Anda di halaman 1dari 23

Tugas Individu

Mata Kuliah : Farmasi Klinik dan Komunitas


Dosen
: Prof.Dr. H.M.NATSIR DJIDE, MS, Apt

INTERAKSI OBAT

Oleh :
YUSNITA USMAN
NIM P2500214010

FAKULTAS FARMASI
PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2014

BAB I
PENDAHULUAN

I.1 LATAR BELAKANG


Interaksi obat adalah situasi di mana suatu zat memengaruhi aktivitas obat,
yaitu meningkatkan atau menurunkan efeknya, atau menghasilkan efek baru yang tidak
diinginkan atau direncanakan. Interaksi dapat terjadi antar-obat atau antara obat dengan
makanan serta obat-obatan herbal. Secara umum, interaksi obat harus dihindari
karena kemungkinan hasil yang buruk atau tidak terduga. Interaksi obat tidak
hanya terjadi antar obat, tetapi juga dapat terjadi antar obat dengan makanan.
Banyak orang yang menganggap remah terhadap hal ini padahal, hal ini sangat
perlu diperhatikan. Interaksi obat dengan makanantidak hanya meningkatkan kinerja
obat, tetapi dapat pula

menurunkan

kerja

obat

dalam

tubuh, bahkan

dapat

meningkatkan toksisitas bagi tubuh (Ester Muki Apriyani ; 2013).


Interaksi obat dapat didefenisikan sebagai modifikasi efek satu obat akibat obat
lain yang diberikan pada awalnya atau diberikan bersamaan; atau bila dua atau lebih
obat berinteraksi sedemikian rupa sehingga keefektifan atau toksisitas satu obat atau
lebih berubah. Bagaimanapun harus diperhatikan bahwa makanan, asap rokok, etanol
dan bahan-bahan kimia lingkungan dapat mempengaruhi efek obat. Bilamana kombinasi
terapeutik mengakibatkan perubahan yang tidak diinginkan atau komplikasi terhdap
kondisi pasien, maka interaksi tersebut digambarkan sebagai interaksi yang bermakna
klinis (Anggota IKAPI; 2003).
Sejumlah besar obat baru yang dilepas dipasaran setiap tahunnya menyebabkan
munculnya interaksi baru antar obat akan semakin sering terjadi. Interaksi obat dapat
membahayakan, baik dengan meningkatkan toksisitas obat atau dengan mengurangi
khasiatnya. Namun, interaksi beberapa obat dapat menguntungkan. Sebagai contoh,
efek hipotensif diuretik bila dikombinasikan dengan beta-bloker dapat berguna dalam
pengobatan hipertensi (Retno Gitawati; 2008).
Beberapa laporan studi menyebutkan proporsi interaksi obat dengan obat lain
(antar obat) berkisar antara 2,2% sampai 30% terjadi pada pasien rawat-inap dan 9,2%
sampai 70,3% terjadi pada pasien-pasien rawat jalan, walaupun kadang-kadang evaluasi
interaksi obat tersebut memasukkan pula interaksi secara teoretik selain interaksi obat
2

sesungguhnya yang ditemukan dan terdokumentasi. Di Amerika Serikat, insidens


interaksi obat yang mengakibatkan reaksi efek samping sebanyak 7,3% terjadi dirumah
sakit, lebih dari 88% terjadi pada pasien geriatrik di rumah sakit, lebih dari 77% terjadi
pada pasien HIV yang diobati dengan obat-obat penghambat protease. Sedangkan
diIndonesia, data yang pasti mengenai insidens interaksi obat masih belum
terdokumentasi antara lain juga karena belum banyak studi epidemiologi dilakukan di
Indonesia terkait hal tersebut (Retno Gitawati;2003).
Melihat besarnya insidensi kasus interaksi obat yang terjadi, serta meningkatkan
resiko yang membayakan dan meningkatnya toksisitas akibat dari interaksi obat. Hal
inilah yang selanjutnya melatarbelakangi penyusunan makalah ini. Makalah ini
membahas tentang interaksi obat beserta contohnyanya yang memiliki keterkaitan
dalam farmasi klinik secara lebih rinci dan mendalam.
1.2 TUJUAN
Tujuan penyusunan makalah ini antara lain :
1. Mengetahui dan memahami pengertian dari interaksi obat.
2. Mengetahui dan memahami mekanisme terjadinya interaksi obat.
3. Mengetahui dan memahani apa itu interaksi obat dengan makanan.
4. Mengetahui fase apa saja yang terjadi dalam interaksi obat dengan makanan.
5. Mengetahui dan memahami contoh-contoh interaksi obat dengan obat, maupun obat
dengan makanan

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

II.1 PENGERTIAN INTERAKSI OBAT


Interaksi obat adalah perubahan efek suatu obat akibat pemakaian obat lain
(interaksi obat-obat) atau oleh makanan, obat tradisional dan senyawa kimia lain.
Interaksi obat yang signifikan dapat terjadi jika dua atau lebih obat digunakan bersamasama. Interaksi obat dan efek samping obat perlu mendapat perhatian. Sebuah
studi di Amerika menunjukkan bahwa setiap tahun hampir 100.000 orang harus
masuk rumah sakit atau harus tinggal di rumah sakit lebih lama dari pada
seharusnya, bahkan hingga terjadi kasus kematian karena interaksi dan/atau efek
samping obat. Pasien yang dirawat di rumah sakit sering mendapat terapi dengan
polifarmasi (6-10 macam obat) karena sebagai subjek untuk lebih dari satu dokter,
sehingga sangat mungkin terjadi interaksi obat terutama yang dipengaruhi tingkat
keparahan penyakit atau usia (Ester Muki Apriyanti; 2013).
Interaksi obat secara klinis penting bila berakibat peningkatan toksisitas
dan/atau pengurangan efektivitas obat. Jadi perlu diperhatikan terutama bila
menyangkut obat dengan batas keamanan yang sempit (indeks terapi yang rendah),
misalnya glikosida jantung, antikoagulan dan obat-obat sitostatik. Selain itu juga perlu
diperhatikan obat -obat yang biasa digunakan bersama-sama (Ester Muki Apriyanti;
2013).
Kejadian interaksi obat dalam klinis sukar diperkirakan karena (Ester Muki
Apriyanti; 2013) :
a. Dokumentasinya masih sangat kurang
b. Seringkali lolos dari pengamatan, karena kurangnya pengetahuan akan mekanisme
dan kemungkinan terjadi interaksi obat. Hal ini mengakibatkan interaksi obat
berupa peningkatan toksisitas dianggap sebagai reaksi idiosinkrasi terhadap salah satu
obat, sedangkan interaksi berupa penurunakn efektivitas dianggap diakibatkan
bertambah parahnya penyakit pasien
c. Kejadian atau keparahan interaksi obat dipengaruhi oleh variasi individual,
dimana populasi tertentu lebih peka misalnya pasien geriat ric atau berpenyakit parah,
4

