna. Oleh sebab itu, Penulis mengharapkan kritik dan saran dari para pembaca
untuk kesempurnaan laporan ini.

Akhirnya Penulis berharap, semoga hasil Laporan Praktikum ini dapat bermanfaat bagi
kita semua, khususnya bagi Penulis

Terima Kasih

Samarinda, 15 Oktober 2018

Penulis
DASAR TEORI
A. GLUKOSA

Biasanya tidak ada glukosa dalam air seni. Adanya glukosa dalam urine (disebut
glukosuria) harus diwaspadai adanya gangguan atau penyakit. Jika glukosuria bersama
hiperglikemia (=peningkatan kadar gula dalam darah), maka kemungkinan adalah : diabetes
mellitus (DM), sindrom Cushing, penyakit pankreas, kelainan susunan syaraf pusat,
gangguan metabolisme berat (misalnya pada kebakaran hebat, penyakit hati lanjut, sepsis,
dsb), atau oleh karena obat-obatan kortikosteroid, thiazide, obat kontrasepsi oral).
Jika glukosuria tanpa hiperglikemia dapat dijumpai pada : kelainan fungsi tubulus ginjal,
kehamilan, gula selain glukosa dalam urine atau makan buah-buahan sangat banyak.

Glukosuria tidak selalu dapat dipaki untuk menunjang diagnosis diabetes mellitus. Jika
nilai ambang ginjal begitu rendah bahkan kadar glukosa darah normal menghasilkan kondisi
glukosuria, keadaan ini disebut sebagai glycosuria ginjal.

Glukosuria dapat terjadi karena peningkatan kadar glukosa dalam darah yang melebihi
kapasitas maksimum tubulus untuk mereabsorpsi glukosa. Hal ini dapat ditemukan pada
kondisi diabetes mellitus, tirotoksikosis, sindroma cushing, phaeochromocytoma,
peningkatan tekanan intracranial atau karena ambang rangsang ginjal menurun seperti pada
renal glukosuria, kehamilan dan sindroma fanconi.

Namun reduksi positif tidak selalu berarti pasien menderita diabetes mellitus. Hal ini
dikarenakan pada penggunaan cara reduksi dapat terjadi hasil positif palsu pada urin yang
disebabkan karena adanya bahan reduktor selain glukosa. Oleh karena itu perlu dilakukan uji
lebih lanjut untuk memastikan jenis gula pereduksi yang terkandung dalam sampel urin. Hal
ini dikarenakan hanya kandungan glukosa yang mengidentifikasikan keberadaan penyakit
diabetes.

B. PROTEIN

Protein adalah sumber asam amino yang mengandung unsur C, H, O dan N. Protein sangat
penting sebagai sumber asam amino yang digunakan untuk membangun struktur tubuh.
Selain itu, protein juga bisa digunakan sebagai sumber energi bila terjadi defisiensi energi
dari karbohidrat dan/atau lemak. Sifat-sifat protein beraneka ragam, dituangkan dalam
berbagai sifatnya saat bereaksi dengan air, beberapa reagen dengan pemanasan serta beberapa
perlakuan lainnya.
Protein yang dipanaskan akan membentuk presipitasi yang terlihat berupa kekeruhan.
Pemberian asam asetat dilakukan untuk mencapai atau mendekati titik isoelektrik protein.

Proteinuria adalah adanya protein dalam urin manusia yang melebihi nilai normal yaitu
150 mg/24 jam atau pada anak-anak lebih dari 140 mg/m3. Dalam keadaan normal protein
didalam urin sampai sejumlah tertentu masih dianggap fungsional. Sejumlah protein
ditemukan pada pemeriksaan urin rutin, baik tanpa gejala ataupun dapat menjadi gejala awal
yang mungkin suatu bukti adanya penyakit ginjal serius.

Penetapan kadar protein dalam urin biasanya dinyatakan berdasarkan timbulnya kekeruhan
pada urin. Karena padatnya atau kasarnya kekeruhan itu menjadi satu ukuran untuk jumlah
protein yang ada, maka menggunakan urin yang jernih menjadi syarat yang penting. Salah
satu uji protein urin yang cukup peka adalah dengan melalui pemanasan urin dengan asam
asetat.

Asam sulfosalisilat dapat digunakan untuk uji urin sebagai penentu ada tidaknya protein
pada urin, karena ikatan kimia yang ada didalamnya sedemikian mampu menyebabkan
presipitasi protein terlarut, yang dapat diukur dan ditentukan dari derajat turbiditas. Adanya
protein didalam urin sangatlah penting dan memerlukan penelitian lebih lanjut untuk
menentukan adanya penyebab/penyakit dasarnya.

