Anda di halaman 1dari 11

PEMICU 1

BLOK 4

AMINAH INGIN PASANG BEHEL

NAMA : ANGELINA BETTY SIBURIAN

NIM : 200600129

KELOMPOK 12

FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

2020
Pemicu 1

Nama Pemicu : Aminah ingin pasang behel

Penyusun : Simson Damanik, drg., M.Kes, Gema Nazri Yanti, drg., M.Kes, dr. Siti
Syarifah, M.Biomed

Hari/ Tanggal : Selasa, 22 Desember 2020

Ibu Elly, berusia 35 tahun datang ke dokter gigi ingin merawat giginya dengan keluhan tidak
dapat menutup bibirnya secara baik, bibirnya selalu terangkat, dan ia merasa boneng.

Hasil pemeriksaan klinis menunjukkan keadaan giginya semua baik, tidak ada karies,
oklusinya juga normal. Hubungan rahang pasien bimaxiller protrusi, sehingga bibirnya
inkompeten. Dokter gigi langsung menyarankan pencabutan 4 gigi, 2 gigi di rahang atas
kanan dan kiri dan 2 gigi di rahang bawah kanan dan kiri. Pasien menyetujuinya karena
keinginannya begitu besar. Tanpa mendapat kesulitan baik dokter dan pasien bekerja sama
secara kooperatif maka pemasangan behel dilakukan.

Setelah 2 minggu pemasangan behel, pasien datang ke dokter gigi tersebut yang seharusnya
dijadwalkan datang 1 bulan kemudian. Pasien mengeluh sakit, beberapa gigi goyang, dan
terjadi pembengkakan gusi. Pasien kesulitan makan maupun membersihkan giginya. Dokter
meresepkan analgetik dan antiinflamasi.

Pertanyaan :

1. Bagaimana sikap Dokter gigi yang melakukan pemasangan behel tersebut?.


2. Bagaimana tindakan dokter gigi yang melakukan pemasangan behel dibandingkan
dengan tidak dipasang menurut prinsip bioetika?
3. Bagaimana Saudara menanggapi keluhan pasien tersebut?
4. Apa pendapat Saudara ditinjau dari segi hukum, sosial budaya, agama, ras dan lain-
lain.
5. Bagaimana menurut anda apabila anda mendapat kasus seperti ini, apa yang
sebaiknya anda lakukan?
6. Perlukah dilakukan informed consent? Jelaskan jawaban Saudara!
7. Apakah tujuan dokter gigi meresepkan sediaan obat analgetik dan antiinflamasi pada
pasien tersebut? Jelaskan jawaban saudara?
Jawaban

1. Dalam profesi kedokteran dikenal 4 prinsip moral utama, yaitu:


 Prinsip otonomi, yaitu prinsip moral yang menghormati hak-hak pasien,
terutama hak otonomi pasien (the rights to self determination),
 Prinsip beneficience, yaitu prinsip moral yang mengutamakan tindakan yang
ditujukan ke kebaikan pasien;
 Prinsip non-maleficence, yaitu prinsip moral yang melarang tindakan yang
memperburuk keadaan pasien. Prinsip ini dikenal sebagai “primum non
nocere” atau “above all do no harm”,
 Prinsip justice, yaitu prinsip moral yang mementingkan fairness dan keadilan
dalam mendistribusikan sumber daya (distributive justice).1

Keputusan untuk memulai perawatan pada pasien akan dipengaruhi oleh manfaat dari
pasien yang diseimbangi dengan risiko dari terapi alat dan prognosis untuk mencapai
tujuan perawatan dengan berhasil. Seperti perawatan gigi yang lain, perawatan
ortodonti cekat juga memiliki risiko dan komplikasi, misalnya oral hygiene yang
memburuk, inflamasi gingiva seperti pembengkakan dan pergerakan pada gusi.2

Menurut saya, sikap dokter gigi tersebut kurang tepat. Dokter gigi tersebut memang
telah menjelaskan rencana perawatan kepada pasien dan pasien pun telah
menyetujuinya. Akan tetapi, dokter gigi tersebut tidak memberikan informed consent
tertulis yang ditandatangani oleh pasien yang menjelaskan efek samping dan prosedur
perawatan. Hal ini mengakibatkan pasien tidak tahu risiko yang akan dihadapinya di
kemudian hari. Kasus ini dapat berakibat fatal jika pasien menuntut dokter gigi atas
pelanggaran kode etik dokter gigi.

