Anda di halaman 1dari 11

MAKALAH

GIGI MERUPAKAN FOKAL INFEKSI PADA


HIPERTENSI

Disusun Oleh:

Mohammad Yusuf Habibi G991906021

Periode: 10 Juni 2019 - 23 Juni 2019

Pembimbing:
DR. Risya Cilmiaty AR, drg., MSi, SpKG

KEPANITERAAN KLINIK ILMU GIGI DAN MULUT


FAKULTAS KEDOKTERAN UNS / RSUD DR. MOEWARDI
SURAKARTA
2019
HALAMAN PENGESAHAN

Presentasi Referensi Artikel ini disusun untuk memenuhi persyaratan Kepaniteraan


Klinik Ilmu Penyakit Gigi dan Mulut Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret
/ RSUD Dr. Moewardi. Referensi artikel dengan judul:

GIGI MERUPAKAN FOKAL INFEKSI PADA


HIPERTENSI

Hari, tanggal: , Juni 2019

Oleh:
M Yusuf Habibi G991906021

Mengetahui dan menyetujui,


Pembimbing Presentasi

DR. Risya Cilmiaty AR, drg., MSi, SpKG


GIGI MERUPAKAN FOKAL INFEKSI PADA HIPERTENSI

1. Fokal Infeksi
a. Definisi
Fokal infeksi adalah suatu infeksi lokal yang bersifat kronis dimana
hanya melibatkan bagian kecil dari tubuh, yang dapat menyebabkan suatu
infeksi atau kumpulan gejala klinis pada bagian tubuh yang lain. Teori
tentang fokal infeksi sangat erat hubungannya dengan bagian gigi, dimana
akan mempengaruhi fungsi sistemik seseorang seperti sistem sirkulasi,
skeletal, dan saraf. Hal ini disebabkan oleh penyebaran mikroorganisme
atau toksin yang berasal dari gigi, akar gigi, atau gusi yang terinfeksi
(Swastini, 2013).
Sudibyo dalam Li, dkk (2000) menyatakan bahwa fokus infeksi
merupakan asal mula dan penyebab berkembangnya penyakit sistemik,
terutama penyakit periodontal permukaan marginal maupun apical, jumlah
bakteri pada infeksi jaringan periodontal apical mencapai 200 macam dan
pada infeksi jaringan periodontal marginal mencapai 500 macam atau
lebih dan umumnya bakteri gram negatif.

b. Sumber infeksi dalam rongga mulut


Menurut Swastini (2013) sumber infeksi dalam rongga mulut antara lain:
1.) Periodontium, jaringan untuk mengikat gigi di dalam tulang alveolus.
Pada serabut periodonsium yang mengalami kerusakan, gigi akan
goyang, dan kuman-kuman akan lebih mudah mencapai daerah ujung
akar gigi dan masuk saluran darah. Pyorrhea (gejala keluarnya nanah
dari satu gusi yang berasal dari peradangan karena rusaknya
periodonsium).
2.) Periapikal, ujung dari akar gigi. Penyebab yang berasal dari periapikal
adalah yang paling sering. Pulpa gigi yang nekrosis akibat karies
memberi jalan masuk bakteri ke dalam jaringan periapikal. Infeksi
akan menyebar ke daerah yang minimal resistensi.
3.) Pulpa gigi. Berasal dari kuman-kuman daerah gusi, juga sisa-sisa
fragmen gigi yang tertinggal, karies, lubang-lubang baru setelah
pencabutan, dan bekas tempat akar gigi. Mikroorganisme yang
mempengaruhi dental pulp dapat tersebar ke gigi lain yang berdekatan
atau daerah periapikal melalui ekstensi atau melalui pembuluh darah,
trauma, iritasi, dan peradangan adalah kontributor utama penyebaran
infeksi di pulpa gigi.

