Anda di halaman 1dari 20

MAKALAH DISKUSI KELOMPOK

PEMICU 1 : OH GIGI BUNGSU-KU


BLOK 6 (REGULASI)

DISUSUN OLEH:

KELOMPOK 7

FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI


UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
2020
NAMA ANGGOTA

1. NUR HOLILA SIREGAR 190600039


2. NINDIRA YASMINE SIREGAR 190600040
3. MAUDY ANGGRIANI PULUNGAN 190600041
4. SADIRA TALITHA FIDELIYA 190600042
5. HANIIFAH HAAFIZH ARIFIN 190600043
6. ADELIANA ATRIN RAMBE 190600044
7. KLARISSA ANJANI JULIUS 190600077
8. BRIAN CRISTOPER SEMBIRING 190600078
9. DEVITA ALAMANDA 190600079
10. RACHEL ADINDA YULE BR GINTING 190600080
11. MUKHLISAH 190600081
12. ANISA WANDA HAFIDZAH 190600082
13. MANUEL FERNANDO HUTAGAOL 190600083
14. FAJRIN NURUL IZZAH 190600184
15. NAZAR TOHA HUTABARAT 190600185
16. SEILA EL SAADAH LUBIS 190600186
17. FEBY GHEA AGINTA 190600187
18. ANNISA RAHMA YAKUBI 190600188
19. HUZREEN SOFEA ZAKARIA 190600222
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Sistem saraf merupakan sistem koordinasi yang bertugas menghantarkan impuls


saraf ke susunan saraf pusat, memprosesnya, dan memberi tanggapan atas rangsangan
tersebut.1 Walaupun merupakan salah satu bagian terkecil dari organ di dalam tubuh,
tetapi sistem saraf merupakan bagian yang paling kompleks.
Secara anatomi, sistem saraf terbagi atas saraf pusat (otak dan medula spinalis)
dan saraf tepi (saraf kranial dan spinal) serta secara fisiologis, terbagi menjadi saraf
otonom dan saraf somatik.2
Saraf kranial terdiri atas 12 pasang yang muncul dari berbagai bagian batang
otak. Sebagian besar saraf tersebut tersusun dari serabut sensorik dan motorik, tetapi
beberapa hanya tersusun dari serabut sensorik saja.3
Salah satu dari 12 pasang saraf kranial adalah saraf trigeminal atau disebut juga
sebagai saraf kranial ke-5. Saraf ini mempunyai tiga percabangan, yang terdiri dari saraf
opthalmicus, saraf maksilaris, dan saraf mandibularis. Saraf-saraf ini mempersarafi
daerah wajah, termasuk rahang dan gigi.3
Saraf sensorik bertanggung jawab atas rangsang sentuhan, suhu, atau rasa nyeri.
Nyeri dapat diartikan sebagai pengalaman yang tidak menyenangkan yang diasosiakan
dengan kerusakan jaringan, baik aktual maupun potensial.4,5 Rangsang nyeri diterima
oleh nosireseptor yang terletak di ujung saraf bebas.5
Antibiotik adalah obat yang melawan infeksi yang disebabkan oleh bakteri.
Penggolongan antibiotik dapat dibedakan berdasarkan aktivitas, cara kerja, serta
struktur kimianya.6,7 Salah satu antibiotik yang sering digunakan adalah klindamisin.
Analgetik-antipiretik adalah obat yang mengurangi rasa nyeri dan secara
bersamaan juga menurunkan suhu tubuh yang tinggi. Obat golongan analgetik-
antpiretik antara lain, parasetamol, asetosal, antalgin, dan tramadol.8

Pada tulisan ini, mahasiswa diajak untuk mengetahui bagaimana mekanisme


terjadinya rasa nyeri dan jalur yang dilewati oleh rasa nyeri di sistem saraf. Dalam
kasus, rasa nyeri ditimbulkan oleh gigi 38 yang mengalami impaksi. Rasa nyeri ini juga
berhubungan dengan persarafan yang ada diwajah dan gigi, dimana salah satu sarafnya
yakni saraf trigeminal.

Selain itu, mahasiswa diajak untuk memahami bagaimana farmakologi dari obat
antibiotik dan analgetik-antipiretik. Dimana antibiotik digunakan untuk mencegah
infeksi bakteri yang dapat menimbulkan inflamasi/peradangan pada daerah sekitar gigi
yang mengalami impaksi seperti di dalam kasus yang dibahas. Penggunaan obat
analgetik-antipiretik bertujuan untuk menghilangkan rasa nyeri yang timbul akibat
inflamasi /peradangan pada daerah gigi yang mengalami impaksi.

