Anda di halaman 1dari 7

LAPORAN PRAKTIKUM DASAR BIOKIMIA GIZI

PEMERIKSAAN PROTEIN URIN

Disusun Oleh:

1. Kysea Alea (J310210008)


2. Ghaisani Shella Amanda (J310210014)
3. Mulia Anggraeni (J310210016)
4. Fariqa Aisyiyah Alrafi (J310210017)
5. Sharla Apsarini Luthfiah (J310210022)

Kelas 2A (Shift A)

Dosen Pengampu:
Dr. Dwi Sarbini, SST., S.Gz, M.Kes

Asisten Laboratorium:
Laura Reva Tamarisda
Asha Sekar Kinanti

PROGRAM STUDI ILMU GIZI


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA
2021/2022
PEMERIKSAAN PROTEIN URIN

A. TUJUAN
Untuk mengidentifikasikan adanya protein dalam urin seseorang.
B. PRINSIP
Bila terdapat protein dalam urin, ketika ditambahkan asam asetat akan mengendap atau
mengalami koagulasi.
C. DASAR TEORI
Urin atau air seni atau air kencing merupakan cairan sisa yang diekskresikan oleh
ginjal kemudian dikeluarkan dari dalam tubuh melalui proses urinasi. Eksreksi urin
diperlukan untuk membuang molekul-molekul sisa dalam darah yang disaring oleh ginjal
dan untuk menjaga homeostasis cairan tubuh. Urin disaring di dalam ginjal, dibawa
melalui ureter menuju kandung kemih, akhirnya dibuang keluar tubuh melalui uretra.
Urin normal biasanya berwarna kuning, berbau khas jika didiamkan berbau ammoniak,
pH berkisar 4,8 – 7,5 dan biasanya 6 atau 7. Berat jenis urin 1,002 – 1,035. Volume normal
perhari 900 – 1400 ml (Gandasoebrata, 2013).
Penyaringan darah pada ginjal lalu terjadilah urin. Darah masuk ginjal melalui
pembuluh nadi ginjal. Ketika berada di dalam membrane glomenulus, zat-zat yang
terdapat dalam darah (air, gula, asam amino dan urea) merembes keluar dari pembuluh
darah kemudian masuk kedalam simpai/kapsul bowman dan menjadi urin primer. Proses
ini disebut filtrasi. Urin primer dari kapsul bowman mengalir melalui saluran-saluran halus
(tubulus kontortokus proksimal). Di saluran-saluran ini zat-zat yang masih berguna,
misalnya gula, akan diserap kembali oleh darah melalui pembuluh darah yang
mengelilingi saluran tersebut sehingga terbentuk urin sekunder. Proses ini disebut
reabsorpsi (Gandasoebrata, 2013).
Urin sekunder yang terbentuk kemudian masuk tubulus kotortokus distal dan
mengalami penambahan zat sisa metabolisme maupun zat yang tidak mampu disimpan
dan akhirnya terbentuklah urnine sesungguhnya yang dialirkan ke kandung kemih melalui
ureter. Proses ini disebut augmentasi. Apabila kandung kemih telah penuh dengan urin,
tekanan urin pada dinding kandung kamih akan menimbulkan rasa ingin buang air kecil.
Banyaknya urin yang dikeluarkan dari dalam tubuh seseorang yang normal sekitar
5 liter setiap hari. Faktor yang mempengaruhi pengeluaran urin dari dalam tubuh
tergantung dari banyaknya air yang diminum dan keadaan suhu apabila suhu udara
