Anda di halaman 1dari 27

INTERAKSI OBAT DENGAN OBAT HERBAL

A. INTERAKSI OBAT
1. Definisi
Suatu interaksi terjadi ketika efek suatu obat berubah karena kehadiran obat lain, makanan,
minuman, atau zat kimia lainnya (Stockley,2005). Interaksi obat dapat didefinisikan sebagai
modifikasi efek suatu obat akibat obat lain yang diberikan pada awalnya atau diberikan
bersamaan; atau bila dua atau lebih obat berinteraksi sedemikian rupa sehingga keefektifan atau
toksisitas suatu obat atau lebih berubah (Fradgley, 2003).
2. Pasien yang rentan terhadap interaksi obat
Beberapa faktor yang dapat mempengaruhi kerentanan pasien terhadap interaksi obat
diantaranya; lansia, orang yang minum lebih dari 1 obat, yang mempunyai gangguan fungsi
ginjal, penyakit akut, penyakit yang tidak stabil, pasien yang mempunyai karakteristik penyakit
genetik tertentu dan pasien yang dirawat oleh lebih dari satu dokter. Banyak pasien yang sakit
parah memperoleh bermacam-macam obat dan ini akan sulit membedakan antara toksisitas dan
gejala atau tanda-tanda penyakit yang dideritanya. Bila kondisi pasien berubah, terutama jika
pasien tersebut sakit parah atau pasien tersebut lansia, semua obat dalam terapi harus ditinjau
sebagai penyebab masalah, terutama bila ada lebih dari 1 dokter yang menangani pengobatan
pasien tersebut (Fradgley, 2003).
3. Interaksi obat yang bermakna klinis
Waktu timbulnya reaksi dapat sangat bervariasi tergantung dosis, rute pemberian, adanya
metabolit aktif dan waktu paruh obat yang bersangkutan. Mekanisme interaksi juga dapat
mempengaruhi waktu mulai munculnya reaksi. Penginduksi enzim menstimulasi produksi enzim
metabolisme yang baru dan ini memerlukan waktu antara 2-3 minggu sebelum efek interaksinya
maksimum. Sebaliknya penghambatan enzim mempengaruhi metabolisme hepatik dalam 24 jam
(Fradgley, 2003).
Tidak semua interaksi obat bermakna klinis beberapa obat secara teoritik mungkin terjadi
sedangkan interaksi obat yang lain harus dihindari kombinasinya atau memerlukan pemantauan
yang cermat. Banyak interaksi obat kemungkinan besar berbahaya terjadi hanya pada sejumlah
kecil pasien. Seorang farmasis seharusnya lebih memperhatikan kemungkinan terjadinya
interaksi obat bila pasien tersebut memperoleh obar yang termasuk dalam kelompok ini. Banyak
zat yang berinteraksi tidak dianggap sebagai obat oleh pasien meliputi obat-obat yang dibeli
untuk pengobatan sendiri, obat tradisional atau sediaan homeopati. Semua memiliki
kemungkinan berinteraksi dengan obat obat yang telah diresepkan untuk pasien tersebut.
Beberapa jenis makanan tertentu dapat myebabkan interaksi (Fradgley, 2003).
Bilamana kombinasi terapi mengakibatkan perubahan yang tidak diinginkan atau komplikasi
terhadap kondisi pasien, maka interaksi tersebut digambarkan sebagai interaksi yang bermakna
klinis. Kejadian interaksi obat yang bermakna klinis biasanya kecil, namun sejuml;ah pasien
mempunyai resiko yang besar terhadap morbiditas dan mortalitas. Interaksi obat dapat
membahayakan baik dengan meningkatkan toksisitas obat atau dengan mengurangi khasiatnya.
Namun interaksi beberapa obat menguntungkan dengan meningkatkan sinergisitas efek obat
(Fradgley, 2003).
4. Klasifikasi
Menurut (Fradgley, 2003). Mekanisme interaksi obat dapat terbagi menjadi :
a) Interaksi Farmakokinetik
Interaksi ini dapat terjadi pada beberapa tahap meliputi absorbsi, distribus, metabolisme, dan
ekskresi.
1) Absorbsi
Pada obat yang diberikan secara oral, absorbsinya disaluran pencernaan komleks dan bervariasi
sehingga menyebabkan interaksi obat tipe ini akan sulit diperkirakan. Absorbsi obat tergantung
dari formulasi farmasetik, pKa, dan kelarutan obat dalam lemak, disamping pH, flora bakteri dan
aliran darah dalam organ pencernaan (usus besar, usus halus dan lambung). Jadi kita perlu
membedakan atara interaksi yang berkaitan dengan absorpsi tidak bermakna secara klinis dan
dapat diatur dengan memisahkan waktu pemberian obat, biasanya dengan selang waktu minimal
2 jam.

2) Ikatan obat protein


Terjadi bila 2 obat berkompetisi pada tempat ikatan denga protein plasma yang sama dan satu
atau lebih obar didesak dari ikatannya dengan protein tersebut. Hal ini mengakibatkan
peningkatan sementara konsentrasi obat bebas (aktif), biasanya peningkatan ini disertai
peningkatan metabolisme dan eksresi. Konsentrasi total obat turun menyesuaikan dengan
peningkatan fraksi obat bebas. Bagaimanapun efek farmakologi keseluruhan minimal kecuali
bila pendesakan tersebut diikuti dengan inhibisi metabolik.
3) Metabolisme hepatik
Banyak obat dimetabolisme di hati terutama dimetabolisme oleh enzim CYP 450
monooksigenase. Induksi enzim oleh suatu obat dapat meningkatan kecepatan metabolisme obat
lain dan mempengaruhi efek. Induksi enzim melibatkan sintesis protein, jadi efek maksimum
yang dicapai sekitar 2-3 minggu. Sebaliknya inhibisi enzim dapat mengakibatkan akumulasi dan
peningkatan toksisitas obat lain. Waktu terjadinya reaksi akibat inhibisi enzim merupakan efek
langsung biasanya lebih cepat daripada induksi enzim. Banyak enzim di hepar melibatkan
banyak enzim, enzim utama adalah CYP 450.
4) Klirens ginjal
Obat dieliminasi melalui ginjal dengan filtrasi glumerolus dan sekresi tubular aktif. Jadi, obat
yang mempengaruhi ekskresi obat melalui ginjal dapat mempengaruhi konsentrasi obat lain
dalam plasma. Hanya sejumlah kecil obat yang cukup larut air yang mendasarkan ekskresinya
melalui ginjal sebagai eliminasi utamanya yaitu obat yang tanpa lebih dahulu dimetabolisme di
hati. Yang perlu diperhatikan tentang interaksi tipe ini adalah tergantung pada jumlah obat dan
atau metabolitnya yang diekskresikan lewat ginjal.
b) Interaksi farmakodinamik
Interaksi farmakodinamik adalah interaksi dimana efek suatu efek obat diubah oleh obat lain
pada tempat aksi. Hal ini dapat terjadi kompetisi pada reseptor yang sama atau interaksi obat
pada sistem fisiologi yang sama. Interaksi jenis ini tidak mudah dikelompokan seperti interaksi-
interaksi yang mempengaruhi konsentarsi obat dalam tubuh tetapi terjadinya interaksi tersebut
lebih mudah diperkirakan dari efek farmakologi obat yang dipengaruhi. Beberapa mekanisme
serupa mungkin dapat terjadi secara bersama-sama. Berikut ini macam-macam interaksi
farmakodinamik;
1. Sinergisme
Yang paling umum terjadi adalah sinergisme antara dua obat yang bekerja pada sistem, organ,
sel, atau enzim yang sama dengan efek farmakologi yang sama.
2. Antagonisme
Terjadi bila obat yang berinteraksi memiliki efek farmakologi yang berlawanan. Hal
ininmengakibatkan pengurangan hasil yang diinginkan dari satu atau lebih obat.
3. Efek reseptor tidak langsung
Kombinasi obat dapat bekerja melalui mekanisme saling mempengaruhi efek reseptor yang
meliputi sirkulasi kendali fisiologi atau biokimia.
4. Gangguan cairan dan elektronik
Interaksi obat dapat mengakibatkan gangguna keseimbangan cairan dan elektrolit.
Interaksi obat dapat dibedakan menjadi :
1. Berdasarkan level kejadiannya, interaksi obat terdiri dari established (sangat mantap terjadi),
probable (interaksi obat dapat terjadi), probable (interaksi obat dapat terjadi), suspected
(interaksi obat diduga terjadi), possible (interaksi obat mungkin terjadi/belum pasti terjadi), serta
unlikely (interaksi obat tidak terjadi).
2. Berdasarkan onsetnya, interaksi obat dapat dibedakan menjadi dua yaitu
interaksinobatbdengan onset cepat (efek terlihatbdalam 24 jam), dan interaksi obat dengan onset
lambat (efek terlihat setelah beberapa hari bahkan beberapa minggu).
3. Berdasarkan keparahannya, interaksi obat dapat diklasifikasikan menjadi tiga yaitu : mayor
(dapat menyebabkan kematian), moderat (efek sedang), dan minor (tidak begitu bermasalah dan
dapat diatasi dengan baik).
4. Berdasarkan signifikansinya, interaksi obat dapat dibagi menjadi lima, yaitu:

a. Signifikansi tingkat 1
Interaksi dengan signifikansi ini memilikinkeparahan mayor dan terdokumentasi suspected,
probable, established,
b. Signifikansi Tingkat 2
Interaksi dengan signifikansi kedua ini memiliki tingkat keparahan moderat dan terdokumentasi
suspected, probable, established.
c. Signifikansi Tingkat 3
Interaksi ini memiliki keparahan minor dan terdokumentasi suspeceted.
d. Signifikansi Tingkat 4
Interaksi ini memiliki keparahan mayor/moderat dan terdokumentasi possible.
e. Signifikansi Tingkat 5
Interaksi dalam signifikansi ini dapat dibedakan menjadi dua tingkat yaitu tingkat keparahan
minor yang terdokumentasi possible dan yang terdokumentasi unlikely.
Obat herbal atau tumbuhan obat adalah obat-obatan yang digunakan berasal dari tumbuhan dan
belum mengalami proses kimia dilaboratorium.
Pengertian obat tradisional berdasarkan Peraturan Menteri kesehatan Nomor
246/Menkes/Per/V/1990 Pasal 1 menyebutkan bahwa : Obat tradisional adalah bahan atau
ramuan bahan yang berupa bahan tumbuhan, bahan hewan, bahan mineral, sediaan galenik atau
campuran dan bahan-bahan tersebut, yang secara traditional telah digunakan untuk pengobatan
berdasarkan pengalaman.
Banyak orang mengira bahwa obat herbal sangat aman karena semua bahannya yang berasal dari
alam. Namun, menilai hal tersebut menjadi sulit karena obat herbal tidak memiliki standar
kualitas dan pengaturan yang resmi dari pemerintah. Beberapa obat herbal dapat mengakibatkan
kegawatan akibat interaksi kimiawi yang terjadi, sehingga dibutuhkan lebih banyak penelitian
laboratorium untuk menilai manfaat, efektivitas, dosis yang tepat, dan reaksi kimia yang terjadi
didalam tubuh. Karena apabila sesuatu yang asing masuk kedalam tubuh, dapat menimbulkan
reaksi yang tidak terduga.
Obat tradisional (herbal) telah diterima secara luas di hampir seluruh Negara di dunia. Menurut
World Health Organization (WHO), negara-negara di Afrika, Asia dan Amerika Latin
menggunakan obat tradisional (herbal) sebagai pelengkap pengobatan primer yang mereka
terima. Bahkan di Afrika, sebanyak 80% dari populasi menggunakan obat herbal untuk
pengobatan primer (WHO, 2003). Faktor pendorong terjadinya peningkatan penggunaan obat
tradisional di negara maju adalah usia harapan hidup yang lebih panjang pada saat prevalensi
penyakit kronik meningkat, adanya kegagalan penggunaan obat modern untuk penyakit tertentu
diantaranya kanker, serta semakin luas akses informasi mengenai obat tradisional di seluruh
dunia.
WHO merekomendasi penggunaan obat tradisional termasuk obat herbal dalam pemeliharaan
kesehatan masyarakat, pencegahan dan pengobatan penyakit, terutama untuk kronis, penyakit
degeneratif dan kanker. Hal ini menunjukan dukungan WHO untuk back to nature yang dalam
hal yang lebih menguntungkan. Untuk meningkatkan keselektifan pengobatan dan mengurangi
pengaruh musim dan tempat asal tanaman terhadap efek, serta lebih dalam memudahkan
standarisasi bahan obat maka zat aktif diekstraksi lalu dimurnikan sampai diperoleh zat murni.
Di Indonesia dari tahun ke tahun terjadi peningkatan produksi obat tradisional. Menurut data
Badan Pengawasan Obat dan Makanan (POM), sampai tahun 2007 terdapat 1.012 industri obat
tradisional yang memiliki izin usaha industri yang terdiri dari 105 industri berskala besar dan 907
industri berskala kecil. Karena banyaknya variasi sediaan bahan alam, maka untuk memudahkan
pengawasan dan perizinan, maka badan POM mengelompokan dalam sediaan jamu, sediaan
herbal terstandar dan sediaan fitofarmaka. Persyaratan ketiga sediaan berbeda yaitu untuk jamu
pemakaiannya secara empirik berdasarkan pengalaman, sediaan herbal terstandar bahan bakunya
harus distandarisasi dan sudah diuji farmakologi secara eksperimental, sedangkan sediaan
fitofarmaka sama dengan obat modern bahan bakunya harus distandarisasi dan harus melalui uji
klinik.
Menurut penelitian masa kini, meskipun obat-obatan tradisional yang pengolahannya masih
sederhana (tradisional) dan digunakan secara turun-temurun berdasarkan resep nenek moyang
adat-istiadat, kepercayaan, atau kebiasaan setempat, memang bermanfaat bagi kesehatan dan kini
digencarkan penggunaannya karena lebih mudah dijangkau masyarakat, baik harga maupun
ketersediaannya. Obat tradisional pada saat ini banyak digunakan karena menurut beberapa
penelitian tidak terlalu menyebabkab efek samping, karena masih bisa dicerna oleh tubuh.
Beberapa perusahaan mengolah obat-obatan tradisional yang dimodifikasi lebih lanjut. Bagian
dari Obat tradisional yang bisa dimanfaatkan adalah akar, rimpang, batang, buah, daun dan
bunga. Bentuk obat tradisional yang banyak dijual dipasar dalam bentuk kapsul, serbuk, cair,
simplisia dan tablet.
Khasiat alamiah dan kemurnian obat-obatan tradisional seringkali “dinodai” oleh pihak-pihak
yang tidak bertanggungjawab terutama produsen obat tradisional yang hanya mencari
keuntungan finansial saja tanpa memperhatikan kemurnian dan resiko dari kandungan obat
tradisional. Banyak dari para produsen dengan sengaja mencampur kandungan herbal dari obat
tradisional dengan obat modern yang secara kimiawi jika dosisnya tidak tepat akan berbahaya.
Bukan yang pertama kali Badan Pangan Obat dan Makanan (BPOM) menarik obat tradisional
dari peredaran. Seperti halnya yang baru-baru ini terjadi, sebanyak 22 macam obat tradisional
dan suplemen berkhasiat menambah stamina pria ditarik dari peredaran. Obat-obat itu
mengandung bahan kimia obat Sildenafil sitrat dan Tadalafil sitrat. Bahan kimia obat keras itu
dapat membahayakan kesehatan bahkan dapat mematikan jika digunakan tanpa resep dokter.
Efek Sildenafil yang bisa terjadi yaitu sakit kepala, dispepsia, mual, nyeri perut, gangguan
penglihatan, radang hidung, nyeri dada hingga kematian. Sedangkan pada Tadalafil dapat
menyebabkan nyeri otot, nyeri punggung, kehilangan potensi seks permanen, menurunkan
tekanan darah, hingga stroke. Daftar obat-obatan yang ditarik dari peredaran tersebut antara lain:
Blue Moon, Caligula kapsul, Cobra X kapsul, Hwang-Ni-Shen-Dan, kuat tahan lama serbuk,
Lak-Gao-69, Alvaret, Macagold, Manovel, Okura, Otot Madu, Ramstamin, Sanomale, Sari Madu
kapsul, Samson, Sunny-Sang-Rang-Wang-Ing-Ying-Din, dan pil Sunny kapsul, Teraza, Top One
kapsul, Tripoten, Urat Perkasa kapsul dan Dumex. Saat ini BPOM telah mengumpulkan 157.749
kotak obat tradisional dan suplemen makanan. Secara nasional jmlahnya telah mencapai 208.091
kotal atau 1.095 bungkus.
Upaya menempatkan obat herbal sebagai bagian integral dari pelayanan kesehatan formal harus
disertai peningkatan mutu, standarisasi, dan pelaksanaan uji farmakologi agar terbukti khasiat
dan keamanannya. Tujuannya untuk menghindari kemungkinan adanya efek samping obat herbal
dan memenuhi sebagian kebutuhan obat nasional. Selama ini upaya beralih ke obat herbal masih
sulit dilakukan karena khasiat dan keamanannya belum terjamin, kandungan senyawa aktifnya
belum terstandar, sehingga sulit menentukan dosis pemakaian. Saat ini 11.000 spesies tanaman
dimanfaatkan untuk obat, 500 spesies di antaranya sering digunakan. Tanaman herbal
mengandung zat kimia, antara lain, golongan alkaloid, flavonoid, minyak esensial, dan glikosida.
Jumlah dan jenis kandungan kimia pada bagian tanaman, seperti akar, daun, dan umbi dapat
berbeda, jumlah kandungan kimia ditentukan banyak faktor, misalnya jenis tanah, iklim,
pengolahan pasca panen. Bentuk sediaan obat memengaruhi zat kimia yang terkandung. Obat
herbal di Indonesia berbentuk jamu, ekstrak terstandar, dan fitofarmaka (uji klinik). Kandungan
zat kimia pada obat herbal bisa menimbulkan efek samping dan toksik. Efek samping itu bisa
disebabkan obat itu sendiri maupun oleh kontaminan atau zat sintesis yang ditambahkan.
Kemungkinan efek samping makin besar jika memakai banyak obat, pasien berusia lanjut, atau
menderita penyakit terutama ginjal dan hati. Interaksi obat herbal dengan obat modern ini
penting untuk obat dengan batas keamanan sempit atau indeks terapi rendah, sehingga dapat
meningkatkan toksisitas atau efek samping dan dapat mengurangi efektivitas kerja obat. Interaksi
obat herbal dengan obat modern bisa membahayakan, seperti perdarahan, gangguan jantung, atau
kerja obat jadi tidak efektif. Tetapi kandungan pada obat herbal bahan alam umumnya bersifat
seimbang dan saling menetralkan, sehingga efek samping obat herbal jauh lebih kecil
dibandingkan dengan obat sintesa.

