Anda di halaman 1dari 18

TUGAS PRAKTIKUM ORAL MEDICINE

LAPORAN KASUS

PENATALAKSANAAN PSEUDOMEMBRANOUS
CANDIDIASIS PADA PEROKOK USIA
LANJUT PADA DORSUM LIDAH

Oleh :
Fitriana Wadianur
131610101017

Pembimbing :
drg. Sri Hernawati, M.Kes
Praktikum Putaran III
Semester Genap Tahun Ajaran 2016/2017
BAGIAN ILMU PENYAKIT MULUT
FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI
UNIVERSITAS JEMBER
2016/2017

Laporan Kasus

PENATALAKSANAAN PSEUDOMEMBRANOUS CANDIDIASIS


PADA PEROKOK USIA LANJUT PADA DORSUM LIDAH

Fitriana Wadianur (131610101017)


Pembimbing drg. Sri Hernawati, M.Kes
Bagian Ilmu Penyakit Mulut Rumah Sakit Gigi danMulut Universitas Jember
Jln. Kalimantan No. 37 Kampus Tegalboto, Jember
Mei 2017

Abstrak

Pendahuluan : Candidiasis merupakan infeksi yang disebabkan oleh Candida


yang menyebabkan terjadi suatu kondisi patogen, dan merupakan infeksi jamur
yang paling sering dijumpai pada rongga mulut manusia. Candida albicans lebih
sering menyebabkan terjadinya infeksi apabila dibandingkan dengan jenis kandida
lainnya. Faktor predisposisi terjadinya kandidiasis oral seperti penggunaan gigi
tiruan, xerostomia, dan kebiasaan merokok. Gigi palsu mempengaruhi untuk
infeksi Candida di sebanyak 65% dari orang-orang tua yang mengenakan gigi
tiruan penuh atas. Pasien pria berumur 60 tahun dengan penampilan klinis
pseudomembranous candidiasis pada dorsum lidah, namun tidak sakit.
Kesimpulan: Diagnosa terakhir pada pasien ini yaitu pseudomembranous
candidiasis pada dorsum lidah. Terapi yang diberikan pada pasien yaitu Nystatin
oral suspension berfungsi sebagai obat antijamur topikal dan Becomzet (Vitamin
B complex, A, C, E, dan Zinc) sebagai multivitamin.
PENDAHULUAN

Kandida adalah jamur dengan bentuk yeast yang merupakan flora normal
dalam rongga mulut dan terdapat 70% pada setiap populasi, tetapi dapat menjadi
patogen apabila didukung oleh lingkungan dengan kondisi yang memungkinkan
misalnya penurunan respons imun atau terjadi perubahan ekosistem
mikroorganisme. Candida albicans lebih sering menyebabkan terjadinya infeksi
apabila dibandingkan dengan jenis kandida lainnya. Insidensi Candida albicans
yang diisolasi dari dalam rongga mulut adalah 45% pada bayi, 45-65% pada anak
yang sehat, 30-45% pada dewasa sehat, 50-65% pada pemakaian gigi tiruan
lepasan, 65-88% pada pasien tirah baring, 90% pada pasien leukemia akut dengan
kemoterapi, dan 95% pada pasien HIV.
Kandidiasis merupakan infeksi yang disebabkan oleh Candida yang
menyebabkan terjadi suatu kondisi patogen, dan merupakan infeksi jamur yang
paling sering dijumpai pada rongga mulut manusia. Manifestasi klinis dari
kandidiasis dalam rongga mulut dibagi menjadi empat yaitu Acute
Pseudomemrane Candidiasis (thrush), Acute Athropic Candidiasis, Chronic
Athropic Candidiasis, dan Chronic Hyperplastic Candidiasis. Hal ini terjadi
karena didukung adanya faktor predisposisi antara lain (1) adanya perubahan flora
normal rongga mulut (karena pemakaian antibiotik spektrum luas, penggunaan
obat kumur berlebihan, dan xerostomia), (2) iritasi lokal yang kronis (pemakaian
gigi tiruan yang dan alat ortodontik, perokok berat), (3) pemakaian kortikosteroid,
(4) kebersihan rongga mulut yang buruk, (5) kehamilan, (6) penurunan kekebalan
tubuh (AIDS, diabetes melitus, leukemia, limfoma, kemoterapi, dan radiasi), (7)
malabsorpsi dan malnutrisi.
Kandidiasis oral yang biasanya terjadi pada gigi tiruan pemakainya adalah
candidiasis atrofi kronis atau denture stomatitis yang ditandai dengan eritema
kronis dan edema mukosa yang kontak permukaan pemasangan gigi tiruan.
namun pada kasus pasien ini ditemukan adanya pseudomembran kandidiasis pada
lidah. Pseudomembran kandidiasis disebut juga dengan trush yang terdiri atas
kumpulan hifa dan sel ragi, sel radang, bakteri, epitel, debris makanan dan
jaringan nekrolitik. Pseudomembran kandidiasis merupakan infeksi akut tetapi
dapat menetap dalam waktu beberapa bulan ataupun tahun pada pasien yang
mengkonsumsi kortikosteroid, pada pasien HIV ataupun pasien
immunocompromised. Gambaran klinis dari Pseudomembran kandidiasis ialah
terlihat adanya lesi putih yang menyebar luas pada permukaan mukosa yang dapat
berkembang dan membentuk plak yang terlihat seperti gumpalan susu. Plak
tersebut dapat dikerok dan meninggalkan dasar eritema dan dapat juga berdarah.
Pseudomembran kandidiasis paling sering ditemukan pada daerah mukosa bukal,
lidah, dan palatum lunak. Perawatan pseudomembran kandidiasis ialah dengan
diberikan obat anti jamur topikal seperti nystatin, dan perlu adanya pemeriksaan
kelainan sistemik sebagai pemicu timbulnya pseudomembran kandidiasis.
TINJAUAN PUSTAKA

