SGD 5 1. Andhika A. A (112110177) 2. Annastacia M. K (112110179) 3. Annisa Ghina I (112110180) 4. Asri Atianta (112110181) 5. Desy Nisrina A. S (112110188) 6. Fitria Hidayati (112110194) 7. Furi Drian Primanita (112110195) 8. Lola Carola (112110208) 9. Nifarea Anlila Vesthi (112110213) 10. Nina Ristianti (112110214) 11. Nur Fazila (112110216) 12. Nur Habiba (112110217)
FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI UNIVERSITAS ISLAM SULTAN AGUNG 2014 KATA PENGANTAR
Bismillahirrahmanirrahim Alhamdulillahirabbilalamin, kami panjatkan puji syukur kepada Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya kepada kami, sehingga kami dapat menyelesaikan laporan SGD 5 BLOK 18 LBM 3 mengenai Lesi Pre Kanker Rongga Mulut. Laporan ini disusun untuk memenuhi tugas SGD yang telah dilaksanakan. Meskipun banyak rintangan dan hambatan yang kami alami dalam proses pengerjaan laporan, Alhamdulillah kami berhasil menyelesaikannya dengan baik. Tidak lupa kami ucapkan terima kasih kepada dosen pembimbing yang telah membantu kami dalam mengerjakan laporan ini. Kami juga mengucapkan terima kasih kepada teman-teman yang sudah bersusah payah membantu membuat laporan ini baik secara langsung maupun secara tidak langsung. Kami menyadari bahwa masih terdapat banyak kekurangan dalam penyusunan laporan ini. Oleh karena itu, kami akan menerima kritik dan saran dengan terbuka dari para pembaca. Tentunya ada hal-hal yang ingin kami berikan kepada para pembaca dari hasil laporan ini. Karena itu, kami berharap semoga laporan ini dapat menjadi sesuatu yang bermanfaat bagi kita semua. Pada bagian akhir, kami akan mengulas mengenai pendapat- pendapat dari para ahli. Oleh karena itu, kami berharap hal ini dapat berguna bagi kita. Semoga laporan ini dapat membuat kita mencapai kehidupan yang lebih baik lagi. Amin. Jazakumullahi khoiro jaza
Semarang, 15 Maret 2014
SKENARIO Judul : Aduh, Sakit Mulutku
Seorang nenek , 76 tahun, datang ke RSGM Sultan Agung dengan keluhan sariawan pada pipi kanan yang timbul 2 hari yang lalu. Pasien merasakan nyeri dan sensasi rasa terbakar. Pasien memiliki riwayat autoimun lupus erimatous sistemik, dan pernah di diagnoasis menderita Reccurent Aphtous Stomatitis. Pasien mengaku memiliki kebiasaan buruk sering merokok sejak suaminya meninggal namun berhenti karena diagnosis kanker paru paru, dan memulai kemoterapi 1 minggu yang lalu. Pemeriksaan intra oral memperlihatkan ulkus pada mukosa bukal berdiameter 1 cm ditutupi oleh membran fibrinopurulen, disertai adanya nekrotik. Sakit pada palpasi, dan terlihat perdarahan spontan.
Dokter spesialis bedah mulut kemudian menjelaskan mengenai lesi yang dicurigai sebagai komplikasi dari kemoterapi, beserta managemennya.
LESI PREKANKER RONGGA MULUT
MACAM MACAM LESI PREKANKER RONGGA MULUT Lesi prekanker atau lesi pra-ganas adalah kondisi penyakit yang secara klinis belum menunjukkan tanda-tanda yang mengarah pada lesi ganas, namun di dalamnya sudah terjadi perubahan-perubahan patologis yang merupakan pertanda akan terjadinya keganasan. Hal ini perlu diperhatikan mengingat pada umumnya kelainan yang terjadi di dalam rongga mulut, terutama pada mukosa rongga mulut, kurang mendapat perhatian karena lesi tersebut sama sekali tidak memberikan keluhan. Banyak lesi rongga mulut yang merupakan lesi pra ganas, suatu memiliki syarat untuk dikatakan pra ganas, yaitu: a. Ganas jika mengandung karsinoma: kemampuan metastasis yaitu kemampuan untuk menyebar, b. Inti sel lebih gelap, c. Sitoplasma lebih kecil, d. Sel basal tidak teratur, e. Inti membelah tp sitoplasma tidak, dan f. Displasia sel. Berikut merupakan macam macam lesi prakanker beserta etiologi, gejala klinis, dan gambaran histopatologinya: a. Eritroplakia Eritroplakia didefinisikan sebagai bercak merah seperti beludru, menetap, yang tidak dapat digolongkan secara klinis sebagai keadaan lain manapun. Istilah ini seperti leukoplakia tidak mempunyai arti histologist, tapi sebagian besar dari eritoplakia didiagnosis secara histologis sebagai dysplasia epitel atau lebih jelek lagi karena mempunyai kecenderungan lebih tinggi untuk menjadi karsinoma. Eritroplakia dapat terjadi setiap tempat di rongga mulut, orofaring, dan dasar mulut. Merahnya lesi adalah akibat dari atrofi mukosa yang menutupi submukosa yang banyak vaskularisasinya. Tepi lesi biasanya berbatas jelas. Tidak ada predileksi jenis kelamin dan paling sering mengenai pasien-pasien yang berusia di atas 60 tahun.
Telah dikenal 3 varian klinis dari eritroplakia : Bentuk homogen, yang merahnya tampak rata Eritroleukoplakia, yang mempunyai bercak-bercak merah yang bercampur dengan beberapa daerah leukoplakia Bercak leukoplakia, yang mengandung bintik-bintik atau granula-granula putih yang menyebar di seluruh lesinya. Biopsy adalah keharusan untuk semua tipe eritroplakia, karena 91% dari eritroplakia menunjukkan dysplasia yang parah, karsinoma in situ, karsinoma sel skuamosa yang invasive. Frekuansi tertinggi berkenaan dengan lokasi terjadinya eritroplasia sama dengan kanker mulut, yang paling umum adalah dasar mulut, pilar tonsil, palatum lunak, dan permukaan latera; dan ventral lidah. Eritroplasia paling umum dijumpai pada pasien- pasien perokok berat dan alkoholik. b. Leukoplakia Definisi : lesi putih tidak bisa dikerok yang tidak dapat di karakteristikan dengan lesi putih yang lain yang dapat di definisikan, tidak disebabkan karena tembakau/bahan kimia dan merupakan lesi pre kanker Etiologi : tidak diketahui Predileksi : lidah , mukosa bukal, dasar mulut Predisposisi : merokok dan minum alkohol Histopatologi : hiperplasia dan hiperkeratosis tanpa atau dengan displasi (ringan-berat ) di sertai sel radang (limfosit dan sel plasma ) Penegakan diagnosa : biopsi Perawatan: menghilangkan faktor predisposisi dan kontrol tiap 6 bulan Gambaran klinis dibagi menjadi : Homogenous : lesi putih berbentuk plak, datar dan dapat sedikit timbul dari jaringan sekitar, permukaan lesi tidak teratur, Non homogenous Eritroplakia : terlihat ada warna merah dan putih sifat fisik dari kenyal hingga kaku, kesempatan menjadi ganas besar bagi ambaran klinis yang didominasi warna merah Candidal leukoplakia: lesi putih( leukoplakia yang diinfiltrasi oleh jamur candida albican )
Gambar : Leukoplakia eritroplakia candida leukoplakia
c. Lichen planus Definisi : sering terjadi , merupakan penyakit mukokutaneus, dikategorika sebagai lesi pra ganas Gambaran klinis : lesi putih yang ditandai dengan striae Lichen planus erosiva(putih) Lichen planus non erosiva (merah putih) Predileksi : mukosa bukal, lidah, gingiva, wanita > pria Predisposisi : stress, penyakit sistemik (DM, Hipertensi ), obat obatan (antimlaria, anti DM, anti hipertensi ) Diagnosa : ciri khas wicham striae, biopsi Histopatologi : akantosis ( penambahan lapisan spinosum,infiltrasi limfosit yang tebal, dan basal sel degenerasi Perawatan : hilangkan faktor predisposisi, kortikosteroid( bekerja sama dengan dokter yang merawat jika ada penyakit sistemik) Non erosiva : observasi 3 bulan Erosiva : berikan covering agent yang mengandung kortikosteroid
d. Oral squamous cell carsinoma Faktor resiko : tembakau dan alkohol Etiologi : candidiasis, siphilis &human papiloma virus Gambaran klinis : berbetul ulcer dengan peninggian pada tepi ulcer, tidak sembuh lebih dari 3 minggu, berwarna putih kemerahan, numbness(mati rasa ), terdpat cervical lymphadenopathy Diagnosa : biopsi dan radiografi Perawatan : surgery dan hilangkan penyebab
e. Lip carcinoma Definisi : merupakan squamosa sel karsinoma pada bibir terjadi pada vermilion border, daerah perbatasan merah bibir dengan mukosa bibir Gambaran klinis : lesi ulcer yang lama tidak sembuh, dapat bermetastase ke kelenjar limfe submental dan submandibular
f. Verrucous Carsinoma : variasi darai squamosa sel karsinoma Faktor resiko: terjadi pada pasien smokeless tobacco dalam jangka waktu lama Gambaran klinis : bentuk lesi awal seperti leukoplakia dan sangat sakit, bentuk lesi berlipat lipatdengan celah yang dalam Perawatan : bedah
g. Lupus Eritematous Lupus eritematosus (LE) ada dalam 3 bentuk : - Lupus eritematosus discoid kronis (CDLE) ,yang hanya mengenai kulit. CDLE ,bentuk jinak dari penyakit tersebut adalah murni kelainan mukokutan. Dapat timbul pada setiap usia ,tetapi terutama pada wanita diatas 40 tahun. CDLE secara klasik ditandai oleh suatu bercak seperti kupu-kupu ,merah ,simetris yang terjadi melintang batang hidung. Daerah daerah wajah yang sangat fotosensitif lainnya ,termasuk pipi, daerah malar ,dahi ,kulit kepala ,dan kulit telinga juga terkena. Kadang-kadang CDLE timbul sebagai plak-plak putih yang terpisah. Mukosa pipi adalah daerah intraoral yang paling sering terkena ,diikuti oleh lidah ,palatum ,dan gusi. Garis merah dan putih sejajar yang bergantian dalam susunan radial adalah tanda diagnostic yang penting ,bersama dengan gambaran lesi multiple pada beberapa permukaan. Lesi lesi ini dapat berupa lichen planus tetapi lesi pada telinga membantu menyingkirkan diagnose lichen planus . Definisi : penyakit yang menyerang jaringan penyambung (connective tissue disease) yang memunyai manifestasi dalam rongga mulut Predileksi : bibir bawah dan bibir atas Gambaran klinis : menyerupai lichen planus erosiva dengan striae yang meneglilingi daerah atrophic dangkal dengan batas jelas Perawatan : kerjasama dengan dokter untuk mengatasi penyakit sistemiknya, pemberian topikal kortikosteroid
