Anda di halaman 1dari 39

LAPORAN SGD BLOK 18 LBM 3

LESI PRE KANKER RONGGA MULUT





SGD 5
1. Andhika A. A (112110177)
2. Annastacia M. K (112110179)
3. Annisa Ghina I (112110180)
4. Asri Atianta (112110181)
5. Desy Nisrina A. S (112110188)
6. Fitria Hidayati (112110194)
7. Furi Drian Primanita (112110195)
8. Lola Carola (112110208)
9. Nifarea Anlila Vesthi (112110213)
10. Nina Ristianti (112110214)
11. Nur Fazila (112110216)
12. Nur Habiba (112110217)


FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI
UNIVERSITAS ISLAM SULTAN AGUNG
2014
KATA PENGANTAR

Bismillahirrahmanirrahim
Alhamdulillahirabbilalamin, kami panjatkan puji syukur kepada Allah SWT yang
telah melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya kepada kami, sehingga kami dapat
menyelesaikan laporan SGD 5 BLOK 18 LBM 3 mengenai Lesi Pre Kanker Rongga
Mulut. Laporan ini disusun untuk memenuhi tugas SGD yang telah dilaksanakan. Meskipun
banyak rintangan dan hambatan yang kami alami dalam proses pengerjaan laporan,
Alhamdulillah kami berhasil menyelesaikannya dengan baik.
Tidak lupa kami ucapkan terima kasih kepada dosen pembimbing yang telah
membantu kami dalam mengerjakan laporan ini. Kami juga mengucapkan terima kasih
kepada teman-teman yang sudah bersusah payah membantu membuat laporan ini baik secara
langsung maupun secara tidak langsung.
Kami menyadari bahwa masih terdapat banyak kekurangan dalam penyusunan
laporan ini. Oleh karena itu, kami akan menerima kritik dan saran dengan terbuka dari para
pembaca.
Tentunya ada hal-hal yang ingin kami berikan kepada para pembaca dari hasil
laporan ini. Karena itu, kami berharap semoga laporan ini dapat menjadi sesuatu yang
bermanfaat bagi kita semua. Pada bagian akhir, kami akan mengulas mengenai pendapat-
pendapat dari para ahli. Oleh karena itu, kami berharap hal ini dapat berguna bagi kita.
Semoga laporan ini dapat membuat kita mencapai kehidupan yang lebih baik lagi. Amin.
Jazakumullahi khoiro jaza

Semarang, 15 Maret 2014


SKENARIO
Judul : Aduh, Sakit Mulutku

Seorang nenek , 76 tahun, datang ke RSGM Sultan Agung dengan keluhan sariawan pada
pipi kanan yang timbul 2 hari yang lalu. Pasien merasakan nyeri dan sensasi rasa terbakar. Pasien
memiliki riwayat autoimun lupus erimatous sistemik, dan pernah di diagnoasis menderita
Reccurent Aphtous Stomatitis. Pasien mengaku memiliki kebiasaan buruk sering merokok sejak
suaminya meninggal namun berhenti karena diagnosis kanker paru paru, dan memulai
kemoterapi 1 minggu yang lalu.
Pemeriksaan intra oral memperlihatkan ulkus pada mukosa bukal berdiameter 1 cm
ditutupi oleh membran fibrinopurulen, disertai adanya nekrotik. Sakit pada palpasi, dan terlihat
perdarahan spontan.

Dokter spesialis bedah mulut kemudian menjelaskan mengenai lesi yang dicurigai
sebagai komplikasi dari kemoterapi, beserta managemennya.













LESI PREKANKER RONGGA MULUT

MACAM MACAM LESI PREKANKER RONGGA MULUT
Lesi prekanker atau lesi pra-ganas adalah kondisi penyakit yang secara klinis belum
menunjukkan tanda-tanda yang mengarah pada lesi ganas, namun di dalamnya sudah terjadi
perubahan-perubahan patologis yang merupakan pertanda akan terjadinya keganasan. Hal ini
perlu diperhatikan mengingat pada umumnya kelainan yang terjadi di dalam rongga mulut,
terutama pada mukosa rongga mulut, kurang mendapat perhatian karena lesi tersebut sama sekali
tidak memberikan keluhan.
Banyak lesi rongga mulut yang merupakan lesi pra ganas, suatu memiliki syarat untuk
dikatakan pra ganas, yaitu:
a. Ganas jika mengandung karsinoma: kemampuan metastasis yaitu kemampuan untuk
menyebar,
b. Inti sel lebih gelap,
c. Sitoplasma lebih kecil,
d. Sel basal tidak teratur,
e. Inti membelah tp sitoplasma tidak, dan
f. Displasia sel.
Berikut merupakan macam macam lesi prakanker beserta etiologi, gejala klinis, dan
gambaran histopatologinya:
a. Eritroplakia
Eritroplakia didefinisikan sebagai bercak merah seperti beludru, menetap, yang tidak
dapat digolongkan secara klinis sebagai keadaan lain manapun. Istilah ini seperti
leukoplakia tidak mempunyai arti histologist, tapi sebagian besar dari eritoplakia
didiagnosis secara histologis sebagai dysplasia epitel atau lebih jelek lagi karena
mempunyai kecenderungan lebih tinggi untuk menjadi karsinoma. Eritroplakia dapat
terjadi setiap tempat di rongga mulut, orofaring, dan dasar mulut. Merahnya lesi adalah
akibat dari atrofi mukosa yang menutupi submukosa yang banyak vaskularisasinya. Tepi
lesi biasanya berbatas jelas. Tidak ada predileksi jenis kelamin dan paling sering
mengenai pasien-pasien yang berusia di atas 60 tahun.

Telah dikenal 3 varian klinis dari eritroplakia :
Bentuk homogen, yang merahnya tampak rata
Eritroleukoplakia, yang mempunyai bercak-bercak merah yang bercampur dengan
beberapa daerah leukoplakia
Bercak leukoplakia, yang mengandung bintik-bintik atau granula-granula putih
yang menyebar di seluruh lesinya.
Biopsy adalah keharusan untuk semua tipe eritroplakia, karena 91% dari eritroplakia
menunjukkan dysplasia yang parah, karsinoma in situ, karsinoma sel skuamosa yang
invasive.
Frekuansi tertinggi berkenaan dengan lokasi terjadinya eritroplasia sama dengan
kanker mulut, yang paling umum adalah dasar mulut, pilar tonsil, palatum lunak, dan
permukaan latera; dan ventral lidah. Eritroplasia paling umum dijumpai pada pasien-
pasien perokok berat dan alkoholik.
b. Leukoplakia
Definisi : lesi putih tidak bisa dikerok yang tidak dapat di karakteristikan dengan lesi
putih yang lain yang dapat di definisikan, tidak disebabkan karena tembakau/bahan kimia
dan merupakan lesi pre kanker
Etiologi : tidak diketahui
Predileksi : lidah , mukosa bukal, dasar mulut
Predisposisi : merokok dan minum alkohol
Histopatologi : hiperplasia dan hiperkeratosis tanpa atau dengan displasi (ringan-berat )
di sertai sel radang (limfosit dan sel plasma )
Penegakan diagnosa : biopsi
Perawatan: menghilangkan faktor predisposisi dan kontrol tiap 6 bulan
Gambaran klinis dibagi menjadi :
Homogenous : lesi putih berbentuk plak, datar dan dapat sedikit timbul dari
jaringan sekitar, permukaan lesi tidak teratur,
Non homogenous
Eritroplakia : terlihat ada warna merah dan putih sifat fisik dari kenyal
hingga kaku, kesempatan menjadi ganas besar bagi ambaran klinis
yang didominasi warna merah
Candidal leukoplakia: lesi putih( leukoplakia yang diinfiltrasi oleh
jamur candida albican )


Gambar :
Leukoplakia eritroplakia candida
leukoplakia

c. Lichen planus
Definisi : sering terjadi , merupakan penyakit mukokutaneus, dikategorika sebagai lesi
pra ganas
Gambaran klinis : lesi putih yang ditandai dengan striae
Lichen planus erosiva(putih)
Lichen planus non erosiva (merah putih)
Predileksi : mukosa bukal, lidah, gingiva, wanita > pria
Predisposisi : stress, penyakit sistemik (DM, Hipertensi ), obat obatan (antimlaria, anti
DM, anti hipertensi )
Diagnosa : ciri khas wicham striae, biopsi
Histopatologi : akantosis ( penambahan lapisan spinosum,infiltrasi limfosit yang tebal,
dan basal sel degenerasi
Perawatan : hilangkan faktor predisposisi, kortikosteroid( bekerja sama dengan dokter
yang merawat jika ada penyakit sistemik)
Non erosiva : observasi 3 bulan
Erosiva : berikan covering agent yang mengandung kortikosteroid


d. Oral squamous cell carsinoma
Faktor resiko : tembakau dan alkohol
Etiologi : candidiasis, siphilis &human papiloma virus
Gambaran klinis : berbetul ulcer dengan peninggian pada tepi ulcer, tidak sembuh lebih
dari 3 minggu, berwarna putih kemerahan, numbness(mati rasa ), terdpat cervical
lymphadenopathy
Diagnosa : biopsi dan radiografi
Perawatan : surgery dan hilangkan penyebab

e. Lip carcinoma
Definisi : merupakan squamosa sel karsinoma pada bibir terjadi pada vermilion border,
daerah perbatasan merah bibir dengan mukosa bibir
Gambaran klinis : lesi ulcer yang lama tidak sembuh, dapat bermetastase ke kelenjar
limfe submental dan submandibular



f. Verrucous Carsinoma : variasi darai squamosa sel karsinoma
Faktor resiko: terjadi pada pasien smokeless tobacco dalam jangka waktu lama
Gambaran klinis : bentuk lesi awal seperti leukoplakia dan sangat sakit, bentuk lesi
berlipat lipatdengan celah yang dalam
Perawatan : bedah

g. Lupus Eritematous
Lupus eritematosus (LE) ada dalam 3 bentuk :
- Lupus eritematosus discoid kronis (CDLE) ,yang hanya mengenai kulit.
CDLE ,bentuk jinak dari penyakit tersebut adalah murni kelainan mukokutan. Dapat
timbul pada setiap usia ,tetapi terutama pada wanita diatas 40 tahun.
CDLE secara klasik ditandai oleh suatu bercak seperti kupu-kupu ,merah ,simetris
yang terjadi melintang batang hidung. Daerah daerah wajah yang sangat fotosensitif
lainnya ,termasuk pipi, daerah malar ,dahi ,kulit kepala ,dan kulit telinga juga terkena.
Kadang-kadang CDLE timbul sebagai plak-plak putih yang terpisah. Mukosa pipi
adalah daerah intraoral yang paling sering terkena ,diikuti oleh lidah ,palatum ,dan
gusi. Garis merah dan putih sejajar yang bergantian dalam susunan radial adalah
tanda diagnostic yang penting ,bersama dengan gambaran lesi multiple pada beberapa
permukaan. Lesi lesi ini dapat berupa lichen planus tetapi lesi pada telinga membantu
menyingkirkan diagnose lichen planus . Definisi : penyakit yang menyerang jaringan
penyambung (connective tissue disease) yang memunyai manifestasi dalam rongga
mulut
Predileksi : bibir bawah dan bibir atas
Gambaran klinis : menyerupai lichen planus erosiva dengan striae yang meneglilingi
daerah atrophic dangkal dengan batas jelas
Perawatan : kerjasama dengan dokter untuk mengatasi penyakit sistemiknya,
pemberian topikal kortikosteroid