1.2 Deskripsi Topik

Seorang laki-laki berumur 21 tahun datang ke praktek dokter gigi dengan


keluhan rasa sakit berdenyut di daerah gigi paling belakang sebelah kanan dan terasa
bengkak ± sejak 3 hari yang lalu. Pasien mengalami kesulitan saat makan akibat
pembengkakan tersebut dan telah berusaha mengobatinya sendiri dengan meminum
obat yang dibelinya di warung, namun rasa sakit hanya hilang sementara dan
pembengkakan semakin besar. Pasien juga mengeluh badannya terasa demam 2 hari
belakangan ini. Pasien tidak memiliki riwayat penyakit sistemik dan sebelumnya tidak
pernah melakukan perawatan gigi.
Pada pemeriksaan ekstraoral dijumpai pipi sebelah kanan terlihat sedikit
membengkak dan terasa hangat ketika dipalpasi. Pada pemeriksaaan intraoral terlihat
adanya gigi impaksi dengan posisi mesioangular pada gigi 36 dimana sebagian gusi
menutupi mahkota gigi dan sulit dipakai untuk mengunyah sehingg pasien hanya
mengunyah memakai satu sisi.
Tindakan awal yang dilakukan oleh dokter gigi tersebut adalah eksisi untuk
membantu jalan erupsi gigi tersebut. Kemudian, dokter gigi memberikan resep sebagai
berikut: antibiotik kapsul Clindamycin 300 mg 4 kai sehari selama 5 hari; analgetik-
antipiretik yaitu paracetamol tablet 500 mg selama 3 kali sehari selama 3 hari pada
pasien tersebut. Pasien dijadwalkan untuk kontrol 7 hari lagi.

Pertanyaan:

1. Jelaskan pembagian saraf trigeminal !


2. Jelaskan anatomi persarafan gigi !
3. Jelaskan saraf yang menyampaikan informasi sensorik dari wajah/ rahang !
4. Bagaimana mekanisme terjadinya nyeri? dimana lokasi reseptor nyeri
(nosireseptor)?
5. Bagaimana jalur yang dilalui dalam susunan saraf, sehingga suatu stimulus yang
menyebabkan nyeri dapat disadari?
6. Jelaskan penggolongan antibiotik dan analgetik-antipiretik !
7. Jelaskan aspek farmakologi obat dari clindamycin dan paracetamol !
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Pembagian Saraf Trigeminal

Nervus Trigeminus (saraf trigeminal) merupakan saraf kranial yakni golongan


V. Saraf trigeminal ini keluar dari lateral mid-pons berupa dua cabang yang masing-
masing memiliki fungsi yang berbeda, yaitu cabang kecil dan cabang besar.9,10,11
1) Cabang Kecil ( Motoris)
Cabang kecil pada saraf trigeminal memerankan fungsi motorik pada wajah. Akar
saraf motorik ini memiliki ukuran yang lebih kecil (portio minor nervi trigemini)
dibandingkan dengan akar saraf sensoris (portio major nervi trigemini). Akar saraf
motorik dari saraf trigeminal akan bercabang mempersarafi :Muscle Maseter,
Temporalis , Pterigoideus Internus et Eksternus, Tensor Timpani, Omohyoideus,
dan bagian anterior M. Digastricus. 9,10
2) Cabang Besar (Sensoris)
Cabang saraf trigeminal yang satu ini memerankan fungsi sensoris pada wajah dan
memiliki akar saraf yang lebih besar (portio minor nervi trigemini) dibandingkan
dengan cabang kecil dari saraf trigeminal (portio major nervi trigemini). Akar
saraf sensoris ini akan menyampaikan impuls nyeri, suhu, raba, dan proprioseptif,
yang akan berlanjut menjadi Ganglion Gasseri yang akan melepaskan 3 cabang,
yaitu nervus opthalmicus, maxillaris dan mandibularis.9,10
a) Nervus Opthalmicus, cabang ini berperan sebagai pengatur sensibilitas
wajah pada area dahi, mata, hidung, kening, selaput otak, dan sinus
paranasal.
b) Nervus Maxillaris, cabang ini berperan sebagai pengatur sensibilitas wajah
pada area bibir atas, palatum, dan mukosa hidung.
c) Nervus Mandibularis, cabang ini berperan sebagai pengatur sensibilitas
pada rahang bawah, gigi bawah, mukosa pipi, dan telinga eksternal.
2.1.1 Saraf Opthalmicus