2. Berdasarkan 4 prinsip moral utama dalam profesi kedokteran, dokter gigi tersebut
tidak melakukan pelanggaran terhadap prinsip bioetik. Hal ini didasarkan pada hal-hal
berikut1:
 Prinsip otonomi: dokter memberikan kesempatan pada pasien untuk
menentukan nasib sendiri dengan meminta persetujuan pasien untuk
melakukan pemasangan behel.
 Prinsip beneficience: dokter mencabut gigi dan memasang behel demi
kesembuhan gigi pasien. Hal ini menunjukkan bahwa dokter gigi tersebut
melakukan perawatan untuk kebaikan pasien
 Prinsip non-maleficience: dokter gigi tidak melakukan tindakan yang
memperburuk pasien. Ia melakukan perawatan sesuai dengan kemampuannya
dan prosedur kesehatan. Adapun keluhan lanjutan yang datang dari pasien
kemungkinan merupakan kejadian yang tidak diduga sebelumnya dan tidak
ada unsur “kesengajaan” untuk memperburuk keadaan pasien.
 Prinsip justice: dokter gigi terlihat tidak membedakan suku, agama, ras dalam
melayani pasien.

3. Bimaksiler protrusi merupakan salah satu maloklusi yang mempengaruhi penampilan


sesorang. Karakteristik malpoisi ini ditandai dengan gigi-gigi insisivus atas dan
bawah protrusi serta profil yang cembung. Hal ini tentu saja membuat seseorang yang
mempunyai penyakit ini merasa minder atau tidak percaya diri.3

Berdasarkan skenario, ada beberapa perawatan yang dapat dilakukan untuk


menanggapi keluhan pasien tersebut.
 Peakaian alat ortodonti lepasan
Perawatan yang baik yang bisa diberikan pada pasien untuk mengatasi
masalahnya adalah dengan alat ortodonti lepasan. Proses alat ortodonti lepasan
juga harus disesuaikan dengan prosedur yang berlaku dan dengan tingkat
hygiene yang tinggi. Terdapat berbagai jenis alat ortodoti lepasan mulai dari
bionator, monoblok, FKO, aktivator, Frankel dan lain-lain. Pemilihan berbagai
jenis alat ortodonti lepasan adalah berdasarkan dari hasil diagnosisnya. Alat
ortodonti lepasan dapat digunakan oleh orang dewasa, contohnya untuk
menggerakkan gigi-gigi sedikit saja.4

 Pemakaian alat ortodontik cekat


Pemakaian alat ortodontik cekat (behel / braces) memerlukan peranan dari
dokter gigi dalam memberikan motivasi dan instruksi yang benar dari awal
hingga akhir perawatan alat ortodontik cekat. Pemakaian alat ortodontik cekat
harus diberikan pengarahan mengenai pencegahan seperti: menyikat gigi,
menggunakan dental flass, pasta gigi, obat kumur dan dan motivasi untuk
meningkatkan kebersihan gigi dan mulut.5

 Damon system
Damon System adalah jenis braces yang dianjurkan pada pasien-pasien yang
sibuk di mana kelebihan tipe braces ini adalah tidak memerlukan kunjungan
berkala yang sering (setiap bulan) tetapi cukup 3-6 bulan kunjungan berkala.
Lama perawatan braces tipe Damon sedikit lebih cepat dibadingkan tipe
braces konvensional.4

 Invisalign
Invisalign menggunakan pendekatan inovatif untuk merapihkan gigi secara
efektif dan menggunakan bahan yang hampir tidak terlihat. Perawatan
Invisalign menggunakan teknologi “Smart Force” yang unik untuk
menciptakan serangkaian aligner yang dapat dilepas, didesain secara individu.

