(pharmaceutical care) yang menggambarkan suatu keadaan, dimana profesional kesehatan (apoteker)
menilai adanya ketidaksesuaian pengobatan dalam mencapai terapi yang sesungguhnya (Hepler, 2003)
DRP dibagi menjadi 2 : actual dan potensial, DRP actual adalah masalah yang terjadi seketika saat
pasien menggunakan obat (misalkan alergi dll), dan DRP potensial adalah masalah yang akan terjadi
pada saat setelah penggunaan obat (misalnya kerusakan hati, ginjal, dsb). Ada 8 jenis Drug Related
Problem, yaitu :
1. Indikasi yang tidak ditangani (Untreated Indication)
Ada indikasi penyakit/keluhan pasien yang belum ditangani dalam resep tersebut, misalnya pasien
mengeluh nyeri di persendian, sedang dalam resep tersebut tidak ada obat untuk mengatasi masalah
nyeri tersebut.
2. Pilihan Obat yang Kurang Tepat (Improper Drug Selection)
Pemilihan obat dalam resep kurang tepat (salah obat) dan beresiko, misalnya pasien demam dikasih
antibiotik rifampisin, ini jelas pemilihan bat salah. atau obat yang dipilih memiliki kontraindikasi atau
perhatian (caution) terhadap pasien.
3. Penggunaan Obat Tanpa Indikasi (Drug Use Without Indication)
Obat yang ada dalam resep, tidak sesuai dengan indikasi keluhan penyakit pasien.
4. Dosis Terlalu Kecil (Sub-Therapeutic Dosage)
Dosis obat yang diberikan dalam dosis tersebut terlalu kecil, sehingga efek terapi tidak memadai untuk
mengobati penyakit pasien.
5. Dosis Terlalu Besar (Over Dosage)
Dosis yang diberikan dalam resep terlalu besar, diatas dosis maksimum, hal ini dapat berakibat fatal.
6. Reaksi Obat Yang Tidak Dikehendaki (Adverse Drug Reactions)
Obat yang diberikan memberikan efek samping yang memberatkan kondisi pasien, misalnya captopril
menyebabkan batuk yang mengganggu (efek samping ini tidak selalu terjadi, karena sensitifitas setiap
orang berbeda-beda).
7.Interaksi Obat (Drug Interactions)
Obat-obatan dalam resep saling berinteraksi seperti warfarin dan vitamin K bersifat antagonis, atau obat
dengan makanan semisal susu dan tetrasiklin membentuk khelat/kompleks yang tidak bisa diabsorpsi.
8. Gagal Menerima Obat (Failure to receive medication)
Obat tidak diterima pasien bisa disebabkan tidak mempunyai kemampuan ekonomi, atau tidak percaya
dan tidak mau mengkonsumsi obat-obatan. atau bisa juga disebabkan obat tidak tersedia di apotek
sehingga pasien tidak dapat memperoleh obat.
Dengan adanya DRP diharapkan seorang apoteker menjalankan perannya dengan melakukan screening
resep untuk mengetahui ada atau tidaknya DRP, serta melakukan konseling pada pasien tersebut agar
masalah terkait penggunaan obat dapat diatasi dan pasien dapat mengerti tentang pengobatannya yang
bermuara pada meningkatnya kepatuhan pasien dalam pengobatan yang teratur. Hayo jalankan peranmu
apoteker, tunggu apa lagi :D
INTERAKSI OBAT
Dua atau lebih obat yang diberikan pada waktu bersamaan dapat memberikan efek masing-masing
atau saling berinteraksi. Interaksi tersebut dapat bersifat potensiasi atau antagonis satu obat oleh
obat lainnya, atau kadang dapat memberikan efek yang lain. Interaksi obat yang merugikan
sebaiknya dilaporkan kepada Badan/Balai/Balai Besar POM seperti halnya dengan reaksi obat
merugikan lainnya.