Saraf opthalmicus adalah cabang pertama yang bersifat sensoris, keluar melalui
fissura orbitalis superior, dibagi menjadi tiga percabangan, dimana tiap namanya
mengindikasikan distribusinya:3

1. Saraf lakrimalis, mempersarafi kulit dari kelopak mata bagian atas dan konjungtiva
2. Saraf frontalis, bercabang menjadi:
1) Saraf supratroklearis, mempersarafi kulit dari kelopak mata bagian atas serta
dahi
2) Saraf supraorbitalis, mempersarafi kulit dari kelopak mata bagian atas, dahi,
serta sampai ke bagian belakang kepala
3. Saraf nasosiliaris, bercabang menjadi:
1) Saraf siliaris panjang, mempersarafi kornea; bersama serabut simpatik,
mempersarafi iris dan siliaris
2) Saraf siliaris pendek, mempersarafi kornea; bersama serabut simpatik
mempersarafi siliaris dan bersama serabut parasimpatetik mempersarafi iris
3) Saraf infratroklearis, mempersarafi kulit kelopak mata bagian atas, korunkula
lakrimalis, dan kantung lakrimal
4) Saraf etmoidal posterior dan anterior, mensuplai sinus etmoidal
2.1.2 Saraf maksilaris

Maxillary nerve (sensorik, berjalan ke depan bawah sinus kavernosus). Maxillary nerve
mempersarafi gigi atas, bibir atas, rongga hidung dan sinus maxillaris, terbagi atas:12,13

1) Meningeal branches (timbul dalam fosca cranial tengah untuk menginervasi bagian
dura);
2) Ganglionik branches (timbul dalam pterygoplalatine fossa);
3) Posterior superior alveolar nerve (menginervasi maxillary sinus dan maxillary gigi
molar);
4) Middle superior alveolar nerve (menginervasi bagian mukosa sinus, akar gigi
premolar maxillary dan mesiobuccal dari molar pertama);
5) Zygomatic nerve (menginervasi bagian lengkungan pipi);
6) Anterior superior alveolar nerve (menginervasi bagian sinus, nasal septum dan gigi
canine);
7) Facial branches (inferior palpebral branches, lateral nasal branches dan superior
labial branches);
8) Branches Ptrygopalatine ganglion.
2.1.3 Saraf mandibularis

Mandibular nerve (sensorik dan motorik), mempersarafi otot pengunyah, dan


mempersarafi gigi bawah, gusi bawah, dan bibir bawah, juga kulit daerah temporal dan
dagu., terdiri atas:12,13

1) Nervus spinosum (sensori);


2) Nerve to medial pterygoid (motor);
3) Long buccal nerve (sensorik);
4) Auriculotempolar nerve (sensorik);
5) Lingual nerve (sensorik);
6) Inferior alveolar nerve (sensorik dan motorik).

2.2 Anatomi Persarafan gigi


Saraf sensoris pada gigi berasal dari cabang saraf kranial ke-5 atau saraf
trigeminal pada maksila dan madibula.3
Gigi-gigi pada maksila dipersarafi oleh saraf alveolaris superior:
1. Gigi insisivus dan kaninus dipersarafi oleh saraf alveolaris superior anterior
2. Gigi premolar dan molar I bagian mesial dipersarafi oleh saraf alveolaris superior
medii
3. Gigi molar I bagian distal serta molar I dan II dipersarafi oleh saraf alveolaris
superior posterior

Gigi-gigi pada mandibula dipersarafi oleh plexus dental inferior. Saraf alveolaris
inferior berjalan melalui rongga pada mandibula di bawah akar gigi molar sampai ke
tingkat foramen mental. Cabang pada gigi ini tidaklah merupakan sebuah cabang besar,
tetapi merupakan 2 atau3 cabang yang lebih besar yang membentuk plexus dimana
cabang pada inferior ini memasuki tiap akar gigi pada mandibula.3