- Lupus eritematosus sistemik (SLE) ,yang mengenai banyak system organ.
SLE adalah penyakit kolagen autoimun yang ditandai oleh pembentukan antibody
anti nuclear dan anti DNA yang ikut berperan dalam cedera jaringan yang terjadi
secara imunologik. Pasien seringkali mengeluh lelah, demam, dan sakit sendi.
Seringkali ada limfadenopati umum tanpa nyeri. Juga dapat dijumpai hepatomegali,
splenomegali, neuropati perifer dan kelainan kelaian hematologic.
- Lupus eritematosus kutan subakut, yaitu suatu varian kutan dengan gejala-gejala
sistematis ringan
Lesi lesi LE bersifat kronis dengan periode kekambuhan dan remisi. Lesi yang masak
menunjukkan 3 daerah; suatu pusat atrofik yang dibatasi oleh daerah tengah
hiperkeratotik yang dikelilingi oleh suati eritematosus di perifernya. Seringkali ada
hipopigmentasi dari lesi akibat kerusakan melanositik di pertemuan epidermal-dermal.
Lesi lesi tersebut biasanya terbatas pada bagian atas dari tubuh, terutama kepala dan
leher.
Duapuluh sampai empatpuluh persen dari penderita LE mempunyai lesi oral. Lesi ini
dapat timbul sebelum atau sesudah lesi kulit timbul. Lesi kulit umumnya merah dengan
tepi bersisik yang putih sampai keperak-perakan. Bibir bawah yang terpajan matahari di
tepi vermilion adalah daerah yang umum ,sedangkan bibir atas biasanya terkena sebagai
akibat dari perluasan langsung dari lesi lesi kulit. Lesi intraoral seringkali difus dan
eritematosus dengan komponen ulseratif dan putih .
h. Oral Mucositis
Definisi : proses inflamasi dan ulseratif pada mukosa yang diinduksi oleh kemoterapi
dan/atau radioterapi sebagai lesi yang dicurigai keganasan

Gamabaran klinis : diawali timbulnya warna keputih putihan pada mukosa,
hiperkeratinisasi tingkat tinggi, eritema yang timbul karena dilatasi pembuluh darah dan
peningkatan vaskularisasi, pada keadaan yang lebih parah timbul pseudomembran (
pembentukan plak mukosa) dan ulserasi. Setelah menjadi ulkus, ulkus akan ditutupi oleh
membran fibrinopurulen, ulkus terasa nyeri dengan sensasi rasa terbakar serta tidak
nyaman

Patogenesis : radiasi mukosa merupakan salah satu bagian yang sangat responsif
terhadap radiasi kerusakan mukosa karena tidak dioerbaharuinya sel pada lapisan epitel
basalbila radiasi yang diberikan pada mukosa sangat tinggi maka didapati mukosistis
yang parah
Perawatan :
Sebelum terapi radiasi dilakukan
Evaluasi menyeluruh terhadap gigi dan eriodonsium terutama karies dan lesi
periapikal seperti : PSA, reestorasi gigi, scaalling, kuretase dll
Menghilangkan seluruh sumber utama yang dpat mengiritasi jaringan lunak
seperti: gigi palsu yang tidak stabil, gigi yang tajam dll
Menyarankan pasien untuk menjaga OH
Menghindari penggunaan tembakau dan alkohol yang dapat megiritasi mukosa
mulut
Mengontrol asupan makanan
Selama terapi radiasi
Berkumur dengan ir hangat dicamour dengan air garam setiap 2 jam sekali untuk
membasahi rongga mulut dan mengurangi penumpukan debris
Penggunaan obat kumr povidone iodin aman dan dapat mengurangi keparahan
mukositis
Jika ada infeksi jamur maka bisa menggunakan obat anti jamur
Setelah terapi radiasi
Perwatan yang diberikan tidak berbeda dengan perawatan selama terapi radiasi
dilaluakan. Mukositis biasanya sembuh sendiri bersamaan dengan kemampuan
memperbaiki diri dari tumbuh dan dan juga kembalinya kondisi normal rongga
mulut


i. Oral Submukous Fibrosis
Oral submukous fibrosis merupakan suatu penyakit progresif yang lambat dimana
terbentuk pita fibrosis di dalam mukosa mulut, yang pada akirnya akan menyebabkan
suatu hambatan yang hebat terhadap pergerakan mulut, termasuk lidah. Penyakit ini
disertai dengan reaksi radang juksta epithelial yang disusul denagn suatu perubahan
fibroelastik dari lamina propria dan kemudian atropi epitel sebagai akibatnya. Perubahan
perubahan ini disertai dengan rasa panas terbakar di mulut dan kadang-kadang dengan
vesikel pada mukosa. Dalam bentuk yang sudah berkembang sempurna, gambaran klinis
yang mencolok adalah epitel atropik yang tampak pucat klinis pada tahap akhir : lamina
propria digantikan jaringan fibrous
Etiologi:
Etiologi dari keadaan ini tidak diketahui; hipersensitivitas terhadap rempah-rempah dan
buah pinaang pernah dicurigai tetapi tidak terbukti.

j. Dyskeratosis kongengital
Genodermatosis yang diwariskan secara resesif ini, tidak lazim dijumpai dalam insiden
yang tinggi dari kanker mulut yang terjadi pada anak-anak muda. Ini merupakan suatu
penyakit yang jarang terjadi, hampir selalu dijumpai pada kaum pria, dan ditandai dengan
serentetan perubahan mulut yang pada akhirnya menyebabkan suatu atrofik, leukoplakik
dari mukosa mulut dan yang paling sering terkena adalah daerah lidah dan pipi.
Perubahan mulut terjadi disertai dengan kuku yang distrofik yang hebat dan
hiperpigmentasi retukulasi yang mencolok dari kulit muka, leher, dan dada.
Lesi mulut mulai terjadi sebelum usia 10 tahun sebagai kumpulan vesikel dengan bercak-
bercak putih dari mukosa nekrotik yang terinfeksi dengan kandida; ulserasi dan
perubahan erythroplakik, serta distrofi kuku menyusul kemudian, disertai dengan lesi
leukoplakik dan karsinoma yang menyerang lesi mulut ini pada individu menjelang masa
dewasa.

k. Pipe Smoker Keratosis
Etiologi : tembakau
Klinis : awalnya eritema, lama-kelamaan meluas dan berlipat-lipat
Lesi tampak seperti plak putih atau luka dengan bagian tepi mukosa eritematus
HPA : penebalan epitel, displasia, subepitelial fibrosis, rete peg tumpul/datar

l. Snuff Dipper Keratosis
Suatu daerah kuning berkerut pada lipatan mukosa gusi dan mukosa pipi atau bibir dari
rahang bawah adalah indicator penggunaan intraoral dari tembakau tanpa dibakar.
Tembakau yang tidak dibakar dapat digunakan dalam berbagai bentuk (dihisap baunya,
dicelup, disumbatkan atau dikunyah) dan meninggalkan tanda-tanda khasnya di daerah
yang biasa disisipi tembakau tersebut. Daerah-daerah posterior umum dipakai untuk
mencelup, menyumbat, atau mengunyah, sedangkan daerah-daerah anterior lebih disukai
untuk mencium. Orang yang meletakkan tembakau di tempat yang berbeda-beda akan
mempunyai lesi yang banyak dan kurang mencolok. Pria-pria belasan tahun paling sering
terkena keadaan ini, terutama karena iklan-iklan pemasaran yang intensif dari
perusahaan-perusahaan tembakau.
Bercak-bercak snaff-dippers yang dini berwarna merah muda pucat, dengan permukaan
tampak berkerut-kerut dan berlipat-lipat. Perubahan menjadi putih, putih-kuning dan
coklat-kuning dapat terjadi sebagai hyperkeratosis dan terjadi perwarnaan eksogen.
Penggunaan tembakau tanpa dihisap yang kronis dikaitkan dengan perubahan-perubahan
periodontal, karies, perubahan-perubahan displastik epidermal dan karsinoma veroukosa.
Untuk mendapat kesimpulan, dianjurkan menghentikan pemakaiannya. Jika penampilan
normalnya tidak kembali dalam 14 hari setelah pemakaian tembakau dihentikan, maka
perlu dibiobsi.

m. Karsinoma In Situ
Karsinoma in situ arti katanya adalah kanker yang masih berada pada tempatnya,
merupakan kanker dini yang belum menyebar atau menyusup keluar dari tempat asalnya.
Meskipun istilah karsinoma in-situ tidak digunakan luas pada lesi rongga mulut, deskripsi
ini menunjukan bahwa secara histologis karsinoma masih terlokalisir dalam epitel
skuamus berlapis dan belum ada invasi kedalam jaringan ikat dibawahnya. Karsinoma in
situ bukan merupakan kanker, dan terjadi gangguan seluruh lapisan epitel. Biasa
ditemukan 5 th sebelum karsinoma invasive.
Etiologi:
Tidak diketahui. Umumnya terjadi 5 tahun sebelum karsinoma invasif. Banyak
ditemukan pada usia di bawah 30 tahun
Karakteristik :
Epitel yang menunjukkan perubahan keganasan tetapi tidak menunjukkan invasi
ke bawah jaringan ikat.
Klinis :
Bervariasi, banyak lesi yang hanya menunjukkan perubahan minimal. Daerah yang
terkena sedikit cembung atau rata atau cekung, kemerah-merahan. Permukaan
cenderung bergranula atau seperti beledu, ada yang memberi gambaran atrofi berkilat,
lebih merah dari mukosa sekitarnya. Ada yang menamakannya dengan eritroplasia untuk
menekankan reaksi ini. Daerah karsinoma in situ mungkin berbaur dengan leukoplakia
(secara klinis) atau dapat juga mirip leukoplakia.
Mikroskopis :
Kriteria yang paling penting untuk mendiagnosis karsinoma in situ adalah disorganisasi
yang sempurna dari sel-sel semua lapisan epidermis atau mukosa. Sel-sel bervariasi
dalam ukuran, bentuk, hiperkromatik dengan inti yang besar. Aktivitas mitosis banyak
dijumpai, juga mitosis abnormal. Lapisan basal sudah terkena dan membentuk batas yang
jelas, namun membran basalis masih utuh. Lapisan jaringan ikat di bawahnya
meunjukkan reaksi peradangan kronis, dapat juga normal. Peralihan dari epitel normal ke
karsinoma in situ dapat sangat tiba-tiba atau perlahan-lahan tanpa daerah batas yang jelas.
Mukosa sekitar bervariasi dari hiperplasia, displasia sampai karsinoma in situ.
Prognosis :
Banyak karsinoma in situ yang tidak diobati berubah menjadi karsinoma invasif
meskipun kecepatan progresivitasnya bervariasi. Biasanya karsinoma in situ dalam mulut
lebih cepat invasinya dibandingkan dengan leher mulut rahim. Dengan pengobatan
adekuat, prognosis karsinoma in situ mulut seharusnya baik.
Tak bermetastasis, dapat tumbuh ke dalam atau menyebar ke lateral ke mukosa sekitar.
Meskipun prognosis karsinoma in situ yang terlokalisasi relatif baik, tetapi harus
dipertimbangkan adanya resiko keganasan yang tinggi dan karenanya perkembangannya
harus terus dipantau.

