DISUSUN OLEH:
MEJA 1 GRUP A2
MEDAN
2019
BAB I
PENDAHULUAN
1.2 Tujuan
mahasiswa dapat menganalisa interaksi obat yang mungkin terjadi pada
pemberian obat secara polifarmasi.
mahasiswa dapat menjelaskan interaksi farmakodinamik yang mungkin terjadi
pada pemberian obat secara polifarmasi.
mahasiswa dapat menjelaskan interaksi farmakokinetik yang mungkin terjadi
pada pemberian obat secara polifarmasi.
BAB II
TEORI
Dalam penulisan resep, seorang dokter/dokter gigi tidak hanya dituntut untuk dapat
menulis resep dengan baik, namun juga harus memiliki kemampuan untuk dapat menulis resep
dengan benar. Dalam menulis resep dengan baik dan benar, selain harus memperhatikan kaidah
penulisan resep yang baik dan benar, seorang dokter/dokter gigi juga harus memperhatikan
kemungkinan interaksi yang dapat terjadi apabila diresepkan pemberian obat secara
polifarmasi.
Interaksi yang dapat terjadi berupa interaksi secara farmakokinetik dan secara
farmakodinamik.
Interaksi secara farmakokinetik terjadi bila salah satu obat mempengaruhi absorbsi,
distribusi, metabolisme, atau ekskresi obat lainnya sehingga kadar plasma obat lainnya tersebut
akan meningkat atau menurun. Akibatnya terjadi peningkatan toksisitas atau penurunan
efektifitas obat tersebut.
Polifarmasi (jumlah obat ≥5 macam) merupakan masalah serius dalam sistem kesehatan
karena meningkatkan morbiditas serta mortalitas yang amat berhubungan dengan polifarmasi
yang tidak tepat. Polifarmasi akan menyebabkan mahalnya biaya kesehatan secara langsung
maupun tidak langsung. Polifarmasi dapat mengakibatkan interaksi antarobat dan efek
samping obat dan masalahmasalah yang juga berhubungan dengan obatobatan (drug-related
problem=DRP) sehingga dapat mengganggu luaran klinis. Polifarmasi berkaitan dengan
underprescribing, penggunaan medikasi yang tidak tepat (termasuk duplikasi terapi), dan
ketidakpatuhan. Oleh karena itu, para profesional dalam bidang kesehatan harus sadar akan
risiko-risiko dan mengevaluasi semua medikasi pada tiap-tiap kunjungan pasien untuk
mencegah polifarmasi.
Polifarmasi itu dapat didefinisikan sebagai penggunaan satu pengobatan untuk menangani
efek-efek samping akibat pengobatan yang lain atau juga peningkatan jumlah pengobatan yang
digunakan hingga mencapai 5 atau lebih jenis obat. Obat topikal dan herbal tidak termasuk
dalam kriteria polifarmasi. Vitamin dan mineral yang dikonsumsi sesuai dengan kebutuhan
juga tidak termasuk dalam pengukuran polifarmasi disebabkan karena keterlibatannya yang
tidak konsisten dalam polifarmasi. Berbagai hal dapat menyebabkan polifarmasi terkait pasien
maupun sarana kesehatan. Kondisi pasien misalnya penambahan usia, pendidikan, status
kesehatan yang buruk, dan komorbiditas. Semakin tua seorang pasien akan semakin besar
kemungkinan menderita penyakit kronik dan degeneratif yang umumnya tidak berdiri sendiri
(komorbiditas) sehingga kemungkinannya terjadi komedikasi. Sarana kesehatan meliputi
jumlah kunjungannya ke tempat pelayanan kesehatan, jaminan asuransi, dan provider yang
multipel.