Pemakaian aligner dari Invisalign digunakan selama 20-22 jam per hari untuk
dapat menggerakkan gigi secara bertahap ke posisi yang ideal. Pasien
menerima 1 set rangkaian aligner dengan nomor berbeda dan setiap 2 minggu
akan menggunakan aligner lanjutan berbeda sampai perawatan selesai.4

 Lingual orthodontics
Jika pasien menginginkan perawatan braces tetapi tidak begitu kelihatan dari
luar, maka bentuk perawatan braces lingual merupakan opsi alternatif yang
terbaik. Jenis perawatan braces yang digunakan hanya terlihat pada bagian
belakang. Penggunaan jenis braces ini memakan waktu perawatan sedikit lebih
lama dibandingkan perawatan dengan braces konvensional.4

 Komunikasi dokter-pasien dan peninjauan berkala


Dalam menanggapi keluhan pasien yang terpenting adanya komunikasi antara
dokter dan pasien. Dokter memberitahukan informasi yang lengkap kepada
pasien tentang perawatan yang akan didapatnya.
Pencabutan gigi sebaiknya ditinjau setelah pemakaian behel, apakah perlu atau
tidak. Jangan terburu-buru mencabut gigi tanpa memikirkan matang-matang
efek sampingnya. Dokter gigi sebaiknya juga memberitahu pasien bahwa ia
tidak boleh mengonsumsi makanan yang keras. Pasien juga harus diberitahu
jenis sikat gigi apa yang harus digunakan, yaitu sikat gigi dengan bahan yang
halus.
4. Pendapat saya ditinjau dari segi hukum, sosial budaya, agama, dan ras:
 Hukum: UU RI Kesehatan No. 29 Tahun 2004 pasal 45
1) Setiap tindakan kedokteran dan kedokteran gigi yang akan dilakukan
oleh dokter dan dokter gigi harus mendapatkan persetujuan
2) Persetujuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan setelah
pasien mendapat penjelasan secara lengkap
3) Penjelasan sebagaimana pada ayat (2) sekurang-kurangnya mencakup
a. diagnosis dan tata cara tindakan medis;
b. tujuan tindakan medis yang dilakukan;
c. alternatif tindakan lain dan risikonya;
d. risiko dan komplikasi yang mungkin terjadi;
e. prognosis terhadap tindakan yang dilakukan

Dokter gigi tersebut tidak sesuai ayat 3 karena tidak memberi tahu tata cara
tindakan medis kepada pasien, alternatif tindakan lain, risiko, komplikasi, dan
prognosis tindakan yang dilakukan. Dokter gigi tersebut hanya menyarankan
pencabutan gigi dan pemasangan behel tanpa ada informasi lanjutan.

 Sosial Budaya: pemasangan behel dilakukan sesuai dengan lingkungan, pola


pikir individu masyarakat yang tinggal di lingkungan tempat tinggal pasien di
mana pola pikir individu yang tinggal di lingkungan kota cenderung lebih
memahami kesehatan gigi dan mulut daripada orang yang tinggal di pedesaan.
 Suku dan ras: tergantung suku dari pasien, apakah memperbolehkan perawatan
ortodontik atau tidak. Beberapa suku melarang perawatan ortodontik, misalnya
suku Anak Dalam.
 Agama: Disesuaikan dengan aturan dalam agama masing-masing
 Islam: Jika bertujuan untuk mempercantik dan memperindah gigi,
apalagi hanya mengikuti trend, maka hukumnya haram. Jika bertujuan
untuk pengobatan, seperti gigi tidak rata, sehingga tidak bisa dibuat
mengunyah makanan, maka hukumnya diperbolehkan.6
 Kristen: membolehkan pemasangan behel
 Katolik: membolehkan pemasangan behel
 Buddha: diperbolehkan dengan tujuan kesehatan gigi
 Hindu: boleh dilakukan, bahkan lebih dianjurkan untuk
penyempurnaan hidup

5. Para dokter gigi yang akan merawat maloklusi perlu melakukan evaluasi tentang
beberapa hal:7
 Pahami kasus yang akan dirawat, bagian mana dari komponen oklusi yang
mengalami kelainan, apakah maloklusi mengakibatkan skeletal, dental atau
kombinasi keduanya
 Evaluasi pengetahuan dan keterampilan, apakah sudah cukup pengetahuan
tentang kasus yang akan dirawat dan apakah sudah mempunyai pengalaman
merawat kasus tersebut
 Sadari keterbatasan internal, yaitu keterbatasan yang ada pada dokter yang
merawat
 Waspadai keterbatasan eksternal yaitu keterbatasan berasal dari faktor-faktor
di luar dokter yang merawat seperti keadaan pasien dan kondisi lingkungan
 Bangun komunikasi dan kerja sama yang baik dengan pasien