dingin, pembentukan urin meningkat sedangkan jika suhu panas, pembentukan urin
sedikit (Almahdaly, H., 2012).
Pada saat minum banyak air, kelebihan air akan dibuang melalui ginjal. Oleh
karena itu jika banyak minum akan banyak mengeluarkan urin. Warna urin setiap orang
berbeda-beda. Warna urin biasanya dipengaruhi oleh jenis makanan yang dimakan, jenis
kegiatan atau dapat pula disebabkan oleh penyakit. Namun biasanya warna urin normal
berkisar dari warna bening sampai warna kuning pucat.
Secara kimiawi kandungan zat dalam urin diantaranya adalah sampah nitrogen
(ureum, kreatinin dan asam urat), asam hipurat zat sisa pencernaan sayuran dan buah,
badanketon zat sisa metabolism lemak, ion-ion elektrolit (Na, Cl, K, Amonium, sulfat,Ca
dan Mg), hormone, zat toksin (obat, vitamin dan zat kimia asing), zat abnormal (protein,
glukosa, sel darah kristal kapur, dan sebagainya) (Almahdaly, H., 2012).
Ginjal yang sehat dapat menyaring semua protein dari darah dan menyerapnya
kembali sehingga tidak akan ada atau kalau pun ada di urine, jumlahnya sangat sedikit.
Biasanya, hanya sebagian kecil protein plasma disaring di glomerulus yang diserap oleh
tubulus ginjal dan diekskresikan ke dalam urin. Urine yang normal hanya mengandung
sedikit protein, yaitu di bawah 150 mg/24 jam (biasanya ditandai dengan tanda (-). Jika
terdapat kadar protein urine di atas 150 mg/24 jam, hal ini dapat disebabkan oleh adanya
gangguan pada ginjal (Syuhada, dkk., 2012).
Sejumlah kecil protein dapat dideteksi pada urin orang yang sehat karena
perubahan fisiologis. Selama olah raga, stres atau diet yang tidak seimbang dengan
daging dapat menyebabkan proteinuria transien. Pra-menstruasi dan mandi air panas
juga dapat menyebabkan proteinuria. Bayi baru lahir dapat mengalami peningkatan
proteinuria selama usia 3 hari pertama (Puspito, L., 2012).
Pengukuran proteinuria dapat dipakai untuk membedakan antara penderita yang
memiliki risiko tinggi menderita penyakit ginjal kronik yang asimptomatik dengan yang
sehat. Proteinuria yang persistent (tetap ≥ +1, dievaluasi 2-3x/3 bulan) biasanya
menunjukkan adanya kerusakan ginjal. Proteinuria persistent juga akan memberi hasil ≥
+1 yang terdeteksi baik pada spesimen urine pagi maupun urine sewaktu setelah
melakukan aktivitas. Protein terdiri atas fraksi albumin dan globulin. Peningkatan ekskresi
albumin merupakan petanda yang sensitif untuk penyakit ginjal kronik yang disebabkan
karena penyakit glomeruler, diabetes mellitus, dan hipertensi. Sementara itu, peningkatan
ekskresi globulin dengan berat molekul rendah merupakan petanda yang sensitif untuk
beberapa tipe penyakit tubulointerstitiel (Puspito, L., 2012).
D. METODE
1. Alat dan Bahan
Alat Bahan
1. Gelas beker 1. Urin
2. Tabung reaksi 2. Asam asetat 6%
3. Gelas ukur
4. Waterbath
2. Cara Kerja

