Anda di halaman 1dari 13

Penanganan Xerostomia di Geriatric

Disusun oleh:
Seto Pramudita 1600221150007
Ivan Benedictus 1600221150008

Pembimbing:
Deddy Firman, drg., M.S

Program Pendidikan Dokter Gigi Spesialis Prostodonsia


Fakultas Kedokteran Gigi
Universitas Padjadjaran
Bandung
2016
DAFTAR ISI

DAFTAR ISI ..................................................................................................... i

BAB I PENDAHULUAN ................................................................................ 2

BAB II TINJAUAN PUSTAKA...................................................................... 3

2.1 Dry Mouth Pada Usia Lanjut ............................................................ 3

2.2 Medikamen Pada Pasien Usia Lanjut ................................................... 4

2.3 Penanggulangan xerostomia ................................................................... 5

2.4 Pembuatan protes pada pasien xerostomia ............................................. 7

BAB III SIMPULAN ..................................................................................... 11

DAFTAR PUSTAKA .................................................................................... 12

i
BAB I
PENDAHULUAN

Hampir 90 persen dari golongan usia lanjut memiliki penyakit kronis.


Penyakit kronis yang dimiliki oleh rata-rata orang usia lanjut di Amerika adalah
artritis, hipertensi, gangguan jantung, keterbatasan pendengaran dan keterbatasan
pengelihatan. Sementara itu penyakit cardiovaskular sering menyebabkan
mortalitas di kalangan usia lanjut. Selain penyakit cardiovaskular, penyakit cancer
dan cerebrovaskular adalah penyebab kematian utama selanjutnya pada pasien
usia lanjut.
Pada pasien usia lanjut terjadi prubahan proses faal tubuh sebagai akibat dari
proses penuaan. Sebagai akibat dari proses penuaan dan bisa juga sebagai efek
dari konsumsi obat-obatan untuk terapi penyakit kronis degeneratifnya. Perubahan
kondisi pada pasien usia lanjut yang sering terjadi adalah kondisi dry mouth dan
penyakit atau gangguan rongga mulut lain sebagai dampak penyakit sistemik
lainnya.Pemahaman mengenai perubahan fungsi tubuh pasien ini dapat
meningkatkan keberhasilan perawatan bagi pasien usia lanjut.

2
3

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Dry Mouth Pada Usia Lanjut


Pasien usia lanjut seringkali mengeluhkan mulut yang terasa kering atau
mengalami gejala xerostomia. Hal ini sebenarnya tidak sepenuhnya berkaitan
dengan usia ataupun proses penuaan. Hal ini terjadi lebih dikarenakan adanya
faktor penyakit sistemik dan obat-obatan yang diminum. Perubahan kandungan
saliva juga tidak terjadi akibat dari proses penuaan. Temuan ini berlawanan
dengan temuan morfologis dari kelenjar ludah, yang mengalami kehilangan
jaringan parenkim sebanyak 30 persen akibat proses penuaan. Penurunan jaringan
ini seharusnya berdampak terhadap jumlah cairan saliva, namun hal ini tidak
terjadi dan masih menjadi kajian.
Penurunan fungsi kelenjar ludah pada pasien usia lanjut terkadang berkenaan
dengan konsumsi obat-obatan antikolinergik dan juga penyakit sistemik seperti
Sjorgen’s Syndrome. Kondisi dry mouth lebih tepat dihubungkan sebagai dampak
dari kondisi tubuh dan perawatannya daripada disebut sebagai dampak dari proses
penuaan. Daftar obat-obatan yang dapat memengaruhi kondisi saliva pasien usia
lanjut, adalah antikolinergik, antihistamin, antihipertensi, anti parkinson, anti
kejang, dan muscle relaxant.
Gangguan fungsi kelenjar ludah biasanya disebabkan oleh infeksi bakteri atau
adanya tumor kelenjar ludah. Pada pasien usia lanjut penyebab utama terjadinya
gangguan fungsi kelenjar ludah adalah adanya penyakit sistemik, konsumsi obat-
obatan, dan radioterapi. Salah satu penyakit sistemik yang paling sering
menyebabkan gangguan kelenjar ludah adalah Sjorgen syndrom. Sjorgen’s
Syndrom adalah gangguan sistemik yang ditandai oleh keringnya mukosa mulut
dan mata, disfungsi eksokrin. Penyakit ini bersifat autoimun sehingga belum
ditemukan terapi yang definitif. Pasien dengan gangguan ini akan merasakan
pelebaran kelenjar saliva secara kronis maupun intermitten. Pasien dengan
gangguan ini juga rentan terhadap infeksi pada saluran kelenjar ludahnya.
4