Interaksi Farmakodinamik
Interaksi farmakodinamik adalah interaksi antara obat-obat yang mempunyai efek farmakologi atau
efek samping yang serupa atau yang berlawanan. Interaksi ini dapat disebabkan karena kompetisi
pada reseptor yang sama, atau terjadi antara obat-obat yang bekerja pada sistem fisiologik yang
sama. Interaksi ini biasanya dapat diperkirakan berdasarkan sifat farmakologi obat-obat yang
berinteraksi. Pada umumnya, interaksi yang terjadi dengan suatu obat akan terjadi juga dengan obat
sejenisnya. Interaksi ini terjadi dengan intensitas yang berbeda pada kebanyakan pasien yang
mendapat obat-obat yang saling berinteraksi.
Interaksi Farmakokinetik
Yaitu interaksi yang terjadi apabila satu obat mengubah absorpsi, distribusi, metabolisme, atau
ekskresi obat lain. Dengan demikian interaksi ini meningkatkan atau mengurangi jumlah obat yang
tersedia (dalam tubuh) untuk dapat menimbulkan efek farmakologinya. Tidak mudah untuk
memperkirakan interaksi jenis ini dan banyak diantaranya hanya mempengaruhi pada sebagian
kecil pasien yang mendapat kombinasi obat-obat tersebut. Interaksi farmakokinetik yang terjadi
pada satu obat belum tentu akan terjadi pula dengan obat lain yang sejenis, kecuali jika memiliki
sifat-sifat farmakokinetik yang sama .
Interaksi farmakokinetik dapat digolongkan menjadi beberapa kelompok:
Mempengaruhi absorpsi
Kecepatan absorpsi atau total jumlah yang diabsorpsi dapat dipengaruhi oleh interaksi obat. Secara
klinis, absorpsi yang tertunda kurang berarti kecuali diperlukan kadar obat dalam plasma yang tinggi
(misal pada pemberian analgesik). Namun demikian penurunan jumlah yang diabsorbsi dapat
menyebabkan terapi menjadi tidak efektif.
Menyebabkan perubahan pada ikatan protein
Sebagian besar obat berikatan secara lemah dengan protein plasma karena ikatan protein tidak
spesifik, satu obat dapat menggantikan obat yang lainnya, sehingga jumlah bentuk bebas meningkat
dan dapat berdifusi dari plasma ketempat kerja obat. Hal ini akan menghasilkan peningkatan efek
yang terdeteksi hanya jika kadar obat yang berikatan sangat tinggi (lebih dari 90%) dan tidak
terdistribusikan secara luas di seluruh tubuh. Walaupun demikian, penggantian posisi jarang
menyebabkan potensiasi yang lebih dari potensiasi sementara, karena meningkatnya bentuk bebas
juga akan meningkatkan kecepatan eliminasi obat. Penggantian posisi pada tempat ikatan protein
penting pada potensiasi warfarin oleh sulfonamid dan tolbutamid. Tetapi hal ini menjadi penting
terutama karena metabolisme warfarin juga dihambat.
Mempengaruhi metabolisme.
Banyak obat dimetabolisme di hati. Induksi terhadap sistem enzim mikrosomal hati oleh salah satu
obat dapat menyebabkan perubahan kecepatan metabolisme obat lainnya secara bertahap,
sehingga menyebabkan rendahnya kadar plasma dan mengurangi efek obat. Penghentian obat
penginduksi tersebut dapat menyebabkan meningkatnya kadar plasma obat yang lainnya sehingga
terjadi gejala toksisitas. Barbiturat, griseofulvin, beberapa antiepilepsi dan rifampisin adalah
penginduksi enzim yang paling penting. Obat yang dipengaruhi antara lain warfarin dan kontrasepsi
oral.
Sebaliknya, saat suatu obat menghambat metabolisme obat lain, akan terjadi peningkatan kadar
plasma, sehingga menghasilkan peningkatan efek secara cepat dan juga meningkatkan risiko.
Beberapa obat yang meningkatkan potensi warfarin dan fenitoin memiliki mekanisme seperti di
atas.
PENTINGNYA INTERAKSI
Banyak interaksi obat tidak berbahaya tetapi banyak juga interaksi yang potensial berbahaya hanya
terjadi pada sebagian kecil pasien. Terlebih, derajat keparahan suatu interaksi bervariasi dari satu
pasien ke pasien lain. Obat-obat dengan indeks terapi sempit (misalnya fenitoin) dan obat-obat yang
memerlukan kontrol dosis yang ketat (antikoagulan, antihipertensi dan antidiabetes) adalah obat-
obat yang paling sering terlibat.