dan bisa juga karena perbedaan kapasitas metabolisme antar individu. Selain itu,
faktor penyakit tertentu terutama gagal ginjal atau penyakit hati yang parah dan faktorfaktor lain (dosis besar, obat ditelan bersama-sama, pemberian kronik).
II.2 MEKANISME INTERAKSI OBAT
Interaksi

diklasifikasikan

berdasarkan

keterlibatan

dalam

proses

farmakokinetik maupun farmakodinamik. Interaksi farmakokinetik ditandai dengan


perubahan kadar plasma obat, area di bawah kurva (AUC), onset aksi, waktu paro
dsb.

Interaksi

farmakokinetik diakibatkan

oleh

perubahan

laju

atau

tingkat

absorpsi, distribusi, metabolisme dan ekskresi. Interaksi farmakodinamik biasanya


dihubungkan dengan kemampuan suatu obat untuk mengubah efek obat lain tanpa
mengubah

sifat-sifat

farmakokinetiknya. Interaksi farmakodinamik meliputi aditif

(efek obat A =1, efek obat B = 1, efek kombinasi keduanya = 2), potensiasi (efek A = 0,
efek B = 1, efek kombinasi A+B = 2), sinergisme (efek A = 1, efek B = 1, efek
kombinasi A+B = 3) dan antagonisme (efek A = 1, efek B = 1, efek kombinasi A+B =
0). Mekanisme yang terlibat dalam interaksi farmakodinamik adalah perubahan efek
pada jaringan atau reseptor (Ester Muki Apriyanti; 2013).
1. Interaksi Farmasetika
Interaksi farmasetik atau disebut juga inkompatibilitas farmasetik bersifat
langsung dan dapat secara fisik atau kimiawi, misalnya terjadinya presipitasi,
perubahanwarna, tidak terdeteksi (invisible), yang selanjutnya menyebabkan obat
menjadi tidak aktif (Retno Gitawati; 2008).
2. Interaksi Farmakokinetika (Anggota IKPI; 2003)
Tabel II.2.1 Interaksi farmakokinetik obat
a. Absorpsi di saluran cerna
Kecepatan
Jumlah
b. Ikatan obat protein (pendesakan obat)
Obat bebas (aktif)
Obat terikat (tidak aktif)
c. Metabolisme hepatik
Induksi enzim (penurunan konsentrasi obat)
Inhibisi enzim (peningkatan konsentrasi obat)
d. Klirens ginjal
Peningkatan eksresi (penurunan konsentrasi obat)
Penurunan eksresi (peningkatan konsentrasi obat)
5

Dapat terjadi pada berbagai tahap meliputi absorbsi, distribusi, metabolisme,


atau ekskresi.
a. Absorbsi saluran pencernaan meliputi kecepatan dan jumlah.
Pada obat yang diberikan per oral, absorpsinya di saluran pencernaan kompleks,
dan bervariasi, sehingga menyebabkan interaksi obat tipe ini sulit diperkirakan.
Absorpsi obat dipengaruhi oleh formulasi farmasetik termasuk bentuk sediaan, pKa
dan kelarutan obat dalam lemak disamping pH, flora bakteri, dan aliran darah dalam
organ pencernaan (meliputi usus besar, usus halus, usus 12 jari dan lambung). Setelah
obat bebas masuk ke peredaran darah, kemungkinan mengalami proses-proses sebagai
berikut (Ester Muki Apriyanti; 2013) :
1. Obat disimpan dalam depo jaringan.
2. Obat terikat oleh protein plasma terutama albumin.
3. Obat aktif yang dalam bentuk bebas berinteraksi dengan reseptor sel khas dan
menimbulkan respon biologis.
4. Obat mengalami metabolisme dengan beberapa jalur kemungkinan yaitu :
a. Obat yang mula-mula tidak aktif, setelah mengalami metabolisme akan
menghasilkan senyawa aktif, kemudian berinteraksi dengan reseptor dan
menimbulkan respon biologis ( bioaktivasi).
b. Obat aktif akan dimetabolisis menjadi metabolit yang lebih polar dan tidak aktif,
kemudian diekskresikan (bioinaktivasi).
c. Obat aktif akan dimetabolisis menghasilkan metabolit yang bersifat toksik
(biotoksifikasi).
5. Obat dalam bentuk bebas langsung diekskresikan (Ester Muki Apriyanti; 2013).
Interaksi dalam absorbsi terjadi dimana laju absorbsi dari saluran gastrointestinal ke
dalam sistemik berubah. Jika absorbsi dipercepat, maka efek obat akan menjadi cepat.
Sebaliknya jika absorbsi terhambat maka efek dari obat juga akan menjadi lambat.
b. Ikatan obat protein (pendesakan obat)
Interaksi pendesakan obat terjadi bila dua obat berkompetisi pada tempat ikatan
dengan protein plasma yang sama dan satu atau lebih obat didesak dari ikatannya
dengan protein plasma yang sama dan satu atau lebih obat didesak dari ikatannya
dengan protein tersebut. Hal ini mengakibatkan peningkatan sementara konsentrasi obat
6

bebas (aktif), biasanya peningkatan tersebut diikuti dengan peningkatan metabolisme


