Anda di halaman 1dari 10

PEMICU 3

BLOK 3

TIA YANG PENCEMAS

NAMA : ANGELINA BETTY SIBURIAN

NIM : 200600129

KELOMPOK 12

FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

2020
Pemicu 3

Nama Pemicu: Tia yang Pencemas

Penyusun:dr Surya Husada, Sp.KJ, Suri Mutia Siregar M. Psi, Psikolog

Seorang pasien bernama Tia, wanita, usia 19 tahun, datang ke praktik dokter gigi bersama
dengan kakak kandungnya dengan keluhan sakit gigi pada gigi belakang kanan atas. Pasien
terlihat pendiam, bicara hanya jika ditanya, saat berbicara suaranya cepat, dengan nada yang
sering bergetar. Tia juga tampak gelisah, sering tidak memperhatikan ucapan dari dokter,
sering melihat ke sekeliling ruangan praktek, sesekali mengusap-usap kedua tangannya,
tampak berkeringat di wajahnya. Sewaktu ditanyakan pada kakaknya, dikatakan kalau Tia
dalam 3 tahun belakangan ini memang sering terlihat cemas dan gelisah, terutama jika sedang
tampil di depan orang ramai (publik) atau berbicara dengan orang yang baru dikenal. Tia
mengatakan bahwa ia merasa takut kalau nantinya akan terlihat salah dan akhirnya akan
diejek dan dipermalukan oleh orang lain. Akibatnya ia selalu menghindari hal tersebut.
Bahkan ia tak mau makan atau minum di tempat yang terbuka dan memakai fasilitas-fasilitas
publik seperti toilet umum. Akan tetapi kalau bersama keluarga dan teman-teman dekatnya
rasa cemas tersebut tak pernah dirasakannya. Kakaknya mengatakan bahwa semenjak kecil
Tia memang orangnya pendiam, pemalu dan hanya memiliki sedikit teman akrab. Hal ini
membuat Tia kesulitan dalam melakukan aktivitasnya sehari-hari sebagai seorang mahasiswi
di sebuah universitas. Menurut informasi Tia pernah beberapa kali diejek oleh teman -
temannya ketika tampil di depan kelas karena penampilannya yang pemalu.

Pertanyaan :

1. Apakah yang dimaksud dengan gangguan ansieti/kecemasan


2. Gangguan mental apakah yang dialami oleh Tia? Apa alasannya?
3. Faktor-faktor apa sajakah yang dapat menimbulkan gangguan mental tersebut?
4. Berdasarkan teori belajar bagaimana proses terbentuknya prilaku cemas pada diri Tia?
5. Bagaimanakah penatalaksanaan pada pasien tersebut ditinjau dari :
a) Berdasarkan pendekatan psikososial hal – hal apa yang dapat dilakukan untuk
mengurangi prilaku cemas yang muncul pada diri Tia
b) Berdasarkan farmakologi bagaimana penatalaksanaan pada pasien tersebut
6. Apa yang dapat dilakukan oleh dokter gigi pada Tia?
Jawaban

1. Gangguan kecemasan adalah kondisi kronis yang ditandai dengan rasa khawatir yang
berlebihan dan terus-menerus, dengan gejala fisik seperti berkeringat, jantung
berdebar, dan perasaan stres1.

2. Ada beberapa jenis gangguan kecemasan2:


 Gangguan kecemasan umum (generalized anxiety disorder)
Seseorang merasakan kekhawatiran dan ketegangan yang berlebihan dan tidak
realistis dengan sedikit atau tanpa alasan.

 Gangguan panik (panic disorder)


Seseorang merasakan ketakutan mendadak dan intens yang menyebabkan
serangan panik. Selama serangan panik, orang tersebut mungkin berkeringat,
nyeri dada, dan detak jantung berdebar-debar (palpitasi). Terkadang orang
yang menderita gangguan panik juga merasa seperti tersedak atau mengalami
serangan jantung.

 Gangguan kecemasan sosial / fobia sosial (social anxiety disorder)


Seseorang merasa sangat khawatir dan sadar diri tentang situasi sosial sehari-
hari. Orang yang menderita fobia sosial secara obsesif khawatir tentang orang
lain yang menilai dirinya atau dipermalukan atau diejek.

 Fobia spesifik (specific phobias)


Seseorang merasa sangat takut terhadap objek atau situasi tertentu, seperti
ketinggian atau terbang. Ketakutan melampaui apa yang pantas dan dapat
menyebabkan orang tersebut menghindari situasi biasa.