Pasien dengan peningkatan risiko mengalami interaksi obat adalah lansia dan orang-orang dengan
gagal ginjal atau hati.
Peningkatan cairan tubuh juga menyebabkan pengenceran albumin serum (hipoalbuminemia) yang
menyebabkan penurunan ikatan obat-albumin sehing ga obat bebas banyak terakumulasi dalam darah
dan berpotensi meningkatkan efek yang merugikan. Tetapi hal ini tidak bermakna secara klinis kara
bertambahnya kadar obat dalam bentuk bebas juga akan menyebabkan bertambahnya kecepatan
metabolisme obat.
Simplisia adalah bahan alamiah yang dipergunakan sebagai obat yang belum mengalami pengolahan
apapun juga dan kecuali dikatakan lain, berupa bahan yang telah dikeringkan.
Simplisia terdiri atas 3 jenis yaitu, simplisia nabati, hewani dan mineral (pelikan) dengan uraian
sebagai berikut:
1. Simplisia Nabati, adalah simplisia yang dapat berupa tanaman utuh, bagian tanaman, eksudat
tanaman, atau gabungan antara ketiganya. Simplisia nabati tidak hanya seluruh bagian tumbuhan,
tetapi sering juga berupa bagian atau organ tumbuhan seperti akar, kulit akar, batang, kulit
batang, kayu, bagian bunga dan sebagainya. contoh : bunga cengkeh (clove), lada hitam , daun
sereh , kulit kayu manis.
2. Simplisia Hewani, adalah simplisia yang dapat berupa hewan utuh atau zat-zat berguna yang
dihasilkan oleh hewan dan belum berupa bahan kimia murni, misalnya minyak ikan (Oleum
ieconis asselli) dan madu (Mel depuratum).
3. Simplisia Mineral atau pelikan, adalah simplisia berupa bahan pelikan atau mineral yang
belum diolah atau telah diolah dengan cara sederhana dan belum berupa bahan kimia murni,
contohnya serbuk seng dan tembaga.
Keunggulan simplisia antara lain :
Efek sampingnya relatif lebih kecil dari pada obat-obatan kimia karena berasal dari alam, adanya
Komposisi yang saling mendukung untuk mencapai efektivitas pengobatan.
lebih sesuai untuk penyakit metabolik dan degenaratif.
Kekurangan Simplisia :
Memiliki efek farmakologis yang lemah.
bahan baku belum terstandar.
Sebagaian besar Belum dilakukan uji klinik
Mudah tercemar berbagai mikroorganisme.
Pembuatan simplisia meliputi beberapa tahap diantaranya :
Sortasi basah : pemilihan hasil panen ketika tanaman masih segar
Pencucian : dilakukan untuk menghilangkan tanah dan pengotor lainnya yang melekat pada
bahan simplisia.
Perajangan : Beberapa jenis simplisia perlu mengalami perajangan untuk memperoleh proses
pengeringan, pengepakan dan penggilingan.
Pengeringan : bertujuan untuk menurunkan kadar air , menghilangkan aktivitas enzim ,
memudahkan dalam hal pengolahan proses selanjutnya (ringkas, mudah disimpan, tahan lama,
dan sebagainya)
Sortasi kering : pemilihan bahan setelah mengalami proses pengeringan.
Penyimpanan : simplisia perlu ditempatkan dalam suatu wadah tersendiri agar tidak saling
bercampur antara simplisia satu dengan lainnya
Untuk mengetahui mutu simplisia, maka dilakukan analisis yang meliputi analisis kuantitatif dan
kuantitatif. Pengujian mikroskopik termasuk dalam analisis kuantitatif. Uji mikroskopik dilakukan
menggunakan mikroskop yang derajat pembesarannya disesuaikan dengan keperluan. Simplisia
dapat diuji berupa sayatan melintang, radial, paradermal, membujur ataupun serbuk. Dari pengujian
ini akan diketahui jenis simplisia berdasarkan pragmen pragenal spesifik masing-masing simplisia.