PERBEDAAN OBAT KIMIAWI DAN OBAT HERBAL


Obat Kimiawi :
1. Lebih diarahkan untuk menghilangkan gejala-gejalanya saja.
2. Bersifat sympthomatis yang hanya untuk mengurangi penderitaannya saja.
3. Bersifat paliatif artinya penyembuhan yang bersifat spekulatif, bila tepat penyakit akan
sembuh, bila tidak endapan obat akan menjadi racun yang berbahaya.
4. Lebih diutamakan untuk penyakit-penyakit yang sifatnya akut (butuh pertolongan segera)
seperti asma akut, diare akut, patah tulang, infeksi akut dan lain-lain.
5. Reaksi cepat, namun bersifat destruktif artinya melemahkan organ tubuh lain, terutama jika
dipakai terus-menerus dalam jangka waktu lama.
6. Efek samping yang bisa ditimbulkan iritasi lambung dan hati, kerusakan ginjal,
mengakibatkan lemak darah.
7. Reaksi terhadap tubuh cepat.
Obat Herbal :
1. Diarahkan pada sumber penyebab penyakit dan perbaikan fungsi serta organ-organ yang
rusak.
2. Bersifat rekonstruktif atau memperbaiki organ dan membangun kembali organ-organ, jaringan
atau sel-sel yang rusak.
3. Bersifat kuratif artinya benar-benar menyembuhkan karena pengobatannya pada sumber
penyebab penyakit.
4. Lebih diutamakan untuk mencegah penyakit, pemulihan penyakit-penyakit komplikasi
menahun, serta jenis penyakit yang memerluakan pengobatan lama.
5. Reaksi lambat tetepi bersifat konstruktif atau memperbaiki dan membangun kembali organ-
organ yang rusak.
6. Efek samping hampir tidak ada, asalkan diramu oleh herbalis yang ahli dan berpengalaman.

Dari beberapa penelitian menunjukkan, beberapa bahan herbal memberikan interaksi yang
merugikan antara obat tradisional dengan obat kimia. Berikut ini beberapa contoh bahan herbal
yang dapat menimbulkan interaksi jika dikombinasi dengan obat kimia:
1. Ginkgo biloba
Interaksi antara ginkgo biloba (yang berfungsi untuk menghambat faktor pengaktifan platelet)
dengan obat yang memiliki efek sebagai antikoagulan atau antiplatelet, seperti aspirin dapat
memperhebat terjadinya pendarahan.
2. Echinaceae
Echinacea biasanya diindikasikan untuk meningkatkan imunitas. Penggunaan echinaceae
bersama dengan ketoconazole (anti jamur), isoniazid (untuk mengobati penyakit TBC) dapat
menyebabkan liver toxicity.
3. Caffeine
Penggunaan obat kimia yang mengandung caffeine dengan obat tradisional yang mengandung
ginseng dapat menyebabkan gangguan gastrointestinal, serta menyebabkan insomnia.
4. Ginseng
Berdasarkan penelitian, penggunaan ginseng bersama Coumadin dapat menyebabkan
pendarahan. Ginseng yang digunakan bersamaan dengan warfarin dapat menurunkan efek
antikoagulan dari warfarin akibatnya proses pendarahan dapat tetap terjadi.
5. Allium sativum (bawang putih)
Penggunaan Allium sativum bersama dengan warfarin juga dapat menyebakan proses
pendarahan tetap terjadi.

AGEN GIZI, SUPLEMEN DAN VITAMIN


Bagian ini mencakup interaksi dimana ada bukti terdokumentasi bahwa obat
mengubah kemanjuran agen gizi, suplemen makanan dan vitamin. Informasi tentang efek
zat ini pada obat lain tercakup dalam bagian yang relevan untuk obat itu.
1.

Amygdalin + Ascorbic acid (Vitamin C)

Vitamin C DAPAT meningkatkan hidrolisis amygdalin mengakibatkan Tingkat Beracun


sianida.

BUKTI KLINIS

Seorang Pasien dengan Kanker Kandung kemih, mengambil beberapa vitamin


Persiapantions, termasuk dosis Tinggi vitamin C, Dan obat-obatan pelengkap lainnya
selain obat-obatan Yang nya diresepkan, Menjadi sehat Dan mengeluh pusing 2,5 jam
Penghasilan kena pajak dosis Pertama amygdalin 3 g. Dia kemudian menganlami
takikardia, kejang Dan asidosis laktat Yang Berat, Dan Dibutuhkan intuba tion Dan
ventilasi. Keracunan sianida didiagnosis Dan besarbesaran Sembuh Penghasilan kena
pajak diberi arang Aktif Dan hydroxocobalamin intravena 5 g Lebih Dari 30 menit.