n. Sipilis Leukoplakia
Etiologi :
Etiologi dari sifilis tersier ini ialah bakteri Treponema pallidum. Resiko lesi yang
disebabkan oleh bakteri ini untuk menjadi ganas sangat tinggi. Biasanya sifilis
leukoplakia ini terletak pada bagian dorsum lidah. Lesi ini memiliki bentuk yang tidak
teratur dan outline yang tidak berbatas jelas. Terdapat invasif carcinoma dan erosi.
Carcinoma terletak dibagian tengah dari dorsum lidah. Seringkali disertai dengan
dysplasia, hyperkeratosis dan akantosis. Sel-sel radang yang terdapat ialah sel plasma,
giant sel, dan granuloma.

o. Sublingual Keratosis
Istilah ini digunakan untuk lesi putih yang terdapat di dasar mulut dan ventral dari lidah.
Lesi ini mempunyai kemampuan yang tinggi untuk menjadi ganas (30%).
Gejala klinis yang ditunjukkan ialah berwarna putih, terdapat plak yang halus, tidak
teratur namun berbatas jelas. Biasanya lesi ini tidak diikuti dengan infiltrasi sel-sel
radang.
Gambaran histologi untuk sublingual keratosis sama dengan gambaran histologi pada
leukoplakia lainnya, yakni adanya parakeratosis atau orthokeratosis atau keduanya dalam
area yang berbeda. Keratin tersebut menimbulkan warna putih pada lesi tersebut.
Epiteliumnya tampak atrofi (mengecil) dan biasanya disertai dengan akantosis.
Kebanyakan leukoplakia tidak menunjukkan adanya dysplasia, walaupun sebagian kecil
menunjukkan adanya perubahan dysplasia dari mild dysplasia menuju severe dysplasia.
Untuk sel-sel yang mengalami dysplasia biasanya diikuti dengan reaksi radang dari
limfosit dan sel plasma.

p. Diskeratosis Kongenital
Etiologi dari diskeratosis kongenital ialah genetik, yaitu bawaan dari orang tua. Resiko
lesi ini untuk berubah menjadi ganas tinggi.

q. Displasia
Merupakan keadaan dimana sel-sel neolpastik terdapat pada seluruh lapisan epitel.
Perubahan pra kanker lain yang tidak sampai meligatkan seluruh lapisan epitel serviks
disebut displasia yang dibagi menjadi ringan, sedang dan berat. Displasia adalah
neoplasia servikal intraepitelial (CIN), tingkatannya adalah CIN 1 (displasia ringan ) CIN
2 (displasia sedang) dan CIN 3 (displasia berat dan karsinoma in situ).
WHO mengklasifikasikan epithel dysplasia menurut tingkat keparahannya menjadi:
o Mild dysplasia
Yaitu gangguan pertumbuhan sel dengan tingkat ringan dengan pembentukan 1
atau 2 lapisan basaloid sel di atas membrana basalis tanpa ditandai adanya atipia
sel.
o Moderate dysplasia
Yaitu gangguan pertumbuhan sel dengan tingkat sedang dengan pembentukan
lapisan basaloid sel hingga lapisan prikel ditandai dengan atipia sel.
o Severe dysplasia
Yaitu gangguan pertumbuhan sel dengan tingkat sedang dengan pembantukan
lapisan basaloid sel hingga menggantikan seluruh epithelium sel ditandai adanya
atipia sel yang jelas, dan sering disebut karsinoma in situ.
Etiologi:
Secara pasti belum diketahui penyebabnya, tetapi umumnya diderita oleh wanita dengan
usia lanjut, kadang-kadang juga pada wanita yang lebih muda, juga sering terjadi pada
multi gravida dengan pernah melahirkan 4 kali atau lebih, insidensi lebih tinggi pada
wanita yang telah kawin aripada yang tidak kawin, terutama pada gadis yang koitus
pertama pada usia amat muda (< 16 tahun ), jarang ditemukan pada perawan (virgo),
insiden meningkat dengan tingginya paritas, apalagi jika jarak persalinannya terlalu
dekat, mereka dari golongan sosial ekonomi rendah (higiene seksual yang jelek,aktifitas
seksual yang berganti-ganti pasangan), jarang dijumpai pada masyarakat yang suaminya
mendapatkan sirkumsisi, sering dijumpai pada wanita yang mengalai Human Papiloma
Virus (HPV) tipe 16 atau 18, wanita perokok juga mempunyai resiko yang besar.
Tanda dan gejala
Pada awal perkembangannnya kanker serviks tidak memberikan tanda-tanda dan keluhan,
pada pemeriksaan dengan spekulum tampak sebagai porsio yang erosif (metaplasia
skuamosa) yang fisiologik atau patologik.Keputihan merupakan gejala yang sering
ditemukan, makin lama makin berbau busuk akibat dari infeksi dan nekrosis jaringan.
Perdarahah yang dialami segera setelah sehabis senggama (perdarahan kontak)
merupakan gejala karsinoma serviks (75 80 %). Perdarahan spontah juga dapat terjadi,
umumnya pada tingkat klinik yang lebih lanjut (II atau III) terutama pada tumor yang
eksofitik.Anemia akan menyertai sebagai akibat perdarahan pervaginam yang berulang.
Rasa nyeri juga timbul sebagai akibat infiltrasi sel tumor ke serabut saraf.
Patofisiologi
Tidak ada tanda dan gejala yang spesifik dari penyakit ini, perdarahan merupakan satu-
satunya gejala yang nyata, tetapi sering tidak terjadi pada awal penyakit sehingga kanker
sudah lamjut pada saat ditemukan.





MACAM MACAM LESI RONGGA MULUT KARENA IMUN DAN ALERGI
Reccurent Aphthous Stomatitis (RAS)
Aphthous stomatitis disebut juga canker sore yang ditandai dengan timbulnya rasa nyeri
dan kerusakan pada membran mukosa. RAS terjadi pada 10% populasi dengan prevalensi wanita
lebih tinggi daripada pria (Jurge dkk., 2006). Gambaran Klinis RAS pada umumnya terjadi
pada lining mucosa rongga mulut yang tidak mengalami keratinisasi, seperti pada lidah, mukosa
bukal, dan mukosa labial. Perkembangan RAS biasanya ditandai dengan adanya gejala
prodromal, seperti rasa terbakar, kesemutan (tingling), atau mukosa yang berwarna kemerahan
(Zunt, 2001). Ulkus pada RAS berbentuk bulat atau oval dengan pusat berwarna putih
kekuningan yang dikelilingi oleh area berwarna kemerahan.

Klasifikasi RAS diklasifikasikan menjadi 3 tipe, yaitu minor, mayor, dan herpertiform.
- Minor aphthous ulcers
Pada umumnya, ulkus ini berbentuk bulat atau oval dengan bagian tengah
berwarna putih kekuningan dan dikelilingi oleh halo eritematous. Ulkus ini sembuh
dalam waktu 14 hari tanpa terbentuknya jaringan parut (Zunt, 2001). Lokasi lesi ini
biasanya pada mukosa nonkeratinisasi, seperti pada mukosa bukal, mukosa labial, dan
dasar mulut. Namun, dapat juga terjadi pada mukosa keratinisasi, seperti palatum
keras, gingiva, dan dorsum lidah. Lesi ini dapat multipel dengan diameter 2-5 mm
(Neville dkk., 2009; Birnbaum dan Dunne, 2010).
- Major aphthous ulcer (Suttons disease)
Ulkus ini lebih dalam daripada ulser aftosa minor dengan tepi lesi yang irregular,
dan diameter > 1cm. Ulkus ini dapat sembuh dalam waktu beberapa minggu hingga
bulan dan sering terbentuk jaringan parut. Pada lesi ini, perlu dicurigai adanya
keterlibatan kondisi sistemik, seperti defisiensi nutrisi atau gangguan hematologis
(Zunt, 2001). Biasanya ulkus ini ditemukan pada bagian posterior mulut, palatum
mole, dan daerah tonsila. Jumlah ulserasi bisa soliter atau multipel, ukurannya lebih
besar dari 1 cm, bisa juga mencapai 5 cm, bentuknya bulat atau lonjong, dasar lesi
kekuningan, keabuan, tepi lesi merah meradang, bisa lebih menonjol dibandingkan
jaringan sekitarnya, jaringan dasar tetap lunak dan tidak mengalami indurasi
(Birnbaum dan Dunne, 2010).
- Herpetiform aphthous ulcer
Lesi ini merupakan lesi yang multipel, rekuren dan menimbulkan rasa nyeri, serta
lebih banyak ditemukan pada wanita (Zunt, 2001). Lokasinya pada lidah, dasar mulut,
dan mukosa bukal. Jumlah lesi multipel, bisa mencapai 100 lesi pada saat yang
bersamaan. Beberapa lesi dapat bergabung menjadi satu. Ukuran kecil, diameter 1-3
mm, bentuknya tidak beraturan, dasar lesi keabuan, tepi lesi tidak tegas, ditemukan
daerah kemerahan yang luas pada membran mukosa (Birnbaum dan Dunne, 2010).
Lesi ini sama seperti pada primary herpetic gingivostomatitis (Silverglade, 2011).