a. Candidiasis
Candidiasis merupakan infeksi yang disebabkan oleh Candida yang
menyebabkan terjadi suatu kondisi patogen, dan merupakan infeksi jamur yang
paling sering dijumpai pada rongga mulut manusia. Manifestasi klinis dari
kandidiasis dalam rongga mulut dibagi menjadi empat yaitu Acute
Pseudomemrane Candidiasis (thrush), Acute Athropic Candidiasis, Chronic
Athropic Candidiasis, dan Chronic Hyperplastic Candidiasis.

b. Pseudomembran kandidiasis
Thrush (acute pseudomembranous candidiasis) merupakan prtoptipe dari
infeksi mulut oleh jamur seperti ragi yang disebut Kandida. Penyakit ini
merupakan suatu infeksi superfisial dari lapisan atas epitelium mukosa mulut dan
mengakibatkan terbentuknya plak atau flek putih pada permukaan mukosa yang
terdiri atas sel-sel epitel yang berdesquamasi, sel-sel radang, fibrin, ragi dan
elemen miselia. Mukosa disekelilingnya bisa merah bisa tidak, akan tetapi
pembuangan plak dengan gosokan atau kerokan yang lembut biasanya
memperlihatkan suatu daerah kemerahan atau bahkan ulserasi yang dangkal.
Pseudomembran kandidiasis merupakan infeksi akut tetapi dapat menetap
dalam waktu beberapa bulan ataupun tahun pada pasien yang mengkonsumsi
kortikosteroid, pada pasien HIV ataupun pasien immunocompromised.
Pseudomembran kandidiasis paling sering ditemukan pada daerah mukosa bukal,
lidah, dan palatum lunak.
Diagnosis thrush ini biasanya ditegakkan berdasarkan gambaran lesi dengan
atau tanpa disertai konfirmasi berdasarkan sediaan apus atau kultur Kandida, jadi
diagnosis pasti dari thrush ini harus ditegakkan hanya bila organisme yang
dimaksud terlihat dalam sediaan apus yang telah diwarnai atau kultur yang
disiapkan dari lesi klinis yang khas.
c. Etiologi dan Faktor Predisposisi
Paling sering disebabkan oleh Candida albicans dan didukung adanya faktor
predisposisi antara lain:
(1) adanya perubahan flora normal rongga mulut (karena pemakaian
antibiotik spektrum luas, penggunaan obat kumur berlebihan, dan
xerostomia)
(2) iritasi lokal yang kronis (pemakaian gigi tiruan yang dan alat ortodontik,
perokok berat)
(3) pemakaian kortikosteroid
(4) kebersihan rongga mulut yang buruk
(5) kehamilan
(6) penurunan kekebalan tubuh (AIDS, diabetes melitus, leukemia, limfoma,
kemoterapi, dan radiasi)
(7) malabsorpsi dan malnutrisi.