MEKANISME

tampaknya TIDAK ADA Laporan toksisitas sianida serius DENGAN dosis amygdalin
Hingga 6 g Sehari. Hidrolisis amygdalin DAPAT menghasilkan Sampai 6% hidrogen sianida
sehingga dosis 3 g mungkin Bisa menghasilkan Sampai 180 mg sianida, Yang berada di
differences estimasi dosis Berpotensi Mematikan Dari 50 Sampai100 mg. Amygdalin
dihidrolisis dengan adanya beta-glucosidases, Yang biasanya TIDAK Hadir hearts Saluran
pencernaan Bagian differences untuk review Mantan apapun tenda. Namun, hidrolisis
amygdalin hearts usus ditingkatkan Diposkan askorbat asam Dan dianggap kemungkinan
bahwa dosis vitamin C Tinggi (LEBIH Dari 3 g Sehari) diambil Diposkan Pasien
mengakibatkan hidrolisis Cukup amygdalin untuk review menghasilkan Tingkat Beracun
sianida. 1 Selain ITU, Tubuh took sistein, Yang memfasilitasi sianida detoksifikasi, Yang
Habis Oleh vitamin C.

MANAJEMEN

Meskipun Suami tampaknya Menjadi Satu-Satunya Laporan klinis Interaksi Suami,


cy-anide keracunan Yang Berhubungan DENGAN amygdalin Telah dilaporkan. Itu akan
Oleh KARENA ITU tampaknya Bijaksana untuk review menghindari PENGGUNAAN
bersamaan vitamin C. Laetrile, Yang merupakan Produk terutama terdiri Dari amygdalin,
akan diharapkan untuk review berinteraksi sama DENGAN vitamin C.

2. Ascorbic acid (Vitamin C) + Salicylates

Aspirin mungkin mengurangi penyerapan asam askorbat sekitar sepertiga. Tingkat


salisilat serum tampaknya tidak terpengaruh oleh asam askorbat.

Klinis bukti, mekanisme, pentingnya dan manajemen

Dalam sebuah penelitian pada subyek sehat, kenaikan kadar asam askorbat plasma
lebih 3 jam adalah sekitar sepertiga lebih rendah ketika dosis 500 mg tunggal askorbat
Asam diberikan dengan aspirin 900 mg, bila dibandingkan dengan asam askorbat
sendirian, dan ekskresi asam askorbat adalah sekitar 50% lebih rendah.
Dalam Penelitian lain yang terkendali dengan baik pada subyek sehat, kadar asam
askorbat dalam mukosa lambung, plasma dan urin pada hari ke 7 tidak signifikan berbeda
ketika asam askorbat 480 mg tiga kali sehari diberikan dengan aspirin 800 mg tiga kali
sehari, jika dibandingkan dengan asam askorbat saja. Namun, aspirin 800 mg tiga kali
sehari, diberikan tanpa asam askorbat suplementasi, mengurangi tingkat asam askorbat.
2 Ada beberapa bukti bahwa farmakodinamik, pada subyek sehat, asam askorbat
melemahkan lambung lesi mukosa terlihat dengan aspirin. 3

Studi lain, dalam 9 subyek sehat, menemukan bahwa asam askorbat 1 g tiga kali
sehari tidak signifikan mempengaruhi kadar serum salisilat dalam menanggapi salisilat
kolin. 4 Pentingnya klinis dari kemungkinan penurunan kadar asam askorbat tidak pasti.
Ia telah mengemukakan bahwa kebutuhan fisiologis normal 30 sampai 60 mg asam
askorbat harian mungkin perlu ditingkatkan untuk 100 sampai 200 mg sehari dengan
adanya terapi aspirin jangka panjang.

3. Betacarotene + Colchicine

Efek yang diinginkan dari suplementasi betakaroten dapat dikurangi pada mereka
yang memakai colchicine.

BUKTI KLINIS

Dosis terbagi dari colchicine 1,9 mg 3,9 mg sehari mengurangi kadar serum
betakaroten 10 000 unit setiap hari (sekitar 6 mg) di 5 subyek obesitas. Tingkat kembali
normal ketika colchicine dihentikan. 1 Namun, dalam studi lain, penggunaan jangka
panjang dari colchicine 1 mg sampai 2 mg setiap hari selama 3 tahun telah tidak
berpengaruh pada kadar serum yang berasal dari diet karoten dalam 12 pasien dengan
demam Mediterania familial.
MEKANISME

Mekanismenya belum jelas. Colchicine menyebabkan malabsorpsi reversibel di


saluran pencernaan dengan mengganggu fungsi sel epitel dan menghambat proliferasi
sel. Hal ini juga menurunkan kadar serum kolesterol dalam Studi pertama. Semua faktor
ini bisa memiliki efek pada penyerapan betakaroten, yang sebagian besar berlangsung di
mukosa gastrointestinal dan distribusi yang tergantung pada kehadiran lipoprotein.

MANAJEMEN

Bukti untuk interaksi yang mungkin antara betakaroten dan colchicine terbatas
untuk dua studi yang relatif lama. Sementara penyerapan betakaroten tambahan
tampaknya berkurang, betakaroten tertelan sebagai bagian dari diet normal tampaknya
tidak terpengaruh. Berdasarkan dua temuan ini, dan Fakta bahwa ada variasi antar besar
dalam penyerapan betakaroten, sulit untuk merekomendasikan perjalanan klinis
tindakan selain menjadi menyadari bahwa efek yang diinginkan dari suplementasi
betakaroten dapat dikurangi pada mereka yang memakai colchicine.

4. CALCIUM COMPOUNDS + PROTON PUMP INHIBITORS


Sebuah studi pada wanita lanjut usia menemukan bahwa omeprazole mengurangi
penyerapan kalsium dari dosis tunggal kondisi underfasting kalsium karbonat. Namun,
dalam studi lain, omeprazole tidak mempengaruhi penyerapan kalsium dari makanan tes
yang disertakan susu dan keju. Lainnya inhibitor pompa proton mungkin memiliki sejenis
efek.

BUKTI KLINIS
Dalam sebuah studi double-blind, 18 wanita lanjut usia (usia rata-rata 76 tahun)
diberi multivitamin yang mengandung vitamin D 400 unit setiap hari dan baik omeprazole
20 mg setiap hari atau plasebo selama 7 hari dan kemudian lagi dengan kalsium karbonat
(elemental kalsium 500 mg) setelah semalam cepat. Suplemen kalsium telah ditahan
selama satu minggu sebelum penelitian. Penyerapan pecahan dari kalsium karbonat dosis
tunggal adalah menurun sekitar 60% oleh omeprazole (dari 9,1% dengan plasebo menjadi
3,5% dengan omeprazole). 1 Sebaliknya, dalam studi lain, dosis yang lebih tinggi 40-mg
omeprazol tidak mempengaruhi penyerapan kalsium dari makanan (535 mg dari makanan
tes termasuk susu dan keju). 2

MEKANISME

In vitro, disintegrasi kalsium karbonat dan pembubaran tergantung pH, menurun


dari 96% pada pH 1-23% pada pH 6,1. 3 Oleh karena itu meningkatkan pH karena
omeprazole bisa mengurangi penyerapan kalsium. Namun, kalsium penyerapan
tergantung pada faktor-faktor lain seperti makanan, dosis kalsium dan usia subjek.
Penyerapan kalsium pada wanita menurun dengan bertambahnya usia.