Dalam melakukan kontrol tindakan ortodontik perlu dilakukan dengan


mempertimbangkan:8

 Ungkapan pemakaian alat (masalah rasa sakit, kenyamanan, dipakai atau


tidak, pembersihan alat)
 Perubahan keadaan gigi geligi dan tulang rahang (tumbuh kembang)
 Pengaktifan kembali alat yang disesuaikan dengan tujuan serta
mempertimbangkan keluhan anak dan proses tumbuh kembang
 Pertimbangan pemberian hadiah (Positif Reinforcement)
 Penentuan kesepakatan waktu kontrol berikutnya
Sebagai dokter gigi, saya akan memberi pemahaman kepada pasien tentang prosedur
perawatan dan efek samping perawatan tersebut. Setelah saya memberitahukan
dengan jelas dan memastikan pasien telah memahami, saya akan memberikan
informed consent untuk ditandatangani. Sesudah itu, saya akan melakukan perawatan
sesuai dengan Standard Operating Procedure (SOP)

6. Informed consent atau persetujuan tindakan medis adalah persetujuan yang yang
diberikan oleh pasien atau keluarganya atas dasar penjelasan mengenai tindakan
medis yang akan dilakukan terhadap pasien tersebut. Definisi ini diatur dalam
Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 585/Menkes/Per/IX/1989
Tentang Persetujuan Medis. Setiap tindakan kedokteran atau kedokteran gigi yang
akan dilakukan oleh dokter atau dokter gigi terhadap pasien harus mendapat
persetujuan, hal tersebut diatur dalam Pasal 45 Undang-Undang Nomor 29 Tahun
2004 tentang Praktik Kedokteran. Persetujuan tersebut diterbitkan setelah pasien
mendapat penjelasan secara lengkap dari dokter mengenai:
a. diagnosis dan tata cara tindakan medis;
b. tujuan tindakan medis yang dilakukan;
c. alternatif tindakan lain dan risikonya;
d. risiko dan komplikasi yang mungkin terjadi;
e. prognosis terhadap tindakan yang dilakukan.

Pada hakikatnya, informed consent adalah suatu pemikiran bahwa keputusan


pemberian obat terhadap pasien harus terjadi berdasarkan kerja sama antara dokter
dan pasien. Berdasarkan uraian tersebut dapat disimpulkan bahwa informed consent
dalam perjanjian terapeutik adalah pemenuhan atas asas konsensualisme yang
menjiwai hukum perjanjian di mana berdasarkan pasal 1320 Kitab Undang-Undang
Hukum Perdata disebutkan bahwa suatu perjanjian akan terjadi ketika kedua belah
pihak mencapai kesepakatan. Namun, di sisi pasien, informed consent merupakan
perwujudan dari hak pasien di mana pasien berhak mendapatkan informasi penyakit
yang dideritanya, tindakan medis apa yang hendak dilakukan, kemungkinan penyulit
akibat tindakan itu alternatif terapi lainnya serta pronosisinya.
Tujuan dari informed consent adalah agar pasien mendapat informasi yang cukup
untuk dapat mengambil keputusan atas terapi yang akan dilaksanakan. Informed
consent juga berarti mengambil keputusan bersama. Hak pasien untuk menentukan
nasibnya dapat terpenuhi dengan sempurna apabila pasien telah menerima semua
informasi yang ia perlukan sehingga ia dapat mengambil keputusan yang tepat.
Informed consent ini juga merupakan perwujudan dari hak untuk menentukan nasib
sendiri (the right to self determination) karena keputusan akhir mengenai penentuan
nasib sendiri itu dapat diberikan jika untuk pengambilan keputusan tersebut
memperoleh informasi yang lengkap tentang segala untung dan ruginya apabila
sesuatu keputusan telah diambil.9

Informed consent berwujud persetujuan tertulis yang akan ditandatangani oleh pasien.
Apabila pasien telah menandatangani informed consent, berarti pasien telah mengerti
dan menerima efek samping yang mungkin terjadi, sehingga tidak bisa menuntut
dokter atas tindakan malpraktik. Menurut saya, informed consent perlu dilakukan
karena setiap pasien berhak mengetahui risiko dan manfaat dari tindakan medis yang
akan dijalaninya. Selain itu, dengan melakukan informed consent, dokter juga
menunjukkan profesionalitasnya, yaitu dengan tidak mengambil keputusan perawatan
sendiri, tetapi mendiskusikannya terlebih dahulu dengan pasiennya.