c. Mekanisme dan Penyebaran Infeksi Gigi


Fokal infeksi disebabkan oleh infeksi kronis di suatu tempat (gigi)
toksin, bakteri sisa-sisa dari kotoran maupun mikroba penginfeksi dari
gigi menyebar ke tempat lain di tubuh seperti ginjal, jantung, mata,
maupun kulit. Menembus masuk ke dalam aliran darah melalui suatu lesi
(kerusakan) yang ditimbulkan oleh trauma mekanis, misalnya pada
tindakan pencabutan gigi dan sistemik sebagai fokus infeksi. Jaringan
target fokal infeksi adalah kepala dan leher, mata sequel, intracranial,
sistem respirasi, sistem kardiovaskuler, jalur gastrointestinal, fertilisasi,
kehamilan, dan berat lahir (Swastini, 2013).

d. Prinsip fokal infeksi pada Jaringan Pendukung Gigi


Penyebab utama infeksi pada gusi serta jaringan pendukung gigi
lainnya adalah mikroorganisme yang berkumpul di permukaan gigi (plak
bakteri). Plak bakteri yang telah lama melekat pada gigi dan gusi
dapat ,mengalami kalsifikasi (mengeras) sehingga menjadi kalkulus
(karang gigi) yang biasanya tertutup lapisan lunak bakteri. Karang gigi ini
sangat susah dibersihkan secara manual sehingga bakteri akan berada di
karang gigi dalam waktu yang lama sehingga meningkatkan potensi
terjadinya fokal infeksi (Swastini, 2013).

e. Penyakit yang Ditimbulkan Oleh Fokal Infeksi Pada Gigi dan


Jaringan Penyangga Gigi
Penyebaran mikroorganisme atau toksin yang dapat berasal dari
gigi, akar gigi, atau gusi yang terinfeksi dapat menyebar ke bagian tubuh
lain dan menyebabkan penyakit sistemik. Ada beberapa macam penyakit
sistemik yang mempunyai hubungan langsung dengan kelainan gigi dan
jaringan penyangga gigi, seperti penyakit kardiovaskuler, alergi, asma,
diabetes mellitus, arthritis, kanker kandung kemih dll (Swastini, 2013).

2. Hipertensi
a. Definisi
Hipertensi atau yang lebih dikenal dengan penyakit darah tinggi
adalah peningkatan abnormal tekanan darah, baik tekanan darah sistolik
maupun tekanan darah diastolik. Pada keadaan normal, tekanan darah
sistolik (saat jantung memompakan darah) kurang dari 120 mmHg dan
tekanan darah diastolik (saat jantung istirahat) kurang dari 80 mmHg.
Hipertensi dengan peningkatan tekanan sistolik tanpa disertai peningkatan
diastolik lebih sering pada lansia, sedangkan hipertensi peningkatan
tekanan diastolik tanpa disertai peningkatan tekanan sistolik lebih sering
terdapat pada dewasa muda. Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun
2013 yang diselenggarakan oleh Kementrian Kesehatan menunjukkan
bahwa prevalensi hipertensi di Indonesia mencapai 26,5 persen dari total
penduduk berusia ≥18 tahun. Perhimpunan Hipertensi Indonesia (PERHI)
membuat batasan yang disebut hipertensi adalah keadaan dimana tekanan
darah sistolik di atas 140 mmHg dan tekanan darah diastolik di atas 85
mmHg. Tekanan darah disebut optimal bila berada pada kisaran 120
mmHg/70 mmHg.
Berdasarkan penyebabnya hipertensi dibagi atas 2 golongan
yaitu: (1) Hipertensi primer atau esensial yaitu hipertensi yang
belum diketahui penyebabnya. (2) Hipertensi sekunder atau non
esensial yaitu hipertensi yang sudah diketahui penyebabnya.
Berbagai klasifikasi tekanan darah digunakan diseluruh dunia salah
satunya klasifikasi tekanan darah oleh Joint National Committee 7
(JNC 7)

Klasifikasi tekanan darah pada usia dewasa 18 tahun ke atas menurut JNC 7

Klasifikasi tekanan Tekanan Darah Sistolik Tekanan darah Diastolik

darah (mmHg) (mmHg)