MANAJEMEN

Penelitian pada wanita lanjut usia menemukan berkurang penyerapan kalsium di


hadapan omeprazole. Lainnya inhibitor pompa proton mungkin diharapkan untuk
bertindak sama, sebagai mekanisme tampaknya berhubungan dengan pH lambung.
Namun, penelitian lain menemukan bahwa omeprazole tidak mempengaruhi penyerapan
kalsium dari makanan. Oleh karena itu faktor yang dapat mempengaruhi penyerapan
kalsium lainnya dari pH lambung, termasuk usia pasien, dosis kalsium, dan makanan juga
harus dipertimbangkan ketika menilai kemungkinan interaksi. Penelitian lebih diperlukan
untuk menilai relevansi klinis interaksi potensial ini.
5. FOLIC ACID + SULFASALAZINE

Sulfasalazine dapat mengurangi penyerapan asam folat.

KLINIS BUKTI, MEKANISME, PENTINGNYA DAN MANAJEMEN

Penyerapan asam folat berkurang sekitar sepertiga (dari 65% menjadi 44,5%) pada
pasien dengan ulseratif kolitis granulomatosa dan, bila dibandingkan dengan subyek
sehat, dan bahkan berkurang jauh (turun ke 32%) ketika sulfasalazine diambil. Studi lain
menegaskan bahwa folat serum tingkat lebih rendah pada pasien dengan kolitis ulserativa
mengambil sulfasalazine, dan bahwa mekanisme itu merupakan penurunan penyerapan
folat membawa oleh sulfasalazine. Sulfasalazine juga diketahui mengganggu metabolisme
folat.

Hal ini juga ditetapkan bahwa sulfasalazine adalah, jarang, terkait dengan darah
diskrasia karena kekurangan folat dan juga toksisitas hematologis lain, dan jumlah darah
rutin akibatnya dianjurkan untuk mendeteksi ini. Efek dari kekurangan folat (misalnya
makrositosis, pansitopenia) dapat dinormalisasi dengan memberikan asam folat atau
asam folinic.

6. IRON COMPOUNDS + ANTACIDS


Penyerapan zat besi dan respon hematologi yang diharapkan besi dapat dikurangi dengan penggunaan
bersamaan antasida.

MEKANISME
Pasti. Salah satu saran adalah bahwa perubahan magnesium sulfat sulfat besi
menjadi kurang mudah diserap garam, atau meningkatkan polimerisasi nya. Karbonat
mungkin menyebabkan pembentukan kompleks besi larut buruk. Hidroksida Aluminium
diyakini untuk mengendapkan besi hidroksida dan ion besi dapat menjadi diselingi ke
kristal aluminium hidroksidakisi, meninggalkan kurang tersedia untuk penyerapan.

MANAJEMEN
Informasi terbatas dan sulit untuk menilai karena banyak variable (misalnya dosis
yang berbeda mulai dari yang sangat kecil untuk mereka meniru overdosis, dan campuran
mata pelajaran dan pasien). Namun, wajar 'selimut tindakan pencegahan 'untuk
mencapai penyerapan maksimal akan memisahkan administrasi persiapan besi dan
antasida sebanyak mungkin untuk menghindari campuran dalam usus. Ini mungkin tidak
membuktikan menjadi yang diperlukan dengan beberapa persiapan. Misalnya,
polymaltose besi tampaknya tidak terpengaruh oleh aluminium hidroksida.
Pertimbangkan juga 'senyawa besi + Kalsium senyawa', p.1405, untuk efek dari senyawa
kalsium, beberapa di antaranya dapat digunakan sebagai antasida.

7. IRON COMPOUNDS + CALCIUM COMPOUNDS


Kalsium karbonat dan kalsium asetat (dalam dosis besar) sederhana mengurangi
penyerapan zat besi dari besi sulfat.

KLINIS BUKTI, MEKANISME, DAN MANAJEMEN

Dalam sebuah studi dosis tunggal dalam 23 puasa subyek sehat, bioavailabilitas
besi dari besi sulfat 200 mg berkurang sebesar 27% oleh kalsium asetat 2,7 g, dan 19%
oleh kalsium karbonat 3 g.

Sebuah studi pada subyek sehat yang ringan kekurangan zat besi (karena darah
donasi atau menstruasi) menemukan bahwa kalsium karbonat 500 mg berkurang
penyerapan 10 atau 20 mg besi sulfat oleh dua pertiga. Sebaliknya penyerapan zat besi
dari multivitamin dan mineral persiapan sedikit dipengaruhi oleh apakah atau tidak tablet
mengandung 200 mg kalsium (kalsium karbonat).

Disarankan bahwa kalsium dapat membentuk kompleks larut dengan besi,


sehingga mengurangi penyerapan. Bukti terbatas, tetapi secara umum tampak bahwa
dosis besar senyawa kalsium (500 mg kalsium atau lebih) dapat mengurangi penyerapan
besi; ini akan diharapkan relevan secara klinis. Idealnya temuan penelitian menggunakan
kalsium dalam dosis yang mengikat fosfat perlu replicating klinis, yaitu, dalam kelompok
pasien yang tepat mengambil kalsium senyawa jangka panjang dengan makanan.

8. IRON COMPOUNDS + H2-RECEPTOR ANTAGONISTS


Terlepas dari laporan singkat dan belum dikonfirmasi menyatakan bahwa
cimetidine mengurangi respon terhadap besi sulfat, tampaknya ada bukti lain yang
antagonis H 2 reseptor mengurangi penyerapan zat besi pada tingkat klinis yang relevan.
Besi menyebabkan hanya pengurangan kecil dan klinis tidak relevan dalam tingkat serum
simetidin dan famotidine.

KLINIS BUKTI, MEKANISME, DAN MANAJEMEN

(a) Efek pada besi

Sebuah laporan singkat menjelaskan 3 pasien yang memakai cimetidine 1 g dan


besi sulfat 600 mg setiap hari, yang bisul sembuh setelah 2 bulan tetapi yang anemia dan
metabolisme zat besi diubah bertahan. Ketika cimetidine dikurangi 400 mg sehari gambar
darah diselesaikan dengan memuaskan dalam waktu satu bulan, tanpa perubahan dalam
dosis besi. 1 Penulis laporan itu dikaitkan Tanggapan ini untuk kenaikan simetidin-induced
pada pH lambung, yang mengurangi penyerapan besi. Namun, mekanisme yang
disarankan ini kemudian dibantah, zat besi obat sudah di paling diserap membentuk, Fe
2+, dan jadi tidak perlu lingkungan asam untuk membantu penyerapan. Sebuah studi
pada pasien dengan defisiensi besi, atau anemia defisiensi besi, ditemukan bahwa
penggunaan bersamaan famotidine, nizatidin, atau ranitidine, tidak mempengaruhi
respon mereka terhadap 2,4 g besi kompleks suksinil-protein (setara dengan 60 mg zat
besi dua kali sehari). Tidak ada tindakan pencegahan khusus akan tampak diperlukan pada
penggunaan bersamaan.

(b) Efek pada reseptor H2 antagonis

Dalam serangkaian tiga studi, subyek sehat diberi cimetidine 300 mg dengan besi
sulfat 300 mg, baik sebagai tablet atau solusi. Penurunan AUC dan kadar serum
maksimum cimetidine kecil (kurang dari 16%). Pada percobaan ketiga mereka diberi
famotidine 40 mg dengan besi sulfat 300 mg (sebagai tablet). Sekali lagi, AUC dan
pengurangan tingkat serum maksimum juga sangat kecil (10% atau kurang). Pengurangan
ini kecil hampir pasti karena pembentukan lemah kompleks antara besi dan ini H 2
antagonis reseptor. Sebuah Penelitian in vitro dengan ranitidin menemukan bahwa,
sementara itu juga mengikat dengan besi, membentuk kompleks sangat lemah, dan
kurang cenderung mengikat dari simetidin atau famotidine. Disimpulkan bahwa tidak ada
interaksi klinis yang relevan terjadi antara besi sulfat dan semua ini H 2 antagonis
reseptor.

9. IRON COMPOUNDS OR VITAMIN B12 + CHLORAMPHENICOL


Selain tulang serius dan berpotensi fatal sumsum depresi yang dapat terjadi
dengan kloramfenikol, juga dapat menyebabkan lebih ringan, reversibel depresi sumsum
tulang, yang dapat menentang pengobatan anemia dengan besi atau vitamin B 12.