2.3 Saraf yang menyampaikan informasi sensorik rahang/ wajah


Persarafan sensorik regio oral dan maksilofasial dilayani oleh beberapa saraf
kranial. Didominasi oleh saraf trigeminal, sebagian kecil oleh saraf fasialis dan saraf
glossopharyngeus.10
2.3.1 Saraf Trigeminal
a) Nervus Opthalmicus
Nervus ini akan keluar melalui fisura orbitalis superior lalu terbagi menjadi tiga
cabang, yaitu nervus frontalis, nervus lakrimalis, dan nervus nasosilaris. Nervus
opthalmicus ini bersifat sensoris yang berperan dalam menyampaikan
sensibilitas ke bagian depan kelopak mata, bola mata, sebagian kulit kepala,
mukosa selaput mata, dan rongga hidung.9,10
b) Nervus Maxillaris
Nervus ini akan berjalan ke depan bawah sinus kavernosus lalu terbagi dalam
beberapa cabang: sebagian menjadi rami meningea media dan sisanya
memasuki 7 foramen rotundum. Dari foramen rotundum, nervus ini
menyebrangi fossa pterigopalatina dan terbagi atas cabang nervus zygomaticus,
nervus alveolaris superior posterior, nervus palatinus majus, nervus palatinus
minus, nervus nasopalatinus, nervus alveolaris superior medius, nervus
alveolaris superior anterior, dan nervus infraorbitalis. Keseluruhan nervus
maxillaris mempersarafi sepertiga tengah wajah termasuk pipi dan daerah
temporal sisi anterior, kelopak mata bawah, bibir atas, mukosa bibir atas,
gingiva rahang atas, dan palatum. Nervus Maxillaris juga melayani tulang
alveolar dan gigi-gigi rahang atas.9,10,11
c) Nervus Mandibularis
Nervus ini bersifat sensoris dan motoris yang awalnya terpisah namun bersatu
setelah memasuki foramen ovale. Cabang sensoris dari nervus mandibularis ini
akan mempersarafi sebagian kulit pipi, temporalis sisi posterior, dagu, dan bibir.
Di dalam rongga mulut, cabang nervus mandibularis melayani mukosa pipi,
bibir, lidah, gingiva rahang bawah, tulang alveolaris, dan gigi-gigi di rahang
bawah.9,10,11
2.3.2 Saraf Fasialis
Saraf ini merupakan saraf kranial ketujuh yang berasal dari bagian
inferior pons varolii. Cabang sensoris dari saraf ini akan menyampaikan impuls
yang berasal dari taste buds lidah bagian dua pertiga anterior (nervus chorda
tympanii).10

2.3.3 Saraf glossopharyngeus


Saraf ini merupakan saraf kranialis kesembilan yang berasal dari
nukleus di medulla oblongata. Cabang sensoris dari saraf ini mempersarafi
mukosa faring, sepertiga posterior lidah dan tonsil, serta persarafan dari taste
buds yang tersebar pada faring dan lidah sepertiga posterior.10

2.4 Mekanisme Nyeri dan Lokasi Nosireseptor


Nyeri adalah pengalaman sensorik dan emosional yang tidak menyenangkan
akibat kerusakan jaringan, baik aktual maupun potensial atau yang digambarkan dalam
bentuk kerusakan tersebut. Nyeri adalah suatu pengalaman sensorik yang
multidimensional. Fenomena ini dapat berbeda dalam intensitas (ringan, sedang, berat),
kualitas (tumpul, seperti terbakar, tajam), durasi (transien, intermiten,persisten), dan
penyebaran (superfisial atau dalam, terlokalisir atau difus). Meskipun nyeri adalah
suatu sensasi, nyeri memiliki komponen kognitif dan emosional, yang digambarkan
dalam suatu bentuk penderitaan. Nyeri juga berkaitan dengan refleks menghindar dan
perubahan output otonom.5
Nyeri berdasarkan mekanismenya melibatkan persepsi dan respon terhadap
nyeri tersebut. Mekanisme timbulnya nyeri melibatkan empat proses, yaitu: 4
1. Transduksi/Transduction Transduksi adalah adalah proses dari stimulasi
nyeri dikonversi kebentuk yang dapat diakses oleh otak. Proses transduksi
dimulai ketika nociceptor yaitu reseptor yang berfungsi untuk menerima
rangsang nyeri teraktivasi. Aktivasi reseptor ini (nociceptors) merupakan
sebagai bentuk respon terhadap stimulus yang datang seperti kerusakan
jaringan.
2. Transmisi/Transmission Transmisi adalah serangkaian kejadian-kejadian
neural yang membawa impuls listrik melalui sistem saraf ke area otak.
Proses transmisi melibatkan saraf aferen yang terbentuk dari serat saraf
berdiameter kecil ke sedang serta yang berdiameter besar. Saraf aferen akan
ber-axon pada dorsal horn di spinalis. Selanjutnya transmisi ini dilanjutkan
melalui sistem contralateral spinalthalamic melalui ventral lateral dari
thalamus menuju cortex serebral.
3. Modulasi/Modulation Proses modulasi mengacu kepada aktivitas neural
dalam upaya mengontrol jalur transmisi nociceptor tersebut. Proses
modulasi melibatkan sistem neural yang kompleks. Ketika impuls nyeri
sampai di pusat saraf, transmisi impuls nyeri ini akan dikontrol oleh sistem
saraf pusat dan mentransmisikan impuls nyeri ini kebagian lain dari sistem
saraf seperti bagian cortex. Selanjutnya impuls nyeri ini akan ditransmisikan
melalui saraf-saraf descend ke tulang belakang untuk memodulasi efektor.
4. Persepsi/Perception Persepsi adalah proses yang subjective. Proses persepsi
ini tidak hanya berkaitan dengan proses fisiologis atau proses anatomis saja,
akan tetapi juga meliputi cognition (pengenalan) dan memory (mengingat).
Oleh karena itu, faktor psikologis, emosional, dan behavioral (perilaku) juga
muncul sebagai respon dalam mempersepsikan pengalaman nyeri tersebut.
Proses persepsi ini jugalah yang menjadikan nyeri tersebut suatu fenomena
yang melibatkan multidimensional.