Penyebab Menurut Nally (1997), faktor penyebab RAS belum diketahui, namun beberapa
penelitian menyatakan bahwa ada hubungan antara kejadian RAS dengan respon system imun
yang abnormal. Birnbaum dan Dunne (2010) menyatakan bahwa faktor yang dapat berkaitan
dengan munculnya RAS meliputi trauma, stress psikologis, menstruasi dan alergi makanan,
misalnya coklat dan pengawet makanan. Selain itu, defisiensi Fe, asam folat, dan vitamin B12
juga dapat menyebabkan RAS. Menurut Cawson dan Odell (2002), faktor etiologi yang mungkin
untuk RAS adalah genetik, respon terhadap trauma, infeksi, abnormalitas imunologi, gangguan
gastrointestinal, kekurangan hematologi, gangguan hormonal, dan stress. Lesi ini biasanya
kambuhan, penyebabnya tidak diketahui tetapi kemungkinan karena kerusakan sistem imun pada
mediasi oleh sel T, dipacu oleh adanya stress, trauma dan faktor lain yang mempengaruhi
immunitas (Regezi dan Sciubba, 1993). Menurut Neville dkk. (2009), pemeriksaan darah perifer
pada pasien RAS menunjukkan adanya penurunan rasio CD4+ terhadap CD8+ pada limfosit T,
dan peningkatan T cell reseptor + dan tumor necrosis factor- (TNF- ). Lesi awal pada RAS
adalah lesi inflamasi preulseratif yang terdapat pada epitel rongga mulut yang ditandai dengan
peningkatan jumlah limfosit T. Sel T sitotoksik tampak pada lokasi dimana banyak terdapat
antigen atau di dalam keratinosit. Pelepasan bermacam-macam sitokin dan kemokin
imunoreaktif menginduksi respon yang dimediasi oleh sel yang diyakini sebagai hasil dari
lisisnya keratinosit (Silverman dkk., 2001).

Behcets Syndrome
Adanya keterkaitan rongga mulut merupakan komponen yang penting pada Behcets
syndrome dengan manifestasi pada rongga mulut sebesar 99%. Lesi ini serupa dengan aphthous
ulcerations pada orang sehat dengan durasi dan frekuensi yang sama, namun pada pasien dengan
Behcets syndrome, lesi dapat berjumlah 6 atau lebih. Lesi dapat terjadi pada palatum lunak dan
orofaring, dengan tepi yang bergelombang dan dikelilingi oleh area eritema yang difus. Pada
penderita Behcets syndrome, ketiga jenis RAS dapat muncul, namun minor RAS paling banyak
terjadi pada pasien ini. Selain pada rongga mulut, lesi pada genital dan ocular (mata) juga
muncul pada pasien ini.

Erythema Multiforme
Eritema multiforme adalah penyakit inflamasi akut pada kulit dan mukosa yang
menyebabkan berbagai bentuk lesi akibat deposit imunokompleks. Etiologinya belum jelas tetapi
ada beberapa faktor yang diduga berperan yaitu obat-obatan golongan sulfa, penisilin, analgesik,
antipiretik, mikroorganisme, penyakit autoimun, radiasi, psikis atau keganasan.
Lesi timbul tiba-tiba, nyeri, penyebaran luas, biasanya sembuh sendiri. Gambaran klinisnya
bervariasi sehingga disebut multiformis, multiple, pada bibir berbentuk krusta disertai bercak
darah.

Erytema Multiforme disebabkan karena alergi
Definisi :
Penyakit akut kulit dan mukosa mulut (acute inflammatory mucocutaneous disease)
memberikan gambaran beberapa jenis lesi multiforme
Self limited
Lesi mulut : vesikel (mudah pecah) dan bula, merupakan hal penting klinis
Mukosa lain genital
Dapat terjadi - primer dan rekuren
Etiologi :
Tidak diketahui dicurigai reaksi hipersensitif
Hipersensitif dari :
Infeksi virus (HSV), bakteri, jamur,
Reaksi obat : antibiotik (sulfonamide),cefalosporin, penicillin dll
NSAID
Anti convulsan
Food preservative
Kondisi immun : imunisasi BCG, hepatitis B
Derajat dari keparahan mukosa :
- EM minor
- EM mayor lesi luas : kulit , mata, genital, faring , laring dan oesofagus
Gambaran klinik :
Gambaran umum sering pada anak-anak dan dewasa muda
Dari sederhana berat, meluas dan akibatkan mati
Gelaja umum :
Demam, malaise, bisa ada / tidak ada
Kurang dari 24 jam timbul lesi dikulit dan mukosa
EM bentuk ringan ditandai makula & papula diameter 0,5-2 cm distribusi simetris
Gejala mulut :
Lesi mulut dimulai bula dasar kemerahan bula cepat pecah jadi ulkus tak teratur,
sakit
Lesi EM lebih besar,lebih dalam, sering bibir bengkak , pecah-pecah , berdarah
(nampak krusta),
Jarang pada gingiva
Terapi :
kasus ringan : suportif, obat kumur chlorhexine, diet lunak/diet cair,
kortikosteroi topical
Kasus sedang & berat : kortikosteroid sistemik jangka pendek 30 mg-50 mg/hr
prednison atau methyl prednisolon
Suportif : elektrolit & nutrisi
Peningkatan OH gunakan obat kumur
Informasi ke pasien
Dalam kasus tertentu dibutuhkan dosis steroid lebih besar
Pasien yg butuh terapi cairan untuk keseimbangan cairan & elektrolit dilakukan rawat
inap


Lupus Erytematosus
Eritematus dan ulkus pada mukosa bukal, gingiva dan vermilion, dengan area putih keratosis
mengelilingi ulkus dan biasanya nyeri

Pemphigus
Kelompok penyakit autoimun khronik ditandai pelepuhan epitel permukaan mukokutan
a. Pemphigus vulgaris
Penyakit bulosa pada kulit & mukosa
Pemphigus : penyakit autoimun khronik dimana antibodi IgG melawan substansi
interselular epitelium bekerja dengan komplemen ---- hilang nya adhesi sel ke sel
menyebkan akantolisis
P. vulgaris : kasus pemphigus paling sering 80%
Dilaporkan pemphigus bersamaan dengan penyakit imun lain; myastenia gravis
Tanda-tanda khas: tekanan pada bula yang nampak normal---- bentukan bula baru
disebut dengan Nikolsky Sign akibat lap atas kulit terlepas dari sel basal. Hal ini juga
bisa terjd pada penyakit Ritter dan epidermolisis bulosa
Manifestasi mulut 80-90% pemphigus vulgaris mempunyai lesi di mulut, Pisanti :
56% pemphigus vulgaris lesi pertama di mulut, 32% lesi pertama di mulut, dan satu
tempat di kulit, 12% lesi awal di kulit
Lesi mulut dimulai sebagai suatu bula dengan dasar tanpa radang --- pecah jadi ulcer
dangkal biasa pada mukosa bukal, palatum dan gingiva. --- gingivitis desquamatif
Lapisan tipis epitelium terkelupas --- daerah telanjang tepi meluas pada mukosa
mulut
Terapi :
Bile lesi awal dimulut belum ada lsi kulit kortikosteroid sistemik rendak (
prednison 100mg/hari bila lesi terkontrol diturunkan perlahan lahan

b. Pemphigus vegetans
Varian jinak pemphigus vulgaris
Lesi dini mirip pemphigus vulgaris dengan bula besar
Bentuk vegetasi dari jaringan granulasi hiperplastik
Manifestasi mulut bisa di gingiva, bukal , sublingual --- lesi dasar kemerahan ,
permukaan kusut dengan bercak bercak putih , bersifat khronik . Perlu biopsy.

Pemphigoid
Terminologi untuk kelompok penyakit subepithelial immunologically mediated vesico-
bullous menyerang epithel stratified squamous kerusakan salah satu protein dari basement
membrane zone (BMZ)
Jenis pemphigoid mulut oral atau Mucous Membrane Pemphigoid (MMP)

Jenis-jenis pemphigoid :
- Mucous membrane pemphigoid ( MMP)
lesi utama pada mulut, lesi kulit jarang
MMP = cicatrical pemphigoid (CP)
- Oral Mucosal Pemphigoid terjadi di mulut saja

Suatu pemphigoid mukosa yang jinak
Penyakit kronik , terjadi pada usia > 50 th
Vesikal subepitelial pd mukosa dapat terjadi jaringan parut, yang serius bila terjadi di
mata
Kebutaan terjadi pada 15% penderita
Dapat terjadi pada mukosa genital, esofagus, laring dan trakea menimbulkan sulit
menelan atau bernafas---- perlu bedah darurat
Lesi paling sering di mulut, nampak sebagai vesikel utuh atau erosi non spesifik
Vesikel utuh > lesi pemphigus dengan dinding tebal, merupakan lesi subepitelial
Lesi2 gingiva sebagai gingivitis deskuamativ, perlu dilakukan biopsi
Terapi : tentang keparahannya
Bila ringan dengan steroid topical
Dalam kasus berat , steroid sistemik 40-60 mg prednison dikurangi perlahan-lahan



Bullous pemphigoid lesi utama di kulit
Terjadi pada anak-anak umur 5 th dan lansia diatas 60 th
Self limited
Beda dengan pemphigus vulgaris, disini lesi subepitel regio membran basalis
Tidak ada akantolisis, Nikolsky
Bula tidak meluas, hanya setempat akan sembuh spontan
Etiologi tidak diketahui, tetapi ada antibodi melawan antigen zona membran basalis
Manifestasi mulut :
Biasanya terjadi di kulit ---baru menyusul di mulut, biasanya mukosa bukal
Lesi lebih kecil, lebih lambat
Terapi :
kortikosteroid sistemik dosis rendah,bisa dikombinasi obat-obat imunosupresif
- Ocular pemphigoid lesi utama di mata dpt menyebabkan scarring ( jar parut) buta


PERAWATAN LESI PREKANKER RONGGA MULUT

Dalam penatalaksanaan lesi prekanker rongga mulut dapat digunakan kemoterapi dan
fotodinamik. Kemoterapi adalah perawatan yang digunakan untuk memperkecil dan
menghambat penyebaran pertumbuhan sel kanker ke organ lain. Pemberiannya obat anti kanker
ini dapat berupa pil, cair, atau infus yang bertujuan untuk membunuh sel kanker. Fotodinamik
(Photodynamic Therapy,disingkat PDT) adalah suatu pendekatan yang memberikan harapan baru
bagi usaha penyembuhan penderita kanker. Aplikasi PDT bersifat minimal invasif dan
mengurangi penderitaan pasien akibat efek samping yang mungkin terjadi pada pengobatan
kanker. Prinsip dasar pengobatan PDT berdasarkan pada reaksi kimia
(photochemical atau non thermal effect) yang terjadi pada sel kanker yang mendapat penyinaran
laser (baca: foton) setelah sebelumnya diberikan bahan kimia (obat) yang
disebut photosensitizer (fotosensitizer).
1. KEMOTERAPI
Berikut adalah jenis obat kemoterapi beserta dengan efek sampingnya:

Obat Kemoterapi
Contoh Cara Kerja Efek Samping
Alkylating Agent
Cyclophosphamide
Chlorambucil
Melphalan
Membentuk ikatan kimia dengan DNA,
menyebabkan kerusakan pada DNA dan
kelainan replikasi DNA
Menekan sumsum tulang
Luka pada lapisan lambung
Rambut rontok
Dapat mengurangi kesuburan
Menekan sistem kekebalan
tubuh
Dapat menyebabkan leukemia
Antimetabolit
Methotrexate
Cytarabine
Fludarabine
6-Mercaptopurine
5-Fluorouracil
Menghambat sintesis DNA
Sama seperti alkylating agent
Tidak meningkatkan risiko
terjadinya leukemia
Antimitotik
Vincristine
Paclitaxel
Vinorelbine
Docetaxel
Menghambat pembelahan sel-sel kanker
Sama seperti alkylating agent
Juga dapat menyebabkan
kerusakan saraf
Tidak menyebabkan leukemia
Penghambat Topoisomerase
Doxorubicin Mencegah sintesis dan perbaikan DNA Sama seperti alkylating agent
Irinotecan melalui penghambatan enzim-enzim, yang
disebut topoisomerase
Doxorubicin dapat
menyebabkan kerusakan
jantung
Derivat Platinum
Cisplatin
Carboplatin
Oxaliplatin
Membentuk ikatan dengan DNA
menyebabkan kerusakan pada DNA
Sama seperti alkylating agent
Dapat menyebabkan
kerusakan saraf dan ginjal,
serta hilangnya pendengaran
Terapi hormonal
Tamoxifen
Menghalangi kerja estrogen (pada kanker
payudara)
Dapat menyebabkan kanker
endometrial, pembekuan
darah, dan hot flash
Penghambat Aromatase
Bicalutamid
Menghambat kerja androgen (pada kanker
prostate)
Dapat menyebabkan disfungsi
ereksi (impotensi) dan diare
Anastrozole
Examestane
Letrozole
Menghambat pembentukan estrogen
Dapat menyebabkan
pengeroposan tulang
(osteoporosis) dan gejala
menopause
Penghambat sinyal
Imatinib
Menghambat sinya untuk
pembelahan sel pada
leukemia mielositik kronis
Dapat menyebabkan kelainan hasil
pemeriksaan fungsi hati dan retensi cairan
Gefitinib
Erlotinib
Menghambat reseptor faktor
pertumbuhan epidermis
Dapat menyebabkan timbulnya ruam dan
diare
Antibodi Monoklonal
Rituximab
Menginduksi
kematian sel
dengan
berikatan pada
reseptor-
reseptor di
permukaan sel
tumor yang
berasal dari
limfosit
Dapat menyebabkan reaksi alergi
Trastuzumab
Menghambat
reseptor faktor
pertumbuhan
pada sel-sel
kanker
payudara
Dapat menyebabkan gagal jantung
Gemtuzumab
Ozogamicin
Mengandung
antibodi
khusus yang
berikatan pada
reseptor-
reseptor di
sel-sel
leukemia dan
kemudian
memberian
dosis toksik
dari
komponen
kemoterapi
pada sel-sel
leukemia
Dapat menyebabkan supresi trombosit yang lama,
sehingga meningkatkan risiko pendarahan
Modifikasi Respon Biologis
Interferon alfa Tidak ketahui
Dapat menyebabkan demam, menggigil, supresi sumsum
tulang, kekurangan hormon tiroid, hepatitis
Senyawa Diferensiasi
Tretinoin
Menginduksi
diferensiasi
dan kematian
sel-sel
leukemia
Dapat menyebabkan kesulitan bernafas yang berat
Arsenic trioxide
Menginduksi
diferensiasi
dan kematian
sel-sel
leukemia
Menyebabkan gangguan irama jantung dan timbulnya
ruam
Senyawa yang menghambat pembentukan pembuluh darah (antiangiogenik)
Bevacizumab
Menghambat
faktor
pertumbuhan
endotel
pembuluh
darah
(Vascular
Endothelial
Growth
Factor-
VEGF)
Dapat menyebabkan tekanan darah tinggi, hilangnya
protein ke dalam urin, perdarahan, penggumpalan darah,
perforasi usus
Serafinib Menghambat Dapat menyebabkan tekanan darah tinggi dan kehilangan
Sunitinib VEGF protein di dalam urin

Kemoterapi dikatakan bahaya jika:
a. Kemoterapi : pemberian obat anti kanker yang dapat dalam bentuk pil ,cair atau kapsul
atau bisa melalui infus untuk membunuh sel kanker. Jadi dalam pemberian obat obatan
anti kanker harus memperhatikan kondisi umum pasien , riwayat penyakit, serta tepat
dosis, sediaan, cara dan waktu penggunaan obat anti kanker tersebut. Jika tidak
diperhatikan maka akan mengakibatkan efek samping yang berlebihan bahkan kemtian
bagi pasien.
Pada terpai radiasi yang semakin tinggi dapat menyebabkan efek samping semakin parah
juga
b. Kejadian kesalahan dalam kemoterapi kanker dapat merugikan beberapa pihak di
antaranya mulai dari pasien, keluarga pasien, perawat, apoteker dan secara tidak langsung
akan merugikan rumah sakit.
Kesalahan dalam peresepan, perhitungan dosis, cara pemberian serta siklus, akan berefek
langsung terhadap keberhasilan terapi. Dois subterapi, menyebabkan sel kanker tidak
tuntas dihancurkan. Dosis superterapi (terlalu besar) sebabkan resiko efek merugikanobat
meningkat, bahkan dapat menyebabkan kematian.
c. Efek kemoterapi terhadap sumsum tulang dapat menimbulkan infeksi pada rongga mulut.
Seperti yang telah diketahui bahwa obat kemoterapi bekerja dengan membunuh sel-sel
penyebab kanker yang diproduksi oleh sumsum tulang, namun yang dibunuh tidak hanya
sel ganas, sel normal yang sedang diproduksi oleh sumsum tulang juga diganggu
pertumbuhannya. Aktivitas obat kemoterapi terhadap sumsum tulang tersebut dapat
menurunkan sistem imun pasien, karena sel-sel yang berguna dalam pertahanan imun
tubuh dirusak oleh obat kemoterapi tersebut, termasuk sel-sel darah yang akhirnya dapat
menimbulkan trombositopenia, leukopenia dan neutropenia .


2. FOTODINAMIK
Terapi kanker photodynamic menggunakan photosensitive dan laser, dengan keefekifan
tinggi membunuh sel kanker, adalah sebuah terapi tanpa luka. Pada tahun 1996 disetujui oleh
FDA Amerika untuk diterapkan dalam klinis dan pada tahun 2003 disetujui oleh SFDA China
untuk diterapkan dalam klinis.
Prinsip dasar pengobatan PDT berdasarkan pada reaksi kimia (photochemical atau non
thermal effect) yang terjadi pada sel kanker yang mendapat penyinaran laser (baca: foton)
setelah sebelumnya diberikan bahan kimia (obat) yang disebut photosensitizer (fotosensitizer).
Fotosensitizer
Fotosensitizer adalah bahan kimia yang akan diaktifkan oleh laser dan merusak sel
kanker. Bahan kimia ini akan bereaksi dengan foton (unit energi laser) dan bersama oksigen akan
mengakibatkan kematian (apoptosis=kematian aktif dan nekrosis=kematian pasif) sel kanker
secara selektif tanpa merusak sel normal.
Fotosensitizer biasanya diberikan dalam bentuk larutan yang disuntikkan pada pembuluh
darah balik (intravena) yang selanjutnya akan menempatkan molekul fotosensitizer pada sel
kanker. Konsentrasi molekul fotosensitizer pada sel tumor ini akan lebih tinggi dibandingkan sel
normal sehingga terdapat kepadatan molekul fotosensitizer yang tinggi pada sel tumor.
Setelah interval waktu tertentu, tiba saatnya untuk penyinaran (iluminasi) atau
pengaktifan fotosensitizer dengan laser (lihat gambar). Interval waktu penyuntikan dan
penyinaran tergantung pada fotosensitizer yang dipilih (misalnya hematoporphyrin
derivative=HPD atau mTHPC =meta tetra hydroxy phenyl chlorine). Kemudian akan dilakukan
tahap kedua pengobatan berupa penyinaran laser melalui kabel serat- optic (fiber-optic).
Sumber Daya Laser
Sumber daya laser dihasilkan dari mesin pembangkit laser dengan media pembangkit
semikonduktor dan daya pasok energi rendah yang bisa diatur/adjustable (dalam ukuran 100 mW
- 1 W) dan timing control yang bisa dipilih untuk mendapatkan dosis laser sesuai dengan
kebutuhan. Dosis energi laser yang diperlukan diprogram melalui komputer yang terpasang pada
mesin pembangkit laser.