1. Interaksi Farmakodinamik
Interaksi farmakodinamik adalah nteraksi antara obat yang bekerja pada sistem resepto,
yang dapat bersifat sinergistik atau antagonistik.
f. Ginjal
Laju filtrasi glomerulus bayi 30 - 50% dari individu dewasa, laju matur pada
usia 6 bulan. Sekresi tubular lebih sedikit dihasilkan pada bayi, karena jumlah sel
tubular lebih sedikit, tubulus pendek, aliran darah, dan transport aktif lebih sedikit. Laju
matur dicapai usia 7 bulan. Pada neonatus pH urin lebih asam hingga 24 jam. Organ
ginjal pada pediatri memiliki kemampuan kecil dalam memekatkan atau mengencerkan
urin. Variasi ini dapat memperpanjang waktu paruh obat pada bayi, peningkatan
insidensi dan dehidrasi. Keadaan oligouria atau anuria perlu pemantauan ketat untuk
melihat efek toksik dan pengurangan dosis obat yang dieliminasi oleh ginjal.
2. Interaksi Farmakokinetika
a) Fase absorbsi
Apabila menggunakan dua atau lebih obat pada waktu yang bersamaan, maka
laju absorbsi dari salah satu atau kedua obat akan berubah. Obat tersebut dapat
menghambat, menurunkan, atau meningkatkan laju absorbsi obat yang lain. Interaksi
pada fase absorbsi dapat terjadi dengan jalan diantaranya memperpendek atau
memperpanjang waktu pengosongan lambung yaitu dengan merubah pH lambung atau
membentuk kompleks obat (Kee and Hayes, 1996). Contoh obat yang dapat
meningkatkan kecepatan pengosongan lambung adalah laksatif yaitu bisakodil dengan
meningkatkan motilitas atau pergerakan lambung dan usus sehingga dapat menurunkan
absorbsi dari digoksin (Wang et al, 1990). Obat yang dapat memperpendek waktu
pengosongan dan menurunkan motilitas GI adalah obat-obat narkotik dan
antikolinergik (obat-obat mirip atropin), sehingga dapat meningkatkan laju absorbsi.
Semakin lama obat berada dalam lambung atau usus halus, maka semakin banyak pula
jumlah obat yang akan diabsorbsi (hanya untuk obat diabsorbsi di lambung). Pada pH
lambung yang asam, maka obat yang bersifat asam seperti aspirin akan lebih mudah
diabsorbsi. Lambung dapat menjadi basa bila diberi antasida seperti Maalox
(Alumunium hidroksida, Magnesium hidroksida dan simetikon) dan Amphojel
(Alumunium hidroksida) yang dapat menurunkan absorbsi obat bersifat asam. Selain
itu, antasida yang mengandung logam alumunium, magnesium dapat membentuk
kompleks dengan tetrasiklin. Tetrasiklin ini juga dapat membentuk kompleks dengan
logam kalsium, besi, susu. Kompleks ini membuat tetrasiklin tidak dapat diabsorbsi
(Kee and Hayes, 1996).
b) Fase distribusi
Interaksi pada fase distribusi dapat terjadi ketika dua obat bersaing untuk
mendapatkan tempat pada protein atau albumin di dalam plasma. Apabila salah satu
obat tergeser dari ikatan protein maka akan banyak obat dalam bentuk bebas yang
bersirkulasi dalam plasma, sehingga dapat meningkatkan kerja obat dan menimbulkan
toksik. Interaksi pada fase distribusi hanya terjadi jika obat tersebut memiliki ikatan
kuat dengan protein (> 90%), obat dengan jendela terapi sempit, volume distribusi kecil
dan memiliki onset yang cepat. Derivat sulfonamide, salisilat, fenilbutazon memiliki
ikatan kuat dengan protein, obat-obat ini dapat menggeser obat yang tidak terikat kuat
dengan protein (Wang, 2008). Fenilbutazon dapat menggeser posisi warfarin yang
berikatan dengan albumin, hal ini dapat meningkatkan jumlah warfarin dalam bentuk
bebas di dalam plasma dan dapat meningkatkan efek antikoagulan dari warfarin
(Banfield et al, 1983). Jika terdapat dua obat yang berikatan tinggi dengan protein yang
harus dipakai bersamaan, dosis salah satu atau kedua obat tersebut perlu dikurangi
untuk menghindari toksisitas obat (Kee and Hayes, 1996).