Distribusi reseptor bervariasi di seluruh tubuh, dengan jumlah terbesar terdapat


dikulit. Nosiseptor terletak di jaringan subkutis, otot rangka, dan sendi.

2.5 Jalur Nyeri


Jalur nyeri di sistem saraf pusat terdiri atas jalur asenden dan desenden.14
1. Jalur Asenden
- Serabut saraf C dan A delta halus, yang masing-masing membawa nyeri akut
tajam dan kronik lambat, bersinap di substansia gelatinosa komudorsalis,
memotong medula spinalis dan naik ke otak di cabang neospinotalamikus atau
cabang paleospinotalamikus traktus spinotalamikus anterolateralis.
- Traktur neospinotalamikus yang terutama diaktifkan oleh aferen perifer A delta
bersinap di nukleus ventropostero lateralis (VPN) talamus dan melanjutkan diri
secara langsung ke kortek somatosensorik girus pasca sentralis, tempat nyeri
dipersepsikan sebagai sensasi yang tajam dan berbatas tegas.
- Cabang paleospinotalamikus, yang terutama diaftifkan oleh aferen perifer
serabt saraf C adalah suatu jalur difus yang mengirim kolateral-kolateral ke
formatio retikularis batang otak dan struktur lain
- Serat-serat ini mempengaruhi hipotalamus dan sistem limbik serta korteks
serebri.

2. Jalur Desenden, mencakup 3 komponen, yaitu


a. Bagian pertama adalah substansia grisea periaquductus (PAG) dan substansia
grisea periventrikel mesensefalon dan pons bagian atas yang mengelilingi
aquaductus sylvius.
b. Neuron-neuron di daerah satu mengirim impuls ke Nukleus Ravemaknus
(NRM) yang terletak di pons bagian bawah dan medulla oblongata bagian ats
dan nukleus retikularis paragigantoseularis (PGL) di medula lateralis.
c. Impuls ditransmisikan ke bawah menuju kolumna dorsalis medula spinalis ke
suatu komplek inhibitori nyeri yang terletak di kornu dorsalis medulla spinalis.

2.6 Penggolongan Antibiotik dan Analgetik-Antipiretik


2.6.1 Penggolongan Antibiotik
Berdasarkan aktivitasnya, antibiotika dapat dibedakan menjadi dua golongan
besar, yaitu:6
a. Antibiotik kerja luas (broad spectrum), yaitu agen yang dapat menghambat
pertumbuhan dan mematikan sebagian besar bakteri, baik bakteri gram
positif maupun bakteri gram negatif.
Contoh: tetrasiklin dan derivatnya, kloramfenikol, ampisilin, sefalosporin,
carbanepen, dll.
b. Antibiotik kerja sempit (narrow spectrum), hanya aktif terhadap beberapa
bakteri saja.
Contoh: penisilin. Streptomisin, neomisin, basitrasin.
Berdasarkan mekanisme kerjanya pada bakteri, antibiotika dapat dibedakan
menjadi:6,7

a. Antibiotik yang bekerja dengan menghambat sintesis dinding sel bakteri.


Contoh: penisilin, sefalosporin, carbapenem, basitrasin, vankomisin,
sikloserin.
b. Antibiotik yang mengganggu keutuhan kembaran sel mikroba.
Contoh: polimiksin, golongan polien, serta berbagai antibakteri
kemoterapik.
c. Antibiotik yang bekerja denga menghambat sintesa protein.
Contoh: kloramfenikol, eritromisilin, linkomisin, tetrasiklin, dan antibiotika
golongan aminoglikosida.
d. Antibiotik yang bekerja dengan menghambat sintesis asam nukleat bakteri.
Contoh: asam nalidiksat, rifampisin, sulfonamid, trimetoprim.
e. Antibiotik yang menghambat metabolisme sel mikroba.
Contoh: sulfonmid, trimetoprim, asam p-aminosalisilat (PAS) dan sulfon.

