Anda di halaman 1dari 15

Interaksi Obat

Interaksi obat adalah peristiwa dimana aksi suatu obat di ubah atau
dipengaruhi oleh obat lain yang di berikan bersamaan. Interaksi obat
terjadi jika suatu obat mengubah efek obat lainnya. Kerja obat yang
diubah dapat menjadi lebih atau kurang Aktif (Harknes 1989).
Pengobatan dengan beberapa obat sekaligus (Poifarmasi) yang menjadi
kebiasaan para dokter memudahkan terjadinya interaksi obat. Suatu
survey yang di laporkan pada tahun 1997 mengenai
penderita

yang

dirawat

di

rumah

Polifarmasi

pada

sakit menunjukkan bahwa

insidens efek samping pada penderita yang mendapat 0-5 macam obat
adalah 3,5%, sedangkan yang mendapat 16-20 macam obat adalah
54%. Peningkatan

insidens efek samping

yang jauh melebihi

Peningkatan jumlah obat yang di berikan bersama ini diperkirakan


akibat terjadinya interaksi obat yang juga makin Meningkat (Setiawati,
2003).
Berdasarkan

mekanisme interaksi obat secara garis besar

dapat di bedakan menjadi 3 mekanisme yaitu:


1. Interaksi Farmasetik
Interaksi ini terjadi diluar tubuh ( sebelum obat di berikan)
antara obat
Pencampuran

yang

tidak

bisa

di

campur

(inkompatibel).

obat demekian menyebabkan terjadinya interaksi

langsung secara fisika atau kimiawi,

yang hasilnya

mungkin

terlihat sebagai pembentukan endapan, perubahan warna dan lainlain, atau mungkin juga tidak terlihat. Interaksi ini biasanya
berakibat inaktivasi obat (Setiawati, 2003).
Beberapa tindakan untuk menghindari interaksi farmasetik
yaitu:

a)

Jangan memberikan suntikan campuran obat kecuali kalau yakin

betul bahwa tidak ada interaksi antar masing-masing obat


b) Dianjurkan sedapat mungkin juga menghindari pemberian
obat bersama-sama lewat infuse
c) Selalu memperhatikan petunjuk pemberian obat dari pembuatnya
(manufacturer leaflet), untuk melihat peringatan-peringatan pada
pencampuran dan cara pemberian obat (terutama untuk obat-obat
parenteral misalnya injeksi infus dan lain-lain)
d) Sebelum memakai larutan untuk pemberian infus, intravenosa
atau yang

lain,

diperhatikan

bahwa

perubahan

warna,

kekeruhan, dari larutan


e) Siapkan larutan hanya kalau diperlukan saja
f) Botol infus harus selalu diberi label tentang jenis larutannya,
obat- obatan yang sudah di masukkan, termasuk dosis dan
waktunya.
g) Jika harus memberi per infus dua macam obat, berikan 2 jalur
infus, kecuali kalau yakin tidak ada interaksi
2. Interaksi farmakokinetik
Interaksi farmakokinetik terjadi bila salah satu obat mempengaruhi
absorpsi, distribusi, metabolisme atau ekskresi obat kedua sehingga
kadar plasma obat kedua meningkat atau menurun. Akibatnya,
terjadi peningkatan toksisitas atau penurunan efektivitas

obat

tersebut. Interaksi farmakokinetik tidak dapat diekstrapolasikan ke


obat lain yang segolongan dengan obat yang berinteraksi,
sekalipun struktur kimiaya mirip, karena anter obat segolongan
terdapat variasi sifat-sifat fisikokimia yang menyebabkan variasi
sifat-sifat farmakokinetiknya (Setiwati, 2003)

