DISUSUN OLEH:
KELOMPOK 7
PENDAHULUAN
Selain itu, mahasiswa diajak untuk memahami bagaimana farmakologi dari obat
antibiotik dan analgetik-antipiretik. Dimana antibiotik digunakan untuk mencegah
infeksi bakteri yang dapat menimbulkan inflamasi/peradangan pada daerah sekitar gigi
yang mengalami impaksi seperti di dalam kasus yang dibahas. Penggunaan obat
analgetik-antipiretik bertujuan untuk menghilangkan rasa nyeri yang timbul akibat
inflamasi /peradangan pada daerah gigi yang mengalami impaksi.
Pertanyaan:
Saraf opthalmicus adalah cabang pertama yang bersifat sensoris, keluar melalui
fissura orbitalis superior, dibagi menjadi tiga percabangan, dimana tiap namanya
mengindikasikan distribusinya:3
1. Saraf lakrimalis, mempersarafi kulit dari kelopak mata bagian atas dan konjungtiva
2. Saraf frontalis, bercabang menjadi:
1) Saraf supratroklearis, mempersarafi kulit dari kelopak mata bagian atas serta
dahi
2) Saraf supraorbitalis, mempersarafi kulit dari kelopak mata bagian atas, dahi,
serta sampai ke bagian belakang kepala
3. Saraf nasosiliaris, bercabang menjadi:
1) Saraf siliaris panjang, mempersarafi kornea; bersama serabut simpatik,
mempersarafi iris dan siliaris
2) Saraf siliaris pendek, mempersarafi kornea; bersama serabut simpatik
mempersarafi siliaris dan bersama serabut parasimpatetik mempersarafi iris
3) Saraf infratroklearis, mempersarafi kulit kelopak mata bagian atas, korunkula
lakrimalis, dan kantung lakrimal
4) Saraf etmoidal posterior dan anterior, mensuplai sinus etmoidal
2.1.2 Saraf maksilaris
Maxillary nerve (sensorik, berjalan ke depan bawah sinus kavernosus). Maxillary nerve
mempersarafi gigi atas, bibir atas, rongga hidung dan sinus maxillaris, terbagi atas:12,13
1) Meningeal branches (timbul dalam fosca cranial tengah untuk menginervasi bagian
dura);
2) Ganglionik branches (timbul dalam pterygoplalatine fossa);
3) Posterior superior alveolar nerve (menginervasi maxillary sinus dan maxillary gigi
molar);
4) Middle superior alveolar nerve (menginervasi bagian mukosa sinus, akar gigi
premolar maxillary dan mesiobuccal dari molar pertama);
5) Zygomatic nerve (menginervasi bagian lengkungan pipi);
6) Anterior superior alveolar nerve (menginervasi bagian sinus, nasal septum dan gigi
canine);
7) Facial branches (inferior palpebral branches, lateral nasal branches dan superior
labial branches);
8) Branches Ptrygopalatine ganglion.
2.1.3 Saraf mandibularis
Gigi-gigi pada mandibula dipersarafi oleh plexus dental inferior. Saraf alveolaris
inferior berjalan melalui rongga pada mandibula di bawah akar gigi molar sampai ke
tingkat foramen mental. Cabang pada gigi ini tidaklah merupakan sebuah cabang besar,
tetapi merupakan 2 atau3 cabang yang lebih besar yang membentuk plexus dimana
cabang pada inferior ini memasuki tiap akar gigi pada mandibula.3
a. Bakterisid
Efeknya mampu membunuh kuman/bakteri dengan membasmi
kuman/bakteri secara aktif. Antibiotik yang termasuk ke dalam golongan ini
adalah penisilin, sefalosporin, aminoglikosida (dosis besar), kotrimoksazol.
b. Bakteriostatik
Antibiotika bakteriostatik bekerja dengan mencegah atau menghambat
pertumbuhan kuman tidak membunuhnya. Hal ini yang menyebabkan daya
tahan tubuh sangat berpengaruh untuk melakukan pembasmian kuman
tersebut. Contoh antibiotik: tetrasiklin, kloramfenikol, eritromisin,
sulfonamid, makrolida, klindamisin.
Farmakokinetik
Clindamycin yang diberikan secara oral sangat baik. Sekitar 90% clindamycin per oral
akan diabsorpsi secara cepat. Clindamycin juga dapat berpenetrasi dengan baik ke
tulang. Karena sifatnya yang secara aktif ditransport ke dalam leukosit
polimorfonuklear dan makrofag, clindamycin juga diduga dapat melakukan penetrasi
yang baik pada abses. Clindamycin dimetabolisme di hepar menjadi metabolit aktif dan
inaktif.8
Farmakodinamik
Clindamycin bekerja dengan cara mencegah sintesis protein pada bakteri. Sintesis ini
dihambat melalui ikatan terhadap subunit ribosom 50S dan 23S. Dengan demikian,
ikatan peptida tidak dapat terbentuk dan bakteri gagal menghasilkan protein yang
dibutuhkan. Clindamycin dapat berperan bakteriostatik maupun bakterisidal tergantung
dari organisme yang dilawan, lokasi infeksi, dan konsentrasi obat yang diberikan.