Berdasarkan daya kerjanya, antibiotika digolongkan menjadi:15

a. Bakterisid
Efeknya mampu membunuh kuman/bakteri dengan membasmi
kuman/bakteri secara aktif. Antibiotik yang termasuk ke dalam golongan ini
adalah penisilin, sefalosporin, aminoglikosida (dosis besar), kotrimoksazol.
b. Bakteriostatik
Antibiotika bakteriostatik bekerja dengan mencegah atau menghambat
pertumbuhan kuman tidak membunuhnya. Hal ini yang menyebabkan daya
tahan tubuh sangat berpengaruh untuk melakukan pembasmian kuman
tersebut. Contoh antibiotik: tetrasiklin, kloramfenikol, eritromisin,
sulfonamid, makrolida, klindamisin.

2.6.2 Penggolongan Analgetik-Antipiretik


Analgetik-antipiretik adalah obat yang secara serentak menurunkan
suhu tubuh yang tinggi. Penggolongan analgetik dibagi dalam dua kelompok
besar atas dasar farmakologinya yaitu:8
1. Analgetik perifer (non-narkotik) yang terdiri dari obat-obat yang tidak
bersifat narkotik dan tidak bekerja sentral.
Contoh: parasetamol, asetosal, methampyron, da ibu profen.
2. Analgetik narkotik, khusus digunakan untuk menghalau rasa nyeri hebat,
seperti pada fractura dan kanker.
Contoh: tramadol

Obat golongan analgetik-antipiretik: parasetamol (acetaminofen), asetosal,


antalgin (methampyron), tramadol.

2.7 Aspek Farmakologi Clindamycin dan Paracetamol


2.7.1 Farmakologi Clindamycin
Mekanisme kerja
Mekanisme kerja clindamycin adalah dengan menghambat sintesis protein bakteri
melalui ikatan dengan subunit ribosom 50S.

Farmakokinetik
Clindamycin yang diberikan secara oral sangat baik. Sekitar 90% clindamycin per oral
akan diabsorpsi secara cepat. Clindamycin juga dapat berpenetrasi dengan baik ke
tulang. Karena sifatnya yang secara aktif ditransport ke dalam leukosit
polimorfonuklear dan makrofag, clindamycin juga diduga dapat melakukan penetrasi
yang baik pada abses. Clindamycin dimetabolisme di hepar menjadi metabolit aktif dan
inaktif.8

Farmakodinamik
Clindamycin bekerja dengan cara mencegah sintesis protein pada bakteri. Sintesis ini
dihambat melalui ikatan terhadap subunit ribosom 50S dan 23S. Dengan demikian,
ikatan peptida tidak dapat terbentuk dan bakteri gagal menghasilkan protein yang
dibutuhkan. Clindamycin dapat berperan bakteriostatik maupun bakterisidal tergantung
dari organisme yang dilawan, lokasi infeksi, dan konsentrasi obat yang diberikan.
Selain itu, clindamycin juga dapat menghambat produksi toksin yang dihasilkan oleh
streptokokus grup A dan Staphylococcus aureus.
Indikasi
Indikasi clindamycin adalah sebagai antibiotik yang banyak digunakan untuk
menangani infeksi bakteri anaerob, sebagian besar bakteri aerob gram positif, dan
beberapa protozoa. Clindamycin dapat digunakan pada berbagai keadaan, seperti
sepsis, infeksi intraabdomen, dan pneumonia. Clindamycin juga dapat digunakan pada
faringitis streptokokal untuk pasien yang alergi dengan penisilin. Clindamycin juga
dapat menjadi pilihan pada vaginosis bakterial dan penyakit radang panggul, infeksi
tulang dan sendi, infeksi kulit tanpa komplikasi, dan acne vulgaris. Clindamycin juga
dapat digunakan sebagai profilaksis sebelum dilakukan tindakan pembedahan. Dokter
gigi juga banyak menggunakan clindamycin untuk mencegah endokarditis sebelum
dilakukan tindakan pada gigi dan mulut. Cindamycin juga efektif untuk melawan
Staphylococcus aureus yang resisten terhadap metisilin (MRSA).