1) Interaksi proses absorpsi


Interaksi ini dapat terjadi akibat perubahan harga PH obat pertama.
Pengaruh absorpsi suatu obat mungkin terjadi akibat pengurangan
waktu huni dalam saluran cerna atau akibat pembentukan
kompleks (Mutschler, 1991)
2) Interaksi proses distribusi
Jika dalam darah pada saat yang sama terdapat tempat ikatan pada
protein plasma. Persaingan terhadap ikatan protein merupakan
proses yang sering yang sesungguhnya hanya baru relevan jika
obat mempunyai ikatan protein yang tinggi, lebar, terapi rendah
dan volume distribusi relatif kecil (Mutschler,1991)
Kompetisi untuk ikatan dalam jaringan terjadi misalnya antara
digoxin dan kuinidin dengan akibat peningkatan kadar plasma
digoxin (Setiawati, 2003)
3) Interaksi pada proses metabolisme
Interaksi

dalam

metabolisme

dapat

terjadi

dengan

dua

kemungkinan, yakni pemacu enzim atau penghambat enzim. Suatu


obat presipitan dapat memacu metabolisme obat lain (obat objek)
sehingga mempercepat eliminasinya (Suryawati, 1995)
4) Interaksi pada proses eliminasi
Interaksi pada proses eliminasi melaui ginjal dapat tejadi
akibat perubahab PH dalam urin atau karena persaingan tempat
ikatan pada sistem tranformasi yang berfungsi untuk ekskresi.
3. Interaksi Farmakodinamik
Interaksi farmakodinamik adalah interaksi antara obat-obat yang
mempunyai khasiat atau efek samping yang berlawanan. Interaksi
ini disebabkan oleh kompetisi pada reseptor yang sama, atau
terjadiantara obat-obat yang bekerja pada sistem fisiologik yang
sama.

Interaksi ini biasanya dapat diperkirakan dari pengetahuan tentang


farmakologi obat- obatan

yang berinteraksi.

Pada umumnya,

interaksi yang terjadi dengan suatu obat akan terjadi juga


dengan

obat-obat

sejenisnya.

Interaksi

ini terjadi dengan

intensitas yang berbeda pada kebanyakan pasien yang mendapat


obat-obat yang berinteraksi (Anonim, 2000)
Efek

yang

terjadi

pada

interaksi

farmakodinamik

yaitu

(Fragley,2003) :
a) Sinergisme
Interaksi farmakodinamik yang paling umum terjadi adalah
sinergisme antara dua obat yang bekerja pada sistem, organ, sel
atau enzim yang sama dengan efek farmakologi yang sama.
b) Antagonisme
Interaksi terjadi bila obat yang berinteraksi memiliki efek
farmakologi

yang

berlawanan

sehingga

mengakibatkan

pengurangan hasil yang diinginkan dari satu atau lebih obat.


c) Efek reseptor tidak langsung
Kombinasi

ini

dapat

bekerja

melalui

mekanisme

saling

mempengaruhi efek reseptor yang meliputi sirkulasi kendali


fisiologi atau biokimia
Efek dan keparahan interaksi obat dapat sangat bervariasi antara
pasien yang satu dengan yang lain. Berbagai faktor dapat
mempengaruhi kerentanan pasien terhadap interaksi obat. Pasien
yang rentan terhadap interaksi obat antara lain:
1) Pasien lanjut usia
2) Pasien yang minum lebih dari satu macam obat
3) Pasien yang mempunyai ganguan fungsi hati dan ginjal
4) Pasien dengan penyakit akut
5) Pasien dengan penyakit yang tidak stabil

6) Pasien yang mempunyai karakteristik genetik tertentu


7) Pasien yang dirawat lebih dari satu dokter
Strategi pelaksanaan interaksi obat meliputi (Fragley, 2003) :
1) Menghindari kombinasi obat yang berinterksi.
Jika resiko interaksi pemakaian obat
manfaatnya maka

harus

lebih besar daripada

dipertimbangkan

untuk

memakai

obat pengganti. Pemilihan obat pengganti tergantung pada apakah


interaksi obat tersebut merupakan interaksi yang berkaitan dengan
kelas obat tersebut atau merupakan efek obat yang spesifik.
2) Penyesuaian dosis obat
Jika interaksi obat meningkatkan atau menurunkan efek obat
maka perlu dilakukan modifikasi dosis salah satu atau kedua
obat untuk mengimbangi kenaikan atau penurunan efek obat
tersebut. Penyesuaian dosis diperlukan pada saat mulai atau
menghentikan penggunaan obat yang berinteraksi.
3) Pemantauan pasien
Jika

