Anda di halaman 1dari 14

MAKALAH

LEUKOPLAKIA

Disusun Oleh:

Mohammad Yusuf Habibi G991906021

Periode: 10 Juni 2019 - 23 Juni 2019

Pembimbing:
Vita Nirmala Ardanari, drg., Sp.Pros., Sp.KG

KEPANITERAAN KLINIK ILMU GIGI DAN MULUT


FAKULTAS KEDOKTERAN UNS / RSUD DR. MOEWARDI
SURAKARTA
2019
HALAMAN PENGESAHAN

Presentasi Referensi Artikel ini disusun untuk memenuhi persyaratan Kepaniteraan


Klinik Ilmu Penyakit Gigi dan Mulut Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret
/ RSUD Dr. Moewardi. Referensi artikel dengan judul:

LEUKOPLAKIA

Hari, tanggal: , Juni 2019

Oleh:
M Yusuf Habibi G991906021

Mengetahui dan menyetujui,


Pembimbing Presentasi

Vita Nirmala Ardanari, drg., Sp.Pros., Sp.KG


A. Definisi
Leukoplakia oral adalah gangguan pada mukosa oral yang berpotensi berubah
menjadi keganasan. Leukoplakia didefinisikan sebagai lesi putih dalam rongga mulut
yang tidak bisa didefinisikan atau disamakan dengan lesi lain yang terjadi di rongga
mulut. Leukoplakia adalah plakat putih yang berkembang di dalam rongga mulut dan
kejadiannya sangat berhubungan dengan kebiasaan merokok. Penggunaan tembakau
dalam berbagai aktivitas menjadi faktor risiko leukoplakia. Selain itu konsumsi
alkohol, iritasi kronis, infeksi jamur, infeksi bakteri, infeksi virus, penyakit seksual
menular, hormonal, paparan ultravioler dan defisiensi mikronutrien diduga menjadi
faktor sinergis dari merokok yang berujung pada kejadian leukoplakia (Mohammed et
al., 2019).

Untuk menentukan diagnosis yang tepat, perlu dilakukan pemeriksaan yang


teliti baik secara klinis maupun histopatologis, karena lesi ini secara klinis
mempunyai gambaran yang serupa dengan “lichen plannus” dan “white sponge
naevus” (Hasibuan, 2004). Secara histopatologis, leukoplakia didefinisikan sebagai
bercak putih pada mukosa dengan epitel mengalami hiperkeratosis dengan dasar yang
terdiri dari sel spinosum (Cho et al., 2010). Leukoplakia merupakan salah satu
kelainan yang terjadi di mukosa rongga mulut berupa penebalan putih yang tidak
dapat digosok sampai hilang (Kayalvizhi, 2016).

B. Epidemiologi
Prevalensi leukoplakia secara global adalah 2,6% populasi dan mempunyai
tingkat konversi menjadi keganasan sebesar 0,1% s.d. 17,5% (Srivastava, 2014).
Studi lain menunjukkan estimasi prevalensi global leukoplakia berkisar antara 0,5% -
3,46% dan perubahan keganasan dari leukoplakia sekitar 0,7% - 2,9% (Feller, 2012).
Leukoplakia sering ditemukan pada laki-laki, dan prevalensi meningkat seiring
bertambahnya usia. Menurut perkiraan, leukoplakia lebih banyak dijumpai pada laki-
laki berusia di atas 40 tahun (Napier, 2008). Leukoplakia banyak ditemukan di India
dimana masyarakat banyak merokok (Petti, 2003).

