Anda di halaman 1dari 4

PEMBAHASAN

Sediaan apus darah adalah suatu sarana yang digunakan untuk menilai berbagai
unsur sel darah tepi, seperti eritrosit, leukosit, dan trombosit. Selain itu dapat pula
digunakan untuk mengidentifikasi adanya parasit seperti malaria, mikrofilaria, dan
lain-lain. Sediaan apus yang dibuat dan dipulas dengan baik merupakan syarat mutlak
untuk mendapatkan hasil pemeriksaan yang terbaik.
Bahan pemeriksaan yang terbaik adalah darah segar yang berasal dari kapiler atau
vena dengan atau tanpa EDTA. Sediaan yang disimpan tanpa difiksasi terlebih dulu
tidak dapat dipulas sebaik sediaan segar. Kebanyakan cara memulas sediaan darah
menggunakan prinsip Romanowski, seperti Wright, Giemsa, May-Grunwald-Biemsa
atau Wright-Giemsa.
Pada praktikum hematologi ini yaitu mengenai pembuatan apusan darah tepi
,pewarnaan apusan darah dan menghitung jumlah jenis leukosit. Sebelum melakukan
praktikum terlebih dahulu melakukan pengambilan sampel darah, dimana sampel
yang digunakan berasal dari praktikan atas nama Ayu Nur Fitriyani (perempuan, 20
tahun). Pengambilan darah yang dilakukan yaitu dengan vacutainer dimana darah
ditampung pada tabung ungu dengan penambahan antikoagulan EDTA. Selain itu,
persiapan terhadap alat alat yang akan digunakan sangat penting untuk menunjang
praktikum yang akan dilakukan (pre- analitik)
Pada tahap analitik, pembuatan apusan dibuat terlebih dahulu. Objek glass yang
akan digunakan dibersihkan dari sisa sisa kotoran dan lemak, agar tidak
mempengaruhi hasil apusan. darah pada tabung EDTA dipipet dengan menggunakan
pipet pasteur lalu diteteskan pada objek glass yang telah disiapkan, sedangkan satu
objek glass lainnya digunakan untuk mendorong darah hingga terbentuk apusan lidah
kucing, dimana objek glass ditekan sehingga darah akan menyebar merata pada
permukaan objek glass, lalu digerakkan ke kiri membentuk apusan darah yang tidak
terlalu tipis ataupun terlalu tebal karena jika terlalu tebal maka saat pengamatan di
bawah mikroskop akan terlihat tidak jelas karena sel darah bertumpuk.
Hal yang perlu diperhatikan dalam pembuatan apusan darah agar mendapatkan apusan

darah yang baik:


1. Sudut antara objek glass satu dengan objek glass penghapus diusahakan bersudut
30-45
2. Tetesan darah yang diteteskan secukupnya jangan terlalu sedikit dan jangan terlalu
banyak.
3. Diharapkan pada saat dilakukan penghapusan tidak berhenti ditengah.

Setelah mendapat sediaan yang bagus (tidak tebal dan tipis), maka dibiarkan
apusan hingga kering. Apusan darah kemudian difiksasi dengan cara meneteskan
metanol ke atas sediaan hingga bagian yang terlapisi darah tertutup semuanya dan
membiarkannya selama 2 menit tanpa dibilas lagi dengan aquadest dan selanjutnya
dilakukan pewarnaan. Adapun fungsi metanol adalah untuk memfiksasi darah
sehingga darah tidak hilang saat diamati.
Pada praktikum kedua, dilakukan pewarnaan terhadap apusan darah tepi. Adapun
pewarnaan yang digunakan pada praktikum ini yaitu pewarnaan Giemsa. Tinta
Giemsa tersusun atas campuran pewarna eosin, methylene blue, dan methylene azure.
Fungsi giemsa adalah untuk mewarnai darah sehingga mudah dibedakan dan dapat
terlihat jelas . Sedangkan Prinsip dari pewarnaan giemsa adalah presipitasi hitam yang
terbentuk dari penambahan larutan metilen biru dan eosin yang dilarutkan di dalam
metanol. Pewarnaan giemsa digunakan untuk membedakan inti sel dan morfologi
sitoplasma dari sel darah merah, sel darah putih, trombosit dan parasit yang ada di
dalam darah. Hasil pewarnaan dengan giemsa pada darah manusia akan
memperlihatkan eritrosit berwarna merah muda.
Pewarna Giemsa yang akan digunakan adalah giemsa yang telah diencerkan
dengan perbandingan 1: 9 yaitu 1 ml giemsa dengan 9 ml buffer pH 6,4 atau buffer
pH 7. Giemsa yang telah siap lalu diteteskan pada sediaan hingga menggenangi
seluruh permukaan apusan darah. Pewarnaan dilakukan selama 20 menit . Sediaan
yang telah terwarnai lalu dibilas dengan aquadest dan sediaan dibiarkan mengering.
Waktu perendaman ini sebaiknya jangan terlalu lama karena darah bisa tidak terlihat
akibat pewarnaan yang terlalu pekat.