 Agorafobia (agoraphobia)
Seseorang sangat takut berada di tempat yang tampaknya sulit untuk
melarikan diri atau mendapatkan bantuan jika terjadi keadaan darurat.
Misalnya, orang tersebut mungkin panik atau cemas saat berada di pesawat,
transportasi umum, atau antrean di tengah kerumunan.
 Kecemasan akan perpisahan (separation anxiety)
Seseorang akan merasa sangat cemas atau takut ketika orang yang dekat
dengannya meninggalkan pandangannya. Ia akan selalu khawatir bahwa
sesuatu yang buruk mungkin terjadi pada orang yang ia cintai.

 Mutisme selektif (selective mutism)


Ini adalah jenis kecemasan sosial di mana anak-anak kecil yang berbicara
normal dengan keluarganya tidak berbicara di depan umum, seperti di sekolah.

 Gangguan kecemasan yang diinduksi obat (medication-induced anxiety


disorder)
Penggunaan obat-obatan tertentu atau obat-obatan terlarang, atau penarikan
dari obat-obatan tertentu, dapat memicu beberapa gejala gangguan kecemasan.

Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa Tia mengalami


gangguan kecemasan sosial (social anxiety disorder) karena ia sering terlihat
cemas dan gelisah, terutama jika sedang tampil di depan orang ramai (publik)
atau berbicara dengan orang yang baru dikenal. Tia juga mengatakan bahwa ia
merasa takut kalau nantinya akan terlihat salah dan akhirnya akan diejek dan
dipermalukan oleh orang lain. Ciri ini sangat sesuai dengan ciri-ciri umum
orang yang menderita social anxiety disorder.

3. Seperti banyak kondisi kesehatan mental lainnya, gangguan kecemasan sosial


kemungkinan besar muncul dari interaksi yang kompleks antara faktor biologis dan
lingkungan. Kemungkinan penyebabnya termasuk3:
 Sifat yang diwariskan
Gangguan kecemasan cenderung diturunkan dalam keluarga. Namun, belum
jelas seberapa banyak hal tersebut disebabkan oleh genetika dan seberapa
banyak akibat perilaku yang dipelajari.

 Struktur otak
Sebuah struktur di otak yang disebut amigdala (uh-MIG-duh-luh) mungkin
berperan dalam mengendalikan responss rasa takut. Orang yang memiliki
amigdala yang terlalu aktif mungkin memiliki responss rasa takut yang
meningkat, yang menyebabkan peningkatan kecemasan dalam situasi sosial.

 Lingkungan hidup
Gangguan kecemasan sosial juga memiliki kemungkinan sebagai perilaku
yang dipelajari. Beberapa orang mungkin mengembangkan kondisi tersebut
karena situasi sosial yang tidak menyenangkan atau memalukan. Selain itu,
mungkin ada hubungan antara gangguan kecemasan sosial dengan orang tua
yang mencontohkan perilaku cemas dalam situasi sosial atau lebih mengontrol
atau terlalu melindungi anak-anak mereka.

Selain faktor penyebab yang sudah diuraikan di atas, ada beberapa faktor yang
dapat meningkatkan risiko terjadinya gangguan kecemasan sosial, antara lain3:
 Sejarah keluarga
Seseorang lebih mungkin mengembangkan gangguan kecemasan sosial jika
orang tua kandung atau saudara kandung Anda memiliki kondisi tersebut.

 Pengalaman negatif
Anak-anak yang mengalami ejekan, bullying, penolakan, ejekan atau
penghinaan mungkin lebih rentan terhadap gangguan kecemasan sosial. Selain
itu, kejadian negatif lainnya dalam hidup, seperti konflik keluarga, trauma atau
pelecehan, dapat dikaitkan dengan gangguan kecemasan sosial.

 Perangai
Anak-anak yang pemalu, penakut, menyendiri atau terkekang ketika
menghadapi situasi atau orang baru mungkin berisiko lebih besar mengalami
gangguan kecemasan sosial

 Tuntutan sosial atau pekerjaan baru


Gejala gangguan kecemasan sosial biasanya dimulai pada masa remaja. Akan
tetapi, situasi seperti bertemu orang baru, berpidato di depan umum, atau
membuat presentasi pekerjaan yang penting dapat memicu gejala untuk
mengalami gangguan kecemasan sosial untuk pertama kalinya.
 Memiliki penampilan atau kondisi yang menarik perhatian
Penampilan atau kondisi yang menarik misalnya kerusakan wajah, gagap atau
gemetar akibat penyakit Parkinson dapat memicu gangguan kecemasan sosial
pada beberapa orang.

4. Behaviorisme atau teori belajar perilaku adalah konsep populer yang berfokus pada
bagaimana seseorang belajar. Behaviorisme berfokus pada gagasan bahwa semua
perilaku dipelajari melalui interaksi dengan lingkungan. Teori belajar ini menyatakan
bahwa perilaku dipelajari dari lingkungan, dan mengatakan bahwa faktor bawaan atau
warisan memiliki pengaruh yang sangat kecil terhadap perilaku4.