C. Etiopatogenesis
Penyebab yang pasti dari leukoplakia sampai sekarang belum diketahui secara
pasti. Predisposisi leukoplakia terdiri dari beberapa faktor yaitu faktor lokal, faktor
sistemik dan malnutrisi vitamin. Faktor lokal yang diperkirakan menjadi penyebab
leukoplakia meliputi trauma yang menyebabkan iritasi kronis, misalnya akibat gigitan
tepi atau akar gigi yang tajam, iritasi dari gigi yang malposisi, kebiasaan menggigit-
gigit jaringan mulut, pipi maupun lidah. Faktor lain yang menjadi penyebab
terjadinya leukoplakia adalah tembakau, alkohol dan bakteri. Menurut Schepman et
al., perokok mempunyai risiko 6 kali lebih tinggi terkena leukoplakia, meski lesi pada
non-perokok mempunyai kemungkinan lebih besar untuk berubah menjadi kanker.
Pada waktu merokok, terjadi iritasi pada jaringan mukosa mulut yang disebabkan
oleh asap rokok, panas ketika merokok dan zat-zat yang terkandung dalam tembakau
yang ikut terkunyah. Hal ini dibuktikan dengan insidensi leukoplakia tertinggi
ditemukan pada perokok (Brzak, 2012). Penelitian Morse et al., konsumsi alkohol
sering berkaitan dengan kanker mulut daripada displasia epitelial. Caldeira et al.,
menemukan faktor risiko leukoplakia yang berisiko tinggi untuk berubah menjadi
suatu keganasan adalah infeksi dengan Human Papilloma Virus (HPV), dimana
protein onkogenik seperti HPV-16L1 dapat meningkatkan karsinogenesis.
Pada penderita kandidiasis kronis dapat ditemukan gambaran yang
menyerupai leukoplakia. Infeksi Candida juga berperan dalam perubahan menjadi
keganasan dan faktor risiko tertinggi perubahan menjadi kanker (Roed-Petersen,
1972; Banoczy, 1977; Krogh, 1987). Untuk mengetahui diagnosis pasti perlu
dilakukan pemeriksaan klinis, histopatologi dan latar belakang etiologi terjadinya
lesi.
Banoczy menemukan adanya penurunan signifikan pada vitamin A, B12, C,
beta carotene dan asam folat pada pasien dengan leukoplakia. Soames dan Southam
melaporkan adanya perubahan pada perkembangan leukoplakia lebih pada area atrofi
epitelial dan kondisi yang berkaitan dengan hal tersebut meliputi defisiensi besi,
vitamin dan fibrosis submukus mulut. Mutasi p53 dari sel juga didapatkan pada
penderita leukoplakia yang merokok dan minum alkohol.

D. Patofisiologi
Pasien dengan leukoplakia idiopatik memiliki risiko tinggi berkembang
menjadi kanker. Penelitian oleh Downer, pada sejumlah pasien leukoplakia, 4%-17%
lesi berubah menjadi tumor maligna dalam waktu 20 tahun.
Perubahan patologis primer yang terdapat pada leukoplakia adalah
diferensiasi abnormal dari epitel mukosa dengan ditandai peningkatan aktivitas
keratinisasi pada permukaan selnya yang memproduksi penampakan klinis yang
mukosa yang berwarna putih. Proses ini juga dibersamai dengan perubahan ketebalan
dari jaringan epitelial (Reibel J, 2003).
Dasar molekuler pada perubahan tersebut belum diketahui secara pasti.
Namun, beberapa data penelitian menyebutkan adanya perubahan ekspresi
onkogen/TSG, ekspresi gen keratin, perubahan siklus sel, akumulasi stres oksidatif
dan displasia epitel berperan dalam perubahan yang terjadi pada leukoplakia
(Kawanishi S & Murata M, 2006).

E. Klasifikasi
Terdapat dua tipe klinis leukoplakia yaitu homogen dan non homogen. Pada
tipe homogen berupa lesi putih yang datar dan tipis. Lesi ini dapat terlihat sebagai
retakan yang dangkal dengan permukaan yang halus atau berkerut. Teksturnya
konsisten dan biasanya asimptomatik.
Gambar 1. Homogenous Leukoplakia (Parlatescu et al., 2014)
Sementara leukoplakia non-homogen umumnya simptomatis dan memiliki
beberapa variasi sebagai berikut:
1. Proliferative verrucous leukoplakia (PVL): Hansen et al., menjelaskan PVL
memiliki tingkat transformasi ganas yang tinggi, dimana menurut WHO,
PVL adalah lesi progresif multifokal yang sering ditemukan pada wanita.
Daerah yang sering terkena adalah gingival bawah, lidah dan mukosa bukal
(Warnakulasuriya, 2007).