BUKTI KLINIS
Dua pasien yang menerima dekstran besi untuk anemia defisiensi besi dan juga
diberikan lisan kloramfenikol 3 g sehari, tidak memiliki respon hematologi yang
diharapkan besi. 1 Empat pasien yang menerima vitamin B 12 untuk anemia pernisiosa
semua sama tahan api untuk besi dekstran sampai kloramfenikol (52-60 mg / kg selama
3 sampai 7 hari) ditarik.

MEKANISME

Kloramfenikol dapat menyebabkan dua bentuk depresi sumsum tulang. Satu


adalah serius dan tidak dapat diubah, dan dapat mengakibatkan anemia aplastik yang
fatal, sedangkan yang lain mungkin tidak berhubungan, lebih ringan dan reversibel, dan
tampaknya terjadi pada tingkat serum kloramfenikol dari 25 mikrogram / mL atau lebih.
Hal ini terjadi karena kloramfenikol dapat menghambat sintesis protein, tanda pertama
yang merupakan penurunan jumlah retikulosit, yang mencerminkan merah tidak
memadai pematangan sel. Tanggapan ini terhadap kloramfenikol telah terlihat di orang
yang sehat, serangkaian pasien dengan penyakit hati, 3 dan pada pasien
anemia menerima dekstran besi atau vitamin B 12.

MANAJEMEN

Interaksi didirikan penting secara klinis. Para penulis studi satumerekomendasikan


bahwa dosis kloramfenikol dari 25 sampai 30 mg / kg biasanya cukup untuk mengobati
infeksi tanpa menjalankan risiko mengangkat tingkat serum sampai 25 mikrogram / mL
atau lebih, yang ketika jenis depresi sumsum dapat terjadi. Memonitor efek dari
menggunakan besi atau vitamin B 12 bersama-sama dengan kloramfenikol. Sebuah
alternatif yang lebih akan menggunakan antibakteri yang berbeda. Catatan kloramfenikol
yang seharusnya tidak digunakan dalam pasien dengan depresi sumsum tulang yang
sudah ada atau diskrasia darah.
10. MELATONIN + CAFFEINE

Kafein meningkatkan kadar melatonin baik endogen dan oral.

BUKTI KLINIS

Dalam sebuah penelitian Crossover, 12 subyek sehat diberi dosis 200 mg tunggal
kafein (setara dengan satu besar atau dua cangkir kecil kopi), 1 jam sebelum dan 1 dan 3
jam setelah dosis oral 6-mg tunggal melatonin. Kafein meningkatkan rata-rata AUC dan
maksimum tingkat melatonin oleh 120% dan 137%, masing-masing, meskipun paruh
melatonin tidak secara signifikan terpengaruh. Interaksi ini kurang diucapkan pada
perokok (6 subjek) dibandingkan non-perokok (6 subjek). Dalam sebuah penelitian
serupa, mengambil kafein 12 atau 24 jam sebelum melatonin tidak mempengaruhi
melatonin yang tingkat, meskipun 2 mata pelajaran telah mengangkat tingkat melatonin
ketika kafein adalah diambil 12 jam, tapi tidak 24 jam, sebelum melatonin.

Dalam 12 subyek sehat diberi dosis 200 mg tunggal kafein, diambil di malam,
endogen, kadar melatonin nokturnal yang ditemukan meningkat, dan AUC melatonin
meningkat sebesar 32%.

MEKANISME

Kafein diperkirakan mengurangi metabolisme melatonin dengan bersaing untuk


metabolisme oleh sitokrom P450 isoenzim CYP1A2.

MANAJEMEN

Interaksi antara kafein dan melatonin tampaknya didirikan. Melatonin diproduksi


oleh kelenjar pineal dalam tubuh dan juga tersedia sebagai suplemen di beberapa bagian
dunia; Namun, efek penggunaan jangka panjang dari suplemen ini tidak diketahui. Dari
penelitian di atas, tampak bahwa kafein secara signifikan meningkatkan kadar dosis
tunggal melatonin tambahan, namun efek jangka panjang kafein padabeberapa dosis
melatonin tidak tampaknya telah dipelajari. Melatonin dapat menyebabkan kantuk ketika
diambil sendiri, sehingga pasien yang mengambil melatonin harus diperhatikan bahwa
efek ini dapat ditingkatkan (karena peningkatan kadar melatonin) jika mereka juga
mengambil kafein, termasuk yang dari minuman. Meningkat mengantuk ini mungkin
menentang efek merangsang kafein, atau alternatif kafein dapat mengurangi efek
penenang dari saya latonin; hasil penggunaan bersamaan tampaknya tidak telah
dipelajari.

11. MELATONIN + MISCELLANEOUS

Alkohol dapat mengurangi efek melatonin pada tidur. Penggunaan bersamaan


imipramine dan melatonin dapat menyebabkan peningkatan CNS efek. Cimetidine sedikit
meningkatkan kadar melatonin. Psoralens diperkirakan meningkatkan kadar melatonin.

KLINIS BUKTI, MEKANISME, DAN MANAJEMEN

(a) Alkohol

Produsen melatonin mencatat secara singkat bahwa alkohol mengurangi


efektivitas melatonin pada tidur, dan bahwa hal itu tidak harus diambil dengan melatonin.
Mengingat efek yang dikenal alkohol pada tidur, jika melatonin adalah menjadi diambil
untuk meningkatkan kualitas tidur maka ini adalah saran yang masuk akal.

(b) Cimetidine

Dalam sebuah studi dosis tunggal dikendalikan, cimetidine 800 mg meningkat


plasma konsentrasi melatonin setelah dosis 2 mg oral (besarnya tidak disebutkan),
sedangkan kadar plasma dari simetidin tidak terpengaruh. The farmakodinamik
melatonin tidak terpengaruh. 2 Cimetidine adalah inhibitor lemah dari sitokrom P450
isoenzim CYP1A2, dimana melatonin pada prinsipnya dimetabolisme. Hasil penggunaan
Oleh karena bersamaan di mengangkat melatonin tingkat. Namun, seperti cimetidine
adalah inhibitor CYP1A2 yang lemah, interaksi farmakokinetik akan tidak mungkin relevan
secara klinis. Namun demikian, produsen merekomendasikan hati-hati. Menyadari
kemungkinan Interaksi jika ada peningkatan efek samping dari melatonin (misalnya
iritabilitas, mulut kering, pusing) pada penggunaan bersamaan. Lainnya antagonis H 2
reseptor tidak mungkin untuk berinteraksi karena mereka tidak diketahui memiliki efek
enzim menghambat.

(c) psoralens

Produsen sebentar mencatat bahwa Methoxsalen dan 5-methoxypsoralen


menghambat metabolisme melatonin dan meningkatkan tingkat nya (besarnya tidak
disebutkan). 1 Perhatikan bahwa 5-methoxypsoralen telah terbukti meningkatkan tingkat
melatonin endogen (satu studi yang dikutip sebagai contoh 3).

Psoralens adalah inhibitor poten dari isoenzim sitokrom P450 CYP1A2 oleh yang
melatonin pada prinsipnya dimetabolisme, dan karena itu Penggunaan bersamaan dapat
diharapkan untuk meningkatkan kadar melatonin. Produsen melatonin
merekomendasikan hati-hati pada penggunaan bersamaan, yang tampaknya bijaksana
sebagai efek samping dari melatonin dapat ditingkatkan. Interaksi hanya akan berlaku
untuk psoralens ini digunakan secara oral, dan bukan ketika mereka digunakan secara
topikal. Menyadari interaksi mungkin jika ada peningkatan dalam efek samping dari
melatonin (misalnya mudah marah, mulut kering, pusing) pada pasien juga mengambil
psoralen.