Dalam teori belajar terdapat teori Operant Conditioning, yaitu perubahan tingkah laku
yang merupakan fungsi dari kondisi atau peristiwa lingkungan. Teori ini menyatakan
bahwa respons individu tidak hanya terjadi karena adanya rangsangan dari
lingkungan, tetapi juga dapat terjadi karena sesuatu di lingkungan yang tidak disadari.
Terdapat unsur penting dalam belajar pada teori ini, yaitu penguatan (reinforcement).
Penguatan dibagi dua, yaitu penguatan positif dan negatif.

Dalam kasus ini, dapat diketahui bahwa Tia mempelajari bahwa perilaku “salah” yang
dilakukan di depan banyak orang akan diejek dan dipermalukan, khususnya apabila
orang-orang tersebut adalah orang baru yang belum dikenal. Ia mempelajari hal
tersebut dari pengalamannya sendiri yang diejek oleh teman-temannya ketika tampil
di depan kelas. Pengalaman-pengalaman buruk ini merupakan suatu penguatan negatif
yang akhirnya membentuk suatu pola pikir dalam diri Tia bahwa sebisa mungkin
dirinya tidak boleh melakukan hal yang salah di depan umum. Pola pikir itu pada
akhirnya menimbulkan suatu perasaan was-was yang berlebihan sehingga membentuk
sebuah fobia, yaitu fobia sosial atau gangguan kecemasan sosial. Kecemasan Tia
terbentuk karena adanya proses belajar operant conditioning.

5. a. Penatalaksanaan berdasarkan pendekatan sosial memiliki peran yang penting


bagi pasien gangguan kecemasan. Terapi yang dapat dilakukan adalah5:
 Terapi Kognitif-Perilaku
Terapi ini dilakukan dengan mengajak pasien secara langsung mengenali
distorsi kognitif dan pendekatan perilaku, mengenali gejala somatik secara
langsung. Teknik yang biasa dilakukan adalah teknik relaksasi dan
biofeedback. Tujuan terapi ini adalah membantu pasien memahami
pemikirannya secara otomatis dan keyakinan yang salah sehingga terjadi
responss emosional berlebihan seperti gangguan cemas menyeluruh.

 Terapi Suportif
Terapi suportif dilakukan dengan pasien diberikan penegasan kembali dan
kenyamanan. Terapi juga mengajak pasien menggali potensi-potensi yang ada
dan belum tampak dalam dirinya, didukung egonya agar dapat beradaptasi
optimal dalam menjalankan fungsi sosial dan pekerjaannya.

 Psikoterapi Berorientasi Tilikan


Terapi ini dilakukan dengan mengajak pasien untuk mencapai penyingkapan
konflik bawah sadar, menilik kekuatan egonya, relasi objek serta keutuhan self
pasien. Dari pemahaman pasien akan konsep-konsep tersebut, terapi akan
mampu memperkirakan sejauh mana dapat berubah menjadi pribadi yang
lebih matur. Terapi juga dapat membantu pasien agak mampu beradaptasi
dalam fungsi sosial dan pekerjaannya.

b. Penatalaksanaan pada pasien berdasarkan farmakologi adalah Medikamentosa.


Pilihan Medikamentosa yang dapat digunakan adalah5:

 Benzodiazepin
Obat pilihan ini berguna untuk mengatasi cemas menyeluruh. Pemberian obat
ini diberikan mulai dari dosis rendah dan dinaikkan secara berkala sesuai
kebutuhan. Golongan Benzodiazepin merupakan obat kerja cepat waktu paruh
menengah dengan dosis terbagi.

Beberapa golongan benzodiazepin yang dapat digunakan pada gangguan


cemas menyeluruh adalah diazepam, clonazepam, alprazolam, lorazepam dan
clobazam. Efek samping yang mungkin terjadi pada penggunaan
benzodiazepin adalah mengantuk, sakit kepala, ataksia, dan peningkatan nafsu
makan

 Buspiron
Buspiron efektif untuk memperbaiki gejala kognitif. Buspiron tidak terlalu
efektif dalam memperbaiki gejala somatis. Obat ini tidak bekerja cepat, efek
obat baru mulai dirasakan setelah 2-3 minggu pengobatan. Pemberian
benzodiazepin bersamaan dengan buspiron memberikan respons yang baik.
Pemberian kombinasi terapi benzodiazepin dan buspiron diberikan selama 2-3
minggu pertama dilanjutkan dengan penurunan dosis berkala benzodiazepin
saat buspiron sudah mulai menunjukkan efek terapi

 SSRI (Selective Serotonin Re-uptake Inhibitor)


Pada pasien gangguan cemas menyeluruh dengan gangguan depresi,
pemberian SSRI tergolong efektif dalam penatalaksanaan. Obat golongan
SSRI yang menjadi pillihan adalah sertralin dan paroxetin disbanding
fluoksetin. Fluoksetin dapat meningkatkan kecemasan sementara.