Adanya proteinuria yang ditemukan saat pemeriksaan penyaring rutin, pada orang sehat
sekitar 3,5%. Jadi proteinuria tidak selalu merupakan manifestasi penyakit ginjal.

Derajat proteinuria dan komposisi protein pada utin tergantung dari mekanisme pada
ginjal yang berakibat hilangnya protein. Sejumlah besar protein secara normal melewati
kapiler glomerulus, tetapi tidak memasuki urin. Muatan dan selektivitas dinding glomerulus
mencegah transportasi albumin, globulin dan protein dengan berat molekul besar lainnya
untuk menembus dinding glomerulus.

Pada pemberian asam asetat yang sangat berlebihan akan mengakibatkan hasil negatif
palsu pada pemeriksaan tersebut. Sebaliknya, hasil positif palsu dapat ditemukan bila
kekeruhan terjadi bukan diakibatkan oleh adanya globulin atau albumin, melainkan :

-Nukleoprotein, kekeruhan terjadi pada saat pemberian asam asetat sebelum pemanasan

- Mucin, kekeruhan juga terjadi pada saat pemberian asam asetat sebelum pemanasan
- Proteose, presipitat terjadi setelah campuran reaksi mendingin, kalau dipanasi
menghilang lagi

- Asam-asam renin, kekeruhan oleh zat ini larut dalam alkohol

- Protein Bence Jones, protein ini larut dalam suhu didih urin, terlihat kekeruhan pada
suhu kira-kira 60 derajat celcius.

Biasanya, hanya sebagian kecil protein plasma disaring di glomerulus yang diserap oleh
tubulus ginjal dan diekskresikan ke dalam urin. Normal ekskresi protein biasanya tidak
melebihi 150 mg/24 jam atau 10 mg/dl urin. Lebih dari 10 mg/dl didefinisikan sebagai
proteinuria.
PEMERIKSAAN GLUKOSA DIDALAM URINE

A. Alat dan Bahan


1. Tabung reaksi;
2. Lampu spiritus/ water bath
3. Rak tabung reaksi
4. Penjepit tabung reaksi
5. Reagen Benedict
6. Urine

B. Cara Kerja
a. Siapkan alat dan bahan;
b. Masukkan 5 ml reagen Benedict ke dalam tabung reaksi;
c. Teteskan sebanyak 5-8 tetes urine ke dalam tabung tersebut;
d. Masukkan tabung tadi ke dalam air mendidih (water bath) selama 5 menit atau
langsung dipanaskan di atas lampu spiritus selama 3 menit mendidih;
e. Angkat tabung, kocok isinya dan bacalah hasil reduksi.

Penilaian hasil cara benedict, yaitu:

Negatif : Tetap biru jernih atau sedikit kehijauan dan agak keruh

Positif + atau 1 + : Hijau kekuningan dan keruh ( sesuai dengan 0,5 - 1% glukosa)

Positif ++ atau 2 + : Kuning kehijauan atau kuning keruh (1 - 1,5% glukosa)

Positif +++ atau 3 + : Jingga atau warna lumpur keruh (2 - 3,5% glukosa)

Positif ++++ atau 4 + : Merah bata atau merah keruh ( > 3,5% glukosa)

*Perhatian : membaca hasil harus segera setelah diangkat dan dikocok. Bila dibiarkan
lebih lama, hasilnya akan lebih positif.

Keuntungan metode benedict, yaitu lebih spesifik dan semikuantitatif, sedangkan Kerugian
metoda benedict, yaitu kurang sensitif karena menggunakan basa lemah.
PEMERIKSAAN PROTEIN DIDALAM URINE

A. Alat dan Bahan


1. Tabung reaksi
2. Rak tabung reaksi
3. Pipet tetes
4. Urin
5. Asam Sulfosalisilat 20%

B. Cara Kerja
1. Siapkan 2 buah tabung reaksi, masing-masing diisi dengan 2 ml urine.
2. Pada tabung reaksi pertama di tambahkan 8 tetes asam sulfosalisilat 20%, kemudian
homogenkan.
3. Bandingkan isi tabung pertama dengan tabung ke dua. Jika jernihnya sama, maka tes
protein negatif.

(-) : Jernih (tidak ada kekeruhan)


(+) 1 : Kekeruhan ringan tanpa butiran
(+) 2 : Kekeruhan mudah dilihat dan terlihat butir-butir (halus)
(+) 3 : Keruh dengan butir keping dan kasar
(+) 4 : Keruh dengan butir keping, kasar dan koloid
LAMPIRAN

Anda mungkin juga menyukai