7. Analgetik atau obat pengahalang nyeri adalah zat-zat yang mengurangi atau
menghalau rasa nyeri tanpa menghilangkan kesadaran. Nyeri adalah perasaan tidak
menyenangkan yang dirasakan oleh penderita, sehingga keluhan tersebut merupakan
tanda dan gejala yang tidak terlalu sulit dikenali secara klinis namun penyebabnya
bervariasi. Jadi, tujuan dokter gigi memberikan analgetik adalah agar rasa nyeri di
gigi dan gusi pasien berkurang.10

Anti inflamasi adalah obat yang dapat menghilangkan radang yang disebabkan bukan
karena mikroorganisme (non-infeksi). Gejala inflamasi dapat disertai dengan gejala
panas, kemerahan, bengkak, nyeri/sakit, fungsinya terganggu. Proses inflamasi
meliputi kerusakan mikrovaskuler, meningkatnya permeabilitas vaskuler dan migrasi
leukosit ke jaringan radang, dengan gejala panas, kemerahan, bengkak, nyeri/sakit,
fungsinya terganggu. Mediator yang dilepaskan antara lain histamin, bradikinin,
leukotrin, prostaglandin dan PAF. Jadi, tujuan dokter gigi memberikan antiinflamasi
kepada pasien adalah untuk menghilangkan radang yang mungkin timbul pada gusi.10
DAFTAR PUSTAKA

1. Suryadi, Taufik. Prinsip-prinsip etika dan hokum dalam profesi kedokteran. Dalam:
prosiding Pertemuan Nasional V JBHKI dan Workshop III Pendidikan Bioetika dan
Medikolegal, Medan, 2009: 1-13.
2. Alawiyah, Tuti. Komplikasi dan risiko yang berhubungan dengan perawatan
ortodonti. Jurnal Ilmiah WIDYA. 2017; 4(1): 256-61.
3. Rahmawati E, Hardjono S. Perawatan Maloklusi Kelas I Bimaksiler Protrusi disertai
Gigi Berdesakan dan Pergeseran Midline menggunakan Teknik Begg. Majalah
Kedokteran Gigi Indonesia, 2013 Des; 20(2): 224-30
4. Smileworks Dental Implan Center. Ortodonti.
http://smileworks.id/id/perawatan/ortodonti/, (22 Desember 2020)
5. Rambitan WKD, Anindita PS, Mintjelungan CN. Hubungan Pemakaian Alat
Ortodontik Cekat dengan Status Kebersihan Gigi dan Mulut Siswa SMA Kristen 1
Tomohon. Jurnal e-Gigi, 2019; 7(1): 23-9.
6. Inilahkoran. Wajib tahu! Hokum pasang behel gigi dalam islam. 8 Desember 2018.
https://www.inilahkoran.com/berita/2493/wajib-tahu-hukum-pasang-behel-gigi-
dalam-islam#:~:text=Hukum%20Pasang%20Behel%20Gigi%20dalam%20Islam,-
inilahkoran%208%20Dec&text=%22Jika%20tujuannya%20untuk%20mempercantik
%20dan,cacat%20di%20gigi%2C%20maka%20diperbolehkan. (22 Desember 2020)
7. Wayan A, Christnawati. Perawatan Maloklusi Klas III dengan Reverse Overjet
Menggunakan Alat Ortodontik Cekat Teknik Begg. Maj Ked Gi. 2013; 20(1): 112-18
8. Sutardjo I. Pertimbangan dan Permasalahan Pemakaian Alat Interseptik Ortodonsi
secara Dini pada Anak Masa Tumbuh Kembang. Jurnal JKG UNEJ, 2011; 8(1): 1-10
9. Kinanti AD, Permatasari DA, Shinta DC. Urgensi Penerapan Mekanisme Informed
Consent untuk Mencegah Tuntutan Malpraktik dalam Perjanjian Terapeutik. Jurnal
Privat Law, 2015; 3(2): 108-13
10. Noviani, Nita dan Vitri Nurilawati. Farmakologi. Jakarta: Kemenkes RI, 2017: 78-81.

Anda mungkin juga menyukai