atau ekskresi. Konsentrasi total obat turun menyesuaikan dengan peningkatan fraksi
obat bebas. Interaksi ini melibatkan obat-obay yang ikatannya dengan protein tinggi,
misalnya fenitoin, warfarin dan tolbutamid. Bagaimanapun, efek farmakologi
keseluruhan minimal kecuali bila pendesakan tersebut diikuti dengan inhibisi metabolik
(Anggota IKAPI; 2003).
c. Metabolisme hepatik
Banyak obat dimetabolisme di hati, terutama oleh sistem sitokrom P450
monooksigenase. Induksi enzim oleh suatu obat dapat meningkatkan kecepatan
metabolisme obat lain dan mengakibatkan pengurangan efek. Induksi enzim melibatkan
sintesa protein, jadi efek maksimum terjadi setelah dua atau tiga minggu. Sebaliknya,
inhibisi enzim dapat mengakibatkan akumulasi dan peningkatan toksisitas obat lain.
Waktu terjadinya reaksi akibat inhibisi enzim merupakan efek langsung, biasanya lebih
cepat daripa induksi enzim (Anggota IKAPI; 2003).
Banyak enzim yang terlibat dalam metabolisme hepatik diantaranya adalah
sitokrom P450. Sebagai contoh, warfarin dibersihkan dari tubuh melalui metabolieme
hepatik
enzim

(dimetabolisme oleh sistem oksidase P450 hepatik) sehingga penghambat


seperti

simetidina

dan

antibiotik

golongan

makrolida

(eritromisina,

klaritromisina) memperkuat efek warfarin (Anggota IKAPI; 2003).


Sebaliknya, penginduksi enzim seperti karbamazepin, barbiturat, fenitoina
(dilaporkan dapat meningkatkan atau menurunkan efek) dan rifampisina, dapat
menyebabkan kegagalan terapeutik warfarin. Eritromisina dapat menyebabkan
peningkatan kadar lovastatin dalam darah karena eritromisina menghambat aktivitas
enzim CYP hati (Anggota IKAPI; 2003).
Yang menarik adalah makanan yang kaya akan protein dianggap menstimulasi
enzim hati, sedangkan makanan yang kaya karbohidrat mempunyai efek yang
berlawanan. Zat kimia lain, seperti asap rokok dan etanol dapat meningkatkan aktivitas
enzim hati. Faktor ini dapat mempengaruhi eleminasi dan akhirnya juga mempengaruhi
obat-obat tertentu (Anggota IKAPI; 2003).
d. Klirens ginjal

Obat dieleminasi melalui ginjal dengan filtrasi glomerulus dan sekresi tubular
aktif. Obat yang mempengaruhi eksresi obat melalui ginjal dapat mempengaruhi
konsentrasi obat lain dalam plasma. Hanya sejumlah kecil obat yang cukup larut dalam
air yang mendasarkan ekskresinya melalui ginjal sebagai eleminasi utamanya, yaitu
obat yang tanpa lebih dulu dimetabolisme di hati. Jadi, klirens ginjal melalui
peningkatan

ekskresi

(penurunan

konsentrasi

obat)

dan

penurunan

ekskresi

(peningkatan konsentrasi obat) (Anggota IKAPI; 2003).


Reseptor obat adalah suatu makromolekul jaringan sel hidup mengandung gugus
fungsional atau atom atom terorganisasi, reaktif secara kimia dan bersifat khas, yang
dapat berinteraksi secara terpulihkan dengan molekul obat yang mengandung gugus
fungsional khas, menghasilkan respon biologis tertentu (Anggota IKAPI; 2003).
2. Interaksi Farmakodinamika
Interaksi farmakodinamik adalah interaksi dimana efek suatu obat diubah oleh
obat lain pada tempat aksi. Hal ini dapat terjadi akibat kompetisi pada reseptor yang
sama atau interaksi obat pada sistem fisiologi yang sama. Interaksi jenis ini tidak mudah
dikelompokkan seperti interaksi-interaksi yang mempengaruhi konsentrasi obat dalam
tubuh, tetapi terjadinya interaksi tersebut lebih mudah diperkirakan dari efek
farmakologi obat yang dipengaruhi. Beberapa mekanisme serupa mungkin terjadi
bersama-sama. Interaksi farmakodinamika meliputi (Anggota IKAPI; 2003):
a. Sinergisme merupakan interaksi farmakodinamik antara dua obat yang bekerja pada
sistem, organ, sel atau enzim yang sama dengan efek farmakologi yang sama
b. Antagonisme adalah interaksi farmakodinamik yang terjadi antara dua obat yang
memiliki efek farmakologi yang berlawanan
c. Efek reseptor tidak langsung, yakni kombinasi obat dapat bekerja melalui mekanisme
saling mempengaruhi efek reseptor yang meliputi sirkulasi kendali fisiologi atau
biokimia.
d. Interaksi obat dapat terjadi akibat gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit.
Tabel II.2.2 Pasien yang rentan terhadap interaksi obat
a. Individu usia lanjut
b. Minum lebih dari 1 macam obat
c. Mempunyai gangguan fungsi ginjal dan hati
d. Mempunyai penyakit akut
e. Mempunyai penyakit yang tidak stabil
f. Memiliki karakteristik genetik tertentu
8

g. Ditangani lebih dari 1 dokter.