Kondisi sistemik lain yang mungkin menyebbakan gangguan saliva adalah


rhematoid atritis, infeksi HIV diabetes dan penyakit alzheimer. Konsumsi obat-
obatan antikolinergik dan anti adrenergik menghambat produksi saliva dengan,
menghambat transpor salivca dari sel cinar ke duktus ekskresi utama. Pada pasien
penderita kanker, obat-obatan kemoterapetik juga memengaruhi fungsi ekskresi
saliva khususnya obat jenis Radioaktif iodine (I-131) yang digunakan pada terapi
kanker tiroid. Gangguan fungsi kelenjar ludah lebih diperparah dengan terapi
radiasi. Sinar radiasi memngaruhi kerusakan sel penghasil saliva serous melalui
mekanisme apoptosis. Perusakan sel dimulai seminggu setelah pasien mengalami
radiasi dengan dosis 10 Gy.
Apabila kondisi ini dibiarkan, akan memicu berbagai gangguan rongga mulut
dan pharingeal lainnya. Mukosa oral akan semakin mengering, timbulnya fissured
tongue, pengurangan aktivitas mikrobial, penyakit periodontal, infeksi jamur,
nyeri seperti terbakar, kesulitan pengunyahan dan penelanan. Mukosa oral akan
tampak pucat, sedangkan lidah dapat terlihat licin dan kemerahan. Food debris
akan dengan mudah terperangkap di area interproksimal.

2.2 Medikamen Pada Pasien Usia Lanjut


Pemberian obat-obatan pada pasien usia lanjut yang menderita penyakit
kronis biasanya akan menimbulkan gangguan berupa adverse drug reaction
(ADR). ADR ini terjadi dikarenakan pada pasien usia lanjut pemberian obat
dilakukan secara polifarmasi atau lebih dari satu macam obat-obatan. Dalam
praktek klinik terdapat tujuh macam tipe ADR: (1) Alergi, (2) efek samping, (3)
Keracunan obat, (4) Interaksi obat, (5) Interaksi obat dan fisiologi tubuh, (6)
Interaksi obat dan hasil tes laboratorium, (7). Idiosinkrasi.
Ketika mendapatkan pasien yang mengkonsumsi banyak obat, klinisi harus
mengonsep beberapa pertanyaan. Apakah obat-obat tersebut diperlukan saat ada
kegawat daruratan, Kenapa pasien mengonsumsi obat tersebut, Apakah obat
tersebut dapat mengganggu penanganan tindakan terhadap pasien, Apakah obat
memengaruhi perawatan yang dilakukan, Apakah obat memiliki efek samping
5