Adapun syarat-syarat yang harus ada dalam uji organoleptik adalah ada contoh yang diuji yaitu
benda perangsang, ada panelis sebagai pemroses respon, ada pernyataan respon yang jujur respon
dan spontan, tanpa penalaran, imaginasi, ilusi atau meniru orang lain atau asosiasi. Tujuan uji
organoleptik adalah untuk:
ENZIM
Enzim adalah biokatalisator organik yang dihasilkan organisme hidup di dalam protoplasma,
yang terdiri atas protein atau suatu senyawa yang berikatan dengan protein. Ada 2 fungsi pokok
enzim, yakni mempercepat atau memperlambat reaksi kimia; dan mengatur sejumlah reaksi
yang beda-beda dalam waktu yang sama.
Dalam ilmu biologi, enzim didefinisikan sebagai biokatalisator yang berfungsi mempercepat
reaksi biologis di dalam tubuh. Dengan adanya enzim, proses reaksi biologis di dalam tubuh
bisa terjadi tanpa ikut bereaksi dengan subtrat (komponen yang akan dipecah oleh enzim).
Enzim juga termasuk bagian penting di tubuh manusia. Dikutip dari livescience, enzim
merupakan katalis yang sangat selektif. Artinya setiap enzim hanya mempercepat reaksi
tertentu. Beberapa enzim membantu memecah molekul besar menjadi potongan-potongan kecil
yang lebih mudah diserap tubuh. Namun ada juga enzim yang membantu mengikat dua molekul
menjadi satu untuk menghasilkan molekul baru. Contoh Jenis Enzim Berikut ini beberapa
contoh jenis enzim di tubuh manusia seperti dilansir Medical News Today: Lipase: sekelompok
enzim yang membantu mencerna lemak di usus. Amilase: membantu mengubah pati menjadi
gula, ditemukan dalam air liur. Maltase: juga ditemukan dalam air liur, memecah gula maltosa
menjadi glukosa. Maltosa ditemukan dalam makanan seperti kentang, pasta, dan bir. Tripsin:
ditemukan di usus kecil, memecah protein menjadi asam amino. Laktase: juga ditemukan di
usus kecil, memecah laktosa, gula dalam susu, menjadi glukosa dan galaktosa.
Asetilkolinesterase: memecah neurotransmitter asetilkolin di saraf dan otot. Helikase:
mengungkap DNA. DNA polimerase: mensintesis DNA dari deoksiribonukleotida. Enzim hati:
memecah racun dalam tubuh. Komponen Enzim Sebagian besar enzim, terdiri atas dua
komponen penyusun, yakni protein (apoenzim) dan non-protein (gugus prostetik). Apoenzim
adalah komponen paling dominan dalam struktur enzim. Selain itu, apoenzim ini bersifat labil
karena mudah dipengaruhi oleh perubahan suhu dan pH, serta tidak tahan panas. Adapun
gugus prostetik terdiri dari ion anorganik dan ion organik kompleks. Ion anorganik dalam gugus
prostetik disebut sebagai kofaktor. Fungsi kofaktor ialah katalis yang mampu meningkatkan
kerja enzim. Sedangkan ion organik dalam gugus prostetik disebut koenzim, yang berfungsi
untuk memindahkan zat kimia dari satu enzim ke enzim lain. Sifat-sifat Enzim Secara umum,
Enzim memiliki setidaknya enam sifat yang khas. Pertama, enzim hanya mengubah kecepatan
reaksi. Jadi, enzim tidak mengubah produk akhir yang dibentuk atau mempengaruhi
keseimbangan reaksi, hanya meningkatkan laju suatu reaksi. Kedua, enzim bekerja secara
spesifik. Maka itu, enzim hanya mempengaruhi substrat tertentu. Ketiga, enzim merupakan
protein. Oleh karena itu, enzim memiliki sifat seperti protein, antara lain bekerja pada suhu
optimum, umumnya suhu kamar. Enzim akan kehilangan aktivitasnya karena pH yang terlalu
asam atau basa kuat, dan pelarut organik. Panas yang terlalu tinggi akan membuat enzim
terdenaturasi sehingga tidak dapat berfungsi sebagaimana mestinya.
