Anda di halaman 1dari 2

1.

Hubungan glossitis dan anemia pernisiosa

Anemia didefinisikan sebagai berkurangnya 1 atau lebih parameter sel darah merah:
konsentrasi hemoglobin, hematokrit atau jumlah sel darah merah. Menurut kriteria WHO anemia
adalah kadar hemoglobin di bawah 13 g% pada pria dan di bawah 12 g% pada wanita.
Berdasarkan kriteria WHO yang direvisi/ kriteria National Cancer Institute, anemia adalah kadar
hemoglobin di bawah 14 g% pada pria dan di bawah 12 g% pada wanita. Kriteria ini digunakan
untuk evaluasi anemia pada penderita dengan keganasan. Anemia merupakan tanda adanya
penyakit. Anemia selalu merupakan keadaan tidak normal dan harus dicari penyebabnya.
Anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan laboratorium sederhana berguna dalam evaluasi
penderita anemia (Oehadian, 2012).

Anemia pernisiosa adalah penyakit autoimun yang menyebabkan atropi mukosa lambung
yang meliputi fundus dan corpus lambung, atrofi ini menyebabkan berkurangnya jumlah sel
parietal yang mampu memproduksi faktor intrinsik yang dibutuhkan tubuh untuk membantu
absorpsi vitamin B12. Keadaan ini bersifat kronik yang menyebabkan tubuh pada akhirnya akan
mengalami keaadan defisiensi vitamin B12 (Bizaro & Antico, 2014).

Faktor intrinsik yang dihasilkan oleh sel parietal lambung berfungsi mengikat vitamin
B12 yang ada di dalam duodenum lalu mentransport vitamin B12 ini menuju ilium distal. Pada
ilium distal ini terdapat reseptor spesifik yang mampu berikatan dengan kompleks B12-intrinsic
factor yang menghasilkan proses absorpsi B12. Pada orang dengan anemia pernisiosa terjadi
atrofi gaster akibat kelainan immun yaitu terbentuknya autoantibodi yang menyerang mucosa
gaster dan menurunkan jumlah sel parietal sehingga terjadi malabsorpsi B12 (Greenberg, 1981).

Gambaran klinis secara umum pasien pucat, mudah lelah, kehilangan berat badan,
gangguan sensasi gerak dan pati rasa dari alat gerak, sedangkan gambaran klinis di rongga mulut
berupa glositis yang ditandai lidah berwarna merah terang dan permukaan lidah licin.

Atrofik glositis adalah istilah yang digunakan untuk “papila lidah yang rata” yang
mengarah ke lidah yang halus dan kemerahan yang mungkin menyerupai geographic tounge atau
glossitis migratory. Tampakannya mengkilap/pendataran dari dorsum lidah akibat dari atrofi atau
hilangnya papilla filliformis, karena papilla ini paling rentan untuk defisiensi nutrisi diikuti oleh
papillae fungiformis. Kondisi ini bersifat reversibel, pada suplementasi nutrisi yang tepat dan
regenerasi papila yang hilang akan terjadi. Dalam kasus yang lebih parah, lidah mungkin akan
menjadi lunak.

Orang dengan anemia pernisiosa akan rentan mengalami glositis akibat defisiensi B12
yang dialaminya. Walaupun zat besi berperan penting untuk menjaga fungsi normal sel epitel
rongga mulut namun B12 juga mempunyai peran penting yaitu dalam mensintesa dan membantu
pembelahan sel. Sel-sel epitel rongga mulut mengalami perubahan keseimbangan yang sangat
tinggi apabila terjadi defisiensi salah satu nutrisi yang dibutuhkan seperti B12 maka akan terjadi
perubahan bentuk pada organ-organ rongga mulut. Defisiensi B12 juga menyebabkan kenaikan
kadar homosistein pada darah karena B12 bertugas sebagai koenzim yang mengkonversi
homosistein menjadi methionin. Kadar homosistein yang tinggi dapat menyebabkan stres
oksidatif, merusak endotel dan memicu trombosis. Secara spesifik tingginya kadar homosistein
dalam darah menyebabkan kenaikan tingkat kejadian trombosis di arteriol yang mensuplai nutrisi
bagi sel-sel di rongga mulut. Hal ini akan menyebabkan terjadinya atrofi lidah karena kerusakan
arteriol yang mensuplai nutrien pada sel-sel rongga mulut (Chang et al., 2015).

Sebagai tatalaksana yang paling tepat adalah mengobati glossitis dari cara mengatasi
penyebabnya. Apabila glositis disebabkan oleh anemia pernisosa maka yang dapat dilakukan
adalah memberikan suplemen vitamin B12 cyanocobalamin atau hydroxocobalamin. Modifikasi
diet tinggi vitamin B12 seperti telur, daging maupun susu. Untuk mengatasi rasa nyeri akibat
glossitis bisa diberikan antiinflamasi atau kortikosteroid topikal, jika ada tanda-tanda infeksi bisa
diberikan antibiotik.

Bizzaro, N. and Antico, A., 2014. Diagnosis and classification of pernicious anemia.
Autoimmunity reviews, 13(4-5), pp.565-568.

Chang, J.Y.F., Wang, Y.P., Wu, Y.C., Cheng, S.J., Chen, H.M. and Sun, A., 2015. Hematinic
deficiencies and pernicious anemia in oral mucosal disease patients with macrocytosis.
Journal of the Formosan Medical Association, 114(8), pp.736-741.

Greenberg, M.S., 1981. Clinical and histologic changes of the oral mucosa in pernicious anemia.
Oral Surgery, Oral Medicine, Oral Pathology, 52(1), pp.38-42.

Oehadian, A., 2012. Pendekatan klinis dan diagnosis anemia. Continuing Medical Education,
39(6), pp.407-412.

Anda mungkin juga menyukai