oral. Pencetus terjadinya xerostomia pada pasien adalah obat-obatan dari


golongan antihistamin, antidepresan,antihipertensi, dan diuretik

2.3 Penanggulangan xerostomia


Penanggulangan dari xerostomia tergantung pada penyebabnya dan tingkat
kerusakan kelenjar ludah. Berbagai terapi yang tersedia, termasuk pengunaan
sialogogues dan saliva pengganti. Terapi yang disarankan mestinya melibatkan
terapi menghilangkan gejala dan terapi pencegahan, yang meliputi stimulasi lokal
dan sistemik. Penanggulangan xerostomia termasuk dalam; (a) sialogogues
farmakologi, termasuk pilocarpine, neostifmin, betanechol dan obat-obat
mukolitik seperti; (ambroxol, Bromhexine, n-acetylcysteine, carbocysteine,
Erdosteine, cevimeline); (b) perangsang kelenjar saliva non farmakologis,
termasuk suplemen makanan, seperti makan buah-buahan (misalnya plum, apel,
lemon, buah zaitun), dan jus jeruk. (c) saliva penganti atau saliva buatan termasuk
di dalamnya karboksimetil selulosa, mucin, gliserin, sodium, kalium, kalsium,
magnesium, klorida dan beberapa enzim lainnya. (d) langkah-langkah pengobatan
lainnya, termasuk akupuntur dan stimulasi neuro-elektro.
Ketika terlihat sisa fungsi dari kelenjar saliva, pengunaan stimulasi lokal atau
sistmeik dari kelenjar sekretori dapat menghasilkan pengurangan gejala lebih
besar dibandingkan dari saliva penganti atau saliva buatan. Untuk kerusakan
permanen dari kelenjar saliva yang biasanya disebabkan dari radioterapi kepala
dan leher atau penyakit sistemik berat, pengobatan paliatif merupakan pilihan
satu-satunya.
Penanggulangan xerostomia tergantung pada penyebabnya dan tingkat
kerusakan kelenjar ludah, berbagai terapi yang tersedia, termasuk pengunaan
stimulasi kelenjar liur secara sistemik dengan pemberian anticholinesterasic dan
kolinergik merupakan pilihan pengobatan yang efisien meskipun mereka biasanya
kurang terkenal dikarenakan efeksamping mereka yang merugikan. Penerapan
stimulasi kelenjar liur topikal dapat menjadi alternatif yang bermanfaat dalam
pengobatan xerostomia reversible yang disebabkan oleh pengunaan obat-obat an,
meskipun dalam fakta efeknya hanya jangka pendek dan sementara, tetapi dapat
6

di-imbangi dengan efek samping yang rendah. Dimasa lalu, asam malat dan sitrat
telah diguakan untuk stimulan seperti saliva, yang sekarang dihentikan karena
efek demineralisasi pada enamel gigi. Namun penggunaan asam malat 4,7persen
dengan xylitol dan fluorida menunjukan pnurunan demineralisasi.
Stimulasi lokal
Mengunyah permen karet atau makanan padat atau buahbuahan, disarankan
yang mengandung asam, dapat sangat efektif dalam merangsang aliran saliva.
Terapi laser tingkat rendah dapat menstimulasi kelenjar saliva, serta dapat
membantu mendapatkan kembali fungsi yang hilang. Akupuntur juga dapat
digunakan dalam usaha menanggulangi xerostomia dan telah terbukti metode ini
sangat efektif pada pasien yang menjalani terapi radiasi. Sengatan tegangan
rendah telah diuji coba pada pasien dengan hiposalivasi kelenjar liur. Namun fakta
yang ada belum memberikan jaminan pendekatan ini dapat digunakan dalam
penanggulangan xerostomia.
Stimulasi sistemik
Pada umumnya pengunaan stimulasi air liur adalah bromhexine, aethole
trithione, pilocarpine hydrochloride (hcl) dan cevimeline HCL, menunjukan
berbagai hasil yang beragam. Anethole trithione bertindak sebagai peningkat
regulasi mscarinic untuk menstimulasi aliran saliva pada pasien dengan
hiposalivasi kelenjar liur ringan. Namun, mereka tidak efektif pada pasien dengan
hiposalivasi kelenjar liur berat. Pilcocarpin terbukti efektif dalam meningkatkan
aliran saliva dan memberikan perbaikan gejala. Sebagai agen parasimptomatik,
merangsang reseptor kolinergi ke permukaan sel asinar. Indikasi saat ini untuk
pasien dengan radio terapi dan mereka dengan sindrom sjorgen. Kombinasi
penggunaan gabungan trihione anethole dan pilocarpine telah terbukti efektif,
trithione anethole berfungsi meningkatkan jumlah sel pada permukaan reseptor
dalam sel salivari acinar dan pilocarpine menstimulasi reseptor tersebut.
Cevimeline adalah obat lain parasimpathomimetik lain yang telah digunakan
untuk terapi mulut kering dengan sindron sjorgen.