- Lupus eritematosus sistemik (SLE) ,yang mengenai banyak system organ. SLE adalah penyakit kolagen autoimun yang ditandai oleh pembentukan antibody anti nuclear dan anti DNA yang ikut berperan dalam cedera jaringan yang terjadi secara imunologik. Pasien seringkali mengeluh lelah, demam, dan sakit sendi. Seringkali ada limfadenopati umum tanpa nyeri. Juga dapat dijumpai hepatomegali, splenomegali, neuropati perifer dan kelainan kelaian hematologic. - Lupus eritematosus kutan subakut, yaitu suatu varian kutan dengan gejala-gejala sistematis ringan Lesi lesi LE bersifat kronis dengan periode kekambuhan dan remisi. Lesi yang masak menunjukkan 3 daerah; suatu pusat atrofik yang dibatasi oleh daerah tengah hiperkeratotik yang dikelilingi oleh suati eritematosus di perifernya. Seringkali ada hipopigmentasi dari lesi akibat kerusakan melanositik di pertemuan epidermal-dermal. Lesi lesi tersebut biasanya terbatas pada bagian atas dari tubuh, terutama kepala dan leher. Duapuluh sampai empatpuluh persen dari penderita LE mempunyai lesi oral. Lesi ini dapat timbul sebelum atau sesudah lesi kulit timbul. Lesi kulit umumnya merah dengan tepi bersisik yang putih sampai keperak-perakan. Bibir bawah yang terpajan matahari di tepi vermilion adalah daerah yang umum ,sedangkan bibir atas biasanya terkena sebagai akibat dari perluasan langsung dari lesi lesi kulit. Lesi intraoral seringkali difus dan eritematosus dengan komponen ulseratif dan putih . h. Oral Mucositis Definisi : proses inflamasi dan ulseratif pada mukosa yang diinduksi oleh kemoterapi dan/atau radioterapi sebagai lesi yang dicurigai keganasan
Gamabaran klinis : diawali timbulnya warna keputih putihan pada mukosa, hiperkeratinisasi tingkat tinggi, eritema yang timbul karena dilatasi pembuluh darah dan peningkatan vaskularisasi, pada keadaan yang lebih parah timbul pseudomembran ( pembentukan plak mukosa) dan ulserasi. Setelah menjadi ulkus, ulkus akan ditutupi oleh membran fibrinopurulen, ulkus terasa nyeri dengan sensasi rasa terbakar serta tidak nyaman
Patogenesis : radiasi mukosa merupakan salah satu bagian yang sangat responsif terhadap radiasi kerusakan mukosa karena tidak dioerbaharuinya sel pada lapisan epitel basalbila radiasi yang diberikan pada mukosa sangat tinggi maka didapati mukosistis yang parah Perawatan : Sebelum terapi radiasi dilakukan Evaluasi menyeluruh terhadap gigi dan eriodonsium terutama karies dan lesi periapikal seperti : PSA, reestorasi gigi, scaalling, kuretase dll Menghilangkan seluruh sumber utama yang dpat mengiritasi jaringan lunak seperti: gigi palsu yang tidak stabil, gigi yang tajam dll Menyarankan pasien untuk menjaga OH Menghindari penggunaan tembakau dan alkohol yang dapat megiritasi mukosa mulut Mengontrol asupan makanan Selama terapi radiasi Berkumur dengan ir hangat dicamour dengan air garam setiap 2 jam sekali untuk membasahi rongga mulut dan mengurangi penumpukan debris Penggunaan obat kumr povidone iodin aman dan dapat mengurangi keparahan mukositis Jika ada infeksi jamur maka bisa menggunakan obat anti jamur Setelah terapi radiasi Perwatan yang diberikan tidak berbeda dengan perawatan selama terapi radiasi dilaluakan. Mukositis biasanya sembuh sendiri bersamaan dengan kemampuan memperbaiki diri dari tumbuh dan dan juga kembalinya kondisi normal rongga mulut
i. Oral Submukous Fibrosis Oral submukous fibrosis merupakan suatu penyakit progresif yang lambat dimana terbentuk pita fibrosis di dalam mukosa mulut, yang pada akirnya akan menyebabkan suatu hambatan yang hebat terhadap pergerakan mulut, termasuk lidah. Penyakit ini disertai dengan reaksi radang juksta epithelial yang disusul denagn suatu perubahan fibroelastik dari lamina propria dan kemudian atropi epitel sebagai akibatnya. Perubahan perubahan ini disertai dengan rasa panas terbakar di mulut dan kadang-kadang dengan vesikel pada mukosa. Dalam bentuk yang sudah berkembang sempurna, gambaran klinis yang mencolok adalah epitel atropik yang tampak pucat klinis pada tahap akhir : lamina propria digantikan jaringan fibrous Etiologi: Etiologi dari keadaan ini tidak diketahui; hipersensitivitas terhadap rempah-rempah dan buah pinaang pernah dicurigai tetapi tidak terbukti.
j. Dyskeratosis kongengital Genodermatosis yang diwariskan secara resesif ini, tidak lazim dijumpai dalam insiden yang tinggi dari kanker mulut yang terjadi pada anak-anak muda. Ini merupakan suatu penyakit yang jarang terjadi, hampir selalu dijumpai pada kaum pria, dan ditandai dengan serentetan perubahan mulut yang pada akhirnya menyebabkan suatu atrofik, leukoplakik dari mukosa mulut dan yang paling sering terkena adalah daerah lidah dan pipi. Perubahan mulut terjadi disertai dengan kuku yang distrofik yang hebat dan hiperpigmentasi retukulasi yang mencolok dari kulit muka, leher, dan dada. Lesi mulut mulai terjadi sebelum usia 10 tahun sebagai kumpulan vesikel dengan bercak- bercak putih dari mukosa nekrotik yang terinfeksi dengan kandida; ulserasi dan perubahan erythroplakik, serta distrofi kuku menyusul kemudian, disertai dengan lesi leukoplakik dan karsinoma yang menyerang lesi mulut ini pada individu menjelang masa dewasa.
k. Pipe Smoker Keratosis Etiologi : tembakau Klinis : awalnya eritema, lama-kelamaan meluas dan berlipat-lipat Lesi tampak seperti plak putih atau luka dengan bagian tepi mukosa eritematus HPA : penebalan epitel, displasia, subepitelial fibrosis, rete peg tumpul/datar
l. Snuff Dipper Keratosis Suatu daerah kuning berkerut pada lipatan mukosa gusi dan mukosa pipi atau bibir dari rahang bawah adalah indicator penggunaan intraoral dari tembakau tanpa dibakar. Tembakau yang tidak dibakar dapat digunakan dalam berbagai bentuk (dihisap baunya, dicelup, disumbatkan atau dikunyah) dan meninggalkan tanda-tanda khasnya di daerah yang biasa disisipi tembakau tersebut. Daerah-daerah posterior umum dipakai untuk mencelup, menyumbat, atau mengunyah, sedangkan daerah-daerah anterior lebih disukai untuk mencium. Orang yang meletakkan tembakau di tempat yang berbeda-beda akan mempunyai lesi yang banyak dan kurang mencolok. Pria-pria belasan tahun paling sering terkena keadaan ini, terutama karena iklan-iklan pemasaran yang intensif dari perusahaan-perusahaan tembakau. Bercak-bercak snaff-dippers yang dini berwarna merah muda pucat, dengan permukaan tampak berkerut-kerut dan berlipat-lipat. Perubahan menjadi putih, putih-kuning dan coklat-kuning dapat terjadi sebagai hyperkeratosis dan terjadi perwarnaan eksogen. Penggunaan tembakau tanpa dihisap yang kronis dikaitkan dengan perubahan-perubahan periodontal, karies, perubahan-perubahan displastik epidermal dan karsinoma veroukosa. Untuk mendapat kesimpulan, dianjurkan menghentikan pemakaiannya. Jika penampilan normalnya tidak kembali dalam 14 hari setelah pemakaian tembakau dihentikan, maka perlu dibiobsi.
m. Karsinoma In Situ Karsinoma in situ arti katanya adalah kanker yang masih berada pada tempatnya, merupakan kanker dini yang belum menyebar atau menyusup keluar dari tempat asalnya. Meskipun istilah karsinoma in-situ tidak digunakan luas pada lesi rongga mulut, deskripsi ini menunjukan bahwa secara histologis karsinoma masih terlokalisir dalam epitel skuamus berlapis dan belum ada invasi kedalam jaringan ikat dibawahnya. Karsinoma in situ bukan merupakan kanker, dan terjadi gangguan seluruh lapisan epitel. Biasa ditemukan 5 th sebelum karsinoma invasive. Etiologi: Tidak diketahui. Umumnya terjadi 5 tahun sebelum karsinoma invasif. Banyak ditemukan pada usia di bawah 30 tahun Karakteristik : Epitel yang menunjukkan perubahan keganasan tetapi tidak menunjukkan invasi ke bawah jaringan ikat. Klinis : Bervariasi, banyak lesi yang hanya menunjukkan perubahan minimal. Daerah yang terkena sedikit cembung atau rata atau cekung, kemerah-merahan. Permukaan cenderung bergranula atau seperti beledu, ada yang memberi gambaran atrofi berkilat, lebih merah dari mukosa sekitarnya. Ada yang menamakannya dengan eritroplasia untuk menekankan reaksi ini. Daerah karsinoma in situ mungkin berbaur dengan leukoplakia (secara klinis) atau dapat juga mirip leukoplakia. Mikroskopis : Kriteria yang paling penting untuk mendiagnosis karsinoma in situ adalah disorganisasi yang sempurna dari sel-sel semua lapisan epidermis atau mukosa. Sel-sel bervariasi dalam ukuran, bentuk, hiperkromatik dengan inti yang besar. Aktivitas mitosis banyak dijumpai, juga mitosis abnormal. Lapisan basal sudah terkena dan membentuk batas yang jelas, namun membran basalis masih utuh. Lapisan jaringan ikat di bawahnya meunjukkan reaksi peradangan kronis, dapat juga normal. Peralihan dari epitel normal ke karsinoma in situ dapat sangat tiba-tiba atau perlahan-lahan tanpa daerah batas yang jelas. Mukosa sekitar bervariasi dari hiperplasia, displasia sampai karsinoma in situ. Prognosis : Banyak karsinoma in situ yang tidak diobati berubah menjadi karsinoma invasif meskipun kecepatan progresivitasnya bervariasi. Biasanya karsinoma in situ dalam mulut lebih cepat invasinya dibandingkan dengan leher mulut rahim. Dengan pengobatan adekuat, prognosis karsinoma in situ mulut seharusnya baik. Tak bermetastasis, dapat tumbuh ke dalam atau menyebar ke lateral ke mukosa sekitar. Meskipun prognosis karsinoma in situ yang terlokalisasi relatif baik, tetapi harus dipertimbangkan adanya resiko keganasan yang tinggi dan karenanya perkembangannya harus terus dipantau.