Sediaan apusan darah tepi yang telah selesai kemudian dapat diamati di bawah
mikroskop untuk mencari counting area pada apusan. Pengamatan diawali dengan
menggunakan lensa objektif 10x untuk mencari lapang pandang dan menentukan
conting area. Bagian counting area merupakan bagian dimana sel sel darah tersebut
dapat dilakukan penghitungan jumlah.
Pada praktikum ketiga dilakukan pewarnaan terhadap hapusan darah tepi
dengan menggunakan pewarna wright.pewarnaan wright adalah pulasan yang
mengandung eosin Y, azure B, metilen blue, dan metil alkohol dalam konsentrasi
tinggi, sehingga tidak perlu mengadakan fiksasi tersendiri.
Hasil pewarnaan menggunakan pewarnaan wright yakni eritrosit akan tampak
berwarna merah jingga, bila tampak lebih biru, bisa disebabkan karena pH buffer
terlalu alkalis atau pencucian kurang bersih. Inti leukosit tampak berwarna ungu, bila
tampak lebih biru , ini disebabkan karena waktu pengecatan yang terlalu singkat.
Waktu fiksasi dan pengecatan harus ditetapkan setiap menggunakan bahan cat baru
untuk mendapatkan hasil pengecatan yang ideal.
Pewarnaan wright dilakukan dengan meneteskan pewarna wright pada sediaan
hingga menggenangi seluruh permukaan apusan darah.Pewarnaan dilakukan selama 2
menit . Sediaan yang telah terwarnai lalu dibilas dengan aquadest dan sediaan
dibiarkan mengering.
Perbedaan pewarnaan giemsa dengan pewarnaan wright yaitu dengan pewarnaan
giemsa, granula basofil tidak terlihat karena granula akan larut dan pewarnaan ini baik
untuk melihat bentuk dari eritrosit. Sementara itu pewarnaan wright baik untuk darah
yang banyak mengandung sel sel muda dan sediaan sumsum tulang karena struktur
plasma dan inti lebih jelas terlihat.
Dalam praktikum ini, terdapat kesalahan-kesalahan yang dapat terjadi yang dapat
berpengaruh terhadap hasil praktikum diantaranya yaitu penetesan darah yang terlalu
banyak, sehingga apusan darah menjadi tebal, saat melakukan spreading / dorongan
ragu-ragu sehingga sediaan yang dihasilkan begaris-garis, kurang membersihkan

objek glass (sisa lemak) sehingga terdapat lubang-lubang dan bagian ekor apusan
yang robek ini dapat disebabkan karena kurang latihan dan teknik yang dimiliki oleh
praktikan.
Pada praktikum ke tiga juga dilakukan pengamatan dan perhitungan jumlah jenis
leukosit pada apusan darah dengan pewarnaan giemsa pada mikroskop dengan
pembesaran 100 kali lensa objektif. Berdasarkan pengamatan yang dilakukan
diperoleh hasil basofil 0% dimana hasil ini masih dalam nilai normal ( 0 - 1 % ),
eosinofil 6%, dimana hasil ini diatas nilai normal ( 1 -4 % ), neutrofil segmen 50 %
dimana hasil ini masih dalam nilai normal ( 36 - 66 % ), neutrofil stab 6% dimana
hasil ini melebihi nilai normal ( 2 -5 % ), limfosit 33% dimana hasil ini masih dalam
nilai normal ( 22 - 42%), monosit 5 % dimana hasil ini masih dalam nilai normal ( 48%).
Penilaian hitung jenis leukosit tunggal jarang memberi nilai diagnostik, kecuali
untuk penyakit alergi di mana eosinofil sering ditemukan meningkat.
Peningkatan jumlah neutrofil (baik stab maupun segmen) dibanding limfosit
dan monosit dikenal juga dengan sebutan shift to the left. Infeksi yang disertai shift to
the left biasanya merupakan infeksi bakteri dan malaria. Kondisi noninfeksi yang
dapat menyebabkan shift to the left antara lain asma dan penyakit-penyakit alergi
lainnya, luka bakar, anemia perniciosa, keracunan merkuri (raksa), dan polisitemia
vera.
Sedangkan peningkatan jumlah limfosit dan monosit dibanding neutrofil
disebut shift to the right. Infeksi yang disertai shift to the right biasanya merupakan
infeksi virus. Kondisi noninfeksi yang dapat menyebabkan shift to the right antara
lain keracunan timbal, fenitoin, dan aspirin.

Anda mungkin juga menyukai