II.3 INTERAKSI OBAT DENGAN MAKANAN
Ketika suatu makanan atau minuman mengubah efek suatu obat, perubahan
tersebut dianggap sebagai interaksi obat-makanan. Interaksi seperti itu bisa terjadi.
Tetapi tidak semua obat dipengaruhi oleh makanan, dan beberapa obat hanya
dipengaruhi oleh makananmakanan tertentu. Interaksi obat-makanan dapat terjadi
dengan

obat-obat

yang

diresepkan, obat yang dibeli bebas, produk herbal, dan

suplemen. Meskipun beberapa interaksi mungkin berbahaya atau bahkan fatal pada
kasus yang langka, interaksi yang lain bisa bermanfaat dan umumnya tidak akan
menyebabkan perubahan yang berarti terhadap kesehatan tubuh (Ester Muki Apriyanti;
2013).
Makanan dan obat dapat berinteraksi dalam banyak cara yang berbeda.
Sering, zat tertentu di dalam makanan memberikan efek. Perubahan-perubahan lain
dapat disebabkan oleh jumlah protein dalam diet anda, atau bahkan cara makanan
tersebut disiapkan. Salah satu cara yang paling umum makanan mempengaruhi efek
obat adalah dengan mengubah cara obat-obat tersebut diuraikan ( dimetabolisme )
oleh tubuh. Jenis protein yang disebut enzim, memetabolisme banyak obat. Beberapa
makanan dapat membuat enzim-enzim ini bekerja lebih cepat atau lebih lambat, baik
dengan memperpendek atau memperpanjang waktu yang dilalui obat di dalam tubuh.
Jika makanan mempercepat enzim, obat akan lebih singkat berada di dalam tubuh
dan dapat menjadi kurang efekteif. Jika makanan memperlambat enzim, obat akan
berada lebih lama dalam tubuh dan dapat menyebabkan efek samping yang tidak
dikehendaki (Ester Muki Apriyanti; 2013).
Kemungkinan-kemungkinan yang menyebabkan dapat terjadinya interaksi
obat dengan makanan adalah (Ester Muki Apriyanti; 2013) :
1. Perubahan motilitas lambung dan usus, terutama kecepatan pengosongan
lambung dari saat masuknya makanan
2. Perubahan pH, sekresi asam serta produksi empedu
3. Perubahan suplai darah di daerah splanchnicus dan di mukosa saluran cerna
4. Dipengaruhinya absorpsi obat oleh proses adsorpsi dan pembentukan kompleks
5. Dipengaruhinya proses transport aktif obat oleh makanan
9

6. Perubahan biotransformasi dan eliminasi. (Widianto, 1989)

II.4 FAKTOR YANG MEMPENGARUHI INTERAKSI OBAT-MAKANAN


Ada beberapa factor yang mempengaruhi interaksi obat dan makanan antara lain
(Ester Muki Apriyanti; 2013) :
a). Pengosongan lambung
Pada kasus tertentu misalnya setelah pemberian laksansia atau penggunaan
preparat retard, maka di usus besarpun dapat terjadi absorpsi obat yang cukup besar.
Karena besarnya peranan usus halus dalam hal ini, tentu saja cepatnya makanan
masuk ke dalam usus akan amat mempengaruhi kecepatan dan jumlah obat yang
diabsorpsi. Peranan jenis makanan juga berpengaruh besar di sini. Jika makanan
yang dimakan mengandung komposisi 40% karbohidrat, 40% lemak dan 20% protein
maka walaupun pengosongan lambung akan mulai terjadi setelah sekitar 10 menit.
Proses pengosongan ini baru berakhir setelah 3 sampai 4 jam. Dengan ini selama 1
sampai 1,5 jam volume lambung tetap konstan karena adanya proses sekresi. Jadi,
makanan mempengaruhi kecepatan pengosongan lambung, maka adanya gangguan
pada absorpsi obat karenanya tidak dapat diabaikan.
b). Komponen makanan
Efek perubahan dalam komponen-komponen makanan :
1/. Protein (daging, dan produk susu)
Sebagai contoh, dalam penggunaan Levadopa untuk mngendalikan tremor pada
penderita Parkinson. Akibatnya, kondisi yang diobati mungkin tidak terkendali dengan
baik. Hindari atau makanlah sesedikit mungkin makanan berprotein tinggi (Harknoss,
1989).
2/. Lemak
Keseluruhan dari pengaruh makan lemak pada metabolisme obat adalah bahwa
apa saja yang dapat mempengaruhi jumlah atau komposisi asam lemak dari
fosfatidilkolin mikrosom

hati

dapat

mempengaruhi

kapasitas

hati

untuk

memetabolisasi obat. Kenaikan fosfatidilkolin atau kandungan asam lemak tidak


jenuh dari fosfatidilkolin cenderung meningkatkan metabolism obat .
3/. Karbohidrat
10

Karbohidrat tampaknya mempunyai efek sedikit pada metabolism obat, walaupun


banyak makan glukosa, terutama sekali dapat menghambat metabolism barbiturate,
dan dengan demikian memperpanjang waktu tidur. Kelebihan glukosa ternyata juga
mengakibatkan berkurangnya kandungan sitokrom P-450 hati dan memperendah
aktivitas bifenil-4-hidroksilase. Sumber karbohidrat: roti, biscuit, kurma, jelli, dan
lainlain .
4/. Vitamin
Vitamin merupakan bagian penting dari makanan dan dibutuhkan untuk sintesis
protein dan lemak, keduanya merupakan komponen vital dari system enzim yang
memetabolisasi obat. Oleh karena itu tidak mengherankan bahwa perubahan
dalam level vitamin, terutama defisiensi, menyebabkan perubahan dalam kapasitas
memetabolisasi obat.
5/. Mineral
Mineral yang telah terbukti mempengaruhi metabolisme obat ialah: besi, kalium,
kalsium, magnesium, zink, tembaga, selenium, dan iodium. Makanan yang tidak
mengandung

magnesium

juga

lisofosfatidilkolin, suatu efek yang

secara

nyata

mengurangi

kandungan

juga berhubungan dengan berkurangnya

kapasitas memetabolisme hati. Besi yang berlebih dalam makanan dapat juga
menghambat metabolisme obat. Kelebihan tembaga mempunyai efek yang sama
seperti defisiensi tembaga, yakni berkurangnya kemampuan untuk memetabolisme
obat dalam beberapa hal. Jadi ada level optimum dalam tembaga yang ada pada
makanan untuk memelihara metabolism obat dalam tubuh .
c). Ketersediaan hayati
Penggunaan obat bersama makanan tidak hanya dapat menyebabkan perlambatan
absorpsi tetapi dapat pula mempengaruhi jumlah yang diabsorpsi (ketersediaan
hayati obat bersangkutan).
II.6 FASE DALAM INTERAKSI OBAT DENGAN MAKANAN
a.