d. Patogenesis
Faktor predisposisi terjadinya kandidiasis oral terdiri atas faktor lokal dan
sistemik. Beberapa faktor lokal tersebut seperti penggunaan gigi tiruan,
xerostomia, dan kebiasaan merokok. Penggunaan gigi tiruan dapat memberikan
lingkungan yang kondusif bagi pertumbuhan jamur Kandida yaitu lingkungan
dengan pH yang rendah, sedikit oksigen, dan keadaan anaerob. Faktor lokal
seperti xerostomia juga dapat menimbulkan kandidiasis oral. Xerostomia
merupakan suatu kondisi dimana mulut terasa kering. Hal ini dapat disebabkan
oleh berkurangnya produksi saliva, penggunaan obat-obatan (obat antihipertensi),
terapi radiasi dan kemoterapi.
Usia pasien yang lanjut serta kebiasaan buruk merokok menyebabkan
terjadinya gangguan pada sekresi saliva. Saliva berperan penting dalam menjaga
homeostasis dan mikroflora rongga mulut, termasuk dalam mencegah terjadinya
infeksi jamur. Saliva memiliki efek self cleansing yang melarutkan antigen
patogenik dan membersihkan mukosa mulut. Kandungan antibodi saliva (sIgA)
dan faktor anti mikrobial dalam saliva (lisosim, laktoperoksidase, histatin,
kalprotektin, dan laktoferin) berperan penting dalam mencegah perlekatan,
kolonisasi, dan infeksi Candida albicans. Dengan demikian, penurunan laju saliva
akan menyebabkan berkurangnya efisiensi sistem imun sebagai kontrol infeksi
Candida albicans sehingga memudahkan terjadinya infeksi Candida albicans.
Pada pasien dengan usia lanjut proliferasi sel atau regenerasi sel epitel juga
mengalami gangguan sehingga rentan terhadap penyakit.
Rokok terdiri dari 4000 senyawa kimia bioaktif dan 300 zat karsinogenik yang
dapat menyebabkan perubahan struktur dan fungsi saliva. Saliva merupakan
cairan tubuh yang pertama kali terpapar oleh rokok. Merokok dalam jangka waktu
yang pendek mengakibatkan peningkatan laju alir saliva, namun pengaruh rokok
dalam jangka waktu yang lama masih belum jelas. Merokok adalah salah satu
faktor risiko terjadinya penurunan sekresi saliva dan serostomia. Subjek yang
mengonsumsi rokok dalam jumlah yang banyak (14,88,3 batang rokok per hari)
dan dalam jangka waktu yang lama (12,156,84 tahun), mempunyai risiko yang
lebih besar mengalami serostomia. Penelitian ini juga melaporkan bahwa laju alir
saliva pada perokok dan nonperokok juga mempunyai perbedaan yang signifikan
(rata-rata laju alir saliva pada perokok 0,38 ml/menit 0,13, sedangkan pada non-
perokok 0,56 ml/menit 0,16). Hal ini menunjukkan bahwa merokok dalam
jangka panjang menyebabkan penurunan laju alir saliva. Perubahan pada laju alir
saliva mempunyai peran penting dalam patogenesis penyakit gigi dan penyakit
rongga mulut. Hiposalivasi dihubungkan dengan kejadian peningkatan jumlah
Candida. Subjek dengan laju alir saliva yang rendah memiliki jumlah Candida
yang lebih tinggi. Merokok mempunyai hubungan dengan tingginya jumlah
spesies Candida. Merokok dapat meningkatkan jumlah Candida secara signifikan