kombinasi

yang

saling berinteraksi

diberikan,

maka

diperlukan pemantauan pasien. Keputusan untuk memantau atau


tidak tergantung pada berbagai faktor, seperti karaktteristik pasien,
penyakit lain yang diderita pasien, waktu mulai menggunakan obat
yang menyebabkan interaksi dan waktu timbulnya reaksi interaksi
obat.
4) Melanjutkan pengobatan seperti sebelumnya
Jika interaksi obat tidak bermakna klinis atau jika kombinasi obat
yang berinteraksi tersebut merupakan pengobatan optimal,
pengobatan pasien dapat diteruskan.

B. Rekam Medik Rumah Sakit


Setiap rumah sakit dipersyaratkan mengadakan dan memelihara
rekam medik yang memadai dari setiap penderita, baik untuk
penderita rawat tinggal maupun penderita rawat jalan. Rekam
medik itu harus secara akurat didokumentasikan, segera tersedia,
dapat digunakan, mudah ditelusuri kembali (retrieving), dan
lengkap informasi. Rekam medik adalah sejarah singkat, jelas dan
akurat dari kehidupan dan kesakitan penderita, ditulis dari sudut
pandang medik (Siregar, 2003).
C. Rumah Sakit
Rumah sakit adalah suatu organisasi yang kompleks, menggunakan
Gabungan alat ilmiah khusus dan rumit dan difungsikan oleh
berbagai kesatuan

personil

menghadapi

menangani masalah medik modern, yang

dan

terlatih

dan

terdidik

dalam

semuanya terikat bersama-sama dalam maksud yang sama untuk


pemulihan dan pemeliharaan kesehatan yang baik (Siregar,2003)
Menurut Keputusan Menteri kesehatan Republik Indonesia
Nomor: 983/Menkes/SK/XI/1992,

tugas rumah sakit umum

adalah melaksanakan upaya kesehatan secara berdaya guna dan


berhasil guna dengan mengutamakan upaya penyembuhan dan
pemeliharaan

yang

dilaksanakan secara

serasi

dan terpadu

dengan upaya peningkatan dan pencegahan serta melaksanakan


rujukan (Siregar, 2003)

Pelayanan Informasi Obat (PIO)


I.

Definisi Informasi Obat

Ada berbagai macam definisi dari informasi obat, tetapi pada umumnya maksud dan
intinya sama saja. Salah satu definisinya adalah, informasi obat adalah setiap data
atau pengetahuan objektif, diuraikan secara ilmiah dan terdokumentasi mencangkup
farmakologi, toksikologi, dan farmakoterapi obat. Informasi obat mencangkup, tetapi
tidak terbatas pada pengetahuan seperti nama kimia, struktur dan sifat-sifat,
identifikasi, indikasi diagnostik atau indikasi terapi, mekanisme kerja, waktu mulai
kerja dan durasi kerja, dosis dan jadwal pemberian, dosis yang direkomendasikan,
absorpsi, metabolisme detoksifikasi, ekskresi, efek samping danreaksi merugikan,
kontraindikasi, interaksi, harga, keuntungan, tanda, gejala dan pengobatan toksisitas,
efikasi klinik, data komparatif, data klinik, data penggunaan obat, dan setiap
informasi lainnyayang berguna dalam diagnosis dan pengobatan pasien (Siregar,
2004).
Definisi pelayanan informasi obat adalah; pengumpulan, pengkajian, pengevaluasian,
pengindeksan,

pengorganisasian,

penyimpanan,

peringkasan,

pendistribusia,

penyebaran serta penyampaian informasi tentang obat dalam berbagai bentuk dan
berbagai metode kepada pengguna nyata dan yang mungkin (Siregar, 2004).
II.