Fase farmasetis

Fase farmasetis merupakan fase awal dari hancur dan terdisolusinya obat. Beberapa
makanan dan nutrisi mempengaruhi hancur dan larutnya obat. Maka dari itu, keasaman
makanan dapat mengubah efektifitas dan solubilitas obat-obat tertentu. Ketersediaan
hayatinya meningkat akibat solubilisasi yang diinduksi oleh perubahan pH lambung.
11

Makanan dapat meningkatkan pH lambung, disisi lain juga dapat mencegah disolusi
beberapa obat (Ester Muki Apriyanti; 2013).
b. Fase farmakokinetik
Fase farmakokinetik adalah absorbsi, transport, distribusi, metabolisme dan ekskresi
obat. Interaksi obat dan makanan paling signifikan terlibat dalam proses absorbsi. Usus
halus, organ penyerapan primer, berperan penting dalam absorbsi obat. Fungsi usus
halus seperti motilitas atau afinitas obat untuk menahan sistem karier usus halus, dapat
mempengaruhi kecepatan dan tingkat absorbsi obat. Makanan dan nutrien dalam
makanan dapat

meningkatkan atau menurunkan absorbsi obat dan mengubah

ketersediaan hayati obat (Ester Muki Apriyanti; 2013).


Makanan

yang

mempengaruhi

tingkat

ionisasi

dan

solubilitas

pembentukan khelat, dapat mengubah absorbsi obat secara

atau reaksi

signifikan. Kecepatan

pengosongan lambung secara signifikan mempengaruhi komposisi makanan yang


dicerna. Kecepatan pengosongan lambung ini dapat mengubah ketersediaan hayati
obat. Makanan yang mengandung serat dan lemak tinggi diketahui secara normal
menunda waktu pengosongan lambung (Ester Muki Apriyanti; 2013).
Kecepatan

pengosongan

lambung

secara

signifikan

mempengaruhi komposisi

makanan yang dicerna. Kecepatan pengosongan lambung ini dapat mengubah


ketersediaan hayati obat. Makanan yang mengandung serat dan lemak tinggi
diketahui secara normal menunda waktu pengosongan lambung. Obat dieliminasi
dari tubuh tanpa diubah atau sebagai metabolit primer oleh ginjal, paru -paru, atau
saluran gastrointestinal melalui empedu. Ekskresi obat juga dapat dipengaruhi oleh
diet nutrien seperti protein dan serat, atau nutrien yang mempengaruhi pH urin (Ester
Muki Apriyanti; 2013).
c. Fase farmakodinamik
Fase farmakodinamik

merupakan respon fisiologis dan psikologis terhadap obat.

Mekanisme obat tergantung pada aktifitas agonis atau antagonis, yang mana akan
meningkatkan atau menghambat metabolisme normal dan fungsi fisiologis dalam tubuh
manusia. Obat dapat memproduksi efek yang diinginkan dan tidak diinginkan (Ester
Muki Apriyanti; 2013).

12

BAB III
TABEL INTERAKSI OBAT

III.1 INTERAKSI ANTARA OBAT DENGAN OBAT (Richard Harkness; 1989,


ISO Farmakoterapi; 2008, dan Stockley; 2005)
No. Obat yang dipengaruhi Obat yang menginduksi
Efek Interaksi
1.
Alfentanil
Erytromicin
Perpanjangan dan peningkatan efek
Troleandomycin
dari alfentanil akibat penghambatan
Fluconazole
celareance dan peningkatan waktu
Cimetidine
paruh obat oleh obat yang
menginduksi
2.
Acetaminophen
Antasida
Konsentrasi plasma obat yang
Minoxidil
dipengaruhi dikurangi oleh
Ampicilin
pemberian bersamaan antasida
Captopril
karena terbentuk khelat yang tak
Norfloxacin
terabsorpsi sehingga efek dan
Carbidopa
absorpsi obat yang dipengaruhi
Penisilin
berkurang
Ciprofloxacin
Rifampisin
Ethambutol
Tetrasiklin
Asam folat
Indometasin
Aspirin
Levopodopa
Methyldopa
Vitamin A
Vitamin B1
Simetidin
3. Digoxin
Metoclopramide
Pengurangan absorpsi dari digoxin
Propantheline
Meningkatkan absorpsi digoxin
Tetrasiklin
Pengurangan absorpsi dari digoxin
Kodein
Efek digoxin bertambah
Kaolin
Efek digoxin berkurang
Loperamide
Efek digoksin meningkat
Kinin
Efek digoksin meningkat
4. Digoxin
Colestyramine
Penurunan absorpsi dari obat yang
Levotyhroxin
dipengaruhi melalui mekanisme
Warfarin
ikatan kompleksasi oleh
colestyramine
5. Ketoconazole
Antasida
Penurunan absorpsi dari
Antagonis H2 reseptor
ketoconazole akibat pengurangan
Inhibitor pompa proton
kelarutan oleh obat yang
menginduksi

13

No. Obat yang dipengaruhi


6. Natrium bikarbonat
7.

Methothrexate

8.

Fenitoin

9.
10.

Sulfametoksazol/
Trimetoprim
(cotrimoxazole)
Antihipertensi

11.

Ace Inhibitor/Loop
diuretik
Antikoagulan

12.