Proses Terapi
1. Langkah pertama : menyuntikkan photosensitive ke tubuh pasien, photosensitive yang
biasa dipakai adalah PHOTOFRIN
2. Langkah kedua : setelah disuntik harus menunggu 40 sampai 50 jam
3. Langkah ketiga : menggunakan laser menyinari daerah kanker untuk membunuh sel
kanker
Keunggulan
1. Minimal invasif tidak operasi, tidak luka, sakit ringan
2. Hasil yang cepat 48-72 jam sudah dapat melihat hasilnya
3. Mencegah kanker kambuh kembali membasmi sel atau lesi kanker yang kecil atau
berpotensi kambuh kembali
4. Jarang terjadi komplikasi toksisitas rendah, terutama digunakan untuk kanker stadium
lanjut atau pasien yang sudah berusia lanjut dengan fisik lemah
Efek samping
Efek samping yang terjadi yaitu rasa nyeri setempat yang disebabkan oleh nekrosis
(kematian) jaringan tumor yang diatasi dengan obat pereda rasa nyeri. Kepekaan berlebihan
terhadap cahaya, baik cahaya lampu maupun cahaya matahari (langsung) diatasi dengan
mengatur pencahayaan pada ruang tindakan dan perawatan serta perlindungan penderita terhadap
paparan sinar. Hati-hati pada tumor yang menempel/invasif pada pembuluh darah besar karena
risiko perdarahan.
Penerapan atau aplikasi klinis
1. Kanker orofaringeal : kanker mulut stadium awal, kanker nasofaring efisiensi mencapai
75%-100%
2. Kanker esofagus : efektif memperbaiki penyumbatan yang disebabkan oleh kanker
esofagus, mengobati kanker leher esofagus, mengobati kanker esofagus submukosa;
dapat menghilangkan tumor yang ada pada bagian rongga esofagus, atau terhadap bagian
rongga esofagus yang sudah dipasang stent.
3. Barrett esofagus : tidak hanya efektif menghilangkan barrett esofagus, tetapi juga dapat
mengobati adenomakarsinoma esofagus stadium awal.
4. Kanker paru-paru : terhadap kanker saluran pernapasan stadium awal, pengobatan
tarif 90%, terhadap kanker saluran pernapasan stadium lanjut dan yang mengalami
penyumbatan, tingkat keberhasilan perbaikan mencapai 85%
5. Kanker lambung : tingkat pengobatan kanker lambung stadium awal mencapai 85%,
dapat memperbaiki gejala kanker lambung stadium lanjut
6. Kanker kandung kemih : mengobati tuntas kanker primer, terhadap kanker stadium lanjut
tingkat keefektifan 71%.
Juga efektif mengobati kanker lainnya seperti : kanker usus, kanker saluran empedu,
khususnya cocok untuk pengobatan kanker saluran empedu hilar, kanker pankreas, kanker
bagian perut, kanker hati, kanker otak, tumor kulit bagian selaput dada dan abdomen, kanker
saluran kemih reproduksi.
Mekanisme kerja
Selain sifat toksik langsung pada sel kanker melalui kerusakan mitokondria sel (yang
merupakan motor penghasil tenaga sel), sitoplasma, dan dinding sel, teknik PDT
mengakibatkan kerusakan pembuluh darah yang memasok darah untuk pertumbuhan sel kanker
(vascular shutdown). Hal ini mengakibatkan sel kanker kehilangan pasokan energi untuk
pertumbuhan dan selanjutnya akan terjadi pengecilan massa (regresi) dan kematian tumor. Ahli
bedah akan mendapat kemudahan untuk melakukan tindakan operasi karena massa tumor telah
mengecil. Keuntungan lain yang didapatkan dari PDT, yaitu meningkatnya
status kekebalan penderita terhadap kanker yang dideritanya dengan membaiknya parameter
immunologik.
PDT bisa digabungkan dengan modalitas pengobatan lain untuk penyakit kanker seperti
pembedahan, cryotherapy (bedah beku), kemoterapi, radioterapi, imunoterapi, terapi
biologik, dan sebagainya serta dapat dilakukan berulang-ulang tanpa menimbulkan akibat
samping yang membahayakan penderita.










KASUS PADA SKENARIO
Diagnosis
Dari skenario di atas, pasien mengalami lesi Verocous Leukoplakia. Veroukus
leukoplakia berupa lesi yang tumbuh eksofitik tidak beraturan. Leukoplakia ini tumbuh dari
hiperkeratosis yang kemudian meluas multiple, tidak mengkilat, dan membentuk tonjolan dengan
keratinisasi yang tebal, seringkali erosif yang dinamakan leukoplakia verukosa proliferatif.
Leukoplakia verukosa merupakan bentuk bentuk lesi leukoplakia yang kemudian
berubah menjadi ganas, bentuk verukosa dan bentuk nodular. Ciri ciri verukosa dan nodular
sangat bervariasi dari bentuk fisura dengan permukaan lesi tampak terbelah belah hingga
bentuk papilamatosa. Warna dan permukaan lesi bermacam macam, yang umum dijumpai lesi
berwarna putih kekuning kuningan atau abu abu yang sedikit tembus pandang dan lesi
kuning kecoklatan yang diduga akibat tembakau serta lesi yang berwarna putih campur merah.
Lesi leukoplakia dapat ditemukan di semua daerah di dalam mulut, tetapi beberapa
peneliti melaporkan bahwa leukoplakia lebih sering ditemukan di daerah mukosa bukal dan
bibir. Nodular leukoplakia dan Verukosa Leukoplakia memiliki prognosa lebih menakutkan
dibandingkan dengan homogenous leukoplakia.
Hubungan antara Riwayat Penyakit Pasien
Pasien memiliki riwayat autoimun lupus eritematous sistemik, dan pernah di diagnosa
menderita Reccurent Aphtous Stomatitis. Pasien juga memiliki kebiasaan merokok, dan berhenti
sejak di diagnosa kanker paru paru. Pasien mulai melakukan perawatan kemoterapi sejak 1
minggu yang lalu. Tanda gejala di dalam rongga mulut, terdapat ulkus pada mukosa bukal
dengan diameter 1 cm yang ditutupi oleh membran fibrinopurulen serta adanya area nekrotik,
sakit pada palpasi, dan perdarahan spontan.
a. Hubungan Kanker Paru dengan Lupus Eritematous Sistemik:
Lupus Eritematous Sistemik (LES) merupakan penyakit autoimun dimana sistem
kekebalan tubuh atau antibodi menyerang sel sel dalam tubuh, menyerang organ diri sendiri
dan menyebabkan kerusakan dalam tubuh. Lupus eritematous sistemik menyerang organ tubuh,
seperti kulit, persendian, paru paru, darah, pembuluh darah, jantung, ginjal, hati, otak, dan
saraf. Salah satu manifestasi dari LES ini menyerang paru paru. Kelainan paru-paru pada LES
seringkali bersifat subklinik sehingga foto toraks dan spirometri harus dilakukan pada pasien
LES dengan batuk, sesak nafas atau kelainan respirasi lainnya. Pleuritis dan nyeri pleuritik dapat
ditemukan pada 60% kasus. Efusi pleura dapat ditemukan pada 30% kasus, tetapi biasanya
ringan dan secara klinik tidak bermakna. Fibrosis interstitial, vaskulitis paru dan pneumonitis
dapat ditemukan pada 20% kasus, tetapi secara klinis seringkali sulit dibedakan dengan
pneumonia dan gagal jantung kongestif. Hipertensi pulmonal sering didapatkan pada pasien
dengan sindrom antifosfolipid. Pasien dengan nyeri pleuritik dan hipertensi pulmonal harus
dievaluasi terhadap kemungkinan sindrom antifosfolipid dan emboli paru.
LES menyerang sistem pertahanan tubuh sendiri dan menyerang paru-paru. Bersifat kronis dan
mudah kambuh, bersifat rekuren dan bila sistem imun turun akan kambuh lagi.
b. Hubungan antara Reccurent Aphtous Stomatitis, Lupus Eritematous Sistemik dengan
Merokok:
Etiopatogenesis dari LES masih belum diketahui secara jelas, dimana terdapat banyak
bukti bahwa patogenesis LES bersifat multifaktoral seperti faktor genetik,faktor lingkungan, dan
faktor hormonal terhadap respons imun.
Faktor lingkungan dapat menjadi pemicu pada penderita lupus, seperti radiasi ultra violet,
tembakau/rokok, obat-obatan, virus.Merokok dapat memperlambat penyembuhan luka. Dry
Socket terjadi empat kali lebih banyak pada perokok daripada bukan perokok Merokok
menyebabkan perubahan panas pada jaringan mukosa mulut. Initasi kronis dan panas
menyebabkan perubahan vaskularisasi dan sekresi kelenjar liur. Rangsangan asap rokok yang
lama dapat menyebabkan perubahan-perubahan yang bersifat merusak bagian mukosa mulut
yang terkena
c. Hubungan antara Reccurent Aphtous Stomatitis, Lupus Eritematous Sistemik, dengan Ulkus:
Dalam penegakan diagnosis LES, dapat ditegakkan berdasarkan gambaran klinik dan
laboratorium. American College of Rheumatology (ACR), pada tahun 1997, mengajukan 11
kriteria untuk klasifikasi LES, dimana apabila didapatkan 4 kriteria, diagnosis LES dapat
ditegakkan.

Kriteria tersebut adalah :
1. Ruam malar.
2. Ruam diskoid.
3. Fotosensitivitas.
4. Ulkus di mulut dan peradangan mukosa
5. Arthritis non erosif.
6. Pleuritis atau perikarditis.
7. Gangguan renal, yaitu proteinuria persisten > 0,5gr/ hari, atau silinder sel dapat
berupa eritrosit, hemoglobin, granular, tubular atau gabungan.
8. Gangguan neurologi, yaitu kejang-kejang atau psikosis.
9. Gangguan hematologik, yaitu anemia hemolitik dengan retikulosis, atau
leukopenia atau limfopenia atau trombositopenia.
10. Gangguan imunologik, yaitu anti DNA posistif, atau anti Sm positif atau tes
serologik untuk sifilis yang positif palsu.
11. Antibodi antinuklear (Antinuclear antibody, ANA) positif.
Patogenesis:
Etiologi lupus eritematosus, seperti halnya penyakit autoimun lain, adalah tidak
diketahui. Terdapat dua teori mengenai etiologi lupus, yaitu teori yang pertama menyebutkan
bahwa pada perkembangan penyakit mulai dari gambaran awal sampai timbul kerusakan didasari
oleh produksi sirkulasi autoantibodi menjadi suatu nukleoprotein, yaitu antinuclear
antibodies (ANA). Proses awal tidak diketahui tetapi kemungkinan terjadi mutasi gen yang
berhubungan dengan sel yang mengalami apoptosis yang melibatkan limfosit, kemudian limfosit
bereaksi menyerang selnya sendiri.
Teori lainnya menyatakan autoantibodi lupus eritematosus merupakan lanjutan dari reaksi silang
antigen eksogen seperti retrovirus RNA .
Manifestasi Klinis:
Manifestasi klinis lupus eritematosus secara umum penyakit lupus eritematosus sistemik
atau lebih dikenal dengan istilah lupus, memiliki manifestasi klinis yang bervariasi, dan
melibatkan multiorgan yaitu sekitar 80% melibatkan persendian, kulit, dan darah; sekitar 30-50%
melibatkan ginjal, jantung, sistem saraf, sekitar 50 % melibatkan ganguan gastrointestinal,
sekitar 20 % melibatkan gangguan optalmik, dan sekitar 10-30% melibatkan trombosis arteri dan
vena.
Secara umum tanda dan gejala dari lupus diantaranya adalah :
1. kelelahan (fatigue)
2. demam (fever)
3. penurunan berat badan atau sebaliknya
4. malar-rash (butterfly-shaped rash) pada muka
5. lesi di kulit yang bertambah buruk bila terpapar matahari
6. ganguan mulut
7. alopecia
8. raynauds phenomenom
9. nafas yang memendek
10. nyeri dada
11. dry eyes
12. ankietas
13. depresi
14. memory loss