Mengambil urin sebanyak 5 ml.

Menambahkan 3 – 5 tetes asam asetat 6 %.

Memanaskan hingga mendidih di waterbath.

Mengamati kekeruhan yang terjadi.

E. HASIL DAN PEMBAHASAN


1. Hasil
Tabel 1. Hasil Pengamatan
Kadar Protein Urin
Sampel Perlakuan Gambar
Urin Mengambil urin sebanyak 5
mL.
Asam Asetat 6% Menambahkan 3-5 tetes asam
asetat 6%.

Memanaskan sampai mendidih


dalam waterbath.

Mengamati kekeruhan yang


terjadi.

Tabel 2. Hasil Pemeriksaan Kadar Protein Urin


Urin Warna Akhir Keterangan
Sampel Kuning keruh Positif (+)
Kontrol Kuning bening Negatif (-)

2. Pembahasan
Pada praktikum kali ini, kelompok kami melakukan pemeriksaan kadar protein
pada urin seseorang. Protein sangat dibutuhkan oleh tubuh untuk membangun struktur
tubuh dan sumber energi sehingga tidak seharusnya protein ikut terbuang melalui urin.
Adanya protein pada urin disebut dengan proteinuria. Keberadaan protein pada urin ini
dapat menunjukkan bahwa seeseorang mengalami luka atau kerusakan pada ginjal.
Beberapa kondisi yang menyebabkan proteinuria adalah penyakit ginjal
(glomerulonephritis), nefropati karena diabetes, demam hipertensi, infeksi saluran kemih
(urinary tract infection), dan lain-lain. Pemeriksaan protein urin ini biasa dilakukan oleh ibu
hamil. Hal ini karena jika kadar protein dalam urin ibu hamil tinggi, dapat membahayakan
janin atau bayi yang ada pada kandungannya.
Pemeriksaan kadar protein pada urin kali ini menggunakan metode kualitatif.
Reagen yang digunakan adalah asam asetat 6%. Hal ini karena asam asetat dapat
mendeteksi adanya protein dalam urin. Jika urin yang mengandung protein ditambahkan
beberapa tetes asam asetat 6% akan mengendap atau mengalami koagulasi. Adanya
protein pada urin dapat dilihat pada hasil pemeriksaan yang menyebabkan urin menjadi
keruh hingga adanya endapan.
Berdasarkan tabel hasil pengamatan dan pemeriksaan diatas, dapat diketahui
bahwa perubahan urin yang didapatkan setelah ditambahkan beberapa tetes asam asetat
6% dan dipanaskan hingga mendidih, terdapat sedikit kekeruhan pada urin tersebut. Hal
ini berarti urin tersebut mengandung sedikit protein (positif 1), yaitu sekitar 0,01–0,05 gr%.
Kondisi proteiunuria ini juga dapat disebabkan oleh dehidrasi sehingga proses
pemulihannya pun dapat dilakukan dengan meminum air putih yang banyak. Selain itu,
proteinuria juga dapat diatasi dengan mengatur pola makan yang sehat, istirahat yang
cukup, dan pemberian obat jika disebabkan oleh preeklampsia.

F. KESIMPULAN
Berdasarkan praktikum pemeriksaan protein urin kita dapat menyimpulkan bahwa
perhitungan memiliki beberapa perbedaan sebagai berikut :
1. Dapat diketahui bahwa perubahan urin yang didapatkan setelah ditambahkan
beberapa tetes asam asetat 6% dan dipanaskan hingga mendidih, terdapat sedikit
kekeruhan pada urin tersebut. Hal ini berarti urin tersebut mengandung sedikit protein
(positif 1), yaitu sekitar 0,01–0,05 gr%.

G. DAFTAR PUSTAKA
Almahdaly, H. 2012. Pengaruh Penundaan Waktu Terhadap Hasil Urinalisis Sedimen
Urin.
As-Syifaa Jurnal Farmasi Volume 6 Nomor 2. Makasar : Fakultas Farmasi Universitas
Muslim Indonesia Makasar.
Gandasoebrata, R. 2013. Penuntun laboratorium klinik. Cetakan Kelimabelas: Dian
Rakyat Jakarta.
Indranila KS dan Puspito L (2012). Akurasi pemeriksaan carik celup pada urinalisis
proteinuria dan glukosuria dibandingkan dengan metode standard: Molluca
medica. Vol 5 No 1: 19-23
Syuhada, Noormartany, Alamsyah M dan Dewi NS (2012). Korelasi proteinuria metode
rasio albumin-kreatinin urin dengan metode kromatografi pada preeklamsi: MKB.
Vol 44 No 4.
H. LAMPIRAN

Mengambil Menambahkan 3–5 tetes Setelah ditambahkan Memanaskan


5 ml urin asam asetat 6% 3–5 tetes asam dalam waterbath
asetat 6%

Hasil akhir

Tanggal Pelaksanaan Praktikum : 24 Juni 2022

Kelompok : 3 (tiga)

Nama Anggota :

1. Kysea Alea (J310210008)


2. Ghaisani Shella Amanda (J310210014)
3. Mulia Anggraeni (J310210016)
4. Fariqa Aisyiyah Alrafi (J310210017)
5. Sharla Apsarini Luthfiah (J310210022)

ACC Asisten TTD Dosen

Anda mungkin juga menyukai