n. Sipilis Leukoplakia Etiologi : Etiologi dari sifilis tersier ini ialah bakteri Treponema pallidum. Resiko lesi yang disebabkan oleh bakteri ini untuk menjadi ganas sangat tinggi. Biasanya sifilis leukoplakia ini terletak pada bagian dorsum lidah. Lesi ini memiliki bentuk yang tidak teratur dan outline yang tidak berbatas jelas. Terdapat invasif carcinoma dan erosi. Carcinoma terletak dibagian tengah dari dorsum lidah. Seringkali disertai dengan dysplasia, hyperkeratosis dan akantosis. Sel-sel radang yang terdapat ialah sel plasma, giant sel, dan granuloma.
o. Sublingual Keratosis Istilah ini digunakan untuk lesi putih yang terdapat di dasar mulut dan ventral dari lidah. Lesi ini mempunyai kemampuan yang tinggi untuk menjadi ganas (30%). Gejala klinis yang ditunjukkan ialah berwarna putih, terdapat plak yang halus, tidak teratur namun berbatas jelas. Biasanya lesi ini tidak diikuti dengan infiltrasi sel-sel radang. Gambaran histologi untuk sublingual keratosis sama dengan gambaran histologi pada leukoplakia lainnya, yakni adanya parakeratosis atau orthokeratosis atau keduanya dalam area yang berbeda. Keratin tersebut menimbulkan warna putih pada lesi tersebut. Epiteliumnya tampak atrofi (mengecil) dan biasanya disertai dengan akantosis. Kebanyakan leukoplakia tidak menunjukkan adanya dysplasia, walaupun sebagian kecil menunjukkan adanya perubahan dysplasia dari mild dysplasia menuju severe dysplasia. Untuk sel-sel yang mengalami dysplasia biasanya diikuti dengan reaksi radang dari limfosit dan sel plasma.
p. Diskeratosis Kongenital Etiologi dari diskeratosis kongenital ialah genetik, yaitu bawaan dari orang tua. Resiko lesi ini untuk berubah menjadi ganas tinggi.
q. Displasia Merupakan keadaan dimana sel-sel neolpastik terdapat pada seluruh lapisan epitel. Perubahan pra kanker lain yang tidak sampai meligatkan seluruh lapisan epitel serviks disebut displasia yang dibagi menjadi ringan, sedang dan berat. Displasia adalah neoplasia servikal intraepitelial (CIN), tingkatannya adalah CIN 1 (displasia ringan ) CIN 2 (displasia sedang) dan CIN 3 (displasia berat dan karsinoma in situ). WHO mengklasifikasikan epithel dysplasia menurut tingkat keparahannya menjadi: o Mild dysplasia Yaitu gangguan pertumbuhan sel dengan tingkat ringan dengan pembentukan 1 atau 2 lapisan basaloid sel di atas membrana basalis tanpa ditandai adanya atipia sel. o Moderate dysplasia Yaitu gangguan pertumbuhan sel dengan tingkat sedang dengan pembentukan lapisan basaloid sel hingga lapisan prikel ditandai dengan atipia sel. o Severe dysplasia Yaitu gangguan pertumbuhan sel dengan tingkat sedang dengan pembantukan lapisan basaloid sel hingga menggantikan seluruh epithelium sel ditandai adanya atipia sel yang jelas, dan sering disebut karsinoma in situ. Etiologi: Secara pasti belum diketahui penyebabnya, tetapi umumnya diderita oleh wanita dengan usia lanjut, kadang-kadang juga pada wanita yang lebih muda, juga sering terjadi pada multi gravida dengan pernah melahirkan 4 kali atau lebih, insidensi lebih tinggi pada wanita yang telah kawin aripada yang tidak kawin, terutama pada gadis yang koitus pertama pada usia amat muda (< 16 tahun ), jarang ditemukan pada perawan (virgo), insiden meningkat dengan tingginya paritas, apalagi jika jarak persalinannya terlalu dekat, mereka dari golongan sosial ekonomi rendah (higiene seksual yang jelek,aktifitas seksual yang berganti-ganti pasangan), jarang dijumpai pada masyarakat yang suaminya mendapatkan sirkumsisi, sering dijumpai pada wanita yang mengalai Human Papiloma Virus (HPV) tipe 16 atau 18, wanita perokok juga mempunyai resiko yang besar. Tanda dan gejala Pada awal perkembangannnya kanker serviks tidak memberikan tanda-tanda dan keluhan, pada pemeriksaan dengan spekulum tampak sebagai porsio yang erosif (metaplasia skuamosa) yang fisiologik atau patologik.Keputihan merupakan gejala yang sering ditemukan, makin lama makin berbau busuk akibat dari infeksi dan nekrosis jaringan. Perdarahah yang dialami segera setelah sehabis senggama (perdarahan kontak) merupakan gejala karsinoma serviks (75 80 %). Perdarahan spontah juga dapat terjadi, umumnya pada tingkat klinik yang lebih lanjut (II atau III) terutama pada tumor yang eksofitik.Anemia akan menyertai sebagai akibat perdarahan pervaginam yang berulang. Rasa nyeri juga timbul sebagai akibat infiltrasi sel tumor ke serabut saraf. Patofisiologi Tidak ada tanda dan gejala yang spesifik dari penyakit ini, perdarahan merupakan satu- satunya gejala yang nyata, tetapi sering tidak terjadi pada awal penyakit sehingga kanker sudah lamjut pada saat ditemukan.
MACAM MACAM LESI RONGGA MULUT KARENA IMUN DAN ALERGI Reccurent Aphthous Stomatitis (RAS) Aphthous stomatitis disebut juga canker sore yang ditandai dengan timbulnya rasa nyeri dan kerusakan pada membran mukosa. RAS terjadi pada 10% populasi dengan prevalensi wanita lebih tinggi daripada pria (Jurge dkk., 2006). Gambaran Klinis RAS pada umumnya terjadi pada lining mucosa rongga mulut yang tidak mengalami keratinisasi, seperti pada lidah, mukosa bukal, dan mukosa labial. Perkembangan RAS biasanya ditandai dengan adanya gejala prodromal, seperti rasa terbakar, kesemutan (tingling), atau mukosa yang berwarna kemerahan (Zunt, 2001). Ulkus pada RAS berbentuk bulat atau oval dengan pusat berwarna putih kekuningan yang dikelilingi oleh area berwarna kemerahan.
Klasifikasi RAS diklasifikasikan menjadi 3 tipe, yaitu minor, mayor, dan herpertiform. - Minor aphthous ulcers Pada umumnya, ulkus ini berbentuk bulat atau oval dengan bagian tengah berwarna putih kekuningan dan dikelilingi oleh halo eritematous. Ulkus ini sembuh dalam waktu 14 hari tanpa terbentuknya jaringan parut (Zunt, 2001). Lokasi lesi ini biasanya pada mukosa nonkeratinisasi, seperti pada mukosa bukal, mukosa labial, dan dasar mulut. Namun, dapat juga terjadi pada mukosa keratinisasi, seperti palatum keras, gingiva, dan dorsum lidah. Lesi ini dapat multipel dengan diameter 2-5 mm (Neville dkk., 2009; Birnbaum dan Dunne, 2010). - Major aphthous ulcer (Suttons disease) Ulkus ini lebih dalam daripada ulser aftosa minor dengan tepi lesi yang irregular, dan diameter > 1cm. Ulkus ini dapat sembuh dalam waktu beberapa minggu hingga bulan dan sering terbentuk jaringan parut. Pada lesi ini, perlu dicurigai adanya keterlibatan kondisi sistemik, seperti defisiensi nutrisi atau gangguan hematologis (Zunt, 2001). Biasanya ulkus ini ditemukan pada bagian posterior mulut, palatum mole, dan daerah tonsila. Jumlah ulserasi bisa soliter atau multipel, ukurannya lebih besar dari 1 cm, bisa juga mencapai 5 cm, bentuknya bulat atau lonjong, dasar lesi kekuningan, keabuan, tepi lesi merah meradang, bisa lebih menonjol dibandingkan jaringan sekitarnya, jaringan dasar tetap lunak dan tidak mengalami indurasi (Birnbaum dan Dunne, 2010). - Herpetiform aphthous ulcer Lesi ini merupakan lesi yang multipel, rekuren dan menimbulkan rasa nyeri, serta lebih banyak ditemukan pada wanita (Zunt, 2001). Lokasinya pada lidah, dasar mulut, dan mukosa bukal. Jumlah lesi multipel, bisa mencapai 100 lesi pada saat yang bersamaan. Beberapa lesi dapat bergabung menjadi satu. Ukuran kecil, diameter 1-3 mm, bentuknya tidak beraturan, dasar lesi keabuan, tepi lesi tidak tegas, ditemukan daerah kemerahan yang luas pada membran mukosa (Birnbaum dan Dunne, 2010). Lesi ini sama seperti pada primary herpetic gingivostomatitis (Silverglade, 2011).