Sasaran Informasi Obat

Yang dimaksud dengan sasaran informasi obat adalah orang, lembaga, kelompok
orang, kepanitiaan, penerima informasi obat, seperti yang tertera dibawah ini;
a.

Dokter

Dalam proses penggunaan obat, pada tahap penetapan pilihan obat serta regimennya
untuk seorang pasien tertentu, dokter memerlukan informasi dari apoteker agar ia
dapat membuat keputusan yang rasional. Informasi obat diberikan langsung oleh

apoteker, menjawab pertanyaan dokter melalui telepon atau sewaktu apoteker


menyertai tim medis dalam kunjungan ke ruang perawatan pasiean atau dalam
konferensi staf medis (Siregar, 2004).
b.

Perawat

Dalam tahap penyampaian atau distribusi oabt kepada PRT dalam rangkaian proses
penggunaan obat, apoteker memberikan informasi obat tentang berbagai aspek oabt
pasien, terutama tentang pemberian obat. Perawat adalah profesional kesehatan yaang
paling banyak berhubungan dengan pasien karena itu, perawatlah yang pada
umumnya yang pertama mengamati reaksi obat merugikan atau mendengar keluhan
mereka. Apoteker adalah yang paling siap, berfungsi sebai sumber informasi bagi
perawat. Informasi yang dibutuhkan perawat pada umumnya harus praktis, seera, dan
ringkas, misalnya frekuensi pemberian dosis, metode pemberian obat, efek samping
yang mungkin, penyimpanan obat, inkompatibilitas campuran sediaan intravena, dll
(Siregar, 2004).
c.

Pasien

Informasi yang dibutuhkan pasien, pada umumnya adalah informasi praktis dan
kurang ilmiah dibandingkan dengan informasi yang dibutuhkan profesional
kesehatan. Informasi obat untuk PRT diberikan apoteker sewaktu menyertai
kunjungan tim medik ke ruang pasien; sedangkan untuk pasien rawat jalan, informasi
diberikan sewaktu penyerahan obatnya. Informasi obat untuk pasien pada umumya
mencangkup cara penggunaan obat, jangka waktu penggunaan, pengaruh makanan
pada obat, penggunaan obat bebas dikaitkan dengan resep obat, dan sebagainya
(Siregar, 2004).
d.

Apoteker

Setiap apoteker suatu rumah sakit masing-msaing mempunyai tugas atau fungsi
tertentu, sesuai dengan pendalaman pengetahuan pada bidang tertentu. Apoteker yang
langsung berinteraksi dengan profesional kesehatan dan pasien, seing menerima
pertanyaan mengenai informasi obat dan pertanyaan yang tidak dapat dijawabnya

dengan segera, diajukan kepada sejawat apoteker yang lebih mendalami pengetahuan
informasi obat. Apoteker apotek dapat meminta bantuan informasi obat dari sejawat
di rumah sakit (Siregar, 2004).
e.

Kelompok, Tim, Kepanitiaan, dan Peneliti

Selain kepada perorangan, apoteker juga memberikan informasi obat kepada


kelompok profesional kesehatan, misalnya mahasiswa, masyarakat, peneliti, dan
kepanitiaan yang berhubungan dengan obat. Kepanitiaan di rumah sakit yang
memerlukan informasi obat antara lain, panitia farmasi dan terapi, panitia evaluasi
penggunaan obat, panitia sistem pemantauan kesalahan obat, panitia sistem
pemantauan dan pelaporan reaksi obat merugikan, tim pengkaji penggunaan oabt
retrospektif, tim program pendidikan in-service dan sebagainya (Siregar, 2004).
III. Ruang Lingkup Pelayanan Informasi Obat
Ruang lingkup jenis pelayanan informasi rumah sakitdi suatu rumah sakit, antara lain:
a.

Pelayanan informasi obat untuk menjawab pertanyaan

b.

Pelayanan informasi obat untuk mendukung kegiatan panitia farmasi dan terapi

c.

Pelayanan informasi obat dalam bentuk publikasi

d.