dari 30% menjadi 70%. Pada perokok terjadi perubahan lokal pada epitel yang
menyebabkan terjadinya kolonisasi Candida. Adanya kebiasaan merokok dapat
menyebabkan iritasi kronis dan panas yang mengakibatkan perubahan
vaskularisasi dan sekresi kelenjar liur. Seperti yang diketahui, di dalam saliva
terdapat komponen anti Kandida seperti lisozim, histatin, laktoferin, dan
calprotectin, sehingga apabila produksi saliva berkurang seperti pada keadaan
xerostomia dan perokok, maka Kandida dapat mudah berkembang.
Selain faktor lokal, beberapa faktor sistemik seperti penyakit defisiensi imun
(HIV/AIDS), kemoterapi, radioterapi, dan penggunaan obat antibiotik dan steroid
juga dapat menyebabkan timbulnya kandidiasis oral. Pada penderita HIV/AIDS
terjadi defisiensi imun yang mengakibatkan infeksi oportunistik seperti
kandidiasis oral mudah terjadi. Di samping itu, terapi radiasi daerah kepala dan
leher mengakibatkan kerusakan dan gangguan fungsi kelenjar saliva mayor dan
minor sehingga memudahkan terjadinya xerostomia. Prevalensi xerostomia
setelah terapi radiasi dijumpai melebihi 90%. Pengobatan kemoterapi juga dapat
berdampak pada berkurangnya aliran saliva. Seperti yang telah dijelaskan
sebelumnya, keadaan xerostomia yang dapat timbul akibat radioterapi dan
kemoterapi bisa memudahkan perkembangan jamur Kandida. Penggunaan obat
antibiotik dan steroid juga dihubungkan dengan terjadinya kandidiasis oral.
Adapun mekanisme infeksi Kandida Albikan pada sel inang sangat kompleks.
Beberapa faktor yang berpengaruh pada patogenesis dan proses infeksi adalah
adhesi, perubahan dari bentuk ragi ke bentuk hifa (morfogenesis) dan produksi
enzim hidrolitik ekstraseluler. Adhesi merupakan proses melekatnya sel Kandida
albikan ke sel inang. Perubahan bentuk dari ragi ke hifa berhubungan dengan
patogenitas dan proses penyerangan Kandida terhadap sel inang yang diikuti
pembentukan lapisan biofilm sebagai salah satu cara spesies Kandida untuk
mempertahankan diri dari obat antifungi. Ada keyakinan bahwa bentuk hifa
adalah invasif dan patogen, sedangkan bentuk ragi tidak bersifat patogen.
Produksi enzim hidrolitik ekstraseluler seperti aspartyl proteinase juga sering
dihubungkan dengan patogenitas Kandida albikan.
Menempelnya mikroorganisme dalam jaringan sel host menjadi syarat mutlak
untuk berkembangnya infeksi. Secara umum diketahui bahwa interaksi antara
mikroorganisme dan sel pejamu diperantarai oleh komponen spesifik dari dinding
sel mikroorganisme, adhesin dan reseptor. Makanan dan protein merupakan
molekul-molekul Candida albicans yang mempunyai aktifitas adhesif. Khitin,
komponen kecil yang terdapat pada dinding sel Candida albicans juga berperan
dalam aktifitas adhesif. Setelah terjadi proses penempelan, Candida albicans
berpenetrasi ke dalam sel epitel mukosa. Enzim yang berperan adalah
aminopeptidase dan asam fosfatase, yang terjadi setelah proses penetrasi
tergantung dari keadaan imun dari host.

