PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Dua atau lebih obat yang diberikan pada waktu yang sama atau hampir
bersamaan berpotensi menyebabkan interaksi yang dapat mengubah efek yang
diinginkan. Interaksi bisa bersifat aditif, sinergis atau antagonis efek satu obat
oleh obat lainnya, atau semua obat yang berinteraksi. Walaupun hasilnya bisa
positif (meningkatkan kemanjuran) atau negatif (menurunkan kemanjuran,
toksisitas atau idiosinkrasi), dalam farmakoterapi interaksi obat biasanya tidak
terduga dan tidak diinginkan (Martin, 2009).
Suatu interaksi bisa terjadi ketika efek suatu obat diubah oleh kehadiran
obat lain, obat herbal, makanan, minuman atau agen kimia lainnya dalam
lingkungan. Definisi yang lebih relevan adalah ketika obat bersaing satu
dengan yang lainnya, atau yang terjadi ketika satu obat hadir bersama dengan
obat yang lainnya (Stockley, 2008).
Kemungkinan terjadinya interaksi
obat
semakin
besar
dengan
adalah kerja obat berlawanan dengan obat lainya sehingga menurunkan efek
terapi. Sedangkan sinergisme adalah kerja obat saling mendukung/tidak
berlawanan dengan obat lainya. Kombinasi obat yang bersifat sinergisme
memiliki dua jenis kerja sama. Pertama adalah adisi dimana efek yang didapat
dari dua kombinasi sama dengan jumlah efek masing-masing obat. Kedua
adalah potensiasi dimana kerja kedua obat saling memperkuat efeknya
melebihi total dari jumlah efek masing-masing obat tersebut (Mutschler,
1999).
Tidak semua interaksi obat akan bermakna secara signifikan, walaupun
secara teoritis mungkin terjadi. Banyak interaksi obat yang kemungkinan
besar berbahaya terjadi hanya pada sejumlah kecil pasien. Namun demikian,
seorang farmasis perlu selalu waspada terhadap kemungkinan timbulnya efek
merugikan akibat interaksi obat ini untuk mencegah timbulnya risiko
morbiditas atau bahkan mortalitas dalam pengobatan pasien (Rahmawati,
2006).
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Interaksi obat adalah peristiwa dimana aksi suatu obat di ubah atau
dipengaruhi oleh obat lain yang di berikan bersamaan. Interaksi obat terjadi jika
suatu obat mengubah efek obat lainnya. Kerja obat yang diubah dapat menjadi
lebih atau kurang Aktif (Harknes 1989).
Pengobatan dengan beberapa obat sekaligus (Poifarmasi) yang menjadi
kebiasaan para dokter memudahkan terjadinya interaksi obat. Suatu survey yang
di laporkan pada tahun 1997 mengenai Polifarmasi pada penderita yang dirawat di
rumah sakit menunjukkan bahwa insidens efek samping pada penderita yang
mendapat 0-5 macam obat adalah 3,5%, sedangkan yang mendapat 16-20 macam
obat adalah 54%. Peningkatan insidens efek samping yang jauh melebihi
Peningkatan jumlah obat yang di berikan bersama ini diperkirakan akibat
terjadinya interaksi obat yang juga makin Meningkat (Setiawati, 2003).
Interaksi obat merupakan satu dari delapan kategori masalah terkait obat
(drug-related problem) yang diidentifikasi sebagai kejadian atau keadaan terapi
obat yang dapat mempengaruhi outcome klinis pasien. Sebuah interaksi obat
terjadi ketika farmakokinetika atau farmakodinamika obat dalam tubuh diubah
oleh kehadiran satu atau lebih zat yang berinteraksi (Piscitelli, 2005).
Dua atau lebih obat yang diberikan pada waktu yang sama dapat berubah
efeknya secara tidak langsung atau dapat berinteraksi. Interaksi bisa bersifat
potensiasi atau antagonis efek satu obat oleh obat lainnya, atau adakalanya
beberapa efek lainnya (BNF, 2009).
Suatu interaksi terjadi ketika efek suatu obat diubah oleh kehadiran obat
lain, obat herbal, makanan, minuman atau agen kimia lainnya dalam
lingkungannya. Definisi yang lebih relevan kepada pasien adalah ketika obat
bersaing satu dengan yang lainnya, atau apa yang terjadi ketika obat hadir
bersama satu dengan yang lainnya (Stockley, 2008).
Interaksi obat dianggap penting secara klinik bila berakibat meningkatkan
toksisitas dan atau mengurangi efektivitas obat yang berinteraksi terutama bila
menyangkut obat dengan batas keamanan yang sempit (indeks terapi yang
rendah), misalnya glikosida jantung, antikoagulan, dan obat-obat sitostatik
(Setiawati, 2007).