Gambar 2. Proliferative verrucous leukoplakia (Parlatescu et al., 2014)


2. Oral erythroleukoplakia (OEL): lesi non-homogen dengan warna campuran
putih dan merah. Ini didefinisikan sebagai tambalan merah yang berapi-api
yang tidak bisa dicirikan seara klinis atau patologis sebagai penyakit definitif
lainnya. OEL menunjukkan potensi transformasi ganas yang lebih tinggi
daripada leukoplakia homogen (Warnakulasuriya, 2007)

Gambar 3. Oral erythroleukoplakia (Guilgen et al., 2014)


3. Sublingual keratosis: plak putih lembut di daeraqh sublingual dengan
permukaan keriput, tidak beraturan namun terdefinisi dengan baik garis
besar dan kadang berbentuk kupu-kupu (Scully et al., 1999)

Gambar 4. Sublingual keratosis (Scully dan Felix, 2005)


4. Candidal leukoplakia (CL): leukoplakia dengan gambaran lesi yang luas,
putih pekat, keras dan kasar pada permukannya (Scully et al., 1994)
Gambar 5. Candidal leukoplakia (Parlatescu et al., 2014)
5. Oral hairy leukoplakia (OHL) atau dikenal sebagai lesi Greenspan : ditandai
dengan bercak putih bergelombang dimana terdapat rambut-rambut yang
tumbuh pada permukaan lesi dan sering terdapat pada lidah. Sering
disebabkan oleh reaktivasi dari Epstein Barr-Virus (van der Waal et al.,
1997)

Gambar 6. Oral hairy leukoplakia (Cade, 2017)


F. Diagnosis
Penegakkan diagnosis leukoplakia masih menjadi kendala karena etiologi
yang belum jelas dan perkembangan agresif dari leukoplakia menjadi suatu
keganasan. Diagnosis definitif leukoplakia dari penemuan lesi putih di area mukosa
oral pada saat pemeriksaan fisik tanpa ditemukannya etiologi seperti riwayat
merokok, infeksi, riwayat keganasan pada anamnesis atau pemeriksaan fisik.
Pemeriksaan penunjang seperti biopsi sangat direkomendasikan untuk melihat
perubahan histologis yang terjadi. Biopsi dilakukan pada area yang paling tampak
perubahannya. Pada pasien dengan leukoplakia multifokal, biopsi dapat dilakukan
pada beberapa tempat (field mapping). Pemeriksaan histopatologis ini masih
merupakan baku emas dalam penegakan diagnosis leukoplakia (Thomson PJ &
Hamadah O, 2007; Torres-Rendon A et al., 2009).

Pada lesi kecil digunakan pendekatan biopsi secara eksisi, sementara lesi yang
besar dipertimbangkan pendekatan biopsi secara incisi beserta pengangkatan jaringan
sehat disekitarnya lalu dilanjutkan dengan pemeriksaan histopatologi. Gambaran
histopatologi utama yang akan ditemukan pada leukoplaki adalah sebagai berikut :

1. Keratinisasi epitel
2. Penebalan epitel
3. Akantosis
4. Penipisan membran basal
5. Sel inflamasi pada jaringan ikat
6. Perubahan seluler
7. Kenaikan nuclear-cytoplasmic ratio
8. Hiperkromatisasi nuleus
9. Hiperplasia nukleus
10. Gambaran mitosi abnormal
11. Peningkatan mitosi
12. Nukelus pleomorfik
13. Hiperplasia basilar
14. Drop-shaped rete pegs
15. Kehilangan polaritas

Selain dengan biopsi pilihan lain yang dapat dilakukan untuk deteksi dini
leukoplakia dapat menggunakan pewarnaan toluidine blue, Oral CDx brush biopsy
kits, diagnosis ludah, dan pencitraan. Selain itu dalam beberapa tahun terakhir mulai
digunakan instrumen diagnostuk menggunakan cahaya seperti VELscope, ViziLite,
Identafi 3000 dan DIFOTI (Mohammed et al., 2019).