Penyebab Menurut Nally (1997), faktor penyebab RAS belum diketahui, namun beberapa penelitian menyatakan bahwa ada hubungan antara kejadian RAS dengan respon system imun yang abnormal. Birnbaum dan Dunne (2010) menyatakan bahwa faktor yang dapat berkaitan dengan munculnya RAS meliputi trauma, stress psikologis, menstruasi dan alergi makanan, misalnya coklat dan pengawet makanan. Selain itu, defisiensi Fe, asam folat, dan vitamin B12 juga dapat menyebabkan RAS. Menurut Cawson dan Odell (2002), faktor etiologi yang mungkin untuk RAS adalah genetik, respon terhadap trauma, infeksi, abnormalitas imunologi, gangguan gastrointestinal, kekurangan hematologi, gangguan hormonal, dan stress. Lesi ini biasanya kambuhan, penyebabnya tidak diketahui tetapi kemungkinan karena kerusakan sistem imun pada mediasi oleh sel T, dipacu oleh adanya stress, trauma dan faktor lain yang mempengaruhi immunitas (Regezi dan Sciubba, 1993). Menurut Neville dkk. (2009), pemeriksaan darah perifer pada pasien RAS menunjukkan adanya penurunan rasio CD4+ terhadap CD8+ pada limfosit T, dan peningkatan T cell reseptor + dan tumor necrosis factor- (TNF- ). Lesi awal pada RAS adalah lesi inflamasi preulseratif yang terdapat pada epitel rongga mulut yang ditandai dengan peningkatan jumlah limfosit T. Sel T sitotoksik tampak pada lokasi dimana banyak terdapat antigen atau di dalam keratinosit. Pelepasan bermacam-macam sitokin dan kemokin imunoreaktif menginduksi respon yang dimediasi oleh sel yang diyakini sebagai hasil dari lisisnya keratinosit (Silverman dkk., 2001).
Behcets Syndrome Adanya keterkaitan rongga mulut merupakan komponen yang penting pada Behcets syndrome dengan manifestasi pada rongga mulut sebesar 99%. Lesi ini serupa dengan aphthous ulcerations pada orang sehat dengan durasi dan frekuensi yang sama, namun pada pasien dengan Behcets syndrome, lesi dapat berjumlah 6 atau lebih. Lesi dapat terjadi pada palatum lunak dan orofaring, dengan tepi yang bergelombang dan dikelilingi oleh area eritema yang difus. Pada penderita Behcets syndrome, ketiga jenis RAS dapat muncul, namun minor RAS paling banyak terjadi pada pasien ini. Selain pada rongga mulut, lesi pada genital dan ocular (mata) juga muncul pada pasien ini.
Erythema Multiforme Eritema multiforme adalah penyakit inflamasi akut pada kulit dan mukosa yang menyebabkan berbagai bentuk lesi akibat deposit imunokompleks. Etiologinya belum jelas tetapi ada beberapa faktor yang diduga berperan yaitu obat-obatan golongan sulfa, penisilin, analgesik, antipiretik, mikroorganisme, penyakit autoimun, radiasi, psikis atau keganasan. Lesi timbul tiba-tiba, nyeri, penyebaran luas, biasanya sembuh sendiri. Gambaran klinisnya bervariasi sehingga disebut multiformis, multiple, pada bibir berbentuk krusta disertai bercak darah.
Erytema Multiforme disebabkan karena alergi Definisi : Penyakit akut kulit dan mukosa mulut (acute inflammatory mucocutaneous disease) memberikan gambaran beberapa jenis lesi multiforme Self limited Lesi mulut : vesikel (mudah pecah) dan bula, merupakan hal penting klinis Mukosa lain genital Dapat terjadi - primer dan rekuren Etiologi : Tidak diketahui dicurigai reaksi hipersensitif Hipersensitif dari : Infeksi virus (HSV), bakteri, jamur, Reaksi obat : antibiotik (sulfonamide),cefalosporin, penicillin dll NSAID Anti convulsan Food preservative Kondisi immun : imunisasi BCG, hepatitis B Derajat dari keparahan mukosa : - EM minor - EM mayor lesi luas : kulit , mata, genital, faring , laring dan oesofagus Gambaran klinik : Gambaran umum sering pada anak-anak dan dewasa muda Dari sederhana berat, meluas dan akibatkan mati Gelaja umum : Demam, malaise, bisa ada / tidak ada Kurang dari 24 jam timbul lesi dikulit dan mukosa EM bentuk ringan ditandai makula & papula diameter 0,5-2 cm distribusi simetris Gejala mulut : Lesi mulut dimulai bula dasar kemerahan bula cepat pecah jadi ulkus tak teratur, sakit Lesi EM lebih besar,lebih dalam, sering bibir bengkak , pecah-pecah , berdarah (nampak krusta), Jarang pada gingiva Terapi : kasus ringan : suportif, obat kumur chlorhexine, diet lunak/diet cair, kortikosteroi topical Kasus sedang & berat : kortikosteroid sistemik jangka pendek 30 mg-50 mg/hr prednison atau methyl prednisolon Suportif : elektrolit & nutrisi Peningkatan OH gunakan obat kumur Informasi ke pasien Dalam kasus tertentu dibutuhkan dosis steroid lebih besar Pasien yg butuh terapi cairan untuk keseimbangan cairan & elektrolit dilakukan rawat inap
Lupus Erytematosus Eritematus dan ulkus pada mukosa bukal, gingiva dan vermilion, dengan area putih keratosis mengelilingi ulkus dan biasanya nyeri
Pemphigus Kelompok penyakit autoimun khronik ditandai pelepuhan epitel permukaan mukokutan a. Pemphigus vulgaris Penyakit bulosa pada kulit & mukosa Pemphigus : penyakit autoimun khronik dimana antibodi IgG melawan substansi interselular epitelium bekerja dengan komplemen ---- hilang nya adhesi sel ke sel menyebkan akantolisis P. vulgaris : kasus pemphigus paling sering 80% Dilaporkan pemphigus bersamaan dengan penyakit imun lain; myastenia gravis Tanda-tanda khas: tekanan pada bula yang nampak normal---- bentukan bula baru disebut dengan Nikolsky Sign akibat lap atas kulit terlepas dari sel basal. Hal ini juga bisa terjd pada penyakit Ritter dan epidermolisis bulosa Manifestasi mulut 80-90% pemphigus vulgaris mempunyai lesi di mulut, Pisanti : 56% pemphigus vulgaris lesi pertama di mulut, 32% lesi pertama di mulut, dan satu tempat di kulit, 12% lesi awal di kulit Lesi mulut dimulai sebagai suatu bula dengan dasar tanpa radang --- pecah jadi ulcer dangkal biasa pada mukosa bukal, palatum dan gingiva. --- gingivitis desquamatif Lapisan tipis epitelium terkelupas --- daerah telanjang tepi meluas pada mukosa mulut Terapi : Bile lesi awal dimulut belum ada lsi kulit kortikosteroid sistemik rendak ( prednison 100mg/hari bila lesi terkontrol diturunkan perlahan lahan
b. Pemphigus vegetans Varian jinak pemphigus vulgaris Lesi dini mirip pemphigus vulgaris dengan bula besar Bentuk vegetasi dari jaringan granulasi hiperplastik Manifestasi mulut bisa di gingiva, bukal , sublingual --- lesi dasar kemerahan , permukaan kusut dengan bercak bercak putih , bersifat khronik . Perlu biopsy.
Pemphigoid Terminologi untuk kelompok penyakit subepithelial immunologically mediated vesico- bullous menyerang epithel stratified squamous kerusakan salah satu protein dari basement membrane zone (BMZ) Jenis pemphigoid mulut oral atau Mucous Membrane Pemphigoid (MMP)
Jenis-jenis pemphigoid : - Mucous membrane pemphigoid ( MMP) lesi utama pada mulut, lesi kulit jarang MMP = cicatrical pemphigoid (CP) - Oral Mucosal Pemphigoid terjadi di mulut saja
Suatu pemphigoid mukosa yang jinak Penyakit kronik , terjadi pada usia > 50 th Vesikal subepitelial pd mukosa dapat terjadi jaringan parut, yang serius bila terjadi di mata Kebutaan terjadi pada 15% penderita Dapat terjadi pada mukosa genital, esofagus, laring dan trakea menimbulkan sulit menelan atau bernafas---- perlu bedah darurat Lesi paling sering di mulut, nampak sebagai vesikel utuh atau erosi non spesifik Vesikel utuh > lesi pemphigus dengan dinding tebal, merupakan lesi subepitelial Lesi2 gingiva sebagai gingivitis deskuamativ, perlu dilakukan biopsi Terapi : tentang keparahannya Bila ringan dengan steroid topical Dalam kasus berat , steroid sistemik 40-60 mg prednison dikurangi perlahan-lahan
Bullous pemphigoid lesi utama di kulit Terjadi pada anak-anak umur 5 th dan lansia diatas 60 th Self limited Beda dengan pemphigus vulgaris, disini lesi subepitel regio membran basalis Tidak ada akantolisis, Nikolsky Bula tidak meluas, hanya setempat akan sembuh spontan Etiologi tidak diketahui, tetapi ada antibodi melawan antigen zona membran basalis Manifestasi mulut : Biasanya terjadi di kulit ---baru menyusul di mulut, biasanya mukosa bukal Lesi lebih kecil, lebih lambat Terapi : kortikosteroid sistemik dosis rendah,bisa dikombinasi obat-obat imunosupresif - Ocular pemphigoid lesi utama di mata dpt menyebabkan scarring ( jar parut) buta