d. Pada Ulkus Terjadi Perdarahan Spontan:
Pada ulkus yang di derita pasien muncul perdarahan spontan, hal tersebut dikarenakan
efek dari kemoterapi. Banyak efek yang ditimbulkan dari perawatan kemoterapi, salah satunya
efek pada darah. Kemoterapi akan mempengaruhi kerja sum sum tulang yang merupakan
pabrik pembuat sel darah dan mengakibatkan sel darah menurun.
Penurunan jumlah sel darah mengakibatkan:
- Mudah terkena infeksi. Leukosit merupakan sistem pertahanan tubuh dan
merupakan perlindungan terhadap infeksi, bila jumlah leukosit turun maka tubuh
akan mudah terkena infeksi.
- Perdarahan. Hal ini berkaitan dengan keping darah atau trombosit yang berperan
dalam proses pembekuan darah. Penurunan jumlah trombosit mengakibatkan
perdarahan sulit berhenti, lebam, dan bercak merah di kulit. Inilah yang menjadi
alasan mengapa ulkus yang di derita pasien pada skenario terlihat perdarahan spontan.
- Anemia. Hal ini ditandai dengan penurunan eritrosit atau sel darah merah yang
ditandai dengan penurunan hemoglobin (Hb). Penurunan Hb mengakibatkan tubuh
merasa lemah, mudah lelah,dan pucat.
Komplikasi Kemoterapi
Kemoterapi berfungsi sebagai pengobatan dan kontrol untuk menghambat perkembangan
sel kanker agar tidak menyebar ke jaringan lain. Kemoterapi juga berfungsi untuk mengurangi
gejala yang timbul pada penderita, seperti meringankan rasa sakit dan memperkecil ukuran
kanker. Namun, kemoterapi memiliki komplikasi yang banyak.
Pada umumnya kerja kemoterapi menghambat atau memperlambat atau menghentikan
pertumbuhan sel kanker. Pembelahan sel kanker sangat cepat, oleh karena itu kemoterapi
mentarget fase fase pembelahan tersebut. Kemoterapi ini efektif dalam pengobatan kanker, tapi
akan berdampak pada sel sel lain yang membelah dengan cepat seperti sel pada mulut
(sariawan), kulit kepala (rambut rontok), usus (mual). Komplikasi yang timbul pada perawatan
kemoterapi, diantaranya:
Lemas, merupakan efek samping umum yang timbul. Timbulnya bisa mendadak atau
perlahan. Tidak langsung menghilang dengan istirahat dan kadang berlangsung terus
sampai akhir pengobatan.
Mual dan muntah
Gangguan pencernaan, seperti diare yang disertai dehidrasi berat.
Sariawan
Rambut rontok, merupakan efek sementara, terjadi 2 sampai 3 minggu setelah kemoterapi
dimulai. Rambut dapat tumbuh kembali setelah kemoterapi selesai.
Otot dan saraf, obat kemoterapi menyebabkan kesemutan dan mati rasa pada jari tangan
atau kaki serta kelemahan otot kaki. Sebagian bisa terjadi sakit pada otot.
Efek pada darah, mempengaruhi kerja sum sum tulang yang merupakan pabrik pembuat
sel darah penurunan sel darah. Penurunan jumlah sel darah mengakibatkan:
- Mudah terkena infeksi, karena penurunan jumlah leukosit
- Perdarahan, karena penurunan trombosit yang ditandai dengan menurunnya
hemoglobin
- Anemia, karena penurunan eritrosit
Kulit menjadi kering dan berubah warna. Kulit lebih sensitiv terhadap matahari. Kuku
tumbuh lebih lambat dan terdapat garis putih melintang pada kuku.
Manifestasi Oral yang disebabkan Kemoterapi:
- Terjadi mukositis terjadi setelah 2-7 hari s, lapisan putih kekuningan
pseudomembran yg dikelilingi oleh jaringan nekrotik. Bisa menimbulkan xerostomia.
Terdapat pada bibir, mukosa bukal, palatum lunak.
- Terjadi perdarahan spontan, candidiasis terjadi pada kemoterapi kanker, biasanya
merah dan terdapat pada palatum dan sudut mulut.
- Ganggungan pada pengecapan yang menyebabkan nafsu makan turun.
- Rasa sakit yang terus menerus karena menggunaan obat anti kenker seperti alkaloid
neurotoksik, rasa sakit seperti terbakar
- Skala nyeri mukositis ada 4:
Skala I Nyeri ringan
Skala II Nyeri berat tapi masih bisa makan
Skala III Kedalaman bertambah dan pasien makan makanan cair
SkalaIV Pasien susah makan
- Nyeri di gigi dan otot rahang
Patofisiologi Ulkus akibat Kemoterapi:
I. Patogenesis dari mukositis oral dimulai dengan menurunnya kemampuan regenerasi sel
pada lapisan basal epitelium sebagai akibat dari radiasi dan kemoterapi.4 Terdapat 4 fase
terjadinya mukositis oral akibat kemoterapi yaitu fase initiation, messaging-signaling
amplification, ulceration dan healing.
- I nisiasi merupakan tahap dimana radiasi atau kemoterapi menyebabkan
kerusakan DNA pada sel basal epithelium sel, jaringan dan pembuluh darah,
mengaktifkan reactive oxygen spesies (ROS) yang akhirnya bertanggungjawab
terhadap terjadinya kerusakan sel dan pembuluh darah. Peningkatan reaksi radang
terjadi lewat adanya signal-signal yang secara langsung menyebabkan kematian
sel maupun mengaktifasi reseptor kematian sel yang berada di sel membran untuk
aktif ke dalam sel. Hal ini menginduksi peningkatan produksi sitokin radang,
kerusakan dan kematian sel
- Fase signaling dan amplification, sitokin radang seperti TNF alfa yang
diproduksi oleh makrofag akan menyebabkan kerusakan sel dan mengaktifasi
jalur signaling untuk merusak jaringan. Akibat banyaknya sel yang rusak dan
aktifnya sitokin radang, terjadilah ulserasi dan peradangan pada mukosa yang
merupakan penanda fase
- Ulceration dan inflammation. Hal ini akan terlihat oleh infiltrasi sel-sel radang
yang berhubungan dengan ulserasi mukosa. Keadaan ini diperberat oleh adanya
kolonisasi mikroba oral yang akan lebih meningkatkan produksi sitokin radang
akibat infeksi sekunder. Jika fase ulserasi dan inflamasi dapat dilalui dengan baik,
maka mukositis akan memasuki
- Fase healing (penyembuhan). Fase ini ditandai oleh adanya proliferasi sel epitel
disertai diferensiasi sel dan jaringan yang mengembalikan integritas jaringan
epitel seperti sedia kala

II. Obat antikanker yang biasanya menyebabkan ulser mulut meliputi methotrexate, 5-
fluorouracil, actinomycin D, adriamycin, bleomycin, dan daunorubicin. Obat-obatan yang
terkadang menyebabkan ulser antara lain 6-mecaptopurine, hydroxyurea, vinblastine dan
procarbazine (Lynch et al., 1994).
Obat antikanker dapat menyebabkan ulser mulut secara langsung atau tidak langsung.
Obat-obatan yang menyebabkan stomatitis secara tidak langsung akan mendepresi
sumsum tulang dan respon imun yang menyebabkan suatu infeksi invasif pada mukosa
rongga mulut.
Beberapa jenis obat, seperti methotrexate menyebabkan ulser melalui efek langsung pada
replikasi dan pertumbuhan dari sel-sel epitel mulut dengan menghambat sintesa protein
dan asam nukleat sehingga mengakibatkan penipisan serta ulserasi mukosa rongga mulut.
Sedangkan alkaloid seperti cyclophosphamide mengakibatkan leucopenia dan
pembentukan ulkus sekunder (Lynch et al., 1994; Langlais & Miller, 2000).

III. Identifikasi pada pasien dengan resiko tinggi, memungkinkan dokter gigi untuk memulai
evaluasi pra-perawatan dan melakukan tindakan profilaktis yang terukur untuk
meminimalkan insidens dan morbiditas yang berkaitan dengan toksisitas rongga mulut.
Faktor resiko paling utama pada perkembangan komplikasi oral selama dan terhadap
perawatan adalah pra-kehadiran penyakit mulut dan gigi, perhatian yang kurang terhadap
rongga mulut selama terapi dan faktor lainnya berpengaruh pada ketahanan dari rongga
mulut. Faktor resiko lainnya adalah : tipe dari kanker (melibatkan lokasi dan histology),
penggunaan antineoplastik, dosis dan administrasi penjadwalan perawatan, kemudian
area radiasi, dosisnya, jadwal dilakukan radiasi (kekerapan dan durasi dari antisipasi
myelosuppresi) serta umur pasien.
Keadaan sebelum hadirnya penyakit seperti adanya kalkulus, gigi yang rusak, kesalahan
restorasi, penyakit periodontal, gingivitis dan penggunaan alat prostodontik,
berkontribusi terhadap berkembangnya infeksi lokal dan sistemik. Kolonisasi bakteri dan
jamur dari kalkulus, plak, pulpa, poket periodontal, kerusakan operculum, gigi palsu, dan
penggunaan alat-alat kedokteran gigi merupakan sebuah lahan yang subur buat organisme
opportunistik dan pathogenistik yang mungkin berkembang pada infeksi lokal dan
sistemik. Tambalan yang berlebih atau peralatan lain yang melekat pada gigi, membuat
lapisan mulut lebih buruk, menebal dan mengalami atropi, kemudian menghasilkan
ulserasi local (stomatitis).

IV. Pasien dengan penyakit keganasan seringkali rentan terhadap berbagai penyakit sebagai
penyakit yang mendasarinya ataupun akibat terapi yang diberikan.seperti terapi radiasi
dan kemoterapi . pada terapi radiasi area yang terkena adalah mukosa yang disinari
langsung oleh sinar X , sedangkan obat kemoterapi memiliki efek destruktif mukosa,
yang terkena adalah mukosa nonkeratinisasi seperti mukosa bukal, mukosa labial, lidah
palatum molle dan dasar mulut. Keratinisasi adalah proses pembentukan keratin dalam
jaringan epidermis atau mukosa sehingga struktur jaringan menjadi keras, sehingga pada
mukosa non keratinisasi lebih mudah terjadinya peradangan

Penatalaksanaan Lesi Pra Ganas atau Pra Kanker Rongga Mulut

Hal yang pertama dilakukan untuk perawatan lesi pre kanker rongga mulut, yaitu
pemeriksaan, untuk menentukan diagnosa yang tepat. Pemeriksaannya berupa pemeriksaan
klinis, pemeriksaan patologi, dan pemeriksaan radiologi. Pemeriksaan klinis, pemeriksaan
patologi, dan pemeriksaan radiologi merupakan metode yang dapat mendukung diagnose dini
kanker di rongga mulut.