Pelayanan informasi obat untuk edukasi

e.

Pelayanan informasi obat untuk evaluasi penggunaan obat

f.

Pelayanan informasi obat dalam studi obat investigasi

(Siregar, 2004)
IV. Strategi Pencarian Informasi Secara Sistemik
Proses menjawab pertanyaan yang diuraikan dibawah ini adalah suatu pendekatan
yang sebaiknya digunakan oleh apoteker di rumah sakit.
a.

Mengetahui pertanyaan sebenarnya

Menetapkan informasi obat sebenarnya yang dibuthkan penanya adalah langkah


pertama dalam menjawab suatu pertanyaan. Hal ini dapat dilakukan dengan

menggolongkan jenis penaya, seperti dokter, apoteker, perawat, dan sebagainya, serta
informasi latar belakang yang perlu (Siregar, 2004).
Penggolongan

penanya

dapat

dilakukan

secara

otomatis

jika

penanya

memperkenalkan dirinya, tetapi kadang-kadang apoteker harus menanyakan, terutama


jika berkomunikasi melalui telepon. Dengan mengetahui jenis penanya, akan
membantu apoteker dalam memberikan jawaban yang benar-benar ia perlukan
(Siregar, 2004).
b.

Mengumpulkan data khusus pasien

Apabila pertanyaan melibatkan seorang pasien, adalah penting untuk memperoleh


informasi latar belakang tentang pasien sebelum menjawab suatu pertanyaan yang
berbeda-beda sesuai dengan jenis pertanyaan. Umur, bobot, jenis kelamin biasanya
diperlukan. Kekhususan tentang kondisi medis pasien seperti diagnosis sekarang,
fungsi ginjal dan hati, sering diperlukan. Dalam beberapa kasus diperlukan juga
sejarah obat yang lengkap (Siregar, 2004).
Pentingnya pengambilan sejarah obat pasien telah benar-benar dimengerti oleh dokter
dan perawat. Apoteker harus memiliki keterampilan dalam pengambilan sejarah obat
berdasarkan dua alasan dari sudut pandang penyediaan informasi obat, yaitu:
-

Untuk memberi apoteker pengertian yang lebih baik tentang permintaan

informasi sebenarnya dengan keadaan permintaan, agar apoteker dapat mencari dan
menyediakan jawaban.
-

Untuk memungkinkan apoteker menyajikan jawaban yang lebih berguna dan

sesuai untuk keadaan klinik tertentu


(Siregar, 2004)
c.

Pencarian secara sistemik

Pada dasarnya, dalam suatu pencarian sistemik, apoteker harus berusaha memperoleh
jawaban dalam referensi acuan tersier terlebih dahulu. Jawaban biasanya dapat
diperoleh, tetapi jika jawaban tidak dapat, apoteker bergerak ke langkah berikutnya
(Siregar, 2004).

Pencarian informasi secara sistematik dapat meminimalkan kesempatan melalaikan


sumber penting dan kehilangan perspektif. Masalah ini dapat terjadi terutama pada
apoteker tanpa pengalaman praktid atau tanpa ketrampilan klinik lanjutan. Tanpa
menghiraukan pengalaman, biasanya apoteker dapat memperoleh manfaat dari
membaca pendahuluan atau latar belakang persiapan, terutama jika apoteker tidak
memahami pertanyaan (Siregar, 2004).
V. Metode Menjawab Pertanyaan Informasi
Pada umumnya, ada dua jenis metode utama untuk menjawab pertanyaan informasi,
yaitu komunikasi lisan dan tertulis. Apoteker, perlu memutuskan kapan suatu jenis
dari metode itu digunakan untuk menjawab lebih tepat daripada yang lain. Dalam
banyak situasi klinik, jawaban oral biasanya diikuti dengan jawaban tertulis.
a.