Antikoagulan

Obat yang menginduksi


Aspirin
Tetrasiklin
Aspirin
Pepto bismol
Fenilbutazon
Sulfonamida
Probenesid
Asam folat
Fenilbutazon
Teofilin
Siklosporin
Sildenafil
Phenotiazine
Analgetik inflamasi
nonsteroid
Vitamin K
Kortikosteroida
Pil KB
Barbiturat
Karbamazepin
Kolestiramin
Kortikosteroida
Etklorvinol
Glutetimida
Griseofulvin
Primidon
Rifampisin
Vitamin C
Tetrasiklin
Sulindak
Allopurinol
Aspirin
Kloralhidrat
Kloramfenikol
Simetidin
Klofibrat
Disulfiram
Asam etakrinat
Indometasin
Asam mefenamat
Metimazol
Metronidazol
Asam nalidiksat
Pepto bismol
Oksifenbutazon
14

Efek Interaksi
Absorpsi aspirin meningkat
Absorpsi tetrasiklin menurun
Efek methothrexate meningkat

Efek asam folat berkurang


Efek fenitoin meningkat
Efek fenitoin berkurang
Secara intravena terjadi penurunan
konsentrasi siklosporin sampai nilai
subterapik secara intravena
Terjadi efek sinergis sehingga efek
antihipertensi meningkat
Terjadi efek antagonis sehingga
efek antihipertensi menurun
Penurunan efek antikoagulan
sehingga darah tetap membeku
walau diberi antikoagulan

Peningkatan efek antikoagulan


sehingga memperparah terjadinya
perdarahan

No. Obat yang dipengaruhi


12. Antikoagulan

13.

14.

Levopoda

15.

Cephalosporin
Dapsone
Penisilin
Quinolon
ACE inhibitor

16.

Doksisilin

17.

Antikolinergika
(trihexyfenidil,
biperiden)
Antikonvulsan
Fenitoin, carbamazepin)
Antipsikotika
(promazin,proklorperazin)
Antihipertensi
(klonidin, guanabenz)
Antidepresan trisiklik
(amitriptilin, nortriptilin)
Fenfluramin
Pelemas otot
(diazepam)
Profoksifen
Trankuilansia (CPZ,
lorazepam, triazolam)
Narkotika
(kodein,demerol)
Trankuilansia
(lorazepam,triazolam)

Obat yang menginduksi


Fenilbutazon
Propiltiourasil
Kinidin
Kinin
Vitamin E
Sulfinpirazon
Sulfonamida
Tiroid
Obat diabetes
Tacrin
Dopamin
Antidepresan trisiklik
Fenitoin
Probenesid

Allopurinol
Karbamazepin
Barbiturat
Fenitoin
Pirimidon
Antihistamin

15

Efek Interaksi
Peningkatan efek antikoagulan
sehingga memperparah terjadinya
perdarahan

Penurunan efek levodopa karena


efek antagonis dari obat yang
menginduksi
Efek levodopa berkurang
Efek levodopa berkurang
Level serum obat yang dipengaruhi
ditingkatkan oleh probenesid
sehingga toksisitas obat meningkat
Meningkatkan resiko leukopenia,
infeksi yang serius dan kerusakan
ginjal
Efek doksisiklin berkurang
sehingga dapat terjadi kegagalan
efek terapi pada dosis subterapik
Terjadi efek sinergisme, sehingga
meningkatkan efek samping obat
yang menginduksi maupun yang
mempengaruhi

No. Obat yang dipengaruhi


18. Kortikostreoid

19.

Epinefrin

Obat yang menginduksi


Aspirin
Barbiturat
Pil KB
Obat diabetes
Digitalis
Indometasin
Fenitoin
Primidon
Rifampisin
Antidepresan trisiklik
Antipsikotika
Beta bloker
Obat diabetes
Digitalis
Antihipertensi

20.

Teofilin

Allupurinol
Barbiturat
Simetidin
Eritromisin
Vaksin influenza
Troleandomisin
Beta bloker
Antidepresan inhibitor MAO
Fenitoin
Primidon

21.

22.

Pil KB (kontrasepsi oral)

Antidepresan MAO
(isokarboksazida,
fenelzin, pargilin,
tranilsipromin)

Antikonvulsan
Antidepressan trisiklik
Barbiturat
Asam folat
Piridoksin
Troleandomisin
Vitamin C
Vitamin B6
Asetaminofen
Ampisilin
Beta blocker
Dekstromethorpan
Amfetamin
Epinefrin
Obat diabetes
Dekongestan
Diuretika

16

Efek Interaksi
Efek aspirin dapat berkurang
Efek kortikosteroid menurun
Efek kortikosteroida meningkat
Efek obat diabetes dapat berkurang
Efek digitalis dapat meningkat
Efek samping kedua obat meningkat
Efek kortikosteroid menurun
Efek kortikosteroid menurun
Efek kortikosteroid menurun
Efek antidepresan meningkat
Menyebabkan penurunan tekanan
darah
Terjadi efek antagonis, sehingga
efek epinefrin berkurang
Efek obat diabetes berkurang
Terjadi peningkatan efek digitalis
Terjadi efek antagonis sehingga
efek antihipertensi menurun
Efek teofilin meningkat
Efek teofilin menurun
Efek teofilin meningkat
Efek teofilin meningkat
Efek teofilin meningkat
Efek teofilin meningkat
Terjadi efek antagonis, efek teofilin
menurun
Efek antidepresan meningkat
Efek enitoin berkurang
Efek teofilin berkurang
Efek kedua obat menurun
Peningkatan efek antidepressan
Efek pil KB menurun
Efek asam folat dapat berkurang
Efek piridoksin berkurang
Menyebabkan sakit kuning kolestatik

Efek pil KB dapat meningkat


Penurunan efek vitamin B6
Penurunan efek asetaminofen
Penurunan efek kontrasepsi
Peningkatan efek farmakologi
Peningkatan efek samping keduanya
Efek antidepresan meningkat
Efek antidepresan meningkat
Efek obat diabetes meningkat
Efek antidepresan meningkat
Efek diuretika meningkat

No. Obat yang dipengaruhi


22. Antidepresan MAO
(isokarboksazida,
fenelzin, pargilin,
tranilsipromin)
23. Kalium iodida
24.

Teofilin
Antidepresan trisiklik
(doksepin, amitriptilin,
nortriptilin,
klordiazepoksida,
maprotilin, desipramin,
deksepin, imipramin,
trazadon)

25.

Obat diabetes

26.

