Anda di halaman 1dari 3

Interaksi Obat: Apakah Itu?

Oleh: apt. Lia Lestari, S.Farm

Sebagai tenaga kesehatan tentunya kita sudah sering mendengar tentang interaksi obat,
Interaksi obat adalah reaksi antara dua atau lebih obat atau antara obat dan makanan,
minuman ataupun suplemen. Interaksi obat merupakan suatu faktor yang dapat mempengaruhi
respon tubuh terhadap pengobatan. Interaksi obat dapat dipisahkan menjadi 3 kategori besar,
yaitu:

1. Interaksi obat dengan obat


Dapat terjadi jika dua atau lebih obat bereaksi satu sama lain. Interaksi obat dengan
obat ini dapat menyebabkan pasien mengalami efek samping yang tidak diharapkan.
Sebagai contoh, mengkonsumsi obat golongan sedatif bersamaan dengan obat alergi
(antihistamin) dapat memperlambat reaksi dan dapat membahayakan jika pasien
mengendarai mobil atau mengoperasikan mesin. Secara umum, interaksi obat dengan
obat dapat dibagi menjadi dua yaitu interaksi farmakodinamik dan interaksi
farmakokinetik.
a. Interaksi farmakodinamik adalah interaksi antar obat (yang diberikan bersamaan)
yang bekerja pada reseptor yang sama sehingga menimbulkan efek sinergis atau
antagonis.
b. Interaksi farmakokinetik adalah interaksi antar dua (2) atau lebih obat yang
diberikan bersamaan dan saling mempengaruhi dalam proses ADME (absorpsi,
distribusi, metabolisme, dan eliminasi) sehingga dapat meningkatkan atau
menurunkan salah satu kadar obat dalam darah.
2. Interaksi obat dengan makanan
Interaksi antara obat dan makanan dapat terjadi ketika makanan yang kita makan
mempengaruhi obat yang sedang kita gunakan, sehingga mempengaruhi efek obat
tersebut. Berikut contoh makanan atau minuman yang dapat menyebabkan interksi
dengan obat tertentu:
a. Jus jeruk
Jus jeruk dapat menghambat enzim yang terlibat dalam metabolisme obat sehingga
mengintensifkan pengaruh obat-obatan tertentu. Konsumsi jus jeruk bersamaan
dengan obat penurun kolesterol dapat meningkatkan penyerapan bahan aktifnya
dan dapat menyebabkan kerusakan otot yang parah.
b. Kalsium
Makanan atau minuman yang mengandung kalsium dapat menngurangi penyerapan
antibiotik tetrasiklin
c. Kafein
Kafein dapat meningkatkan risiko overdosis antibiotik tertentu seperti enoxacin,
ciproloxacin dan norfloxacin
3. Interaksi obat dengan kondisi kesehatan
Mengkonsumsi obat selama mengidap kondisi medis tertentu juga bisa menyebabkan
interaksi obat. Contohnya, penggunaan dekongestan hidung pada pasien yang memiliki
tekanan darah tinggi dapat menyebabkan reaksi yang tidak diinginkan.

PENTINGNYA MENGETAHUI POTENSI INTERAKSI OBAT


Banyak interaksi obat tidak berbahaya tetapi banyak juga interaksi yang potensial berbahaya
hanya terjadi pada sebagian kecil pasien. Terlebih, derajat keparahan suatu interaksi bervariasi
dari satu pasien ke pasien lain. Obat-obat dengan indeks terapi sempit (misalnya fenitoin) dan
obat-obat yang memerlukan kontrol dosis yang ketat (antikoagulan, antihipertensi dan
antidiabetes) adalah obat-obat yang paling sering terlibat. Pasien dengan peningkatan risiko
mengalami interaksi obat adalah lansia dan orang-orang dengan gagal ginjal atau hati. Efek dan
tingkat keparahan interaksi obat dapat bervariasi antara pasien yang satu dengan yang lain.
Berbagai faktor dapat mempengaruhi kerentanan pasien terhadap interaksi obat, antara lain, 1)
pasien lanjut usia; 2) pasien yang minum lebih dari satu macam obat; 3) pasien yang
mempunyai gangguan fungsi ginjal dan hati; 4) pasien dengan penyakit akut; 5) pasien dengan
penyakit yang tidak stabil; 6) pasien yang memiliki karakteristik metabolisme tertentu; dan 7)
pasien yang dirawat oleh lebih dari satu dokter

Penatalaksanaan Interaksi Obat


Langkah pertama dalam penatalaksanaan interaksi obat adalah waspada terhadap pasien yang
memperoleh obat-obatan yang mungkin dapat berinteraksi dengan obat lain. Langkah
berikutnya adalah memberitahu dokter dan mendiskusikan berbagai langkah yang dapat
diambil untuk meminimalkan berbagai efek samping obat yang mungkin terjadi. Strategi dalam
penataan obat ini meliputi:

1. Menghindari kombinasi obat yang berinteraksi. Jika risiko interaksi obat lebih besar
daripada manfaatnya, maka harus dipertimbangkan untuk memakai obat pengganti.
2. Menyesuaikan dosis. Jika hasil interaksi obat meningkatkan atau mengurangi efek obat,
maka perlu dilaksanakan modifikasi dosis salah satu atau kedua obat untuk
mengimbangi kenaikan atau penurunan efek obat tersebut.
3. Memantau pasien. Jika kombinasi obat yang saling berinteraksi diberikan, pemantauan
diperlukan.
4. Melanjutkan pengobatan seperti sebelumnya. Jika interaksi obat tidak bermakna klinis,
atau jika kombinasi obat yang berinteraksi tersebut merupakan pengobatan yang
optimal, pengobatan pasien dapat diteruskan tanpa perubahan.
Sumber:

Pusat Informasi Obat Nasional BPOM yang diakses tanggal 18/10/2022 melalui link berikut:
https://pionas.pom.go.id/ioni/lampiran-1-interaksi-obat-0

Drug Interaction, What You Should Know. Council of Family Health.2004.

Anda mungkin juga menyukai