Jawaban tertulis

Jawaban tertulis merupakan dokumentasi informasi tertentu yang diberikan kepada


penanya dan menjadi suatu rekaman formal untuk penanya dan responden.
Keuntungan dari format tertulis adalah memungkinkan penanya untuk membaca
ulang informasi jawaban tersebut dan secara pelan-pelan mengintepretasikan jawaban
tersebut. Komunikasi tertulis juga memungkinkan apoteker untuk menerangkan
sebanyak mungkin informasi dalam keadaan yang diinginkan tanpa didesak penanya.
Jawaban tertulis dapat mengakomodasi tabel, grafik, dan peta untuk memperlihatkan
data secara visual (Siregar, 2004).
b.

Jawaban lisan (oral)

Setelah ditetapkan bahwa jawaban lisan adalah tepat, apoteker perlu memutuskan
jenis metode jawaban lisan yang digunakan. Ada dua jenis metode menjawab secara
lisan, yaitu komunikasi tatap muka dan komunikasi telepon. Komunikasi tatap muka
lebih disukai, jika apoteker mempunyai waktu dan kesempatan untuk mendiskusikan
temuan informasiobat dengan penanya (Siregar, 2004).

VI. Tindak Lanjut Terhadap Jawaban Informasi Obat


Apabila mungkin, tindak lanjut perlu diadakan untuk jenis pertanyaan tertentu,
terutama yang berkaitan langsung dengan perawatan sien. Misalnya, apoteker
ditelpon tentang seorang pasien yang mengalami reaksi obat merugikan terhadap
suatu obat tertentum dan dokter menyakan suatu terapi alternatif. Seteleh pencarian
pustakan

secara

sistematik,

apoteker

membuatkan

rekomendasi.

Apoteker

menggunakan kesempatan ini mendatangi pasien, untuk mmelihat respon pasien


terhadap rekomendasinya itu. Tindak lanjut yang konsisten untuk jenis itu, akan
meningkatkan

interaksi dengan profesional

kesehatan

lainnya

yang

dapat

mempromosikan partisipasi apooteker dalam perawatan pasien langsung termasuk


kunjungan klinik ke ruang pasien (Siregar, 2004).
VII.

Prioritas Untuk Permintaan Informasi Obat

Sasaran utama pelayanan informasi obat adalah penyempurnaan perawatan pasien


melalui terapi obat yang rasional. Oleh karena itu, prioritas harus diberikan kepada
permintaan informasi obat yang paling memoengaruhi secara langsung pada
perawatan pasien. prioritas untuk permintaan informasi obat diurutkan sebagai
berikut:
a.

Penanganan/pengobatan darurat pasien dalam situasi hidup atau mati

b.

Pengobatan pasien rawat tinggal dengan masalah terapi obat khusus

c.

Pengobatan pasien ambulatori dengan masalah terapi obat khusus

d.

Bantuan kepada staf profesiional kesehatan untuk penyelaesaian tanggung

jawab mereka
e.

Keperluan dari berbagai fungsi PFT

f.

Berbagai proyek penelitian yang melibatkan penggunaan obat

(Siregar, 2004)
Adapun simulasi pelayanan informasi obat adalah penanya berada di ruang PIO,

petugas mengisi formulir mengenai klasifikasi, nama penanya dan pertanyaan yang
ditanyakan, setelah itu petugas menanyakan tentang informasi latar belakang penyakit
mulai muncul, petugas melakukan penelusuran sumber data dengan mengumpulkan
data yang ada kemudian data dievaluasi. Formulir jawaban didokumentasikan oleh
petugas lalu kemudian dikomunikasikan kepada penanya. Informasi yang
dikomunikasikan petugas kepada penanya akan menimbulkan umpan balik atau
respon penanya (Juliantini dan Widayati, 1996).

MAKALAH FARMASI KLINIS


INTERAKSI OBAT, LAYANAN INFORMASI OBAT DAN MONITORING
ADS

OLEH :
Dwi Kartika Sari
(1301025)
Dosen : Septi Muharni, M.farm , Apt
PROGRAM STUDI S1 FARMASI
SEKOLAH TINGGI ILMU FARMAS RIAU
YAYASAN UNRI
PEKANBARU
2015

Anda mungkin juga menyukai