Obat diabetes

Obat yang menginduksi


Guanetidin
Metildopa
Metilfenidat
Reserpin
Lithium

Efek Interaksi
Efek guanetidin meningkat
Efek metildopa meningkat
Efek antidepresan meningkat
Efek antidepresan meningkat
Menyebabkan terjadinya
hipotiroidisme
Efek lithium berkurang
Amfetamin
Peningkatan efek antidepresan
Antikonvulsan
Penurunan efek antikonvulsan
Antidepressan inhibitor MAO Efek sinergisme dari kedua obat
menyebabkan peningkatan efek
samping
Epinefrin
Efek sinergisme dari kedua obat
menyebabkan peningkatan efek
samping
Barbiturat
Efek antidepresan berkurang
Benztropin
Meningkatkan efek samping
benzotropin
Efek beta bloker berkurang
Beta bloker
Meningkatkan efek samping
Biperiden
Biperiden
Klonidin
Efek klonidin berkurang
Fenfluramin
Efek fenfluramin dapat meningkat
Guanetidin
Efek guanetidin berkurang
Rifampisin
Efek antidepressan berkurang
Antiaritmika
Tejadi efek merugikan pada jantung
Aspirin
Efek obat diabetes bertambah
Kloramfenikol
Allopurinol
Klofibrat
Guanetidin
Insulin
Androgen
Oksifenbutazon
Pepto bismol
Fenilbutazon
Probenesid sulfonamida
Amfetamin
Epinefrin
Beta bloker
Dekongestan
Kortikosteroida
Diuretika
Metilfenidat
Pemolin
Fenitoin
Rifampisin
Obat tiroid
17

Efek obat diabetes berkurang

No. Obat yang dipengaruhi


27. Adsorben
28.

Karbamazepin

29.

Fenitoin

30.

Primidon

31.

Asam valproat

32.

Obat angina (ISBN,


nitrogliserin, eritril
tetranitrat, pentaeritritol
tetranitrat)

Obat yang menginduksi


Klindamisin
Linkomisin
Eritromisin
Metadon
Propoksifen
Troleandomisin

Efek Interaksi
Efek klindamisin berkurang
Efek linkomisin berkurang
Efek karbamazepin meningkat
Efek metadon berkurang
Efek karbamazepin meningkat
Efek karbamazepin meningkat

Barbiturat
Kloramfenikol
Simetidin
Kortikosteroida
Disopiramida
Disulfiram
Asam folat (Vit B9)
Furosemida
Isoniazida
Metadon
Metilfenidat
Oksifenbutazon
Fenilbutazon
Kinidin
Kinin
Sulfonamida
Trimetadion
Asam valproat
Vitamin D
Beta bloker
Digitoksin
Asam folat (Vitamin B9)
Griseofulvin
Metadon
Kinidin
Kinin
Rifampisin
Asam valproat
Fenobarbital

Efek fenitoin berkurang


Efek fenitoin berkurang
Efek fenitoin meningkat
Efek fenitoin berkurang
Efek disopiramida berkurang
Efek fenitoin meningkat
Efek asam folat berkurang
Efek furosemida berkurang
Efek fenitoin meningkat
Efek metadon berkurang
Efek fenitoin meningkat
Efek fenitoin meningkat
Efek fenitoin meningkat
Efek kinidin berkurang
Efek kinin berkurang
Efek fenitoin meningkat
Efek trimetadion berkurang
Efek fenitoin meningkat
Efek vitamin D berkurang
Efek beta bloker dapat berkurang
Efek digitoksin dapat berkurang
Efek asam folat dapat berkurang
Efek griseofulvin dapat berkurang
Efek metadon dapat berkurang
Efek kinidin dapat berkurang
Efek kinin dapat berkurang
Efek primidon dapat berkurang
Efek primidon dapat berkurang
Efek fenobarbital meningkat

Beta bloker
Diuretika
Vasodilator

Efek beta bloker meningkat


Efek diuretika meningkat
Efek vasodilator meningkat

18

No. Obat yang dipengaruhi

Obat yang menginduksi

33.

Prokainamida

Asetazolamida
Antasida

34.

Kinidin

Efek Interaksi
Efek prokainamida meningkat

Obat pencahar (Magnesium)

Asetazolamida
Antasida
Barbiturat
Obat pencahar (Magnesium)
Rifampisin

Efek kinidin meningkat

Efek kinidin berkurang


Efek vitamin E meningkat
Aktivitas vitamin B12 menurun
Efek vitamin C menurun
Perpanjangan efek barbiturat
Perpanjangan efek kinidin
Perpanjangan efek kinin
Perpanjangan efek primidon

35.

Vitamin C

Vitamin E
Vitamin B12
Aspirin
Barbiturat
Kinidin
Kinin
Primidon

36.

Asam folat (Vitamin B9)

Peningkatan laju eksresi asam folat

37.

Vitamin B2

Barbiturat
Estrogen
Primidon
Sulfasalazin
Asam borat

38.

Vitamin B6

Estrogen
Hidralazin
Isoniazida
Levodopa

Penurunan efek dari vitamin B6


Penurunan efek dari vitamin B6
Penurunan efek dari vitamin B6
Penurunan efek dari levodopa

39.

Vitamin B12

Kalium klorida

Penurunan efek vitamin B12

40.

Simetidin

41.

Hormon tiroid

Sukralfat
Transkuilansia
Antasida (Al,Mg)
Pengikat asam empedu
(kolestiramin, kolestipol)
Kalsium karbonat
Garam besi
Natrium polistiren sulfonat
Simetidin
Sukralfat

Efek sukralfat berkurang


Efek transkuilansia meningkat
Efikasi hormon tiroid berkurang
karena hormon tiroid diikat,
sehingga hormon tiroid absorpsi
dalam saluran cerna berkurang

Beta blocker

Kerja beta bloker menjadi lemah

Karbamazepin
Hidantoin
Fenobarbital
Rifampisin

Degradasi hepatik levotiroksin


meningkat, akibatnya kebutuhan
levotiroksin meningkat

Estrogen
Kontrasepsi oral

Penurunan respon hormon tiroid

19

Penurunan efek vitamin B2

III.2 INTERAKSI ANTARA OBAT DENGAN MAKANAN/MINUMAN (Richard


Harkness; 1989, ISO Farmakoterapi; 2008, dan Stockley; 2005)
No. Minuman/Makanan
1.
Minuman beralkohol

2.