Selain itu, clindamycin juga dapat menghambat produksi toksin yang dihasilkan oleh
streptokokus grup A dan Staphylococcus aureus.
Indikasi
Indikasi clindamycin adalah sebagai antibiotik yang banyak digunakan untuk
menangani infeksi bakteri anaerob, sebagian besar bakteri aerob gram positif, dan
beberapa protozoa. Clindamycin dapat digunakan pada berbagai keadaan, seperti
sepsis, infeksi intraabdomen, dan pneumonia. Clindamycin juga dapat digunakan pada
faringitis streptokokal untuk pasien yang alergi dengan penisilin. Clindamycin juga
dapat menjadi pilihan pada vaginosis bakterial dan penyakit radang panggul, infeksi
tulang dan sendi, infeksi kulit tanpa komplikasi, dan acne vulgaris. Clindamycin juga
dapat digunakan sebagai profilaksis sebelum dilakukan tindakan pembedahan. Dokter
gigi juga banyak menggunakan clindamycin untuk mencegah endokarditis sebelum
dilakukan tindakan pada gigi dan mulut. Cindamycin juga efektif untuk melawan
Staphylococcus aureus yang resisten terhadap metisilin (MRSA).
Kontraindikasi
Penggunaan clindamycin dikontraindikasikan pada pasien yang memiliki riwayat
hipersensitivitas terhadap clindamycin dan lincomycin atau kandungan lain yang
tersedia di dalam sediaan. Pasien dengan riwayat kolitis ulseratif atau koitis
pseudomembranosa juga tidak diperbolehkan menggunakan clindamycin.
Efek samping
Efek samping clindamycin lebih banyak ditemukan pada pasien yang menggunakan
sediaan sistemik, baik melalui injeksi maupun oral, dibandingkan pasien yang
menggunakan sediaan topikal. Efek samping sistemik yang paling sering ditemukan
adalah gangguan gastrointestinal, terutama diare, dan reaksi alergi.16
Farmakokinetik
Farmakokinetik paracetamol cukup baik dengan bioavailabilitas yang tinggi.
Paracetamol diabsorbsi dengan baik di usus halus melalui transport pasif pada
pemberian oral. Pemberian dengan makanan akan sedikit memperlambat absorpsi
paracetamol. Pada pemberian melalui rektum, terdapat variasi konsentrasi puncak di
plasma dan waktu yang dibutuhkan untuk mencapai konsentrasi puncak di plasma lebih
lama. Paracetamol memiliki bioavailabilitas yang tinggi. Sekitar 25% paracetamol
dalam darah diikat oleh protein. Metabolisme paracetamol terutama berada di hati
melalui proses glukoronidasi dan sulfasi menjadi konjugat non toksik. Sebagian kecil
paracetamol juga dioksidasi melalui enzim sitokrom P450 menjadi metabolit toksik
berupa N-acetyl-p-benzoquinoneimine (NAPQI). Sekitar 85% paracetamol diekskresi
dalam bentuk terkonjugasi dan bebas melalui urin dalam waktu 24 jam. Pada
paracetamol oral, ekskresi melalui renal berlangsung dalam laju 0,16 – 0,2
mL/menit/kg. Eliminasi ini akan berkurang pada individu berusia > 65 tahun atau
dengan gangguan ginjal.
Farmakodinamik
Farmakologi paracetamol memiliki efek inhibisi sintesis prostaglandin di jaringan dan
sistem saraf pusat. Paracetamol memiliki efek analgesik dan antipiretik yang setara
dengan OAINS. Sebagai analgesik, paracetamol menghambat prostaglandin dengan
cara berperan sebagai substrat dalam siklus peroksidase enzim COX-1 dan COX-2 dan
menghambat peroksinitrit yang merupakan aktivator enzim COX. Sebagai antipiretik,
paracetamol menghambat peningkatan konsentrasi prostaglandin di sistem saraf pusat
dan cairan serebrospinal yang disebabkan oleh pirogen.
Indikasi
Paracetamol digunakan untuk mengatasi gejala demam dan nyeri pada berbagai
penyakit seperti demam dengue, tifoid, dan infeksi saluran kemih. Pada pasien anak,
paracetamol digunakan saat suhu > 38,5 C. Paracetamol juga dapat digunakan pada
keluhan osteoarthritis, nyeri punggung belakang, nyeri kepala, nyeri pasca operasi, dan
nyeri pada gigi.
Kontraindikasi
Kontraindikasi paracetamol adalah pada pasien dengan riwayat hipersensitivitas dan
penyakit hepar aktif derajat berat.
Efek non-terapi
Paracetamol memiliki beberapa efek samping walaupun relatif jarang terjadi.