c) Fase metabolisme
Pada peristiwa ini dapat menurunkan kadar dari salah satu obat di dalam plasma
dan mempercepat eliminasinya. Hal ini dikarenakan enzim pemetabolisme diinduksi
sehingga produksi enzim lebih banyak dan lebih aktif untuk memetabolisme obat. Obat
penginduksi enzim ini dapat menurunkan kerja dari obat lain. Contoh obat penginduksi
enzim adalah barbiturat (fenobarbital) yang meningkatkan metabolisme penghambat
reseptor beta (propanolol).
Obat penginhibisi enzim dapat meningkatkan kadar obat lain di dalam plasma
dan memperlama eliminasinya. Interaksi ini dapat meningkatkan kerja obat, tetapi juga
dapat menimbulkan toksisitas. Contohnya adalah obat antitukak lambung (simetidin)
menurunkan metabolisme teofilin (antiasma) dalam plasma. Dosis teofilin harus
diturunkan untuk menghindari toksisitas. Jika simetidin dihentikan, maka dosis teofilin
perlu disesuaikan.
d) Fase ekskresi
Mekanisme interaksi obat dapat terjadi pada fase ekskresi melalui empedu,
sirkulasi enterohepatik, sekresi tubuli ginjal dan perubahan pH urin. Interaksi obat fase
ekskresi melalui ekskresi empedu terjadi akibat kompetisi antara obat dan metabolit
obat untuk sistem transport yang sama, contohnya kuinidin dapat menurunkan ekskresi
empedu digoksin, probenesid menurunkan ekskresi empedu dari rifampisin. Obat –
obat tersebut memiliki sistem transporter protein yang sama, yaitu P – glikoprotein.
Interaksi obat fase ekskresi pada sirkulasi enterohepatik dapat terjadi akibat supresi
flora normal usus yang berfungsi untuk menghidrolisis konjugat obat, akibat supresi
flora normal usus konjugat obat tidak dapat dihidrolisis dan direabsorbsi. Contohnya
adalah antibiotik rifampisin dan neomisin dapat mensupresi flora normal usus dan dapat
mengganggu sirkulasi enterohepatik metabolit konjugat obat kontrasepsi oral atau
hormonal, sehingga kontrasepsi oral tidak dapat dihidrolisis, reabsorbsinya terhambat
dan efek kontrasepsi menurun (Gitawati, 2008). Interaksi obat pada sekresi tubuli
ginjal terjadi akibat kompetisi antara obat dan metabolit obat untuk sistem transport
yang sama, terutama sistem transport untuk obat bersifat asam dan metabolit yang
bersifat asam. Contohnya adalah fenilbutazon dan indometasin dapat menghambat
sekresi tubuli ginjal obat – obat diuretik thiazid dan furosemid, sehingga efek
diuretiknya menurun. Interaksi obat karena perubahan pH urin dapat mengakibatkan
perubahan klirens ginjal melalui perubahan jumlah reabsorbsi pasif di tubuli ginjal.
Interaksi ini akan bermakna klinik bila fraksi obat yang diekskresi utuh oleh ginjal
cukup besar (> 30%) dan obat berupa basa lemah dengan pKa 7,5 – 10 atau asam lemah
dengan pKa 3,0 – 7,5. Contohnya adalah efedrin yang merupakan basa lemah dengan
obat yang dapat mengasamkan urin seperti Ammonium Klorida dapat menyebabkan
klirens ginjal efedrin menurun. Fenobarbital yang bersifat asam dengan obat yang
membasakan urin seperti antasida dapat menyebabkan klirens ginjal fenobarbital
menurun dan efeknya juga menurun.