e. Gambaran diagnostik
Kandidiasis mulut dapat terjadi dalam berbagai macam bentuk selain dari
thrush. Karena penampilannya beragam inilah dan kenyataan dimana lesi mulut,
karena sebab lain mungkin tidak dapat dibedakan secara klinis darim kandidiasis,
maka biasanya hanya melalui pemeriksaan mikroskopis dari kerokan atau melalui
pemeriksaan histologislah diagnosa kandidiasis ini dapat ditegakkan dengan pasti.
Pada thrush, akan dijumpai ragi dan miselia dalam jumlah besar, dalam
kandidiasis mulut kronis, lebih sedikit organisme yang akan dijumpai akan tetapi
biasanya sudah cukup untuk memungkinkan ditegakkannya suatu diagnosis.
LAPORAN KASUS

Pasien seorang laki-laki dewasa usia 46 tahun, suku Madura dengan berat
67 kg dan tinggi badan pasien 170 cm. Pasien datang ke bagian Oral Medicine
RSGM Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Jember pada tanggal 3 Mei 2017
dengan keluhan lidah terasa tebal dan berwarna kuning, namun tidak sakit.
Keadaan ini terjadi sejak 1 tahun yang lalu dan tidak pernah diobati
sebelumnya. Pasien mengaku sering merokok sehari semalam sekitar 24 batang.
Pasien merokok setelah makan, saat minum kopi, dan nonton televisi. Pasien juga
sering begadang karena harus bekerja. Sampai saat ini, pasien belum pernah
mengobati lidahnya tersebut dan kondisi lidah tidak sakit.
Pemeriksaan klinis ekstra oral pada rongga mulut tidak ditemukan
abnormalitas. Pada pemeriksaan intraoral pada dorsum lidah ditemukan plak putih
kekuningan, dapat dikerok disertai keratosis, batas tidak jelas, tidak sakit, fissure
multiple dengan kedalaman 1 mm.
Diagnosa sementara adalah suspect pseudomembranous candidiasis pada
lidah dengan terapi yang diberikan adalah terapi simptomatis berupa pemberian
nystatin oral suspension yang berfungsi sebagai anti jamur topikal, serta
pemberian multivitamin dengan kandungan B complex, vitamin A, C, E, dan
Zinc. Terapi yang diberikan pada saat pasien pada kunjungan pertama adalah :
1. Asepsis lidah menggunakan povidonem iodine
2. Lidah dikeringkan dengan tampon steril
3. Pembersihan debris dengan spatula semen
4. Dilakukan swab menggunakan spatula semen lalu disimpan di objek glass
untuk dikirim ke Laboratorium Mikrobiologi
5. Dilakukan pengobatan topikal menggunakan nystatin dioleskan ke lidah
6. Dibiarkan selama 2-3 menit, lalu setelah itu boleh ditelan
7. Tunggu 20-30 menit pasien dilarang makan, minum, atau berkumur.
Serta pasien diinstruksikan untuk menggunakan obat sesuai anjuran,
menjaga kebersihan rongga mulut terutama lidah dengan tongue cleaner, makan
makanan bergizi dan konsumsi multivitamin, istirahat yang cukup serta kontrol 1
minggu kemudian.

(A) Tanggal 4 Mei 2017, pasien pertama kali datang ke RSGM FKG UNEJ
dengan dengan keluhan lidah terasa tebal dan berwarna kuning, namun tidak sakit.
Keadaan klinis berupa lidah ditemukan plak kuning, dapat dikerok, batas tidak
jelas, tidak sakit, fissure multiple dengan kedalaman 1 mm.