Paracetamol perlu dihindari pada pasien dengan riwayat alergi terhadap
paracetamol.Efek samping pada paracetamol dapat dikelompokkan berdasarkan sistem
organ. Efek samping yang sering ditemukan adalah gangguan pada hepar. Hal ini
ditemukan pada 1 – 10% penggunaan paracetamol. Pada sistem gastrointestinal, mual
dan muntah dapat ditemukan sampai 15%. Efek samping lain seperti nyeri perut, diare,
konstipasi, dispepsia juga dapat ditemukan
Interaksi obat
Penggunaan paracetamol dengan obat-obat seperti imatinib, isoniazid, dan picantrone
adalah kondisi yang tidak direkomendasikan, namun mungkin perlu diresepkan oleh
dokter pada beberapa kasus. Apabila kedua obat diresepkan bersamaan, dokter
mungkin akan mengganti dosisnya atau seberapa sering penggunaan obat satu atau
lainnya. Penggunaan paracetamol dengan acenocoumarol, carbamazepine,
fosphenytoin, lixisenatide, phenytoin, warfarin, dan zidovuldine dapat menyebabkan
peningkatan risiko dari beberapa efek samping tertentu, namun penggunaan kedua obat
mungkin dapat menjadi pengobatan terbaik.17
BAB III
KESIMPULAN
1. Saraf trigeminal terbagi atas saraf opthalmicus, saraf maksilaris, dan saraf
mandibularis.
2. Gigi-gigi pada maksila dipersarafi oleh saraf alveolaris superior, sedangkan gigi-gigi
pada mandibula dipersarafi oleh saraf alveolaris inferior.
3. Persarafan sensorik regio oral dan maksilofasial disuplai oleh beberapa saraf kranial.
Didominasi oleh saraf trigeminal, sebagian kecil oleh saraf fasialis dan saraf
glossopharyngeus.
4. Mekanisme nyeri melibatkan empat proses, yaitu transduksi, transmisi, modulasi, dan
persepsi. Nosireseptor terletak di ujung saraf bebas di permukaan kulit dan organ visera.
5. Jalur nyeri di sistem saraf pusat, terdiri dari jalur asenden dan desenden.
6. Antibiotik dapat digolongkan berdasarkan aktivitas, mekanisme kerja, serta daya
kerjanya. Analgetik-antipiretik antara lain terdiri dari parasetamol, asetosal, antalgin,
tramadol.
7. Mekanisme kerja clindamycin adalah dengan menghambat sintesis protein bakteri
melalui ikatan dengan subunit ribosom 50S, sedangkan paracetamol menghambat
enzim siklooksigenase(COX) dan penelitian terbaru menunjukkan bahwa obat ini lebih
selektif menghambat COX-2.
DAFTAR PUSTAKA
1. Feriyawati L. Anatomi Sistem Saraf dan Peranannya dalam Regulasi Kontraksi Otot
Rangka. Medan: Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara, 2006.
2. Bahrudin M. Neurologi Klinis. Malang: UMM Press, 2013.
3. Schumke M, Schulte E, Schumaker U. Atlas of Anatomy: Head, Neck, and
Neuroanatomy. 2nd edition. New York: Thieme Medical Publisher, Inc; 2016.
4. Ardinata D. Multidimensional Nyeri. Jurnal Keperawatan Rufaidah Sumatera Utara
2007;2 (2): 77-81.
5. Bahrudin M. Patofisiologi Nyeri. Saintika Medika 2017; 13 (1): 7-13.
6. Ganiswara SG. Faramakologi dan Terapi Edisi IV. Jakarta: UI Press, 1995.
7. Lullmann H, Mohr K, Hein L, Bieger N. Color Atlas of Pharmacology Third Edition.
New York: USA, 2005.
8. Tan Hoan T, Rahardja K. Obat-Obat Penting. Jakarta: Gramedia, 2007: 70-88.
9. Gunawan PY, Dina A. Trigeminal Neuralgia Etiologi, Patofisiologi, dan Tatalaksana.
Jurnal Medicinus. 2018; 7(2): 53-60.
10. Kamadjaja BD. Anestesi Lokal di Rongga Mulut Prosedur, Problema, dan Solusinya.
Surabaya: Airlangga University Press, 2019: 9-12.
11. Rodella LF, et al. A Review of the Mandibular and Maxillary Nerve Supplies and Their
Clinical Relevance. Elsevier. 2012; 57: 323-334.
12. Gunawan PY, Dina A. Trigeminal Neuralgia Etiologi, Patofisiologi, dan Tatalaksana.
Medicinus 2018; 7(2): 53-60.
13. Liebgott B. The Anatomical Basis Of Dentistry. 3rd ed. Missouri: Mosby Inc and
Elsevier Inc, 2011: 221-6.
14. Price SA. Patofisiologi. Jakarta: EGC, 2006.
15. Kementerian Kesehatan RI. Pedoman Umum Penggunaan Antibiotik. Jakarta, 2011: 5-
13.
16. Murphy PB, Le JK. Clindamycin. StatPearls. 2019.
17. Graham GG, Davies MJ, Day RO, Mohamudally A, Scott KF. The modern
pharmacology of paracetamol: therapeutic actions, mechanism of action, metabolism,
toxicity and recent pharmacological findings. Inflammopharmacol. 2013; 21: 201-232.