Normal <120 <80

Prehipertensi 120-139 80-89

Hipertensi Derajat 1 140-159 90-99

Hipertensi Derajat 2 ≥160 ≥100

b. Imunologi Hipertensi
Beberapa penelitian evidence based menunjukkan hubungan antara
peningkatan tanda-tanda peradangan pada vaskuler dengan hipertensi,
diantaranya adalah C-Reactive Protein (CRP), Interleukin(IL)-6, IL-1β,
Tumor Necrosis Factor Alpha (TNF-α), dan Angiotensin II (Ang II). C-
Reactive Protein (CRP) merupakan salah satu jenis reaktan dan jumlahnya
akan meningkat seiring dengan proses peradangan di dalam tubuh.
Peningkatan ini disebabkan karena peningkatan konsentrasi plasma IL-6
yang diproduksi oleh makrofag. Pada peradangan akut oleh infeksi
bakteri, CRP dapat meningkat sekitar > 200 mg/L dalam waktu 6 jam.
Perlu diketahui bahwa kadar normal CRP adalah 10 mg/L. Dari
penelitian-penelitian terdahulu, peningkatan high sensitive C-reactive
protein (hsCRP) dapat dipakai untuk memprediksi perkembangan
hipertensi pada individu yang sepertinya memiliki normotensi (Swastini,
2013).
C-Reactive Protein (CRP) juga menstimulasi pelepasan monosit
yang menghasilkan IL-1β, IL-6, TNF-α serta ekspresi dari Intercellular
Adhesion Molecule (ICAM)-1 dan Vascular Adhesion Molecule (VCAM)-
1 oleh sel-sel endotel. C-Reactive Protein juga mengatur transkripsi
endothelial Nitric Oxide Synthease (eNOS) pada sel endotel. Bilamana
terjadi pengurangan nitric oxide (NO) dapat terjadi perkembangan
aterosklerosis dan hipertensi (Swastini, 2013).
Interleukin (IL)-6, IL-1β, TNF-α kurang signifikan berhubungan
dengan hipertensi. Pada dasarnya hipertensi berhubungan dengan
perubahan struktural resistensi arteri, suatu proses yang dikenal dengan
remodeling yang melibatkan perubahan pada pertumbuhan sel-sel otot
halus pembuluh darah, migrasi sel yang dimediasi oleh Angiotensin II.
Angiotensin II adalah hormon regulator yang dibentuk secara lokal pada
dinding pembuluh darah dan memegang peranan penting dalam mengatur
tekanan darah. Angiotensin II juga mengatur produksi Reactive Oxigen
Species (ROS) dan pro-inflammatory mediators seperti IL-6, MCP-1, NF-
kB, NF-kA, dan VCAM-1 (Swastini, 2013).
Hipertensi dapat meningkatkan produksi limfosit T dan TNF-α,
reaksi imunitas adaptif, seluler, dan antibodi berhubungan dengan tekanan
darah. Pernyataan ini dipertegas oleh Higashi et al (2007) yang
menyatakan bahwa konsentrasi serum IL-6 dan C-Reactive Protein (CRP)
secara signifikan lebih tinggi pada pasien hipertensi dengan periodontitis
dibandingkan dengan pasien hipertensi tanpa periodontitis (Swastini,
2013).

c. Mekanisme Hipertensi
Mekanisme terjadinya hipertensi adalah melalui terbentuknya
angiotensin II dari angiotensin I oleh angiotensin I converting enzyme
(ACE). Angiotensin I converting enzyme (ACE) memegang peran
fisiologis penting dalam mengatur tekanan darah. Darah mengandung
angiotensinogen yang diproduksi di hati. Selanjutnya oleh hormon renin
(diproduksi di ginjal) akan diubah menjadi angiotensin I. Oleh ACE yang
terdapat di paru-paru, angiotensin I diubah menjadi angiotensin II
(Swastini, 2013).
Angiotensin II inilah yang memiliki peran kunci dalam menaikkan
tekanan darah melalui 2 aksi utama. Aksi pertama adalah meningkatkan
sekresi hormon antidiuretik (ADH). Hormon antidiuretik (ADH) akan
menyebabkan urin yang diekskresikan sangat sedikit, sehingga urin
menjadi pekat dan osmolalitasnya tinggi. Untuk mengencerkannya,
volume cairan ekstraseluler akan ditingkatkan dengan cara menarik cairan
dari bagian intraseluler. Akibatnya, volume darah meningkat, yang pada
akhirnya akan meningkatkan tekanan darah. Aksi kedua adalah
menstimulasi sekresi aldosteron dari korteks adrenal. Aldosteron akan
mengurangi ekskresi NaCl (garam) dengan cara mereabsorbsinya dari
tubulus ginjal. Naiknya konsentrasi NaCl akan diencerkan kembali dengan
cara meningkatkan volume cairan ekstraseluler yang pada gilirannya akan
meningkatkan volume dan tekanan darah (Swastini, 2013).