(B) Tanggal 15 Mei 2017, setelah 11 hari perawatan plak putih kekuningan masih
ada terutama pada dorsum lidah dapat dikerok disertai keratosis, batas tidak jelas,
tidak sakit, fissure multiple dengan kedalaman 1 mm Kemudian pasien
diinstruksikan melanjutkan terapi
PEMBAHASAN :
Diagnosa ditegakkan dari pemeriksaan subjektif berupa anamnesa,
pemeriksaan objektif/klinis, dan pemeriksaan penunjang. Pada pemeriksaan
intraoral pasien edentulous pada lidah pada lidah ditemukan plak kuning dapat
dikerok disertai keratosis, batas tidak jelas, tidak sakit, fissure multiple dengan
kedalaman 1 mm pada dorsum lidah. Berdasarkan hasil pemeriksaan penunjang
berupa uji swab dari laboratorium Mikrobiologi menunjukkan adanya bentukan
spora +3 (positif 3) dan hifa +3 (positif 3), hasil ini menunjukkan bahwa terdapat
infeksi Candida albicans pada dorsum lidah. Dari hasil tersebut maka dapat
ditegakkan diagnosa yaitu pseudomembranous candidiasis.
Pseudomembran kandidiasis disebut juga dengan trush yang terdiri atas
kumpulan hifa dan sel ragi, sel radang, bakteri, epitel, debris makanan dan
jaringan nekrolitik. Gambaran klinis dari Pseudomembran kandidiasis ialah
terlihat adanya lesi putih yang menyebar luas pada permukaan mukosa yang dapat
berkembang dan membentuk plak yang terlihat seperti gumpalan susu. Plak
tersebut dapat dikerok dan meninggalkan dasar eritema dan dapat juga berdarah.
Pseudomembran kandidiasis paling sering ditemukan pada daerah mukosa bukal,
lidah, dan palatum lunak. Hal ini terjadi karena didukung adanya faktor
predisposisi antara lain (1) adanya perubahan flora normal rongga mulut (karena
pemakaian antibiotik spektrum luas, penggunaan obat kumur berlebihan, dan
xerostomia), (2) iritasi lokal yang kronis (pemakaian gigi tiruan yang dan alat
ortodontik), (3) pemakaian kortikosteroid, (4) kebersihan rongga mulut yang
buruk, (5) kehamilan, (6) penurunan kekebalan tubuh (AIDS, diabetes melitus,
leukemia, limfoma, kemoterapi, dan radiasi), (7) malabsorpsi dan malnutrisi.
Etiologi terjadinya oral candidiasis pada pasien ini diduga karena adanya
faktor predisposisi yang memungkinkan terjadinya invasi jamur C.albicans. Dari
anamnesis diketahui bahwa pasien menggunakan gigi tiruan dan mengaku sering
merokok sehari semalam sekitar 24 batang. Pasien merokok setelah makan, saat
minum kopi, dan ketika senggang. Pasien sering begadang karena bekerja. Sampai
saat ini, pasien belum pernah mengobati lidahnya tersebut dan kondisi lidah tidak
sakit. Hal-hal inilah yang diduga merupakan faktor predisposisi dari pertumbuhan
C.albicans dalam rongga mulut pasien.
Faktor predisposisi terjadinya kandidiasis oral terdiri atas faktor lokal dan
sistemik. Beberapa faktor lokal tersebut seperti penggunaan gigi tiruan,
xerostomia, dan kebiasaan merokok. Penggunaan gigi tiruan dapat memberikan
lingkungan yang kondusif bagi pertumbuhan jamur Candida yaitu lingkungan
dengan pH yang rendah, sedikit oksigen, dan keadaan anaerob. Faktor lokal
seperti xerostomia juga dapat menimbulkan kandidiasis oral. Xerostomia
merupakan suatu kondisi dimana mulut terasa kering. Hal ini dapat disebabkan
oleh berkurangnya produksi saliva, penggunaan obat-obatan (obat antihipertensi),
terapi radiasi dan kemoterapi.
Usia pasien yang lanjut serta kebiasaan buruk merokok menyebabkan
terjadinya gangguan pada sekresi saliva. Adanya kebiasaan merokok dapat
menyebabkan iritasi kronis dan panas yang mengakibatkan perubahan
vaskularisasi dan sekresi kelenjar liur. Seperti yang diketahui, di dalam saliva
terdapat komponen anti Kandida seperti lisozim, histatin, laktoferin, dan
calprotectin, sehingga apabila produksi saliva berkurang seperti pada keadaan
xerostomia dan perokok, maka Kandida dapat mudah berkembang. Saliva
berperan penting dalam menjaga homeostasis dan mikroflora rongga mulut,
termasuk dalam mencegah terjadinya infeksi jamur. Saliva memiliki efek self
cleansing yang melarutkan antigen patogenik dan membersihkan mukosa mulut.
Kandungan antibodi saliva (sIgA) dan faktor anti mikrobial dalam saliva (lisosim,
laktoperoksidase, histatin, kalprotektin, dan laktoferin) berperan penting dalam
mencegah perlekatan, kolonisasi, dan infeksi Candida albicans. Dengan
demikian, penurunan laju saliva akan menyebabkan berkurangnya efisiensi sistem
imun sebagai kontrol infeksi Candida albicans sehingga memudahkan terjadinya
infeksi Candida albicans. Pada pasien dengan usia lanjut proliferasi sel atau