Berdasarkan mekanisme interaksi obat secara garis besar dapat di bedakan
menjadi 3 mekanisme yaitu:
1. Interaksi Farmasetik
Interaksi ini terjadi diluar tubuh ( sebelum obat di berikan) antara obat
yang tidak bisa di campur (inkompatibel). Pencampuran obat demekian
menyebabkan terjadinya interaksi langsung secara fisika atau kimiawi, yang
hasilnya mungkin terlihat sebagai pembentukan endapan, perubahan warna dan
lain-lain, atau mungkin juga tidak terlihat. Interaksi ini biasanya berakibat
inaktivasi obat (Setiawati, 2003).
2. Interaksi farmakokinetik
Interaksi farmakokinetik terjadi bila salah satu obat mempengaruhi
absorpsi, distribusi, metabolisme atau ekskresi obat kedua sehingga kadar
plasma obat kedua meningkat atau menurun. Akibatnya, terjadi peningkatan
toksisitas atau penurunan efektivitas obat tersebut. Interaksi farmakokinetik
tidak dapat diekstrapolasikan ke obat lain yang segolongan dengan obat yang
berinteraksi, sekalipun struktur kimiaya mirip, karena anter obat segolongan
terdapat variasi sifat-sifat fisikokimia yang menyebabkan variasi sifat-sifat
farmakokinetiknya (Setiawati, 2003)
1) Interaksi proses absorpsi
BAB III
METODOLOGI PERCOBAAN
3.1 Tujuan Praktikum
Untuk memperlihatkan efek interaksi obat (efek kerja kombinasi obat
obatan).
Mengetahui dan memahami pengertian dari interaksi obat beserta
mekanismenya.
Mengetahui dan memahani apa itu interaksi obat dengan makanan.
Mengetahui fase apa saja yang terjadi dalam interaksi obat dengan
makanan.
Mengetahui dan memahami jenis-jenis obat yang memberikan efek positif
bagi tubuh.
Mengetahui dan memahami jeni-jenis obat yang dapat menurunkan kinerja
tubuh.
3.2 Alat dan Bahan
3.2.1 Alat
Penetes mata
Kotak hewan
Penggaris
flashlight
3.2.2 Bahan
Atropin Sulfat 0,5%
Tropikamid 1%
3.3 Cara Kerja
3.3.1 Sinergisme
Mata kanan kelinci diteteskan 3 tetes larutan Atropin sulfat 0,5%
dan mata kirinya ditetesi dengan 3 tetes larutan Tropikamid 1%.
Observasi dan catat apa yang terjadi (diameter pupil, refleks
terhadap cahaya).
Pada menit ke sepuluh teteskan pada mata kiri kelinci yang sama
3 tetes Atropin sulfat 0,5%, lalu observasi dan catat apa yang
3.3.2
terjadi.
Antagonisme
Mata kanan kelinci diteteskan 3 larutan Atropin sulfat 0,5% dan
mata kirinya di tetes dengan 3 tetes larutan Tropikamid 1%.
Observasi dan catat apa yang terjadi (diameter pupil, refleks
terhadap cahaya.
Pada menit ke sepuluh teteskan pada mata kiri kelinci yang sama
3 tetes Atropin sulfat 0,5%, lalu observasi dan catat apa yang
terjadi.
10
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Data Hasil Pengamatan
4.1.1 Tabel hasil pengamatan
Data A ( Kelompok 1 dan 2 )
Perlakuan
10
Diameter Pupil
20
30
40
Mata kanan :
3 tetes
0,3
0,5
0,5
0,5
Tidak
Atropin sulfat
cm
cm
cm
cm
tahan
3 tetes
0,5
Sediki
tropikamid
cm
Tahan
TahanTahan
0,5%
Mata Kiri :
t tahan
tahan
tahan
tahan
1% setelah 10
menit + 3
0,6
0,7
0,5
0,5
Sediki
tetes Atropin
cm
cm
cm
cm
t tahan
40
-
sulfat 0,5%
Data B ( Kelompok 3 dan 4 )
Mata kanan :
Diameter Pupil
10
20
30
0,6
-
3 tetes
cm
Perlakuan
tahan
Atropin sulfat
0,5%
Setelah itu 10
menit + 3
tetes atropin
11
0,5
0,4
0,4
0,4
Sediki
cm
cm
cm
cm
t tahan
3 tetes
0,5
0,6
0,7
0,7
Sediki
tropikamid
cm
cm
cm
cm
t tahan
sulfat 0,5%
Tahan
Tahan Tahan
Tahan
tahan
Mata Kiri :
tahan
1%
Data C ( Kelompok 5 dan 6 )
Perlakuan
Diameter Pupil
10
20
30
40
Mata kanan :
3 tetes
0,7
Atropin sulfat
cm
Tidak
tahan
0,5%
Setelah itu 10
menit + 3
0,7
0,7
0,7
0,8
tidak
Sediki
tetes atropin
cm
cm
cm
cm
tahan
t tahan
3 tetes
0,6
0,6
0,5
0,3
tidak
tropikamid
cm
cm
cm
cm
tahan
tahan
tahan
tahan
tahan
sulfat 0,5%
Mata Kiri :
1%
4.1.2 Kurva Diameter Pupil
12
tahan
Mata Kanan
0.9
0.8
0.7
0.6
0.5
0.4
0.3
0.2
0.1
0
10 Menit
20 Menit
30 Menit
Kelompok A