(d) Tricyclics

Dalam sebuah studi dosis tunggal dikendalikan, tidak ada interaksi farmakokinetik
antara melatonin 2 mg dan 75 mg imipramine. Namun, ada interaksi farmakodinamik
mungkin, dengan perasaan peningkatan ketenangan dan kesulitan dalam tugas
melakukan (terdefinisi) bila dibandingkan dengan imipramine saja. Hal ini dapat
berpotensi terjadi dengan semua trisiklik. Pasien harus diperingatkan tentang efek aditif
mungkin.

12. MELATONIN + TOBACCO

Tembakau merokok mengurangi tingkat melatonin.

KLINIS BUKTI, MEKANISME, MANAJEMEN

Dalam sebuah penelitian di 8 perokok tembakau, AUC dosis 25 mg tunggal


melatonin adalah tiga kali lipat lebih tinggi ketika hampir melatonin itu diambil setelah 7
hari puasa merokok daripada ketika diambil sambil merokok.

Konstituen asap tembakau kecil sampai sedang induser dari sitokrom P450
isoenzim CYP1A2, dimana melatonin adalah terutama dimetabolisme.

Temuan penelitian ini menunjukkan bahwa melatonin mungkin tidak efektif pada
perokok. Menyadari kemungkinan ini, dan mempertimbangkan untuk mencoba sebuah
meningkat dosis melatonin jika tidak efektif dalam perokok.

13. VITAMIN D SUBSTANCES + ANTIEPILEPTICS; ENZYME-INDUCING

Penggunaan jangka panjang dari carbamazepine, phenytoin, fenobarbital, atau


primidone dapat mengganggu vitamin D dan metabolisme kalsium dan dapat
mengakibatkan osteomalacia. Ada beberapa laporan dari pasien mengambil suplemen
vitamin D yang menanggapi buruk untuk vitamin pengganti saat mengambil fenitoin atau
barbiturat. Serum tingkat fenitoin tidak diubah oleh vitamin D.

BUKTI KLINIS
Sebuah 16-tahun dengan grand mal epilepsi dan hipoparatiroidisme idiopatik
tidak memadai menanggapi alfacalcidol 10 mikrogram setiap hari dan kalsium 6 sampai
12 g sehari, rupanya karena fenitoin 200 mg dan primidone 500 mg setiap hari juga
diambil. Namun, ketika dihydrotachysterol 0,6-2,4 mg sehari diberikan tingkat kalsium
yang normal dicapai.

Laporan lainnya menggambarkan pasien respon yang dosis biasa vitamin D adalah
miskin, karena penggunaan bersamaan fenitoin dan fenobarbital atau primidone. 2-4
Laporan lainnya jelas menunjukkan kadar serum rendah kalsium, kadar vitamin D serum
rendah, osteomalacia, dan struktur tulang perubahan dengan adanya fenitoin.
Carbamazepine mungkin memiliki efek yang sama, tetapi bukti kurang meyakinkan.

Sebuah studi terkontrol di 151 pasien epilepsi mengambil fenitoin dan kalsium
menemukan bahwa penambahan 2000 unit vitamin D 2 hari selama Periode 3 bulan tidak
berpengaruh signifikan terhadap tingkat fenitoin serum.

MEKANISME

Efek enzim-inducing dari fenitoin dan antiepileptics lainnya meningkatkan


metabolisme vitamin D, sehingga mengurangi efek dan metabolisme kalsium
mengganggu. Selain itu, fenitoin mungkin dapat mengurangi penyerapan kalsium dari
usus.

MANAJEMEN

Gangguan metabolisme kalsium oleh fenitoin dan antiepileptics enzymeinducing


lainnya sangat mapan, tetapi ada hanya beberapa laporan menggambarkan respon yang
buruk terhadap vitamin D. Efek bersamaan pengobatan harus dipantau dengan baik.
Mereka yang membutuhkan suplemen vitamin D mungkin mungkin perlu lebih besar dari
dosis biasa.
14. VITAMINS + ORLISTAT
Orlistat menurunkan penyerapan betakaroten tambahan dan vitamin E. Ada
beberapa bukti yang menunjukkan bahwa beberapa pasien mungkin memiliki tingkat
vitamin D rendah saat mengambil orlistat, bahkan jika mereka juga mengambil
multivitamin.

BUKTI KLINIS

Studi pada subyek sehat telah menemukan bahwa sekitar dua pertiga dari dosis
tambahan betakaroten dan kira-kira setengah dosis vitamin E (D-tokoferol) diserap di
hadapan orlistat, sedangkan penyerapan vitamin A tidak terpengaruh. Dalam studi
pertama, betakaroten adalah diberikan dalam waktu sekitar 30 menit dari orlistat,
sedangkan di kedua, suplemen vitamin diberikan pada waktu yang sama seperti orlistat.
Di lain studi, 17 remaja obesitas diberi orlistat 120 mg tiga kali sehari dengan makanan
dan multivitamin harian (mengandung vitamin A, D, E, dan K) yang akan diambil pada
malam hari. Tingkat vitamin A, E dan K tidak signifikan diubah lebih dari 6 bulan
penggunaan orlistat, tetapi konsentrasi vitamin D turun setelah bulan pertama, tetapi
telah kembali ke baseline oleh 3 bulan. Tiga mata pelajaran vitamin tambahan (semua
Afrika-Amerika) yang diperlukan D suplementasi, tetapi semua memiliki asupan makanan
rendah vitamin D.

MEKANISME

Orlistat mengurangi penyerapan lemak dari makanan dengan menghambat lipase


gastrointestinal. Akibatnya, mengurangi penyerapan vitamin larut lemak.

PENTINGNYA DAN MANAJEMEN

Mapan interaksi. Untuk memaksimalkan penyerapan vitamin, produsen


merekomendasikan bahwa setiap persiapan multivitamin harus diambil pada minimal 2
jam sebelum atau setelah orlistat, seperti pada waktu tidur. Produsen AS menunjukkan
bahwa pasien yang memakai orlistat harus disarankan untuk mengambil multivitamin,
karena kemungkinan mengurangi tingkat vitamin. Catatan bahwa penulis studi pada
remaja menunjukkan bahwa pemantauan vi Tamin D mungkin diperlukan, bahkan jika
multivitamin diberikan.

15. ZINC COMPOUNDS + IRON COMPOUNDS

Beberapa studi menunjukkan bahwa pemberian zat besi dengan seng dapat
mengurangi bioavailabilitas besi dan / atau seng, namun penelitian lain menunjukkan
bahwa dikombinasikan suplementasi adalah nilai dalam mengurangi kekurangan
mikronutrien tersebut.

BUKTI KLINIS

Dalam sebuah penelitian, 549 bayi Indonesia diberi suplemen makanan dari usia 6
bulan sampai usia 12 bulan dengan baik besi 10 mg (sebagai besi sulfat), seng 10 mg (seng
sulfat), besi 10 mg ditambah zinc 10 mg, atau plasebo. Setelah suplementasi, kelompok
besi dan besi ditambah seng kelompok memiliki tingkat hemoglobin 11,9 g / dL dan 11,5
g / dL masing-masing dan feritin serum 46,5 mikrogram / L dan 32,3 mikrogram / L masing-
masing. Tingkat hemoglobin pada kelompok yang menerima seng dan besi tidak signifikan
berbeda dari kelompok plasebo.

Dalam sebuah penelitian di 14 subyek sehat, besi 500 mikrogram (sebagai solusi
sulfat besi) diberikan sendiri atau dengan seng 590 mikrogram (seng sulfat) pada hari 1,
dan besi 10 mg diberikan sendiri atau dengan seng 11,71 mg pada hari 14. Pada dosis
rendah, seng tidak mempengaruhi bioavailabilitas besi, tetapi pada dosis yang lebih
tinggi, bioavailabilitas besi berkurang 56%.