Kontraindikasi
Penggunaan clindamycin dikontraindikasikan pada pasien yang memiliki riwayat
hipersensitivitas terhadap clindamycin dan lincomycin atau kandungan lain yang
tersedia di dalam sediaan. Pasien dengan riwayat kolitis ulseratif atau koitis
pseudomembranosa juga tidak diperbolehkan menggunakan clindamycin.

Efek samping
Efek samping clindamycin lebih banyak ditemukan pada pasien yang menggunakan
sediaan sistemik, baik melalui injeksi maupun oral, dibandingkan pasien yang
menggunakan sediaan topikal. Efek samping sistemik yang paling sering ditemukan
adalah gangguan gastrointestinal, terutama diare, dan reaksi alergi.16

2.7.2 Farmakologi Paracetamol


Mekanisme kerja
Menghambat enzim siklooksigenase(COX) dan penelitian terbaru menunjukkan bahwa
obat ini lebih selektif menghambat COX-2. Meskipun mempunyai antipiretik dan
analgesik, aktivitas antiinflamasi nya lemah.

Farmakokinetik
Farmakokinetik paracetamol cukup baik dengan bioavailabilitas yang tinggi.
Paracetamol diabsorbsi dengan baik di usus halus melalui transport pasif pada
pemberian oral. Pemberian dengan makanan akan sedikit memperlambat absorpsi
paracetamol. Pada pemberian melalui rektum, terdapat variasi konsentrasi puncak di
plasma dan waktu yang dibutuhkan untuk mencapai konsentrasi puncak di plasma lebih
lama. Paracetamol memiliki bioavailabilitas yang tinggi. Sekitar 25% paracetamol
dalam darah diikat oleh protein. Metabolisme paracetamol terutama berada di hati
melalui proses glukoronidasi dan sulfasi menjadi konjugat non toksik. Sebagian kecil
paracetamol juga dioksidasi melalui enzim sitokrom P450 menjadi metabolit toksik
berupa N-acetyl-p-benzoquinoneimine (NAPQI). Sekitar 85% paracetamol diekskresi
dalam bentuk terkonjugasi dan bebas melalui urin dalam waktu 24 jam. Pada
paracetamol oral, ekskresi melalui renal berlangsung dalam laju 0,16 – 0,2
mL/menit/kg. Eliminasi ini akan berkurang pada individu berusia > 65 tahun atau
dengan gangguan ginjal.

Farmakodinamik
Farmakologi paracetamol memiliki efek inhibisi sintesis prostaglandin di jaringan dan
sistem saraf pusat. Paracetamol memiliki efek analgesik dan antipiretik yang setara
dengan OAINS. Sebagai analgesik, paracetamol menghambat prostaglandin dengan
cara berperan sebagai substrat dalam siklus peroksidase enzim COX-1 dan COX-2 dan
menghambat peroksinitrit yang merupakan aktivator enzim COX. Sebagai antipiretik,
paracetamol menghambat peningkatan konsentrasi prostaglandin di sistem saraf pusat
dan cairan serebrospinal yang disebabkan oleh pirogen.

Indikasi
Paracetamol digunakan untuk mengatasi gejala demam dan nyeri pada berbagai
penyakit seperti demam dengue, tifoid, dan infeksi saluran kemih. Pada pasien anak,
paracetamol digunakan saat suhu > 38,5 C. Paracetamol juga dapat digunakan pada
keluhan osteoarthritis, nyeri punggung belakang, nyeri kepala, nyeri pasca operasi, dan
nyeri pada gigi.

Kontraindikasi
Kontraindikasi paracetamol adalah pada pasien dengan riwayat hipersensitivitas dan
penyakit hepar aktif derajat berat.
Efek non-terapi
Paracetamol memiliki beberapa efek samping walaupun relatif jarang terjadi.
Paracetamol perlu dihindari pada pasien dengan riwayat alergi terhadap
paracetamol.Efek samping pada paracetamol dapat dikelompokkan berdasarkan sistem
organ. Efek samping yang sering ditemukan adalah gangguan pada hepar. Hal ini
ditemukan pada 1 – 10% penggunaan paracetamol. Pada sistem gastrointestinal, mual
dan muntah dapat ditemukan sampai 15%. Efek samping lain seperti nyeri perut, diare,
konstipasi, dispepsia juga dapat ditemukan