BAB III
METODOLOGI
1. Bahan dan Alat
Bahan
Alat
1. Alat tulis
2. Lembar kerja
3. LCD/Proyektor
2. Prosedur Praktikum
Pelaksanaan
Praktikan mendapatkan suatu resep yang berisikan pemberian obat secara polifarmasi sesuai
dibawah ini :
Nama : dr. XX
SIP : ................
Medan, ........
2019
S 3 dd tab I
R/Lameson No.XV
S 3 dd tab I
S 1 dd tab I
Pro : Nn. X
Umur : 20 tahun
Pengamatan
1. Mencari nama generik (bahan aktif obat). Absorbsi, distribusi, metabolisme, ekskresi,
mekanisme kerja serta efek dari obat yang dikonsumsi pasien tersebut
2. Menganalisis interaksi obat yang terjadi dalam bentuk table berikut!
3. Menjelaskan berdasarkan jawaban nomor 2,apakah resep polifarmasi diatas
rasional/tidak rasional? Jelaskan alasan anda
BAB IV
PEMBAHASAN
1. Mencari nama generik (bahan aktif obat). Absorbsi, distribusi, metabolisme, ekskresi,
mekanisme kerja serta efek samping dari obat yang dikonsumsi pasien tersebut
a. AMOXYCLAV
Farmakodinamik
Amoxicillin adalah turunan penisilin yang tahan asam, tapi tidak tahan terhadap
penilinase. Obat ini Stabil dalam suasana asam lambung, dan aktif melawan bakteri
gram positif yang tidak menghasilkan beta-laktamase, serta beberapa bakteri gram
negatif karena obat tersebut dapat menembus pori-pori di membran fosfolipid bakteri.
Amoxicillin memiliki efek bakterisidal yang bekerja terhadap bakteri yang sensitif
terhadap obat ini. Obat ini bekerja dengan cara menghambat biosintesis dinding sel
mukopeptida. Pemberian oral adalah pilihan, karena diabsorpsi lebih baik daripada obat
derivat penisilin lain yang diberikan secara parenteral.
Farmakokinetik
Absorpsi
Amoxicillin diabsorpsi dengan cepat dan baik pada saluran pencernaan, dan tidak
tergantung adanya makanan. Bioavailabilitas berkisar antara 74─92%, dan bisa
mencapai 95% per oral. Konsentrasi puncak dalam serum terjadi dalam 1─2 jam .
Waktu puncak dalam plasma darah bergantung pada bentuk sediaan, dimana waktu
puncak akan dicapai dalam 2 hari untuk obat bentuk kapsul, 3 hari untuk obat bentuk
tablet extended release, dan 1 hari untuk obat bentuk suspensi. Karena amoxicillin
diekskresikan terutama di ginjal, konsentrasi dalam serum akan meningkat pada
penderita gangguan ginjal
Absorpsi per oral pada neonatus lebih lambat dibandingkan anak-anak yang lebih besar.
Konsentrasi puncak dalam serum pada neonatus, didapat dalam 3─4,5 jam.
Distribusi
Distribusi amoxicillin terbanyak dalam cairan tubuh dan tulang, termasuk paru-paru,
sekresi bronkial, sekresi sinus maxilaris, empedu, cairan pleura, sputum, dan cairan
telinga tengah. Dalam cairan serebrospinal amoxicillin dapat ditemukan dalam
konsentrasi <1%. Dalam ikatan protein plasma, 17─20%. Pada wanita hamil,
amoxicillin dapat melewati sawar plasenta.
Metabolisme
Bio transformasi amoxicillin terjadi di hepar. Waktu paruh amoxicillin kurang lebih 1
jam pada orang dewasa. Waktu paruh pada anak bisa lebih singkat. Pada neonatus,
waktu paruh berkisar 3-4jam jam untuk neonatus cukup bulan. Pada infant dan anak-
anak, berkisar antara 1-2 jam. Waktu paruh akan memanjang pada penderita dengan
gagal ginjal.