Kopi

Obat yang dipengaruhi


Abacavir
Amfetamin
Antihistamin
Kodein
Antikoagulan
Obat diabetes
Fenitoin
Primidon
Obat angina
Aspirin
Kontrasepsi oral
Aspirin

Antidepresan inhibitor MAO


Simetidin
Teofilin

3.

Susu (bermineral/zat
besi)

Acetaminophen
Minoxidil
Ampicilin
Captopril
Norfloxacin
Carbidopa
Penisilin
Ciprofloxacin
Rifampisin
Ethambutol
Tetrasiklin
Asam folat
Indometasin
Aspirin
Levopodopa
Methyldopa
Alkohol
Allopurinol

Vitamin C
Vitamin E
20

Efek Interaksi
Penurunan metabolisme dari abacavir
Peningkatan intoksisitas alkohol
Peningkatan konsentrasi plasma alkohol
Sinergisme efek dari keduanya
Pada alkoholisme keras, menunjukkan
peningkatan waktu prothrombin
Efek obat diabetes dapat bertambah
Efek fenitoin dapat berkurang
Efek primidon dapat berkurang
Terjadi hipotensi postural
Peningkatan resiko perdarahan lambung
Peningkatan efek alkohol
Peningkatan bioavaibilitas dan absorpsi
aspirin oleh kopi (cafein) sehingga efek
aspirin menjadi singkat dan waktu paruh
menjadi lebih singkat
Meningkatkan resiko efek samping
antidepresan
Efek kofein meningkat
Efek teofilin meningkat
Pembentukan khelat dari susu yang
mengandung zat besi dengan obat yang
mempengaruhi menyebabkan penurunun
absorpsi dan efek dari obat yang
dipengaruhi

Kadar alkohol dalam darah dan intoksisitas


alkohol dikurangi oleh pemberian susu
Absorpsi zat besi dari susu dihambat karena
allopurinol memblok kerja enzim
pencernaan yang berpengaruh terhadap
absorpsi zat besi
Penyerapan zat besi meningkat
Efek vitamin E menurun

No. Minuman/Makanan
4. Daging panggang
(sate/hamburger)

5.

6.

7.

8.
9.
10.
11.
12.
13.

14.

Makanan mengandung
karbohidrat: roti,
biscuit, kurma, jelli,
dan lainlain
Jus Grapefruit

Makanan beralkali
(jeruk, air kelapa,
madu, sayuran
berwarna hijau dan
kuning yang tidak
mengandung zat pati)
Makanan berlemak
Makananan berserat
tinggi
Makanan berprotein
tinggi (daging, kacangkacangan dan susu)
Sayuran berwarna hijau
Kayu manis
Makanan berkadar
garam rendah
Makanan berkadar
darah tinggi
Makanan yang
mengandung tiramin
(alpukat, kentang
bakar, pisang, buncis,
bir, sosis, keju, hati
ayam, coklat, kopi,
minuman kola, kurma,
cabe, acar kol, kecap,
ragi yogurt, anggur)

Obat yang dipengaruhi


Teofilin

Efek Interaksi
Peningkatan metabolisme teofilin pada
orang yang mengkonsumsi daging
panggang dalam jumlah besar karena
terbentuk hidrokarbon polisiklik yang
terdeposit pada daging panggang

Barbiturat

Obat diabetes
Primidon
Obat angina
Metenamin
Kinidin
Kinin

Terlalu banyak konsumsi makanan yang


mengandung karbohidrat dapat
menghambat obat golongan barbiturat
Efek asetaminofen berkurang
Grapefruit menghambat enzim CYP34A
yang memetabolisme kalsium kanal
bloker sehingga yang biovaibilitas obat
meningkat
Efek obat diabetes meningkat
Efek primidon dapat berkurang
Dapat terjadi hipotensi postural
Efek metenamin berkurang
Efek kinidin meningkat
Efek kinin meningkat

Griseofulvin

Efek griseofulvin meningkat

Digoxin

Efek digoxin berkurang

Levodopa

Efek levodopa berkurang

Obat tiroid
Antihipertensi
Obat jantung digitalis
Lithium

Efek obat tiroid dapat berkurang


Efek antihipertensi menurun
Efek digitalis meningkat
Efek lithium meningkat

Lithium

Efek lithium rendah

Antidepresan jenis Inhibitor


MAO

Peningkatan tekanan darah

Asetaminofen
Kalsium kanal bloker

21

No. Minuman/Makanan
Obat yang dipengaruhi
15. Sayuran berwarna hijau Obat tiroid
(asparagus, brokoli,
bunga kol, kangkung,
daun selada, buncis,
bayam, lobak cina
seledri)
16. Makanan yang
Levodopa
mengandung vitamin
B6 (alpukat, roti, beras
dan broduknyam
daging, kacang merah,
bubur gandum)

22

Efek Interaksi
Efek obat tiroid dapat dilawan

Efek levodopa berkurang

DAFTAR PUSTAKA

1. Sukandar, E.Y., Retnosari Andrajati, Joseph I Sigit, I Ketut Adnyana, dkk. ISO
Farmakoterapi. PT. ISFI Penerbitan. Jakarta. 2002.
2. Stockley, I.H., Honorary Research Fellow, University of Nottingham Medical
School, Nottingham, UK. Stockleys Drug Interactions. The Pharmaceutical
Press. 2005. Available as Offline Explorer Enterprise HTML.
3. Harkness, Richard. Interaksi Obat. Penerbit ITB. Bandung. 1989.
4. Apriyanti, Ester Muki. Interaksi Obat dengan Makanan. Fakultas Kedokteran
Udayana. Denpasar. 2013. Available as PDF.
5. Anggota IKAPI, Farmasi Klinik (Menuju Pengobatan Rasional dan Penghargaan
Pilihan Pasien). PT. Elexmedia Komputindo. Jakarta. 2003.
6. Gitawati, Retno. Interaksi Obat dan Beberapa Implikasinya. Media Litbang
Kesehatan Volume XVIII Nomor 4 tahun 2008. Available as PDF.

23

Anda mungkin juga menyukai