PERAWATAN LESI PREKANKER RONGGA MULUT
Dalam penatalaksanaan lesi prekanker rongga mulut dapat digunakan kemoterapi dan fotodinamik. Kemoterapi adalah perawatan yang digunakan untuk memperkecil dan menghambat penyebaran pertumbuhan sel kanker ke organ lain. Pemberiannya obat anti kanker ini dapat berupa pil, cair, atau infus yang bertujuan untuk membunuh sel kanker. Fotodinamik (Photodynamic Therapy,disingkat PDT) adalah suatu pendekatan yang memberikan harapan baru bagi usaha penyembuhan penderita kanker. Aplikasi PDT bersifat minimal invasif dan mengurangi penderitaan pasien akibat efek samping yang mungkin terjadi pada pengobatan kanker. Prinsip dasar pengobatan PDT berdasarkan pada reaksi kimia (photochemical atau non thermal effect) yang terjadi pada sel kanker yang mendapat penyinaran laser (baca: foton) setelah sebelumnya diberikan bahan kimia (obat) yang disebut photosensitizer (fotosensitizer). 1. KEMOTERAPI Berikut adalah jenis obat kemoterapi beserta dengan efek sampingnya:
Obat Kemoterapi Contoh Cara Kerja Efek Samping Alkylating Agent Cyclophosphamide Chlorambucil Melphalan Membentuk ikatan kimia dengan DNA, menyebabkan kerusakan pada DNA dan kelainan replikasi DNA Menekan sumsum tulang Luka pada lapisan lambung Rambut rontok Dapat mengurangi kesuburan Menekan sistem kekebalan tubuh Dapat menyebabkan leukemia Antimetabolit Methotrexate Cytarabine Fludarabine 6-Mercaptopurine 5-Fluorouracil Menghambat sintesis DNA Sama seperti alkylating agent Tidak meningkatkan risiko terjadinya leukemia Antimitotik Vincristine Paclitaxel Vinorelbine Docetaxel Menghambat pembelahan sel-sel kanker Sama seperti alkylating agent Juga dapat menyebabkan kerusakan saraf Tidak menyebabkan leukemia Penghambat Topoisomerase Doxorubicin Mencegah sintesis dan perbaikan DNA Sama seperti alkylating agent Irinotecan melalui penghambatan enzim-enzim, yang disebut topoisomerase Doxorubicin dapat menyebabkan kerusakan jantung Derivat Platinum Cisplatin Carboplatin Oxaliplatin Membentuk ikatan dengan DNA menyebabkan kerusakan pada DNA Sama seperti alkylating agent Dapat menyebabkan kerusakan saraf dan ginjal, serta hilangnya pendengaran Terapi hormonal Tamoxifen Menghalangi kerja estrogen (pada kanker payudara) Dapat menyebabkan kanker endometrial, pembekuan darah, dan hot flash Penghambat Aromatase Bicalutamid Menghambat kerja androgen (pada kanker prostate) Dapat menyebabkan disfungsi ereksi (impotensi) dan diare Anastrozole Examestane Letrozole Menghambat pembentukan estrogen Dapat menyebabkan pengeroposan tulang (osteoporosis) dan gejala menopause Penghambat sinyal Imatinib Menghambat sinya untuk pembelahan sel pada leukemia mielositik kronis Dapat menyebabkan kelainan hasil pemeriksaan fungsi hati dan retensi cairan Gefitinib Erlotinib Menghambat reseptor faktor pertumbuhan epidermis Dapat menyebabkan timbulnya ruam dan diare Antibodi Monoklonal Rituximab Menginduksi kematian sel dengan berikatan pada reseptor- reseptor di permukaan sel tumor yang berasal dari limfosit Dapat menyebabkan reaksi alergi Trastuzumab Menghambat reseptor faktor pertumbuhan pada sel-sel kanker payudara Dapat menyebabkan gagal jantung Gemtuzumab Ozogamicin Mengandung antibodi khusus yang berikatan pada reseptor- reseptor di sel-sel leukemia dan kemudian memberian dosis toksik dari komponen kemoterapi pada sel-sel leukemia Dapat menyebabkan supresi trombosit yang lama, sehingga meningkatkan risiko pendarahan Modifikasi Respon Biologis Interferon alfa Tidak ketahui Dapat menyebabkan demam, menggigil, supresi sumsum tulang, kekurangan hormon tiroid, hepatitis Senyawa Diferensiasi Tretinoin Menginduksi diferensiasi dan kematian sel-sel leukemia Dapat menyebabkan kesulitan bernafas yang berat Arsenic trioxide Menginduksi diferensiasi dan kematian sel-sel leukemia Menyebabkan gangguan irama jantung dan timbulnya ruam Senyawa yang menghambat pembentukan pembuluh darah (antiangiogenik) Bevacizumab Menghambat faktor pertumbuhan endotel pembuluh darah (Vascular Endothelial Growth Factor- VEGF) Dapat menyebabkan tekanan darah tinggi, hilangnya protein ke dalam urin, perdarahan, penggumpalan darah, perforasi usus Serafinib Menghambat Dapat menyebabkan tekanan darah tinggi dan kehilangan Sunitinib VEGF protein di dalam urin
Kemoterapi dikatakan bahaya jika: a. Kemoterapi : pemberian obat anti kanker yang dapat dalam bentuk pil ,cair atau kapsul atau bisa melalui infus untuk membunuh sel kanker. Jadi dalam pemberian obat obatan anti kanker harus memperhatikan kondisi umum pasien , riwayat penyakit, serta tepat dosis, sediaan, cara dan waktu penggunaan obat anti kanker tersebut. Jika tidak diperhatikan maka akan mengakibatkan efek samping yang berlebihan bahkan kemtian bagi pasien. Pada terpai radiasi yang semakin tinggi dapat menyebabkan efek samping semakin parah juga b. Kejadian kesalahan dalam kemoterapi kanker dapat merugikan beberapa pihak di antaranya mulai dari pasien, keluarga pasien, perawat, apoteker dan secara tidak langsung akan merugikan rumah sakit. Kesalahan dalam peresepan, perhitungan dosis, cara pemberian serta siklus, akan berefek langsung terhadap keberhasilan terapi. Dois subterapi, menyebabkan sel kanker tidak tuntas dihancurkan. Dosis superterapi (terlalu besar) sebabkan resiko efek merugikanobat meningkat, bahkan dapat menyebabkan kematian. c. Efek kemoterapi terhadap sumsum tulang dapat menimbulkan infeksi pada rongga mulut. Seperti yang telah diketahui bahwa obat kemoterapi bekerja dengan membunuh sel-sel penyebab kanker yang diproduksi oleh sumsum tulang, namun yang dibunuh tidak hanya sel ganas, sel normal yang sedang diproduksi oleh sumsum tulang juga diganggu pertumbuhannya. Aktivitas obat kemoterapi terhadap sumsum tulang tersebut dapat menurunkan sistem imun pasien, karena sel-sel yang berguna dalam pertahanan imun tubuh dirusak oleh obat kemoterapi tersebut, termasuk sel-sel darah yang akhirnya dapat menimbulkan trombositopenia, leukopenia dan neutropenia .
2. FOTODINAMIK Terapi kanker photodynamic menggunakan photosensitive dan laser, dengan keefekifan tinggi membunuh sel kanker, adalah sebuah terapi tanpa luka. Pada tahun 1996 disetujui oleh FDA Amerika untuk diterapkan dalam klinis dan pada tahun 2003 disetujui oleh SFDA China untuk diterapkan dalam klinis. Prinsip dasar pengobatan PDT berdasarkan pada reaksi kimia (photochemical atau non thermal effect) yang terjadi pada sel kanker yang mendapat penyinaran laser (baca: foton) setelah sebelumnya diberikan bahan kimia (obat) yang disebut photosensitizer (fotosensitizer). Fotosensitizer Fotosensitizer adalah bahan kimia yang akan diaktifkan oleh laser dan merusak sel kanker. Bahan kimia ini akan bereaksi dengan foton (unit energi laser) dan bersama oksigen akan mengakibatkan kematian (apoptosis=kematian aktif dan nekrosis=kematian pasif) sel kanker secara selektif tanpa merusak sel normal. Fotosensitizer biasanya diberikan dalam bentuk larutan yang disuntikkan pada pembuluh darah balik (intravena) yang selanjutnya akan menempatkan molekul fotosensitizer pada sel kanker. Konsentrasi molekul fotosensitizer pada sel tumor ini akan lebih tinggi dibandingkan sel normal sehingga terdapat kepadatan molekul fotosensitizer yang tinggi pada sel tumor. Setelah interval waktu tertentu, tiba saatnya untuk penyinaran (iluminasi) atau pengaktifan fotosensitizer dengan laser (lihat gambar). Interval waktu penyuntikan dan penyinaran tergantung pada fotosensitizer yang dipilih (misalnya hematoporphyrin derivative=HPD atau mTHPC =meta tetra hydroxy phenyl chlorine). Kemudian akan dilakukan tahap kedua pengobatan berupa penyinaran laser melalui kabel serat- optic (fiber-optic). Sumber Daya Laser Sumber daya laser dihasilkan dari mesin pembangkit laser dengan media pembangkit semikonduktor dan daya pasok energi rendah yang bisa diatur/adjustable (dalam ukuran 100 mW - 1 W) dan timing control yang bisa dipilih untuk mendapatkan dosis laser sesuai dengan kebutuhan. Dosis energi laser yang diperlukan diprogram melalui komputer yang terpasang pada mesin pembangkit laser.