regenerasi sel epitel juga mengalami gangguan sehingga rentan terhadap penyakit.
Merokok juga menginduksi peningkatan keratinisasi epitel. Asap panas
yang berhembus terus menerus ke dalam rongga mulut merupakan rangsangan
panas yang menyebabkan perubahan aliran darah dan mengurangi pengeluaran air
ludah. Iritasi pada lidah tersebut memicu terbentuknya sebuah lapisan protektif
terhadap sel-sel mati yang disebut keratin. Keratin pada lidah merupakan
kandungan kandungan yang sama yang membentuk rambut dan kuku. Keratin
yang terbentuk dalam lidah umumnya ditelan dan dibuang ketika kita
mengkonsumsi makanan. Dalam kondisi lidah normal, jumlah keratin yang
diproduksi sebanding dengankeratin yang dibuang. Namun keseimbangan ini
dapat terganggu disebabkan oleh keratin yang tidak dapat dibuang dengan cepat.
Kondisi tersebut seperti yang terjadi pada orang yang mengkonsumsi diet lunak
misalnya pada pemakai gigi tiruan. Hal ini juga dapat terjadi karena keratin yang
diproduksi lebih cepat dibandingkan keratin yang ditelan atau dibuang.
Kandidiasis mulut dapat terjadi dalam berbagai macam bentuk selain dari
thrush. Karena penampilannya beragam inilah dan kenyataan dimana lesi mulut,
karena sebab lain mungkin tidak dapat dibedakan secara klinis dari kandidiasis,
maka biasanya hanya melalui pemeriksaan mikroskopis dari kerokan atau melalui
pemeriksaan histologislah diagnosa kandidiasis ini dapat ditegakkan dengan pasti.
Pada thrush, akan dijumpai ragi dan miselia dalam jumlah besar, dalam
kandidiasis mulut kronis, lebih sedikit organisme yang akan dijumpai akan tetapi
biasanya sudah cukup untuk memungkinkan ditegakkannya suatu diagnosis.
Kontrol pertama dilakukan tanggal 11 Mei 2017, setelah 7 hari perawatan
plak putih masih ada terutama pada dorsum lidah dapat dikerok disertai keratosis,
batas tidak jelas, tidak sakit, fissure multiple dengan kedalaman 1 mm Kemudian
pasien diinstruksikan melanjutkan terapi.
Penatalaksanaan kasus oral candidiasis dilakukan dengan cara mengatasi
infeksi dan koreksi faktor predisposisi. Tujuan dari terapi atau pengobatan yaitu
menghilangkan etiologi Candida albicans, mempercepat proses penyembuhan,
dan meningkatkan daya tahan tubuh. Pada kasus ini digunakan antijamur topikal
untuk mengatasi infeksi C.albicans yaitu nystatin oral suspension, tongue cleaner,
dan multivitamin Becomzet. Nystatin adalah suatu macrolide polyne yang
toksisitasnya rendah jika digunakan sebagai obat topikal, efektif terhadap
sebagian besar spesies Candida, dan paling sering digunakan untuk menekan
infeksi Candida lokal. Antifungi polyene berikatan dengan elgosterol pada
membran sel fungi, sehingga terjadi gangguan pada struktur membran sel yang
menyebabkan kebocoran kandungan intrasel yang berakhir dengan kematian sel.
Tongue cleaner juga digunakan sebagai terapi kausatif untuk menghilangkan
etiologi jamur secara mekanis. Koreksi terhadap faktor predisposisi dapat
dilakukan dengan instruksi pasien untuk menghentikan atau setidaknya
mengurangi kebiasaan merokok, meningkatkan kualitas istirahat, mengatur pola
asupan gizi yang cukup dengan komposisi seimbang, dan mengkonsumsi vitamin
B kompleks dan zinc.
LAMPIRAN HASIL UJI SWAB
KESIMPULAN
Berdasarkan penjelasan diatas, dapat disimpulkan bahwa pasien
mengalami pseudomembran candidiasis pada lidah dikarenakan terdapat plak
putih dapat dikerok disertai keratosis, batas tidak jelas, tidak sakit, fissure multiple
dengan kedalaman 1 mm karena kebiasaan pasien merokok. Terapi
pseudomembran candidiasis yang diberikan pada pasien yaitu nystatin oral
suspension dan mycostatin oral suspension sebagai antijamur topikal, dan
Becomzet (Vitamin B complex, A, C, E, dan Zinc) sebagai multivitamin.

DAFTAR PUSTAKA
Apriasari, M. L. 2013. Kumpulan Kasus Penyakit Mulut Seri I. Jakarta: Salemba
Medika.

Apriasari, M.L. dan E. M. Baharuddin. Buku Ajar Kedokteran Gigi Ilmu Penyakit
Mulut: Penyakit Infeksi Rongga Mulut. Surakarta: Yuma Pustaka

http://scholar.unand.ac.id/11972/2/bab%201.pdf [Diakses pada 14 Maret 2017]

Kandidiasis oral
http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/23362/3/Chapter%20II.pdf
[Diakses pada 14 Maret 2017]

Greenberg, M.S; M, Glick. 2003. Burkets Oral Medicine Diagnosis ang


Treatment. 10th ed. Hamilton. BC Decker inc.

Pindborg. J.J. 2009. Atlas Penyakit Mukosa Mulut. Tanggerang: Binarupa Aksara
Publisher.

Anda mungkin juga menyukai