Eliminasi
Mekanisme Kerja
Merupakan turunan dari ampicillin dan memiliki spektrum antibakteri yang serupa
(gram positif dan gram negatif); aksi bakterisida (membunuh kuman) sama seperti
penisilin, bekerja pada bakteri yang dituju ketika melakukan tahap multiplikasi
(memperbanyak diri) dengan menghambat biosintesis (pembentukan) dinding sel
mukopeptida pada kuman, namun memiliki bioaviabilitas superior dan lebih stabil
menahan asam lambung dan memiliki aktivitas spektrum bakteri yang lebih luas
daripada penislin, kurang aktif daripada penisilin ketika melawan Streptococcus
pneumococcus, strain penislin resisten juga nantinya akan resisten terhadap amoksilin,
namun ketika diberikan dosis yang lebih besar mampu efektif, dan daripada penisilin,
amoksilin lebih efektif melawan organisme gram negatif (seperti Neiseria meningitidis,
Hemophilus influenza)
Efek Samping
Efek samping amoxicillin yang umum terjadi adalah mual, muntah, diare,
dan staining pada gigi yang bersifat sementara. Penggunaan dalam jangka waktu
panjang sering menyebabkan tumbuhnya jamur, baik oral thrush atau infeksi jamur
pada vagina.
Pada pasien yang memiliki riwayat alergi terhadap penicillin, penggunaan amoxicillin
dapat menimbulkan reaksi alergi. Reaksi awalnya ditandai dengan bercak kemerahan
pada kulit, kemudian rasa gatal. Selanjutnya, gatal-gatal akan menyebar pada wajah,
lidah, dan tenggorokan. Apabila berlanjut dapat timbul reaksi anafilaksis berupa gejala
syok seperti rasa melayang, dizziness, dan nafas sesak.
Efek samping berat jarang terjadi. Apabila timbul efek samping berat, dapat
berupa yang pernah dilaporkan mual-muntah yang terus menerus, urine berwarna
gelap, nyeri lambung, nyeri abdomen, ikterus, mudah berdarah, demam, diare, atau
sakit tenggorokon yang persisten.
b. CATAFLAM
Kalium diklofenak merupakan zat kombinasi antara diklofenak dan garam kalium.
Diklofenak sendiri merupakan agen antiinflamasi nonsteroid yang memiliki dua
bentuk; natrium diklofenak dan kalium diklofenak. Kedua obat ini memiliki zat aktif
yang sama (diklofenak) hanya berbeda pada kandungan ionnya; sodium (Na) atau
potasium (K).
Kalium Diklofenak memiliki efek analgesik dan antiinflamasi untuk meringankan nyeri
ringan sampai sedang. Bahkan ada sumber yang mengatakan bisa mengatasi nyeri berat.
Efek ini diperantarai oleh penghambatan biosintesa prostaglandin yang merupakan
zat penyebab munculnya respon peradangan dan rasa sakit pada tubuh.
Obat ini umumnya tersedia dalam bentuk tablet salut enterik dengan nama generik
kalium diklofenak 25 mg dan kalium diklofenak 50 mg. Tersedia banyak merek
dagang, salah satu contoh Cataflam yang terkenal sebagai obat sakit gigi.
Farmakokinetik
Absorpsi
Bioavailabilitas
Diabsorpsi dengan baik setelah penggunaan oral. mengalami metabolisme lintas
pertama; hanya 50-60% dari dosis mencapai sirkulasi sistemik sebagai obat tidak
berubah, Konsentrasi plasma puncak biasanya dicapai dalam waktu sekitar 1 jam
(kalium diklofenak tablet konvensional), 2 jam (tablet natrium diklofenak tertunda-
release), atau 5,25 jam (natrium diklofenak tablet extended-release) .
Diserap ke dalam sirkulasi sistemik setelah pemberian topikal gel atau sistem
transdermal; konsentrasi plasma umumnya sangat rendah dibandingkan dengan
penggunaan oral .