Proses Terapi 1. Langkah pertama : menyuntikkan photosensitive ke tubuh pasien, photosensitive yang biasa dipakai adalah PHOTOFRIN 2. Langkah kedua : setelah disuntik harus menunggu 40 sampai 50 jam 3. Langkah ketiga : menggunakan laser menyinari daerah kanker untuk membunuh sel kanker Keunggulan 1. Minimal invasif tidak operasi, tidak luka, sakit ringan 2. Hasil yang cepat 48-72 jam sudah dapat melihat hasilnya 3. Mencegah kanker kambuh kembali membasmi sel atau lesi kanker yang kecil atau berpotensi kambuh kembali 4. Jarang terjadi komplikasi toksisitas rendah, terutama digunakan untuk kanker stadium lanjut atau pasien yang sudah berusia lanjut dengan fisik lemah Efek samping Efek samping yang terjadi yaitu rasa nyeri setempat yang disebabkan oleh nekrosis (kematian) jaringan tumor yang diatasi dengan obat pereda rasa nyeri. Kepekaan berlebihan terhadap cahaya, baik cahaya lampu maupun cahaya matahari (langsung) diatasi dengan mengatur pencahayaan pada ruang tindakan dan perawatan serta perlindungan penderita terhadap paparan sinar. Hati-hati pada tumor yang menempel/invasif pada pembuluh darah besar karena risiko perdarahan. Penerapan atau aplikasi klinis 1. Kanker orofaringeal : kanker mulut stadium awal, kanker nasofaring efisiensi mencapai 75%-100% 2. Kanker esofagus : efektif memperbaiki penyumbatan yang disebabkan oleh kanker esofagus, mengobati kanker leher esofagus, mengobati kanker esofagus submukosa; dapat menghilangkan tumor yang ada pada bagian rongga esofagus, atau terhadap bagian rongga esofagus yang sudah dipasang stent. 3. Barrett esofagus : tidak hanya efektif menghilangkan barrett esofagus, tetapi juga dapat mengobati adenomakarsinoma esofagus stadium awal. 4. Kanker paru-paru : terhadap kanker saluran pernapasan stadium awal, pengobatan tarif 90%, terhadap kanker saluran pernapasan stadium lanjut dan yang mengalami penyumbatan, tingkat keberhasilan perbaikan mencapai 85% 5. Kanker lambung : tingkat pengobatan kanker lambung stadium awal mencapai 85%, dapat memperbaiki gejala kanker lambung stadium lanjut 6. Kanker kandung kemih : mengobati tuntas kanker primer, terhadap kanker stadium lanjut tingkat keefektifan 71%. Juga efektif mengobati kanker lainnya seperti : kanker usus, kanker saluran empedu, khususnya cocok untuk pengobatan kanker saluran empedu hilar, kanker pankreas, kanker bagian perut, kanker hati, kanker otak, tumor kulit bagian selaput dada dan abdomen, kanker saluran kemih reproduksi. Mekanisme kerja Selain sifat toksik langsung pada sel kanker melalui kerusakan mitokondria sel (yang merupakan motor penghasil tenaga sel), sitoplasma, dan dinding sel, teknik PDT mengakibatkan kerusakan pembuluh darah yang memasok darah untuk pertumbuhan sel kanker (vascular shutdown). Hal ini mengakibatkan sel kanker kehilangan pasokan energi untuk pertumbuhan dan selanjutnya akan terjadi pengecilan massa (regresi) dan kematian tumor. Ahli bedah akan mendapat kemudahan untuk melakukan tindakan operasi karena massa tumor telah mengecil. Keuntungan lain yang didapatkan dari PDT, yaitu meningkatnya status kekebalan penderita terhadap kanker yang dideritanya dengan membaiknya parameter immunologik. PDT bisa digabungkan dengan modalitas pengobatan lain untuk penyakit kanker seperti pembedahan, cryotherapy (bedah beku), kemoterapi, radioterapi, imunoterapi, terapi biologik, dan sebagainya serta dapat dilakukan berulang-ulang tanpa menimbulkan akibat samping yang membahayakan penderita.
KASUS PADA SKENARIO Diagnosis Dari skenario di atas, pasien mengalami lesi Verocous Leukoplakia. Veroukus leukoplakia berupa lesi yang tumbuh eksofitik tidak beraturan. Leukoplakia ini tumbuh dari hiperkeratosis yang kemudian meluas multiple, tidak mengkilat, dan membentuk tonjolan dengan keratinisasi yang tebal, seringkali erosif yang dinamakan leukoplakia verukosa proliferatif. Leukoplakia verukosa merupakan bentuk bentuk lesi leukoplakia yang kemudian berubah menjadi ganas, bentuk verukosa dan bentuk nodular. Ciri ciri verukosa dan nodular sangat bervariasi dari bentuk fisura dengan permukaan lesi tampak terbelah belah hingga bentuk papilamatosa. Warna dan permukaan lesi bermacam macam, yang umum dijumpai lesi berwarna putih kekuning kuningan atau abu abu yang sedikit tembus pandang dan lesi kuning kecoklatan yang diduga akibat tembakau serta lesi yang berwarna putih campur merah. Lesi leukoplakia dapat ditemukan di semua daerah di dalam mulut, tetapi beberapa peneliti melaporkan bahwa leukoplakia lebih sering ditemukan di daerah mukosa bukal dan bibir. Nodular leukoplakia dan Verukosa Leukoplakia memiliki prognosa lebih menakutkan dibandingkan dengan homogenous leukoplakia. Hubungan antara Riwayat Penyakit Pasien Pasien memiliki riwayat autoimun lupus eritematous sistemik, dan pernah di diagnosa menderita Reccurent Aphtous Stomatitis. Pasien juga memiliki kebiasaan merokok, dan berhenti sejak di diagnosa kanker paru paru. Pasien mulai melakukan perawatan kemoterapi sejak 1 minggu yang lalu. Tanda gejala di dalam rongga mulut, terdapat ulkus pada mukosa bukal dengan diameter 1 cm yang ditutupi oleh membran fibrinopurulen serta adanya area nekrotik, sakit pada palpasi, dan perdarahan spontan. a. Hubungan Kanker Paru dengan Lupus Eritematous Sistemik: Lupus Eritematous Sistemik (LES) merupakan penyakit autoimun dimana sistem kekebalan tubuh atau antibodi menyerang sel sel dalam tubuh, menyerang organ diri sendiri dan menyebabkan kerusakan dalam tubuh. Lupus eritematous sistemik menyerang organ tubuh, seperti kulit, persendian, paru paru, darah, pembuluh darah, jantung, ginjal, hati, otak, dan saraf. Salah satu manifestasi dari LES ini menyerang paru paru. Kelainan paru-paru pada LES seringkali bersifat subklinik sehingga foto toraks dan spirometri harus dilakukan pada pasien LES dengan batuk, sesak nafas atau kelainan respirasi lainnya. Pleuritis dan nyeri pleuritik dapat ditemukan pada 60% kasus. Efusi pleura dapat ditemukan pada 30% kasus, tetapi biasanya ringan dan secara klinik tidak bermakna. Fibrosis interstitial, vaskulitis paru dan pneumonitis dapat ditemukan pada 20% kasus, tetapi secara klinis seringkali sulit dibedakan dengan pneumonia dan gagal jantung kongestif. Hipertensi pulmonal sering didapatkan pada pasien dengan sindrom antifosfolipid. Pasien dengan nyeri pleuritik dan hipertensi pulmonal harus dievaluasi terhadap kemungkinan sindrom antifosfolipid dan emboli paru. LES menyerang sistem pertahanan tubuh sendiri dan menyerang paru-paru. Bersifat kronis dan mudah kambuh, bersifat rekuren dan bila sistem imun turun akan kambuh lagi. b. Hubungan antara Reccurent Aphtous Stomatitis, Lupus Eritematous Sistemik dengan Merokok: Etiopatogenesis dari LES masih belum diketahui secara jelas, dimana terdapat banyak bukti bahwa patogenesis LES bersifat multifaktoral seperti faktor genetik,faktor lingkungan, dan faktor hormonal terhadap respons imun. Faktor lingkungan dapat menjadi pemicu pada penderita lupus, seperti radiasi ultra violet, tembakau/rokok, obat-obatan, virus.Merokok dapat memperlambat penyembuhan luka. Dry Socket terjadi empat kali lebih banyak pada perokok daripada bukan perokok Merokok menyebabkan perubahan panas pada jaringan mukosa mulut. Initasi kronis dan panas menyebabkan perubahan vaskularisasi dan sekresi kelenjar liur. Rangsangan asap rokok yang lama dapat menyebabkan perubahan-perubahan yang bersifat merusak bagian mukosa mulut yang terkena c. Hubungan antara Reccurent Aphtous Stomatitis, Lupus Eritematous Sistemik, dengan Ulkus: Dalam penegakan diagnosis LES, dapat ditegakkan berdasarkan gambaran klinik dan laboratorium. American College of Rheumatology (ACR), pada tahun 1997, mengajukan 11 kriteria untuk klasifikasi LES, dimana apabila didapatkan 4 kriteria, diagnosis LES dapat ditegakkan.