Kelompok B
Kelompok B (Kombnasi)
Kelompok C
40 Menit
Kelompok C (Kombinasi)
Mata Kiri
0.8
0.7
0.6
0.5
0.4
0.3
0.2
0.1
0
10 Menit
20 Menit
30 Menit
Kelompok A
Kelompok A (Kombinasi)
Kelompok B
Kelompok C
4.2 Pembahasan
13
40 Menit
Pada praktikum kali ini, akan dilakukan percobaan tentang efek sinergisme
suatu obat. Yang dimaksud dengan sinergisme adalah aktivitas dua jenis obat yang
dikombinasi lebih besar daripada jumlah aktivitas masing-masing obat. Sampel
obat yang dipakai adalah Atropin Sulfat dan Tropikamid
Uji aktivitas sinergsme dicoba pada kelinci dengan rute pemberian secara
lokal / intraokular. Pertama kali percobaan dilakukan pada mata kanan kelinci
dengan meneteskan 3 tetes larutan atropin sulfat 0,5 % dan setelah 10 menit
diukur diameter pupilnya, setelah diukur ditambahkan lagi atropin sulfat 0,5 %,
tunggu sampai 10 menit, kemudian ukur diameternya lagi. Pengukuran dilakukan
pada interval waktu 40 menit. Kemudian pada mata kiri ditetesi dengan
Tropkamid 1 %. Setelah 10 menit diukur, pengukuran dilakukan pada interval
waktu 40 menit, dan lihat refleks mata terhadap cahaya.
Atropin sulfat mempunyai mekanisme kerja yaitu menghambat aksi
asetilkolin pada bagian parasimpatik otot halus, kelenjar sekresi dan sistem saraf
pusat. Meningkatkan output,
histamin dan serotanin. Atropin sulfat juga dapat meningkatkan gejala gangguan
pada gastrointernal yang ditanda dengan spasme otot polos (antipasmodic).
Indikasi dari Atroin sulfat adalah Mydriasis dan Cyclopedia pada mata,
premedikasi untuk mengeringkan sekret bronkus dan saliva yang bertambah pada
inkubasi dan premedikasi untuk anastesi inhalasi. Mengembalikan bradikarti yang
berlebihan. Antidotum untuk keracunan organophospat.
Tabel dan kurva yang diperoleh menunjukkan bahwa ketika mata ditetesi
dengan Atopin sulfat 0,5 % pupilnya membesar ketika disinari matanya ada yang
menutup, sedikit menutup dan membuka matanya. Ini disebabkan oleh
melebarnya pupil dari mata kelinc tersebut mengalami kebutaan atau kabur
sejenak karena efek dari larutan Atropin sulfat 0,5 % yaitu peningkatan tekanan
dalam bola mata, iritasi lokal, mata memerah, tetapi pada kelinci tidak mengalam
hal tersebut. Matanya tahan ketika disinari adalah sebuah tanda bahwa obat sudah
bereaksi dengan mata, dapat disimpulkan bahwa kelinci mengalami kebutaan
14
sejenak yang disebabkan oleh Atropin sulfat itu sendiri atau dengan nama lain
Sikloplegia (kelumpuhan pada Iris mata).
Percobaan yang dilakukan pada mata kiri kelinci, ketika diteteskan obat
mulai bereaksi dengan pupil pada mata kelinci serta bertambahnya sensitivitas
mata terhadap cahaya yang dapat dilihat dari tahannya kelinci tersebut terhadap
cahaya akan tetapi kerja tropkamid itu sendiri lebih pendek dibandingkan dengan
Atropin sulfat. Tropikamid juga memberikan efek yang lain seperti dapat
mengembalikan kembali ukuran pupil dari efek yang diberikan oleh Atropin sulfat
pada kelinci.
Hasil pengamatan jika dibandingkan dengan kelompok yang lain, ada
beberapa perbedaan, seperti pada kelompok A, ukuran pupil mata kanan dari kecil
menjadi besar dan mata kirinya dari kecil membesar dan kecil kembali. Pada
kelompok B mata kanan ukuran pupilnya dari besar menjadi kecil dan pada mata
kiri dari kecil membesar. Pada kelompok C dari kecil membesar pada mata kanan,
dan pada mata kiri dari besar mengecil. Perbedaan itu disebabkan oleh berbedanya
respon tubuh / mata kelinci terhadap obat yang diberikan dan juga ada kesalahan
yang mungkin dilakukan oleh praktikkan.
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
mata
Beberapa obat yang diberikan bersamaan menghasilkan efek
15
5.2 Saran
16
Tatro, D.S. (2001). Drug Interaction Facts, Edisi kelima. St Louis Missouri: A
Wolters Kluwer Company.
17