Setelah penerapan diklofenak sistem epolamine transdermal tunggal untuk kulit utuh
pada lengan atas, konsentrasi plasma puncak terjadi pada 10-20 jam.
Setelah aplikasi topikal dari natrium diklofenak 1% gel, konsentrasi plasma puncak
terjadi pada sekitar 10-14 jam.
Olahraga ringan tidak mengubah penyerapan sistemik dioleskan diklofenak (sistem
transdermal atau 1% gel)
Penerapan patch panas selama 15 menit sebelum penerapan 1% gel tidak
mempengaruhi absorpsi sistemik. Belum ditentukan apakah aplikasi panas berikut
aplikasi gel mempengaruhi absorpsi sistemik.
Onset
Dosis 50- atau 100 mg tunggal kalium diklofenak memberikan bantuan nyeri dalam
waktu 30 minutes.
Durasi
Efek pengurangan Nyeri berlangsung hingga 8 jam setelah pemberian dosis tunggal 50-
atau 100-mg diklofenak potassium.
Makanan
Makanan menundaan waktu untuk mencapai konsentrasi plasma puncak tetapi tidak
mempengaruhi tingkat absorpsi setelah pemberian sebagai konvensional, tertunda-
release, atau diperpanjang-release tablets.
Distribusi
Luas di hewan.
Setelah pemberian oral, konsentrasi dalam cairan sinovial dapat melebihi mereka yang
di plasma.
Protein Plasma Binding
> 99%
Metabolisme
Dimetabolisme di hati melalui hidroksilasi dan konjugasi. Beberapa metabolit mungkin
menunjukkan aktivitas anti-inflamasi,
Eliminasi
Rute Eliminasi
Diekskresikan dalam urin (65%) dan dalam kotoran melalui eliminasi empedu (35%)
sebagai metabolites.
Efek Samping
c. LAMESON
Nama generik:
Farmakokinetik
Mekanisme kerja
Absorbsi
Methylprednisolone adalah salah satu jenis obat kortikosteroid yang dapat menekan
sistem kekebalan tubuh dan mengurangi reaksi peradangan serta gejalanya, seperti
pembengkakan, nyeri, atau ruam. Yang di absorbsi dan bekerja dengan menekan sistem
imun, sehingga tubuh tidak melepas senyawa kimia yang memicu terjadinya
peradangan. Selain lupus dan multiple sclerosis, beberapa penyakit lain yang dapat
menyebabkan reaksi peradangan adalah rheumatoid arthritis, psoriasis, kolitis ulseratif,
dan Crohn’s disease.
Distribusi
Umumnya dipasarkan dengan kadar 0.5 mg dan 0.75 mg tablet atau caplet. Sediaan
dexamethasone injection biasanya dengan kadar 5 mg / 5 ml. Sediaan generiknya
diproduksi oleh berbagai pabrik misalnya pabrik obat Harsen. Sediaan obat dexa harsen
berupa dexamethasone 0.5 mg dan dexamethasone 0.75 mg tablet.
Umumnya dipasarkan dengan kadar 0.5 mg dan 0.75 mg tablet atau caplet. Sediaan
dexamethasone injection biasanya dengan kadar 5 mg / 5 ml. Sediaan generiknya
diproduksi oleh berbagai pabrik misalnya pabrik obat Harsen. Sediaan obat dexa harsen
berupa dexamethasone 0.5 mg dan dexamethasone 0.75 mg tablet.
Metabolisme
Eksresi
Di eksresi tidak melalui ginjal dan memakan waktu paruh sekitar 3 – 3.5 jam.
Mekanisme kerja
Menghambat kaskade respon imun awal dalam respon inflamasi serta menginslasi
secara resolusi di inflamasi tersebut.