Kriteria tersebut adalah : 1. Ruam malar. 2. Ruam diskoid. 3. Fotosensitivitas. 4. Ulkus di mulut dan peradangan mukosa 5. Arthritis non erosif. 6. Pleuritis atau perikarditis. 7. Gangguan renal, yaitu proteinuria persisten > 0,5gr/ hari, atau silinder sel dapat berupa eritrosit, hemoglobin, granular, tubular atau gabungan. 8. Gangguan neurologi, yaitu kejang-kejang atau psikosis. 9. Gangguan hematologik, yaitu anemia hemolitik dengan retikulosis, atau leukopenia atau limfopenia atau trombositopenia. 10. Gangguan imunologik, yaitu anti DNA posistif, atau anti Sm positif atau tes serologik untuk sifilis yang positif palsu. 11. Antibodi antinuklear (Antinuclear antibody, ANA) positif. Patogenesis: Etiologi lupus eritematosus, seperti halnya penyakit autoimun lain, adalah tidak diketahui. Terdapat dua teori mengenai etiologi lupus, yaitu teori yang pertama menyebutkan bahwa pada perkembangan penyakit mulai dari gambaran awal sampai timbul kerusakan didasari oleh produksi sirkulasi autoantibodi menjadi suatu nukleoprotein, yaitu antinuclear antibodies (ANA). Proses awal tidak diketahui tetapi kemungkinan terjadi mutasi gen yang berhubungan dengan sel yang mengalami apoptosis yang melibatkan limfosit, kemudian limfosit bereaksi menyerang selnya sendiri. Teori lainnya menyatakan autoantibodi lupus eritematosus merupakan lanjutan dari reaksi silang antigen eksogen seperti retrovirus RNA . Manifestasi Klinis: Manifestasi klinis lupus eritematosus secara umum penyakit lupus eritematosus sistemik atau lebih dikenal dengan istilah lupus, memiliki manifestasi klinis yang bervariasi, dan melibatkan multiorgan yaitu sekitar 80% melibatkan persendian, kulit, dan darah; sekitar 30-50% melibatkan ginjal, jantung, sistem saraf, sekitar 50 % melibatkan ganguan gastrointestinal, sekitar 20 % melibatkan gangguan optalmik, dan sekitar 10-30% melibatkan trombosis arteri dan vena. Secara umum tanda dan gejala dari lupus diantaranya adalah : 1. kelelahan (fatigue) 2. demam (fever) 3. penurunan berat badan atau sebaliknya 4. malar-rash (butterfly-shaped rash) pada muka 5. lesi di kulit yang bertambah buruk bila terpapar matahari 6. ganguan mulut 7. alopecia 8. raynauds phenomenom 9. nafas yang memendek 10. nyeri dada 11. dry eyes 12. ankietas 13. depresi 14. memory loss
d. Pada Ulkus Terjadi Perdarahan Spontan: Pada ulkus yang di derita pasien muncul perdarahan spontan, hal tersebut dikarenakan efek dari kemoterapi. Banyak efek yang ditimbulkan dari perawatan kemoterapi, salah satunya efek pada darah. Kemoterapi akan mempengaruhi kerja sum sum tulang yang merupakan pabrik pembuat sel darah dan mengakibatkan sel darah menurun. Penurunan jumlah sel darah mengakibatkan: - Mudah terkena infeksi. Leukosit merupakan sistem pertahanan tubuh dan merupakan perlindungan terhadap infeksi, bila jumlah leukosit turun maka tubuh akan mudah terkena infeksi. - Perdarahan. Hal ini berkaitan dengan keping darah atau trombosit yang berperan dalam proses pembekuan darah. Penurunan jumlah trombosit mengakibatkan perdarahan sulit berhenti, lebam, dan bercak merah di kulit. Inilah yang menjadi alasan mengapa ulkus yang di derita pasien pada skenario terlihat perdarahan spontan. - Anemia. Hal ini ditandai dengan penurunan eritrosit atau sel darah merah yang ditandai dengan penurunan hemoglobin (Hb). Penurunan Hb mengakibatkan tubuh merasa lemah, mudah lelah,dan pucat. Komplikasi Kemoterapi Kemoterapi berfungsi sebagai pengobatan dan kontrol untuk menghambat perkembangan sel kanker agar tidak menyebar ke jaringan lain. Kemoterapi juga berfungsi untuk mengurangi gejala yang timbul pada penderita, seperti meringankan rasa sakit dan memperkecil ukuran kanker. Namun, kemoterapi memiliki komplikasi yang banyak. Pada umumnya kerja kemoterapi menghambat atau memperlambat atau menghentikan pertumbuhan sel kanker. Pembelahan sel kanker sangat cepat, oleh karena itu kemoterapi mentarget fase fase pembelahan tersebut. Kemoterapi ini efektif dalam pengobatan kanker, tapi akan berdampak pada sel sel lain yang membelah dengan cepat seperti sel pada mulut (sariawan), kulit kepala (rambut rontok), usus (mual). Komplikasi yang timbul pada perawatan kemoterapi, diantaranya: Lemas, merupakan efek samping umum yang timbul. Timbulnya bisa mendadak atau perlahan. Tidak langsung menghilang dengan istirahat dan kadang berlangsung terus sampai akhir pengobatan. Mual dan muntah Gangguan pencernaan, seperti diare yang disertai dehidrasi berat. Sariawan Rambut rontok, merupakan efek sementara, terjadi 2 sampai 3 minggu setelah kemoterapi dimulai. Rambut dapat tumbuh kembali setelah kemoterapi selesai. Otot dan saraf, obat kemoterapi menyebabkan kesemutan dan mati rasa pada jari tangan atau kaki serta kelemahan otot kaki. Sebagian bisa terjadi sakit pada otot. Efek pada darah, mempengaruhi kerja sum sum tulang yang merupakan pabrik pembuat sel darah penurunan sel darah. Penurunan jumlah sel darah mengakibatkan: - Mudah terkena infeksi, karena penurunan jumlah leukosit - Perdarahan, karena penurunan trombosit yang ditandai dengan menurunnya hemoglobin - Anemia, karena penurunan eritrosit Kulit menjadi kering dan berubah warna. Kulit lebih sensitiv terhadap matahari. Kuku tumbuh lebih lambat dan terdapat garis putih melintang pada kuku. Manifestasi Oral yang disebabkan Kemoterapi: - Terjadi mukositis terjadi setelah 2-7 hari s, lapisan putih kekuningan pseudomembran yg dikelilingi oleh jaringan nekrotik. Bisa menimbulkan xerostomia. Terdapat pada bibir, mukosa bukal, palatum lunak. - Terjadi perdarahan spontan, candidiasis terjadi pada kemoterapi kanker, biasanya merah dan terdapat pada palatum dan sudut mulut. - Ganggungan pada pengecapan yang menyebabkan nafsu makan turun. - Rasa sakit yang terus menerus karena menggunaan obat anti kenker seperti alkaloid neurotoksik, rasa sakit seperti terbakar - Skala nyeri mukositis ada 4: Skala I Nyeri ringan Skala II Nyeri berat tapi masih bisa makan Skala III Kedalaman bertambah dan pasien makan makanan cair SkalaIV Pasien susah makan - Nyeri di gigi dan otot rahang Patofisiologi Ulkus akibat Kemoterapi: I. Patogenesis dari mukositis oral dimulai dengan menurunnya kemampuan regenerasi sel pada lapisan basal epitelium sebagai akibat dari radiasi dan kemoterapi.4 Terdapat 4 fase terjadinya mukositis oral akibat kemoterapi yaitu fase initiation, messaging-signaling amplification, ulceration dan healing. - I nisiasi merupakan tahap dimana radiasi atau kemoterapi menyebabkan kerusakan DNA pada sel basal epithelium sel, jaringan dan pembuluh darah, mengaktifkan reactive oxygen spesies (ROS) yang akhirnya bertanggungjawab terhadap terjadinya kerusakan sel dan pembuluh darah. Peningkatan reaksi radang terjadi lewat adanya signal-signal yang secara langsung menyebabkan kematian sel maupun mengaktifasi reseptor kematian sel yang berada di sel membran untuk aktif ke dalam sel. Hal ini menginduksi peningkatan produksi sitokin radang, kerusakan dan kematian sel - Fase signaling dan amplification, sitokin radang seperti TNF alfa yang diproduksi oleh makrofag akan menyebabkan kerusakan sel dan mengaktifasi jalur signaling untuk merusak jaringan. Akibat banyaknya sel yang rusak dan aktifnya sitokin radang, terjadilah ulserasi dan peradangan pada mukosa yang merupakan penanda fase - Ulceration dan inflammation. Hal ini akan terlihat oleh infiltrasi sel-sel radang yang berhubungan dengan ulserasi mukosa. Keadaan ini diperberat oleh adanya kolonisasi mikroba oral yang akan lebih meningkatkan produksi sitokin radang akibat infeksi sekunder. Jika fase ulserasi dan inflamasi dapat dilalui dengan baik, maka mukositis akan memasuki - Fase healing (penyembuhan). Fase ini ditandai oleh adanya proliferasi sel epitel disertai diferensiasi sel dan jaringan yang mengembalikan integritas jaringan epitel seperti sedia kala
II. Obat antikanker yang biasanya menyebabkan ulser mulut meliputi methotrexate, 5- fluorouracil, actinomycin D, adriamycin, bleomycin, dan daunorubicin. Obat-obatan yang terkadang menyebabkan ulser antara lain 6-mecaptopurine, hydroxyurea, vinblastine dan procarbazine (Lynch et al., 1994). Obat antikanker dapat menyebabkan ulser mulut secara langsung atau tidak langsung. Obat-obatan yang menyebabkan stomatitis secara tidak langsung akan mendepresi sumsum tulang dan respon imun yang menyebabkan suatu infeksi invasif pada mukosa rongga mulut. Beberapa jenis obat, seperti methotrexate menyebabkan ulser melalui efek langsung pada replikasi dan pertumbuhan dari sel-sel epitel mulut dengan menghambat sintesa protein dan asam nukleat sehingga mengakibatkan penipisan serta ulserasi mukosa rongga mulut. Sedangkan alkaloid seperti cyclophosphamide mengakibatkan leucopenia dan pembentukan ulkus sekunder (Lynch et al., 1994; Langlais & Miller, 2000).
III. Identifikasi pada pasien dengan resiko tinggi, memungkinkan dokter gigi untuk memulai evaluasi pra-perawatan dan melakukan tindakan profilaktis yang terukur untuk meminimalkan insidens dan morbiditas yang berkaitan dengan toksisitas rongga mulut. Faktor resiko paling utama pada perkembangan komplikasi oral selama dan terhadap perawatan adalah pra-kehadiran penyakit mulut dan gigi, perhatian yang kurang terhadap rongga mulut selama terapi dan faktor lainnya berpengaruh pada ketahanan dari rongga mulut. Faktor resiko lainnya adalah : tipe dari kanker (melibatkan lokasi dan histology), penggunaan antineoplastik, dosis dan administrasi penjadwalan perawatan, kemudian area radiasi, dosisnya, jadwal dilakukan radiasi (kekerapan dan durasi dari antisipasi myelosuppresi) serta umur pasien. Keadaan sebelum hadirnya penyakit seperti adanya kalkulus, gigi yang rusak, kesalahan restorasi, penyakit periodontal, gingivitis dan penggunaan alat prostodontik, berkontribusi terhadap berkembangnya infeksi lokal dan sistemik. Kolonisasi bakteri dan jamur dari kalkulus, plak, pulpa, poket periodontal, kerusakan operculum, gigi palsu, dan penggunaan alat-alat kedokteran gigi merupakan sebuah lahan yang subur buat organisme opportunistik dan pathogenistik yang mungkin berkembang pada infeksi lokal dan sistemik. Tambalan yang berlebih atau peralatan lain yang melekat pada gigi, membuat lapisan mulut lebih buruk, menebal dan mengalami atropi, kemudian menghasilkan ulserasi local (stomatitis).
IV. Pasien dengan penyakit keganasan seringkali rentan terhadap berbagai penyakit sebagai penyakit yang mendasarinya ataupun akibat terapi yang diberikan.seperti terapi radiasi dan kemoterapi . pada terapi radiasi area yang terkena adalah mukosa yang disinari langsung oleh sinar X , sedangkan obat kemoterapi memiliki efek destruktif mukosa, yang terkena adalah mukosa nonkeratinisasi seperti mukosa bukal, mukosa labial, lidah palatum molle dan dasar mulut. Keratinisasi adalah proses pembentukan keratin dalam jaringan epidermis atau mukosa sehingga struktur jaringan menjadi keras, sehingga pada mukosa non keratinisasi lebih mudah terjadinya peradangan
Penatalaksanaan Lesi Pra Ganas atau Pra Kanker Rongga Mulut
Hal yang pertama dilakukan untuk perawatan lesi pre kanker rongga mulut, yaitu pemeriksaan, untuk menentukan diagnosa yang tepat. Pemeriksaannya berupa pemeriksaan klinis, pemeriksaan patologi, dan pemeriksaan radiologi. Pemeriksaan klinis, pemeriksaan patologi, dan pemeriksaan radiologi merupakan metode yang dapat mendukung diagnose dini kanker di rongga mulut.