G. Tatalaksana

Eliminasi semua faktor penyebab. Pada kasus lesi displasia sedang sampai
berat pertimbangkan pembedahan eksisi atau laser sebagai tatalaksana terutama jika
lesi terjadi pada batas ventral dan lateral lidah, palatum mole, dasar rongga mulut dan
orofaring. Pengawasan ketat dan follow-up lanjutan harus dilakukan bila terjadi pada
lokasi lain. Operasi pengangkatan merupakan tatalaksaa pilihan untuk
eritroleukoplakia dan proliferative verrucous leukoplakia (Nadeau & Kerr, 2018).

H. Komplikasi

Leukoplakia idiopatik, leukoplakia non-homogen, leukoplakia pada daerah


risiko tinggi mulut dan leukoplakia yang menunjukkan displasia epitelial tingkat
moderat atau berat, serta leukoplakia yang mempunyai faktor risiko berubah menjadi
keganasan harus diterapi secara agresif. Apabila tidak segera dilakukan terapi, bisa
terjadi perubahan warna, tekstur atau ukuran dan penampakan leukoplakia sebagai
kemungkinan perubahan menuju keganasan (Lodi dan Porter, 2008).
I. Prognosis

Perubahan leukoplakia menjadi keganasan dapat meningkat dipengaruhi


faktor-faktor berikut ini:

1. Wanita

2. Leukoplakia dalam waktu lama

3. Leukoplakia idiopatik

4. Lokasi berada pada lidah dan atau dasar mulut

5. Ukuran lebih dari 200mm

6. Tipe non-homogen

7. Terdapat Candida albicans

8. Terdapat displasia epitel (Speight et al., 2018)


DAFTAR PUSTAKA

Banoczy J. (1983). Oral leukoplakia and other white lesions of the oral mucosa
related to dermatological disorders. Journal of Cutaneous Pathology, 10: 238-
256

Brzak BL, Mravak-Stipetic M, Canjuga I, Baricevic M, Balicevic D, Sikora M, et al


(2012). The frequency and malignant transformation rate of oral lichen planus
and leukoplakia – A retrospective study. Coll Antropol 36: 773-7

Cade JE (2017). Hairy Leukoplakia. Diakses tanggal 25 Juli 2017 pada


http://emedicine.medscape.com/article/279269-overview

Caldeira K, Davis SJ, Peters GP. (2011). The supply chain of CO2 emission.
Proceedings of National Academy of Sciences, 108(45): 1-5

Cho, H.H., Kim, S.H., Seo, S.H., Jung, D.S., Ko, H.C., Kim, M.B. and Kwon, K.S.,
2010. Oral hairy leukoplakia which occurred as a presenting sign of acute
myeloid leukemia in a child. Annals of dermatology, 22(1), pp.73-76.
Feller L, Lemmer J. (2012). Oral leukoplakia as it relates to HPV infection: A review.
International Journal of Dental Hygiene, 2: 540-561.

Guilgen NGBV, Kang S, Tommasi MHM, Vieira I, Machado MAN, Lima AAS
(2014). Oral erythroleukoplakia – a potentially malignant disorder. Polski
Przeglad Otorynolaryngologiczny 4: 20-24

Hasibuan S. (2004) Deteksi Dini dan Diagnosis Kanker Rongga Mulut. Universitas
Sumatera Utara Digital Library.
Kawanishi S, Murata M. (2006). Mechanism of DNA damage induced by bromate
differs from general types of oxidative stress. Toxicology, 221(2): 172-178.