6. Hal yang dapat dilakukan dokter gigi untuk mengurangi kecemasan Tia antara lain6,7:
 Menawarkan sambutan hangat
Saat pasien masuk, mereka sebaiknya disapa dengan hangat sambil tersenyum.
Staf kantor depan yang dingin, pemarah, dan terlalu banyak bekerja dengan
meja yang penuh dengan kertas-kertas yang kacau balau akan membuat pasien
yang gelisah semakin gelisah.

 Menggunakan bahasa yang sederhana dan mudah dimengerti


Bahasa yang mudah dimengerti tanpa jargon yang mengintimidasi dapat
sedikit menenangkan pasien. Dokter sebaiknya menjelaskan prosedur, tes, dan
mengapa ia mengajukan pertanyaan tertentu. Misalnya, "Saya akan
menanyakan beberapa pertanyaan tentang riwayat kesehatan keluarga Anda.
Saya bertanya bukan karena menurut saya Anda memiliki kondisi ini, tetapi
informasi tersebut dapat membantu saya membuat Anda tetap sehat."
 Meringankan mood
Dokter dapat melakukan ini dengan bersikap ramah dan menggunakan humor
jika sesuai. Dokter dapat mengajukan pertanyaan tentang hidup pasien dan
meluangkan waktu untuk mengenal pasien agar mereka merasa dokternya
peduli. Jika dokter gigi melihat kecemasan pasien meningkat selama
pemeriksaan, dokter gigi dapat mengajukan pertanyaan untuk mengalihkan
mereka dari rasa takut. Apakah mereka punya anak? Hewan peliharaan? Hobi?

 Menunjukkan empati
Menurut sebuah penelitian oleh Journal of Hand Surgery, 65% kepuasan
pasien dikaitkan dengan empati dokter. Pasien ingin didengarkan. Dokter gigi
harus bersedia untuk mendengarkan apa yang pasien katakan. Mengizinkan
komunikasi yang transparan segera setelah pasien masuk ke rumah sakit dapat
meningkatkan suasana hati dan pengalaman mereka secara keseluruhan. Jika
pasien merasa kekhawatirannya didengarkan, mereka merasa dihormati dan
diperhatikan.

 Relaksasi
Relaksasi dapat dilakukan dengan memberikan arahan pada Tia untuk menarik
napas dan menghembuskan dengan pelan sambil berhitung. Memutar musik
yang lembut juga dapat membantu membuat pikiran pasien lebih tenang.

 Tidak memaksa pasien


Apabila pasien tidak mau terbuka terhadap masalahnya atau tidak mau
memberitahukan beberapa informasi ketika ditanya, dokter gigi tidak boleh
memaksanya. Pemaksaan justru akan membuat pasien semakin cemas dan
enggan datang ke dokter gigi lagi. Ketika pasien menolak untuk melanjutkan
perawatan, dokter juga tidak boleh memaksa pasien untuk tetap
melanjutkannya kecuali keadaannya darurat.
DAFTAR PUSTAKA

1. Jr, William C Shiel. Medical Definition of Anxiety disorder. 2 Juni 2018.


https://www.medicinenet.com/generalized_anxiety_disorder_pictures_slideshow/artic
le.htm. (7 Desember 2020)
2. Webmd. Anxiety Disorder. https://www.webmd.com/anxiety-panic/guide/anxiety-
disorders#1-2. (7 Desember 2020)
3. Mayo Clinic Staff. Social anxiety disorder (social phobia). 29 Agustus 2017.
https://www.mayoclinic.org/diseases-conditions/social-anxiety-disorder/symptoms-
causes/syc-20353561#:~:text=People%20who%20have%20an
%20overactive,unpleasant%20or%20embarrassing%20social%20situation. (7
Desember 2020)
4. Western Governor University. What is the behavioral learning theory?. 29 Mei 2020.
https://www.wgu.edu/blog/what-behavioral-learning-
theory2005.html#:~:text=Behaviorism%20focuses%20on%20the%20idea,very
%20little%20influence%20on%20behavior. (7 Desember 2020)
5. Tarigan, Immanuel Natanel. Penatalaksanaan Gangguan Cemas Menyeluruh.
https://www.alomedika.com/penyakit/psikiatri/gangguan-cemas-
menyeluruh/penatalaksanaan. (7 Desember 2020)
6. Welby, Melissa. The anxious patient: How to calm a patient down to improve care. 17
Maret 2020. https://www.wolterskluwer.com/en/expert-insights/the-anxious-patient-
how-to-calm-a-patient-down-to-improve-care. (7 Desember 2020)
7. Lee, Hyun. How to Reduce Anxiety in Your Patients. https://www.qminder.com/how-
to-reduce-patient-anxiety/. (7 Desember 2020)

Anda mungkin juga menyukai