Interaksi obat
Penggunaan paracetamol dengan obat-obat seperti imatinib, isoniazid, dan picantrone
adalah kondisi yang tidak direkomendasikan, namun mungkin perlu diresepkan oleh
dokter pada beberapa kasus. Apabila kedua obat diresepkan bersamaan, dokter
mungkin akan mengganti dosisnya atau seberapa sering penggunaan obat satu atau
lainnya. Penggunaan paracetamol dengan acenocoumarol, carbamazepine,
fosphenytoin, lixisenatide, phenytoin, warfarin, dan zidovuldine dapat menyebabkan
peningkatan risiko dari beberapa efek samping tertentu, namun penggunaan kedua obat
mungkin dapat menjadi pengobatan terbaik.17
BAB III

KESIMPULAN

1. Saraf trigeminal terbagi atas saraf opthalmicus, saraf maksilaris, dan saraf
mandibularis.
2. Gigi-gigi pada maksila dipersarafi oleh saraf alveolaris superior, sedangkan gigi-gigi
pada mandibula dipersarafi oleh saraf alveolaris inferior.
3. Persarafan sensorik regio oral dan maksilofasial disuplai oleh beberapa saraf kranial.
Didominasi oleh saraf trigeminal, sebagian kecil oleh saraf fasialis dan saraf
glossopharyngeus.
4. Mekanisme nyeri melibatkan empat proses, yaitu transduksi, transmisi, modulasi, dan
persepsi. Nosireseptor terletak di ujung saraf bebas di permukaan kulit dan organ visera.
5. Jalur nyeri di sistem saraf pusat, terdiri dari jalur asenden dan desenden.
6. Antibiotik dapat digolongkan berdasarkan aktivitas, mekanisme kerja, serta daya
kerjanya. Analgetik-antipiretik antara lain terdiri dari parasetamol, asetosal, antalgin,
tramadol.
7. Mekanisme kerja clindamycin adalah dengan menghambat sintesis protein bakteri
melalui ikatan dengan subunit ribosom 50S, sedangkan paracetamol menghambat
enzim siklooksigenase(COX) dan penelitian terbaru menunjukkan bahwa obat ini lebih
selektif menghambat COX-2.
DAFTAR PUSTAKA

1. Feriyawati L. Anatomi Sistem Saraf dan Peranannya dalam Regulasi Kontraksi Otot
Rangka. Medan: Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara, 2006.
2. Bahrudin M. Neurologi Klinis. Malang: UMM Press, 2013.
3. Schumke M, Schulte E, Schumaker U. Atlas of Anatomy: Head, Neck, and
Neuroanatomy. 2nd edition. New York: Thieme Medical Publisher, Inc; 2016.
4. Ardinata D. Multidimensional Nyeri. Jurnal Keperawatan Rufaidah Sumatera Utara
2007;2 (2): 77-81.
5. Bahrudin M. Patofisiologi Nyeri. Saintika Medika 2017; 13 (1): 7-13.
6. Ganiswara SG. Faramakologi dan Terapi Edisi IV. Jakarta: UI Press, 1995.
7. Lullmann H, Mohr K, Hein L, Bieger N. Color Atlas of Pharmacology Third Edition.
New York: USA, 2005.
8. Tan Hoan T, Rahardja K. Obat-Obat Penting. Jakarta: Gramedia, 2007: 70-88.
9. Gunawan PY, Dina A. Trigeminal Neuralgia Etiologi, Patofisiologi, dan Tatalaksana.
Jurnal Medicinus. 2018; 7(2): 53-60.
10. Kamadjaja BD. Anestesi Lokal di Rongga Mulut Prosedur, Problema, dan Solusinya.
Surabaya: Airlangga University Press, 2019: 9-12.
11. Rodella LF, et al. A Review of the Mandibular and Maxillary Nerve Supplies and Their
Clinical Relevance. Elsevier. 2012; 57: 323-334.
12. Gunawan PY, Dina A. Trigeminal Neuralgia Etiologi, Patofisiologi, dan Tatalaksana.
Medicinus 2018; 7(2): 53-60.
13. Liebgott B. The Anatomical Basis Of Dentistry. 3rd ed. Missouri: Mosby Inc and
Elsevier Inc, 2011: 221-6.
14. Price SA. Patofisiologi. Jakarta: EGC, 2006.
15. Kementerian Kesehatan RI. Pedoman Umum Penggunaan Antibiotik. Jakarta, 2011: 5-
13.
16. Murphy PB, Le JK. Clindamycin. StatPearls. 2019.
17. Graham GG, Davies MJ, Day RO, Mohamudally A, Scott KF. The modern
pharmacology of paracetamol: therapeutic actions, mechanism of action, metabolism,
toxicity and recent pharmacological findings. Inflammopharmacol. 2013; 21: 201-232.

Anda mungkin juga menyukai