Studi lain pada pasien ileostomy diberikan zinc 12 mg saja, dengan besi 100 mg
atau 400 mg (sebagai glukonat besi) pada tiga hari berturut-turut, penyerapan seng
ditemukan adalah 44% bila diberikan sendiri dan secara signifikan menurun menjadi 26%
dan 23% bila diberikan dengan besi 100 mg atau 400 mg, masing-masing.

MEKANISME

Satu studi menunjukkan bahwa zat besi mempengaruhi penyerapan seng dalam
dosis-tergantung cara. bioavailabilitas Mengurangi suplemen zat besi ketika diberikan
dengan zinc mungkin tergantung pada jumlah total dari kedua zat besi dan seng di usus,
seperti pada dosis tinggi, tetapi dosis tidak rendah, seng tampaknya mempengaruhi
bioavailabilitas besi. Dalam beberapa penelitian pada bayi dan anak-anak, telah
menyarankan bahwa usia anak dan status serum seng awal sebagian dapat menjelaskan
perbedaan dalam efek dilaporkan. Suplementasi zat besi mungkin memiliki efek lebih
besar pada kadar hemoglobin dalam anak laki-laki dari pada anak perempuan.

MANAJEMEN

Besi dan kekurangan seng merupakan masalah global dan mereka sering hidup
berdampingan. Beberapa studi menunjukkan bahwa pemberian zinc dengan besi
mungkin tidak meningkatkan status zat besi sebanyak besi diberikan saja, sementara yang
lain menyarankan Status seng mungkin terpengaruh secara negatif jika diberikan dengan
besi. Meski begitu, beberapa studi menemukan bahwa pemberian zat besi dan seng
adalah gabungan menguntungkan, bahkan jika tidak optimal. Satu studi menunjukkan
bahwa suplementasi zinc memiliki positif efek pada pertumbuhan jika kadar hemoglobin
yang rendah dan status zat besi juga benar. Ia telah mengemukakan bahwa program
suplementasi yang menyediakan besi dan seng bersama-sama adalah cara yang efisien
untuk menyediakan mikronutrien, memberikan manfaat suplementasi individu tidak
hilang, tetapi Penelitian diperlukan sebelum program tersebut dapat didirikan
Daftar Makanan yang Harus Dihindari Dulu Saat Sedang Minum Obat
Oleh Arinda Veratamala Informasi kesehatan ini sudah direview dan diedit oleh: dr. Yusra Firdaus -
Dokter Umum

 Klik untuk membagikan di Facebook(Membuka di jendela yang baru)


 Klik untuk berbagi pada Twitter(Membuka di jendela yang baru)
 Klik untuk berbagi pada Tumblr(Membuka di jendela yang baru)
 Klik untuk berbagi di Linkedln(Membuka di jendela yang baru)
 Klik untuk berbagi di Line new(Membuka di jendela yang baru)

Apakah Anda selalu membaca petunjuk pemakaian obat sebelum minum obat? Sebaiknya ini
selalu Anda lakukan. Mengapa? Karena agar obat yang masuk ke tubuh Anda bisa bekerja
dengan baik dan tidak menimbulkan efek samping apapun. Obat bisa berinteraksi dengan zat lain
yang masuk ke tubuh Anda, seperti zat dalam makanan. Interaksi obat dan makanan ini bisa
menimbulkan perubahan dalam bagaimana obat bekerja.
Apa akibat dari interaksi obat dan makanan?

Beberapa hal yang bisa diakibatkan karena interaksi obat dan makanan adalah:

 Mencegah obat bekerja dengan seharusnya


 Mengubah bagaimana tubuh Anda menggunakan makanan
 Menyebabkan efek samping obat menjadi lebih buruk atau malah lebih baik
 Menyebabkan efek samping baru

Apa saja interaksi obat dan makanan yang paling umum terjadi?

Obat dan makanan tidak dapat dipisahkan. Saat minum obat biasanya Anda diharuskan makan
terlebih dahulu atau setelahnya. Namun, Anda harus mengetahui interaksi obat dan makanan.
Berikut ini merupakan beberapa interaksi obat dan makanan yang umum terjadi.

1. Susu atau produk susu dengan antibiotik

Susu atau produk susu (seperti keju dan yogurt) dapat mencegah penyerapan beberapa antibiotik,
seperti tetrasiklin dan ciprofloxacin. Kalsium dalam susu dan produk susu dapat mengikat
antibiotik pada lambung dan usus kecil bagian atas untuk membentuk senyawa yang dapat larut.
Sehingga, penyerapan antibiotik oleh tubuh dapat terganggu.

Untuk mencegah hal ini terjadi, Anda disarankan untuk minum antibiotik satu jam sebelum atau
dua jam setelah makan. Anda mungkin tidak perlu benar-benar menghindari susu.

2. Grapefruit (jeruk bali merah) dengan beberapa obat

Jeruk bali merah dapat berinteraksi dengan beberapa obat. Salah satunya adalah dengan statin
(obat penurun kolesterol). Jeruk bali merah dapat meningkatkan jumlah obat statin dalam darah,
sehingga dapat menyebabkan efek samping yang lebih besar.

Jeruk bali merah juga dapat berinteraksi dengan obat golongan calcium channel blockers (obat
untuk tekanan darah tinggi), seperti felodipine, nicardipine, nisoldipine, amlodipine, diltiazem,
dan nifedipine. Jeruk ini dapat mengganggu pemecahan obat-obat tersebut, sehingga malah dapat
menyebabkan tekanan darah menjadi lebih tinggi.

Beberapa jenis obat lain juga dapat berinteraksi dengan jeruk bali merah ini. Di antaranya adalah
antihistamin, obat pengganti tiroid, obat kontrasepsi, obat penghambat asam lambung, dan obat
penekan batuk dekstrometorfan. Anda disarankan untuk menghindari jeruk bali merah saat
mengonsumsi obat-obatan ini.

Senyawa yang disebut furanocoumarin dalam jeruk bali merah dapat mengubah karakteristik dari
obat. Sehingga, kadar obat dalam darah dapat lebih tinggi atau lebih rendah dan menimbulkan
efek samping.

3. Sayuran hijau (vitamin K) dengan warfarin


Warfarin adalah obat pengencer darah yang dapat membantu mencegah pembekuan darah. Obat
ini bekerja dengan cara mengganggu vitamin K-faktor pembekuan darah dependen. Sehingga,
mengonsumsi sayuran hijau yang mengandung vitamin K tinggi dapat menurunkan kinerja obat
warfarin ini.

Beberapa sayuran hijau yang mengandung vitamin K tinggi adalah bayam, kale, sawi, brokoli,
asparagus, lobak hijau, dan kol brussel. Namun, bukan berarti Anda harus benar-benar
menghindari sayuran ini. Justru, Anda harus secara konsisten mengonsumsi sayuran ini sesuai
kebiasaan makan Anda sehari-hari. Pengurangan atau peningkatan asupan sayuran hijau ini
secara tiba-tiba di luar kebiasaan makan Anda malah dapat menyebabkan masalah.

4. Cokelat dengan monoamine oxidase inhibitor (MAOI)

MAOI adalah obat untuk mengobati depresi dan penyakit Parkinson. Obat ini bekerja dengan
cara menghambat pemecahan asam amino tyramine dalam darah. Karena asam amino tyramine
yang tinggi dalam darah dapat menyebabkan peningkatan tekanan darah. Sehingga,
mengonsumsi makanan yang mengandung kadar tyramine tinggi, seperti cokelat, dapat
mengganggu kerja obat ini. Selain cokelat, makanan lain yang tinggi tyramine adalah daging
fermentasi, seperti pepperoni, sosis, dan ham.

Baca Juga:

 Jangan Biarkan Risiko Efek Samping Jadi Alasan Anda Berhenti Minum Obat
 Terlalu Sering Minum Obat Pereda Nyeri, Bikin Obat Jadi Tak Mempan Lagi
 Apa Bedanya Obat yang Diminum Setelah Makan dan Sebelum Makan?
 Minum Madu Setelah Minum Obat, Boleh atau Tidak?

Anda mungkin juga menyukai