Tindakan paliatif
7

Adabanyak langkah-langkah paliatif yang tersedia untuk meringankan gejala


xerostomia. Penganti saliva dan pelumas dengan sifat melembabkan didesain
untuk memberikan pembasahan mukosa yang berkepanjangan. Produk ini
termasuk saliva buatan, bilasan, gels dan spray, dimana kandungannya
mengandung karboksimetil selulosa, mukopolisakarida, glycerate polimer dengan
bahan dasar gel, atau musin alamia, baik tunggal maupun kombinasi. Subtitusi
saliva komersial yang paling sering digunakan untuk menghilangkan sensasi
mulut kering. Keuntungan dalam mengunakan saliva buatan meliputi pelembaban
dan membentuk lapisan dari mukosa mulut dan gigi, dimana kekurangannya
termasuk aktivitasnya hanya berlansung dalam jangka pendek. Permenkaret juga
membantu merangsang aliran saliva. Modifikasi makanan termasuk menghindari
makanan yang kering atau asam dan membatasi minuman berkafein atau
beralkohol yang dapat menyebabkan dehidrasi dan mulut kering. Penggunaan
teratur fluoride topikal, pembersihan mulut secara teliti, dan makanan yang
kandungan gula rendah direkomendasikan untuk mencegah karies induksi
hiposalivasi. Pengunaan obat antifungal dalam bentuk bilasan, tetes dan tablet
hisap merupakan pilihan terbaik untuk menghindari oral kandidiasis dan angular
cheilitis dimana pada umumnya terjadi pad apasien dengan xerostomia. Prosedur
pembersihan mulut yang benar dan secara seksama merupakan hal yang penting
dalam pasien dengan xerostomia untuk mengurangi jumlah bakteri didalam
rongga mulut, yang dapat mengakibatkan resiko halitosis dan infeksi pada mulut.

2.4 Pembuatan protes pada penderita xerostomia dengan modifikasi


pembuatan resevoir di palatal
Pembuatan geligi tiruan dengan resevoar saliva adalah pembuatan sebuah
ruang didalam protesa lepasan yang menyediakan aliran dari saliva penganti untuk
janga waktu tertentu. Jal ini masi belum jelas apakah resevoir lebih bagus di
tempatkan pada protesa rahang atas atau protesa rahang bawah. Keuntungan
resevoir pada protesa rahang atas termasuk volume yang tersedia lebih besar
karena daerah basis yang lebih besar, lebih baik flow nya karena posisi superior,
dan mengurangi penyumbatan lubang reservoid karena terkumpulnya makanan di
8

palatum lebih sedikit dibandingkan di dasar mulut. Namun, masa dari resevoir
gigi palsu rahang atas dapat mengurangi retensi dari protesa. Kisaran volume
resevoir saliva dari 2,3 ml sampai dengan 5,3 ml dan memberikan aliran saliva
buatan selama 2 sampai 5 jam. Berikut ini contoh teknik pembuatan fungsional
geligi tiruan dengan resevoir pada palatal dalam pembuatan geligi tiruan penuh
disertai palatum yang dalam.
Tahapan-tahapannya sebagai berikut;
1. Lengkapi semua tahapan pekerjaan untuk pembuatan geligi tiruan penuh
konvensional sampai pada pemasangan percobaan pola lilin.
2. Pada pemasangan percobaan pola lilin dilakukan penambahan llin pada
permukaan palatal dari basisi geligi tiruan dan dilakukan evaluasi cara
berbicara pasien, kontur palatal disesuaikan seperlunya. Jika dibutuhkan
dibuatkan palatogram. (Gambar 1)
3. Setelah penambahan pola lilin, buat indeks permukaan palatal dengan
stone gips type III (gambar2). Pembuatan indeks ini berfunsi sebagai
panduan saat pembuatan dasar resevoir.

Gambar 1 dan 2; lilin ditambahkan pada permukaan palatal kemudian


dibuatkan palatal index dari dasar resevoir

4. Model lilin kemudian dibuang kemudian dilakukan pemrosesan gigi palsu


5. Adaptasikan selembar model lilin diatas permukaan indeks stone (gambar
3). Flask dan pemprosesan dengan aklirik polimerisasi panas bening untuk
membentuk dasar dari resevoir (gambar 4).
9

Gambar 3 dan 4; flasking dari palatal indeks dengan model lilin dari dasar
resevoir. Dasar resevoir dengan celah yang akan ditempati oleh resilient liner.

6. Untuk membuatnya menjadi fungsional, buat sebuah bolongan pada dasar


bagian anterior dan kemudian dilapisi dengan resilient liner. (gambar 5).
Catatan; pembuatan dasar dari resevoir telah selesai.