Pemeriksaan klinis Pemeriksaan klinis adalah pemeriksaan dengan cara anamnesa dan pemeriksaan fisik. Pemeriksaan klinik merupakan pemeriksaan yang paling penting, karena hasil pemeriksaaan inilah ditentukan apakah ada atau tidak dugaan penderita menderita kanker dan apakah perlu pemeriksaan lebih lanjut. Anamnesa dilakukan dengan cara kuisioner kepada penderita dan keluarganya tentang identitas pasien, keluhan utama, riwayat penyakit yang diderita, riwayat penyakit gigi dan mulut masa lalu, riwayat medik, riwayat keluarga dan sosial. Sedangkan pemeriksaan fisik dilakukan pemeriksaan umun, pemeriksaan lokal, dan status regional. Pemeriksaan umum meliputi pemeriksaan penampilan, keadaan umum, dan metastase jauh serta pemeriksaan lokal dengan cara inspeksi dan palpasi bimanual. Kelainan dalam rongga mulut diperiksa dengan cara inspeksi dan palpasi dengan bantuan spatel lidah dan penerangan. Seluruh rongga mulut dilihat mulai dari bibir sampai orofaring posterior. Perabaan lesi rongga mulut dilakukan dengan memasukkan 1-2 jari ke dalam rongga mulut. Untuk menentukan dalamnya lesi dilakukan dengan perabaan bimanual.
Pemeriksaan Patologi Pemeriksaan mikroskopis dibutuhkan untuk mendiagnosis displasia atau atipia yang menggambarkan kisaran abnormalitas selular, termasuk perubahan ukuran sel dan morfologi sel, gambaran peningkatan mitotik, hiperkromatisme dan perubahan pada ulserasi dan maturasi selular yang normal. Gambaran displasia ringan, sedang atau parah menunjukkan keabnormalan epitel dan keparahan. Bila ketidak abnormalan ini tidak melibatkan ketebalan yang penuh dari epitel, maka didiagnosa carcinoma in situ dan bila membrane basement terkena dan mengalami invasi jaringan ikat didiagnosa sebagai karsinoma.
Pemeriksaan Radiologi Terdiri dari radiologi rutin, Computed Tomography (CT), Magneting Resonanse imaging (MRI) dan Ultra Sonografi dapat menunjukkan keterlibatan tulang dan perluasan lesi.
Perawatan Perawatan kanker rongga mulut tergantung pada tipe sel, derajat differensiasi, tempat, ukuran dan lokasi lesi primer, status kelenjar getah bening, keterlibatan tulang untuk mencapai tepi bedah yang adekuat, kemampuan untuk melindungi fungsi penelanan, berbicara, status fisik dan mental pasien, pemeriksaan keseluruhan dari komplikasi yang potensial dari setiap terapi, pengalaman ahli bedah, radiotherapist dan keinginan serta kooperatifan pasien. Kemoterapi dan pembedahan digunakan dalam pengobatan kanker mulut. Pembedahan atau Kemoterapi dapat digunakan untuk lesi T1 dan T2, sedangkan kanker stadium lanjut dilakukan dengan gabungan kemoterapi dan pembedaha
Tindakan dokter gigi dengan pasien perawatan kemoterapi kanker: a. Idealnya pasien yang dijadwalkan untuk menerima kemoterapi harus melalui penilaian dental terlebih dahulu. Pemeriksaan dan penilaian dental merupakan pre treatment dilakukan secepatnya untuk memudahkan tidakan dental lain dan penyembuhan kanker yang adekuat. Pemeriksaan meliputi pemeriksaan pada jaringan keras dan lunak dengan didukung oleh gambaran radiografiuntuk mendeteksi kemungkinan sumber infeksi ataau keadaan patologis lain sebelum kemoterapi dimulai dokter gigi harus melaksanakan prosedur perawatan gigi seperti : Mengidentifikasi jaringan rongga mulut dan merawat infeksi yang terjadi Menstabilkan/menghilangkan sumber infeksi Melakukan evaluasi prostodontik Melakukan ekstraksi gigi yang dikhawatirkan memperparah komplikasi oral, prosedur bedah mulut dilakukan 7-10 hari sebelum kemoterapi Pada anak anak dipertimbangkan mencabut gigi desidui yang mobiliti dan gigi yang diduga akan tanggal saat kemoterapi Mengusahakan OH dengan baik Memberi edukasi tentang pelaksanaan muntah denga cara berkumur dengan larutan normal saline untuk mengebalikan pH rongga mulutyang asam akibat muntah b. Coba topikal obat untuk nyeri. Bilas mulut sebelum menerapkan obat ke gusi atau lapisan mulut. Lap mulut dan gigi dengan lembut dengan kasa basah dicelupkan ke dalam air asin untuk menghilangkan partikel. Pengobatan topikal dapat mencakup agen coating dan pelega tenggorokan. Obat penghilang rasa sakit dapat memberikan bantuan ketika obat topikal tidak. Nonsteroidal obat anti-inflamasi (OAINS, aspirin -jenis obat penghilang rasa sakit) tidak boleh digunakan oleh pasien yang menerima kemoterapi karena pasien ini memiliki risiko perdarahan. Zinc suplemen diambil selama terapi radiasi dapat membantu mengobati mucositis serta dermatitis (radang kulit). Povidon- yodium obat kumur yang tidak mengandung alkohol dapat membantu menunda atau mengurangi mucositis yang disebabkan oleh terapi radiasi. Pengobatan untuk perdarahan selama kemoterapi dapat mencakup hal berikut: 1. Obat untuk mengurangi aliran darah dan membantu pembekuanform. 2. Produk topikal yang mencakup dan daerah perdarahan segel. 3. Berkumur dengan campuran satu bagian hidrogen peroksida 3% untuk solusi 2 atau 3 bagian air asin (1 sendok teh garam dalam 4 gelas air) untuk membantu lisan bersih luka. Membilas harus dilakukan hati-hati agar pembekuan tidak terganggu. c. - Pertimbangan Perawatan Rongga Mulut: Oral hygiene sistemik secara rutin sangatlah penting dalam mengurangi insidens dan keganasan dari efek perawatan onkologik seperti ; karies radiasi, stomatitis, dan candidiasis. Pada pasien dengan xerostomia yang ringan dan jarang atau dengan reseksi melibatkan struktur mulut, sebuah inspeksi identifikasi pada area tersebut perlu dilakukan. Metode oral hygiene termasuk diantaranya berkumur/mengirigasi dan penghilangan plak secara mekanik. Memberitahukan pasien bagaimana melakukan perawatan kebersihan mulut adalah sama pentingnya dengan pengobatan. - Manajemen Mucositis/Stomatitis: Walaupun mucositis berlanjut menjadi salah satu toksisitas dengan dosis terbatas dari fluororacil (5FU), cryotherapy dapat menjadi pilihan dalam perlindungan mucositis oral. - Manajemen Infeksi: Profilaksis untuk mengatasi superinfeksi jamur secara umum direkomendasikan zat topikal antifungal seperti mystatin yang mengandung pencuci mulut dan clotrimazole troches. - Manajemen Candidiasis: Candidiasis adalah akibat dari infeksi jamur yang secara umum akibat peran dari Candida Albicans. Pasien dengan candidiasis harus diinstruksikan untuk : 1. Membersihkan kavitas oral terlebih dahulu sebelum medikasi anti jamur ; irigasi dan pembersihan plak secara mekanik mungkin juga diperlukan. 2. Menanggalkan gigi palsu ketika medikasi dilakukan 3. Melakukan desinfeksi pada gigi palsu dan mulut 4. Membuang sikat gigi yang lama dan menggantinya dengan yang baru 5. Mendesinfeksi semua objek atau alat yang digunakan dalam rongga mulut 6. Menggunakan sebuah suspensi sebagai pengganti dari troche jika xerostomia terjadi (jika troche yang dipilih maka pasien harus berkumur atau minum air terlebih dahulu). - Manajemen Hemorrhage: Penggunaan sikat gigi dan dental floss pada pasien dengan jumlah platelet kurang dari 50.000/kubik/mm akan bermasalah karena berpotensi menyebabkan terjadinya perdarahan. Topikal thrombin dapat digunakan sebagai hemostasis lokal pada pasien dengan hemorrhage oral sekunder sebelum thrombocytopenia. - Manajemen Xerostomia: Diinstruksikan buat pasien yang punya riwayat xerostomia untuk mempertahankan oral hygiene untuk melindungi masalah dental. Penyakit periodontal dapat berkembang pesat dan karies menjadi rampan kecuali tindakan preventif terukur ditegakkan. Untuk mengurangi kerusakan gigi ketika terjadi xerostomia pasien harus : 1. Melakukan oral hygiene sistimatik 4 kali sehari (setiap selesai makan dan sebelum tidur) 2. Menggunakan pasta gigi berfluorida 3. Menggunakan resep gel yang mengandung fluoride setiap hari sebelum tidur (fluoride efektif melindungi gigi dari plak) 4. Berkumur dengan cairan garam dan baking soda 4-6 kali/hari (1/2 sendok teh garam dan sendok teh baking soda pada 1 cangkir air hangat) Untuk membersihkan dan melubrikasi jaringan mulut dan membuffer lingkungan mulut. 5. Menghindari makanan dan minuman dengan kandungan gula tinggi 6. Mengisap-isap air untuk mengurangi kekeringan mulut - Capsaicin: Telah dikemukakan bahwa penggunaan capsaicin efektif untuk mengontrol nyeri akibat mucositis oral. Perawatan pemulihan setelah operasi: 1. Setelah operasi pasien kanker rongga mulut diberikan makanan cair, setelah satu minggu kemudian berubah menjadi semi-cair. 2. Setelah operasi perhatikan warna, suhu dan elastisitas flap pasien kanker rongga mulut, apabila suhu flap menurun, menunjukkan warna hijau keunguan dan semakin memburuk, segera melaporkan ke dokter. 3. Secara tepat waktu menghisap keluar sekresi dimulut, hidung dan kerongkongan pasien kanker rongga mulut, demi menjaga kelancaran saluran pernafasan. 4. Apabila pasien kanker rongga mulut setelah operasi tidak dapat berbicara, tidak dapat mengatakan gejala tidak enak yang dirasakan, perlu secara teliti mengamati ada tidaknya gejala dysphoria (cemas, gelisah, tidak tenang), nasal inflamasi dan gejala penyumbatan saluran pernafasan lainnya pada pasien kanker rongga mulut dan segera melaporkan kepada dokter.