Efek samping
Cataflam+Lameson = sinergisme negatif (tidak rasional). Hal itu terjadi karena beberapa
hal berikut:
Cataflam termasuk golongan NSAID yang memblok cox-I, cox-II, dan cox-III
menghasilkan prostaglandin yang berfungsi melindungi lapisan perut karena dihambat
produksinya, maka golongan obat NSAID ini berpotensi menyebabkan radang perut.
Lameson, penggunaan dosis yang kurang tepat, penggunaan jangka panjang dan
kondisi tertentu bias membuat obat ini menimbulkan efek samping, salah satunya
adaalh tukak lambung.
Uraian diatas menyebutkan bahwa cataflam dan lameson memiliki efek samping
yang sama terhadap lambung dan menimbulkan sinergisme negatif, maka resep poifarmasi
di atas tidak rasional.
BAB V
Interaksi obat terjadi jika efek suatu obat berubah akibat adanya obat lain (precipitant
drug), makanan, atau minuman. Interaksi obat dapat menghasilkan efek yang memang
dikehendaki atau efek yang tidak dikehendaki yang lazimnya menyebabkan efek samping obat
dan/atau toksisitas karena meningkatnya kadar obat di dalam plasma, atau sebaliknya
menurunnya kadar obat dalam plasma yang menyebabkan hasil terapi menjadi tidak optimal.
Interaksi yang dapat terjadi berupa interaksi secara farmakokinetik dan farmakodinamik.
Interaksi farmakodinamik adalah interaksi antara obat yang bekerja pada sistem
reseptor, tempat kerja atau sistem fisiologik yang sama sehingga terjadi efek yang aditif,
sinergistik, atau antagonistik, tanpa ada perubahan kadar plasma ataupun profil farmakokinetik
lainnya. Interaksi farmakodinamik umumnya dapat diekstrapolasi- kan ke obat lain yang
segolongan dengan obat yang berinteraksi, karena klasifikasi obat adalah berdasarkan efek
farmakodinamiknya.
Interaksi dalam proses farmakokinetik, yaitu absorpsi, distribusi, metabolisme dan
ekskresi (ADME) dapat meningkatkan ataupun menurunkan kadar plasma obat. Interaksi obat
secara farmakokinetik yang terjadi pada suatu obat tidak dapat diekstrapolasikan (tidak
berlaku) untuk obat lainnya meskipun masih dalam satu kelas terapi, disebabkan karena adanya
perbedaan sifat fisik kimia, yang menghasilkan sifat farmakokinetik yang berbeda.
pada analisa praktikum, obat tidak rasional untuk diberikan kepada pasien karena
terjadinya sinergisme negatif pada Cataflam dan Lameson. Sinergisme negatif terjadi akibat
kedua obat menempuh pathway yang sama sehingga efek samping dari kedua obat akan lebih
besar daripada efek terapinya.
5.2 Saran
Pada praktikum diharapkan kepada praktikan untuk teliti dalam menganalisa obat dan
interaksi obat agar tidak terjadi kesalahan pada hasil akhir.
DAFTAR PUSTAKA
3. Rahmawati Y, Sri Sunarti. Permasalahan pemberian obat pada pasien geriatri di ruang
perawatan RSUD Saiful Anwar Malang. J Ked Brawijaya 2014. Malang:141-5.
4. Bushardt RL, Massey EB, Simpson TW, Ariail JC, Simpson KN. Polypharmacy:
misleading, but manageable. Clin Interventions Aging. 2008;3(2):383−9.
5. Venturini CD, Engroff P, Ely LS, Zago LFA, Schoeter G, Gomes I, dkk. Gender
differences, polypharmacy, and potential pharmacological interactions in the elderly.
Clinics. 2011;66(11):1867−72.
6. Andriane Y, Sastramihardja HS, Ruslami R, Determinan Peresepan Polifarmasi pada
Resep Rawat Jalan di Rumah Sakit Rujukan. Global Medical and Health
Communication, 2016; Vol. 4; No. 1; hal : 67.