Kayalvizhi EB, Lakshman VL, Sitra G, Yoga S, Kanmani R, Megalai N (2016). Oral
leukoplakia: A review and its update. Journal of Medicine, Radiology,
Pathology & Surgery 2(2):18-22
Krogh P, Hald B, Holmstrup P (1987) Possible mycological etiology of oral mucosal
cancer: Catalytic potential of infecting Candida albicans and other yeasts in
production of N-nitrosobenzylmethylamine. Carcinogenesis 8:1543-8
Lodi G, Porter S (2008). Management of potentially malignant disorders: evidence
and critique. Journal of Oral Pathology and Medicine 37(2): 63-69

Mohammed, F., Fairozekhan, A., Engelberg, S., Auth, P. and McHugo, J., 2019. Oral
Leukoplakia. StatPearls.
Morse DE, Psoter WJ, Cleveland D, Cohen D, MohitTabatai M, Kosis DL et al
(2007) Smoking and drinking in relation to oral cancer and oral epithelial
dysplasia. Cancer Causes Control 18: 919-29.

Nadeau, C. and Kerr, A.R., 2018. Evaluation and management of oral potentially
malignant disorders. Dental Clinics, 62(1), pp.1-27.

Napier SS, Speight PM (2008). Natural history of potentially malignant oral lesions
and conditions: an overview of the literature. J Oral Pathol Med 37: 1-10

Parlatescu I, Gheorghe C, Coculescu E, Tovaru S (2014). Oral Leukoplakia – an


Update. Maedica Buchar 9(1): 88-93

Petti S (2003). Pooled estimate of world leukoplakia prevalence: a systematic review.


Oral Oncology 39(8): 770-780.

Reibel J. (2003). Prognosis of oral premalignant lesions: significance of clinical,


histopathological, and molecular biological characteristics. Critical Reviews in
Oral Biology & Medicine, 14(1): 47-62

Roed-Petersen B, Gupta PC, Pindborg JJ, Singh B (1972). Association between oral
leukoplakia and sex, age, and tobacco habits. Bull World Health Organ 47:13-
9

Scully C, el-Kabir M, Samaranayake LP (1994). Candida and oral candidosis: A


review. Crit Rev Oral Biol Med 5:125-157

Scully C, Porter S (1999) Orofacial disease: Update for the dental clinical team: 3.
White lesions. Dent update 26: 123-129

Scully C, Felix DH (2005). Oral medicine – Update for the dental practitioner: Oral
white patches. British Dental Journal 199: 565-572

Soames JV, Southam JC (1999) Oral Pathology. Oxford: Oxford University of Press.
p: 139-140
Speight, P.M., Khurram, S.A. and Kujan, O., 2018. Oral potentially malignant
disorders: risk of progression to malignancy. Oral surgery, oral medicine,
oral pathology and oral radiology, 125(6), pp.612-627.

Srivastava, V.K., 2014. To Study the Prevalence of Premalignancies in Teenagers


having Betel, Gutkha, Khaini, Tobacco Chewing, Beedi and Ganja Smoking
Habit and Their Association with Social Class and Education Status.
International journal of clinical pediatric dentistry, 7(2), p.86.

Thomson PJ, Hamadah O.(2007). Cancerisation within the oral cavity: The use of
'field mapping biopsies' in clinical management. Oral Oncology, 43: 20-26

Torres-Rendon A, Stewart R, Craig GT, Wells M, Speight PM. (2009). DNA ploidy
analysis by image cytometry helps to identify oral epithelial dysplasias with a
high riskof malignant progression. Oral Oncology, 45: 468-473

Van der Waal I, Schepman KP, van der Meij EH, Smeele LE (1997) Oral
leukoplakia: A clinicopathological review. Oral Oncol 33: 291-301

Warnakulasuriya S, Johnson NW, can der Waal I. (2007) Nomenclature and


classification of potentially malignant disorders of oral mucosa. Journal of
Oral & Pathology Medicine, 36: 575-580

Anda mungkin juga menyukai