Pemeriksaan klinis
Pemeriksaan klinis adalah pemeriksaan dengan cara anamnesa dan pemeriksaan fisik.
Pemeriksaan klinik merupakan pemeriksaan yang paling penting, karena hasil pemeriksaaan
inilah ditentukan apakah ada atau tidak dugaan penderita menderita kanker dan apakah perlu
pemeriksaan lebih lanjut.
Anamnesa dilakukan dengan cara kuisioner kepada penderita dan keluarganya tentang identitas
pasien, keluhan utama, riwayat penyakit yang diderita, riwayat penyakit gigi dan mulut masa
lalu, riwayat medik, riwayat keluarga dan sosial. Sedangkan pemeriksaan fisik dilakukan
pemeriksaan umun, pemeriksaan lokal, dan status regional. Pemeriksaan umum meliputi
pemeriksaan penampilan, keadaan umum, dan metastase jauh serta pemeriksaan lokal dengan
cara inspeksi dan palpasi bimanual.
Kelainan dalam rongga mulut diperiksa dengan cara inspeksi dan palpasi dengan bantuan spatel
lidah dan penerangan. Seluruh rongga mulut dilihat mulai dari bibir sampai orofaring posterior.
Perabaan lesi rongga mulut dilakukan dengan memasukkan 1-2 jari ke dalam rongga mulut.
Untuk menentukan dalamnya lesi dilakukan dengan perabaan bimanual.

Pemeriksaan Patologi
Pemeriksaan mikroskopis dibutuhkan untuk mendiagnosis displasia atau atipia yang
menggambarkan kisaran abnormalitas selular, termasuk perubahan ukuran sel dan morfologi sel,
gambaran peningkatan mitotik, hiperkromatisme dan perubahan pada ulserasi dan maturasi
selular yang normal.
Gambaran displasia ringan, sedang atau parah menunjukkan keabnormalan epitel dan keparahan.
Bila ketidak abnormalan ini tidak melibatkan ketebalan yang penuh dari epitel, maka didiagnosa
carcinoma in situ dan bila membrane basement terkena dan mengalami invasi jaringan ikat
didiagnosa sebagai karsinoma.

Pemeriksaan Radiologi
Terdiri dari radiologi rutin, Computed Tomography (CT), Magneting Resonanse imaging (MRI)
dan Ultra Sonografi dapat menunjukkan keterlibatan tulang dan perluasan lesi.

Perawatan
Perawatan kanker rongga mulut tergantung pada tipe sel, derajat differensiasi, tempat, ukuran
dan lokasi lesi primer, status kelenjar getah bening, keterlibatan tulang untuk mencapai tepi
bedah yang adekuat, kemampuan untuk melindungi fungsi penelanan, berbicara, status fisik dan
mental pasien, pemeriksaan keseluruhan dari komplikasi yang potensial dari setiap terapi,
pengalaman ahli bedah, radiotherapist dan keinginan serta kooperatifan pasien.
Kemoterapi dan pembedahan digunakan dalam pengobatan kanker mulut. Pembedahan atau
Kemoterapi dapat digunakan untuk lesi T1 dan T2, sedangkan kanker stadium lanjut dilakukan
dengan gabungan kemoterapi dan pembedaha


Tindakan dokter gigi dengan pasien perawatan kemoterapi kanker:
a. Idealnya pasien yang dijadwalkan untuk menerima kemoterapi harus melalui penilaian
dental terlebih dahulu. Pemeriksaan dan penilaian dental merupakan pre treatment
dilakukan secepatnya untuk memudahkan tidakan dental lain dan penyembuhan kanker
yang adekuat. Pemeriksaan meliputi pemeriksaan pada jaringan keras dan lunak dengan
didukung oleh gambaran radiografiuntuk mendeteksi kemungkinan sumber infeksi ataau
keadaan patologis lain sebelum kemoterapi dimulai dokter gigi harus melaksanakan
prosedur perawatan gigi seperti :
Mengidentifikasi jaringan rongga mulut dan merawat infeksi yang terjadi
Menstabilkan/menghilangkan sumber infeksi
Melakukan evaluasi prostodontik
Melakukan ekstraksi gigi yang dikhawatirkan memperparah komplikasi oral,
prosedur bedah mulut dilakukan 7-10 hari sebelum kemoterapi
Pada anak anak dipertimbangkan mencabut gigi desidui yang mobiliti dan gigi yang
diduga akan tanggal saat kemoterapi
Mengusahakan OH dengan baik
Memberi edukasi tentang pelaksanaan muntah denga cara berkumur dengan larutan
normal saline untuk mengebalikan pH rongga mulutyang asam akibat muntah
b. Coba topikal obat untuk nyeri. Bilas mulut sebelum menerapkan obat ke gusi atau lapisan
mulut. Lap mulut dan gigi dengan lembut dengan kasa basah dicelupkan ke dalam air
asin untuk menghilangkan partikel. Pengobatan topikal dapat mencakup agen coating dan
pelega tenggorokan.
Obat penghilang rasa sakit dapat memberikan bantuan ketika obat topikal
tidak. Nonsteroidal obat anti-inflamasi (OAINS, aspirin -jenis obat penghilang rasa
sakit) tidak boleh digunakan oleh pasien yang menerima kemoterapi karena pasien ini
memiliki risiko perdarahan.
Zinc suplemen diambil selama terapi radiasi dapat membantu mengobati mucositis
serta dermatitis (radang kulit).
Povidon- yodium obat kumur yang tidak mengandung alkohol dapat membantu
menunda atau mengurangi mucositis yang disebabkan oleh terapi radiasi.
Pengobatan untuk perdarahan selama kemoterapi dapat mencakup hal berikut:
1. Obat untuk mengurangi aliran darah dan membantu pembekuanform.
2. Produk topikal yang mencakup dan daerah perdarahan segel.
3. Berkumur dengan campuran satu bagian hidrogen peroksida 3% untuk solusi 2
atau 3 bagian air asin (1 sendok teh garam dalam 4 gelas air) untuk membantu
lisan bersih luka. Membilas harus dilakukan hati-hati agar pembekuan tidak
terganggu.
c. - Pertimbangan Perawatan Rongga Mulut:
Oral hygiene sistemik secara rutin sangatlah penting dalam mengurangi insidens dan
keganasan dari efek perawatan onkologik seperti ; karies radiasi, stomatitis, dan
candidiasis. Pada pasien dengan xerostomia yang ringan dan jarang atau dengan
reseksi melibatkan struktur mulut, sebuah inspeksi identifikasi pada area tersebut
perlu dilakukan. Metode oral hygiene termasuk diantaranya berkumur/mengirigasi
dan penghilangan plak secara mekanik. Memberitahukan pasien bagaimana
melakukan perawatan kebersihan mulut adalah sama pentingnya dengan pengobatan.
- Manajemen Mucositis/Stomatitis:
Walaupun mucositis berlanjut menjadi salah satu toksisitas dengan dosis terbatas dari
fluororacil (5FU), cryotherapy dapat menjadi pilihan dalam perlindungan mucositis
oral.
- Manajemen Infeksi:
Profilaksis untuk mengatasi superinfeksi jamur secara umum direkomendasikan zat
topikal antifungal seperti mystatin yang mengandung pencuci mulut dan clotrimazole
troches.
- Manajemen Candidiasis:
Candidiasis adalah akibat dari infeksi jamur yang secara umum akibat peran dari
Candida Albicans. Pasien dengan candidiasis harus diinstruksikan untuk :
1. Membersihkan kavitas oral terlebih dahulu sebelum medikasi anti jamur ;
irigasi dan pembersihan plak secara mekanik mungkin juga diperlukan.
2. Menanggalkan gigi palsu ketika medikasi dilakukan
3. Melakukan desinfeksi pada gigi palsu dan mulut
4. Membuang sikat gigi yang lama dan menggantinya dengan yang baru
5. Mendesinfeksi semua objek atau alat yang digunakan dalam rongga mulut
6. Menggunakan sebuah suspensi sebagai pengganti dari troche jika xerostomia
terjadi (jika troche yang dipilih maka pasien harus berkumur atau minum air
terlebih dahulu).
- Manajemen Hemorrhage:
Penggunaan sikat gigi dan dental floss pada pasien dengan jumlah platelet kurang
dari 50.000/kubik/mm akan bermasalah karena berpotensi menyebabkan
terjadinya perdarahan. Topikal thrombin dapat digunakan sebagai hemostasis
lokal pada pasien dengan hemorrhage oral sekunder sebelum thrombocytopenia.
- Manajemen Xerostomia:
Diinstruksikan buat pasien yang punya riwayat xerostomia untuk mempertahankan
oral hygiene untuk melindungi masalah dental. Penyakit periodontal dapat
berkembang pesat dan karies menjadi rampan kecuali tindakan preventif terukur
ditegakkan. Untuk mengurangi kerusakan gigi ketika terjadi xerostomia pasien harus :
1. Melakukan oral hygiene sistimatik 4 kali sehari (setiap selesai makan dan sebelum
tidur)
2. Menggunakan pasta gigi berfluorida
3. Menggunakan resep gel yang mengandung fluoride setiap hari sebelum tidur
(fluoride efektif melindungi gigi dari plak)
4. Berkumur dengan cairan garam dan baking soda 4-6 kali/hari (1/2 sendok teh
garam dan sendok teh baking soda pada 1 cangkir air hangat) Untuk membersihkan
dan melubrikasi jaringan mulut dan membuffer lingkungan mulut.
5. Menghindari makanan dan minuman dengan kandungan gula tinggi
6. Mengisap-isap air untuk mengurangi kekeringan mulut
- Capsaicin:
Telah dikemukakan bahwa penggunaan capsaicin efektif untuk mengontrol nyeri
akibat mucositis oral.
Perawatan pemulihan setelah operasi:
1. Setelah operasi pasien kanker rongga mulut diberikan makanan cair, setelah satu minggu
kemudian berubah menjadi semi-cair.
2. Setelah operasi perhatikan warna, suhu dan elastisitas flap pasien kanker rongga mulut,
apabila suhu flap menurun, menunjukkan warna hijau keunguan dan semakin memburuk, segera
melaporkan ke dokter.
3. Secara tepat waktu menghisap keluar sekresi dimulut, hidung dan kerongkongan pasien
kanker rongga mulut, demi menjaga kelancaran saluran pernafasan.
4. Apabila pasien kanker rongga mulut setelah operasi tidak dapat berbicara, tidak dapat
mengatakan gejala tidak enak yang dirasakan, perlu secara teliti mengamati ada tidaknya gejala
dysphoria (cemas, gelisah, tidak tenang), nasal inflamasi dan gejala penyumbatan saluran
pernafasan lainnya pada pasien kanker rongga mulut dan segera melaporkan kepada dokter.















KONSEP MAPPING





KOMPLIKASI
KEMOTERAPI
LESI PREKANKER
FAKTOR INTERNAL
FAKTOR EKSTERNAL
KEBIASAAN
MEROKOK
RECCURENT APHTOUS
STOMATITIS
LUPUS ERITEMATOUS
SISTEMIK
KANKER
PARU - PARU

Anda mungkin juga menyukai