Keempat, enzim diperlukan dalam jumlah sedikit, sesuai dengan fungsinya sebagai katalisator.
Kelima, enzim bekerja secara bolak-balik. Reaksi-reaksi yang dikendalikan enzim dapat
berbalik. Ini berarti enzim tidak menentukan arah reaksi tetapi hanya mempercepat laju reaksi
sehingga tercapai keseimbangan. Enzim dapat menguraikan suatu senyawa menjadi senyawa-
senyawa lain, dan juga sebaliknya, menyusun senyawa-senyawa menjadi senyawa tertentu.
Keenam, enzim dipengaruhi oleh faktor lingkungan. Faktor-faktor yang mempengaruhi kerja
enzim adalah suhu, pH, aktivator (pengaktif), dan inhibitor (penghambat), serta konsentrasi
substrat. Fungsi dan Cara Kerja Enzim Enzim bertindak sebagai katalis dalam organisme hidup.
Enzim mengatur laju reaksi kimia tanpa dirinya sendiri berubah dalam proses tersebut. Molekul
yang bekerja dengan enzim disebut dengan istilah substrat. Substrat berikatan dengan suatu
daerah pada enzim yang disebut tapak aktif. Ada dua model cara kerja enzim. Pada model
gembok dan kunci (Lock and key), situs aktif enzim dibentuk secara tepat untuk menampung
substrat tertentu. Sementara di model induced-fit atau kecocokan yang terinduksi, situs aktif
dan media tidak cocok satu sama lain, tetapi keduanya mengubah bentuknya agar terhubung.
Dikutip dari Britannica, enzim mengkatalisasi banyak aspek dari metabolisme sel yang
mempunyai fungsi berikut: Pencernaan makanan di mana molekul nutrisi yang besar (seperti
protein, karbohidrat, dan lemak) dipecah menjadi molekul yang lebih kecil. Konservasi dan
transformasi energi kimia. Konstruksi makromolekul seluler dari prekursor yang lebih kecil.
Setiap sel di tubuh mengandung DNA. Setiap sel membelah, DNA perlu disalin. Enzim
membantu dalam proses ini dengan melepaskan gulungan DNA dan menyalin informasi. Enzim
juga dibutuhkan di industri makanan dan medis. Fermentasi anggur, ragi roti, pengentalan keju,
dan pembuatan bir telah dipraktekkan sejak awal, tetapi baru pada abad ke-19 reaksi ini
dipahami sebagai hasil dari aktivitas katalitik enzim. Sejak itu, enzim menjadi semakin penting
dalam proses industri yang melibatkan reaksi kimia organik. Di dunia medis, penggunaan enzim
untuk membunuh mikroorganisme penyebab penyakit, mempercepat penyembuhan luka,
hingga mendiagnosis penyakit tertentu.
PROTEIN
A. Pengertian Protein
Ikatan yang terjadi antar protein selain ikatan peptida antara asam amino dan
penyusunnya, juga terjadi ikatan-ikatan yang lain. Misalnya, ikatan hidrogen yang
terjadi pada gugus –NH dan gugus –OH, serta ikatan disulfida -S-S- yang
menyokong terjadinya ikatan yang kompleks pada protein. Ikatan ion pada protein
juga terjadi jika di dalamnya terdapat gugus ion logam dan ikatan koordinasi,
misalnya ikatan koordinasi antara ion Fe3+ dengan hemoglobin pada darah.
B. Struktur Protein
C. Sifat-sifat Protein
1. Sukar larut dalam air karena ukuran molekulnya yang sangat besar.
2. Dapat mengalami koagulasi oleh pemanasan dan penambahan asam atau
basa.
3. Bersifat amfoter karena membentuk ion zwitter. Pada titik isoelektriknya,
protein mengalami koagulasi sehingga dapat dipisahkan dari pelarutnya.
4. Dapat mengalami kerusakan (terdenaturasi) akibat pemanasan. Pada
denaturasi, protein mengalami kerusakan mulai dari struktur tersier sampai
struktur primernya.
D. Protein Konjugasi
E. Fungsi Protein