Gambar 5 dan 6; penambahan resilient liner dan pembuatan dasar dari


resevoir

7. Pasang lantai permukaan palatar dari reservoir dengan autopolymerizin


resin aklirik. (gambar 7).
8. Bor lubang diameter 1mm dibagian paling anterior dari lantai. Catatan hal
ini akan menjadi titik terendah dari dasar lantai. (gambar8).
10

Gambar 8 dan 9; dasar dari resevoir di gabungkan dengan permukaan dari


geligi tiruan rahang atas. Resevoir di-isi dengan povidine iodine. Catatan aliran
cairan dari lubang yang dibuat didepan ketika resilient liner ditekan

9. Menjunjukan kepada pasienbagaimana cara pengapikasian saliva buatan


melalui lubang dengan menggunakan syringe 5m sekali pakai disertai
jrum. Pilih diameter jarum lebih kecil dibandingkan dengan lubang yang
telah dibuat. Berikan waktu kepada pasien untuk berlath prosedur ini
sampai mereka mampu menyuntikan saliva pengganti dengan mudah.
10. Memberikan catatan perawatan dan meminta pada pasen untuk mecatat
setiap kali resevoir diisi, banyaknya saliva buatan yang di masukan dan
waktu sampai reservoir kosong. Seminggu kemudian dibuatkan janji untuk
di kontrol.
11. Setelah 1 minggu, dilakukan evaluasi cattan dan menghitung durasi rata-
rata aliran dari saliva buatan. Catatan; durasi dari aliran saliva buatan
seharusnya berkisar antara 2 sampai 5 jam. Atau mengurangi ukuran
lubang untuk menyesuaikan laju aliran.

Gambar 9; A. Tidak ada


tekanan dari liner, tidak akan
terdapat alira dari cairan. B.
Lidah yang menekan liner saat
penelanan akan menghasilkan
aliran cairan dari lubang yang
telah dibuat. C, diberikan tekanan
dan liner masuk kedalam
membentuk tekanan negatif
didalam celah resevoir,
menghasilkan aliran udara yang
masuk berada diatas.
11

BAB III
SIMPULAN

Mulut kering atau xerostomia dapat mempengaruhi kualitas hidup dan


menganggu fungsi dasar dari mulut seperti mengunyah, menelan dan berbicara.
Berkurangnya volume saliva dapat disertai juga dengan hilangnya fungsi sebagai
antibakteri yang dapat mempercepat infeksim kerusakan gigi, dan penyakit
periodontal.
Manajemen terbaru dalam melakukan pendekatanan paliatif pada umumnya
tidak memuaskan. Berbagai pendekatan telah digunakan untuk penanggulangan
xerostomia, termasuk meningkatkan frekuensi air, konsumsi buah jeruk dalam diet
dan menggunakan stimulan saliva seperti permen karet bebas gula atau tablet
hisap. Pada pasien dengan xerostomia berat, penggunaan saliva penganti mungkin
dibutuhkan. Dengan meningkatnya populasi orang tua diseluruh dunia dapat
bersamaan juga dengan peningkatan pasien xerostomia, penelitian lanjut tentang
patologi dan penanggulangan xerostomia secara lanjut akan sangat dibutuhkan.
DAFTAR PUSTAKA

1. Okeson, Jp. The Management of temporomandibular Disorder and


Occlusion. 7th ed. St. Louis:Elsevier Mosby. 2013
2. Sener S, Akgunlu F. Correlation between the condyle positin and intra-
ekstraarticular clinical findings of temporomandibular dysfunction. Eur J
Dent 2011;5:354-360.
3. Feteih,RM. Signs and simptoms of Temporomandibular disorders and oral
parafunctions in urban Saudi Arabian Adolescent:a research report. Head
& Face Medicine. 2006(2)25
4. Al-Shumailan YR, Al-Manaseer WA. Temporomandibular disorder
features in complete denture patients versus patients with natural teeeth; a
comparative study. Pakistan Oral & Dental Journal. 2010;(30)1:254-9
5. Magee DJ. Orthopedic Physical Assesment. P 235-238
6. Anil S, Vellapally s, Hashem M, dkk. Xerostomia in geritric patients: a
burgeoning global concern. Journal Of Invesigate and Clinical Dentsitry
(2016), 7;5-12.
7. Rashmikant US, Lakshya K, and Jitendra R. Fabrication Of A Functional
Palatal Saliva Resevoir By Using A Resilient Liner During Processing Of
A Complete Denture. J. Prosthet Dent. 2012; 108: 332-335.

12

Anda mungkin juga menyukai