3. Kaitan Fokal Infeksi Dengan Hipertensi


Hasil penelitian yang dilakukan oleh Pietropaoli et al (2018) didapatkan
hasil bahwa orang dewasa penderita hipertensi yang diobati dengan penyakit
periodontitis mencapai rata-rata Systolic Blood Pressure (SBP) yang mirip
dengan orang dewasa yang tidak diobati dengan kesehatan mulut yang baik.
Tampaknya keparahan penyakit periodontal mempengaruhi kemungkinan
kegagalan pengobatan. Dapat disimpulkan kesehatan mulut yang baik
berpengaruh pada keberhasilan pengobatan antihipertensi.

Gambar 1. Perbedaan Systolic Blood Pressure (SBP) antara Penderita


Hipertensi Dengan Periodontitis Dan Tanpa Periodontitis
Pada penyakit periodontal terjadi peningkatan C Reactive Protein
(CRP), IL-1β, IL-6, dan TNF-α (Swastini, 2013)., Peradangan merupakan hal
utama untuk patogenesis penyakit kardiovaskular. Peradangan kronis banyak
melepaskan sejumlah besar mediator inflamasi ke dalam aliran darah,
menyebabkan kerusakan vaskular progresif yang mempengaruhi kesehatan
jantung. Mekanisme yang mendasari adalah bahwa peradangan dapat
berkontribusi untuk disfungsi endotel, yang berakibat gangguan vasodilatasi
akhirnya mengarah ke perubahan dalam struktur vaskular. Bakteremia kelas
rendah dan endotoksemia, senyawa akumulasi dibentuk di bawah stres
oksidatif, serta mimikri molekuler antara bakteri dan self-antigen, juga telah
dianggap sebagai mekanisme tambahan yang berpotensi menghubungkan
penyakit periodontal dengan penyakit sistemik (Pietropaoli et al., 2018).
Angeli (2003) menyatakan bahwa tekanan darah sistolik meningkat
secara progresif seiring dengan keparahan penyakit periodontal. Pada
penderita hipertensi, jantung yang hipertrofi dan jaringan periodontal
mempunyai disfungsi mikrosirkulasi yang sama. Tekanan darah yang
berlebihan akan menginduksi perkembangan hipertrofi ventrikel kiri dan
secara umum dapat menyempitkan diameter lumen pembuluh darah mikro.
Akibat dari penyempitan pembuluh darah mikro ini adalah iskemia pada
jaringan jantung dan periodontal.
DAFTAR PUSTAKA

Angeli, F, Verdecchia, P, & Pellegrino C (2003). Association between periodontal


disease and left ventricle mass in essential hypertension. AHA Journals 41:
488-492.

Kementerian Kesehatan, R.I., 2013. Riset kesehatan dasar (Riskesdas) 2013. Jakarta:
Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan.

Li, X., Kolltveit, K.M., Tronstad, L. and Olsen, I., 2000. Systemic diseases caused by
oral infection. Clinical microbiology reviews, 13(4), pp.547-558.

Pietropaoli, D., Rita D.P., Claudio F., Jackson T.W.J, Mario G, Eleonora O, &
Annalisa M (2018). Poor oral health and blood pressure control among US
hypertensive adults. Hypertension AHA Journals 72: 1365-1373.

Swastini, I.G.A.A.P (2013). Kerusakan gigi merupakan fokal infeksi penyebab


timbulnya penyakit sistemik. Jurnal Kesehatan Gigi 1 (1): 63-68.

Anda mungkin juga menyukai