MALOKLUSI
Oleh :
Tutorial 8
Wulan Mukti M (160110140085)
Indah Dwitasari (160110140086)
Fauza Raidha (160110140087)
Arini Amalia A (160110140088)
Rio Guntur Maharsi (160110140089)
Dita Damayanti Santoso (160110140090)
Annisa Trihapsari (160110140091)
Dengah Hadassah Govicar (160110140092)
Dian Islamiati (160110140093)
Firas Aftia Khairinisa (160110140004)
Nadiya Nabila (160110140095)
Maudy Annisa W (160110140096)
Kata pengantar
Tim Penulis
Daftar isi
Kata pengantar...............................................................................................................2
Daftar isi........................................................................................................................3
BAB I. Analisis kasus.................................................................................................5
BAB II .
2.1
Tinjauan pustaka.........................................................................................8
Dental Anatomi...................................................................................................8
2.1.1
2.1.2
Perbedaan Gigi Molar Pertama Mandibula Permanen dengan Gigi Molar
Pertama Mandibula sulung......................................................................................11
2.1.3
2.2
2.3
2.3.1
Kurva Wilson............................................................................................19
2.3.2
Kurva Monson...........................................................................................19
2.3.3
Kurva Spee................................................................................................23
2.4
2.4.1
Pengertian Maloklusi................................................................................27
2.4.2
Malposisi Gigi...........................................................................................30
Class III molar relation : Mesiobuccal cusp gigi molar 1 permanen anterior
beroklusi dengan interdental space antara gigi molar 1 dan 2 permanen
mandibular............................................................................................................39
2.5
Perkembangan Oklusi.......................................................................................40
1.
2.
3.
BAB IV Kesimpulan...................................................................................................62
Daftar pustaka..............................................................................................................63
BAB I
Analisis kasus
Tutorial 2
Berdasarkan keluhan yang disampaikan pasien dan pemeriksaan intra oral, maka
dokter gigi menetapkan bahwa Cristy mengalami kelianan oklusi gigi yaitu gigi
depannya berjejal akibat terlambat gagalnya gigi sulung dan erupsi gigi permanen
sementara hbubungan gigi belakang rahan atas dan rahang bawah terlihat normal
sehingga dokter gigi tersebut mendiagnosanya sebagai maloklusi kelas 1 tipe 1.
Sedangkan gigi belakang rahang bawah sebelah kanan mengalami kegoyangan
karena gigi penggantinyasudah akan bererupsi sehingga dokter gigi menyarankan
untuk mencabut gigi sulung tersebut agar susunan gigi tetap penggantinya tidak
keluar dari elngkung rahang dan tidak menyebabkan maloklusi yang lebih parah.
Dengan demikian, dokter gigi tersebut merujuk Cristy ke depatemen yang sesuai
untuk perwatan selanjutnya.
Terminologi
Oklusi
Problem identification
Data pasien:
JK: perempuan
Usia : 11 tahun
1.Gigi rahang bawah
sebelah kanan sakit
2.Gigi anterior rahang
bawah berjejal
3.intraoral:
- gigi permanen:
46 dan 36 normal
43,42,41,31,32,33 tidak
normal
-gigi sulung : 85,84,74,75
-hubungan molar:kelas1
Hypothesis
Maloklusi
kelas 1 tipe 1
mechanism
Gigi sulung terlambat
tanggal
More info
Penanganan
untuk
maloklusi
Learning issue
1. Bagaimana perbedaan gig rahang bawah sulung
dan permanen antara :
- 34 dan 35
- 36 dan 74
- 37 dan 75
2. Bagaimana timeline erupsi gigi permanen dan
sulung ?
3. Bagaimana kurva mengenai pola oklusi gigi ?
4. Apa saja jenis maloklusi gigi ?
5. Bagaimana perkembangan oklusi ?
BAB II
Tinjauan pustaka
2.1
Dental Anatomi
2.1.1
Premolar 1
Premolar 2
Kadang memiliki 2 cusp atau 3
cusp (1 buccal cusp & 2 lingual
Aspek Palatal
terlihat
(lebih menonjol
biasanya non-fungsional
sementoenamel junction
Aspek Occlusal
Sisi oklusal simetris, biasanya
(berbentuk diamond)
Terlihat mesiolingual groove
Bentuk fissure bulat sabit
dan oval.
Bentuk fissure pada permolar
2.1.2
Aspek Buccal
1. Cervical line terlihat lurus
2. Terdapat mesio buccal developmental groove dan disto buccal developmental
groove
3. Outline mesial terlihat lebih membulat
4. Akar tidak terlihat lebih meregang dibandingkan gigi permanen
Aspek Lingual
1. Akar tidak terlihat lebih meregang dibandingkan gigi permanen
2. Terlihat dua cusp
Aspek Mesial
1. Apex akar lebih runcing dari gigi susu
2. Terlihat satu akar
3. Terdapat depression pada akar
Aspek Distal
1. Akar terdapat depression.
Aspek Occlusal
1. Terdapat 4 groove
2. Mahkota berbentuk persegi
3. Fissure berbentuk
2.1.3
M2 Sulung
Aspek Buccal
2.2
Penyebab
Tanggalnya
Gigi Sulung
Dimulai sekitar 4-5 tahun untuk incisivus dan 6-8 tahun untuk gigi caninus,
bergantung pada apakah ia gigi caninus maksila atau mandibula. Pada saat ini,
mahkota dari gigi permanen telah sempurna dan berada pada lingual cryptnya
ke 1/3 apikal akar dari gigi susu yang sesuai
Dengan mulainya gerakan erupsi gigi permanen yang berlangsung dalam arah
incisal dan labial, tekanan pertama-tama diarahkan pada pemisahan tulang
crypt dari gigi permanen pengganti dan alveolus gigi sulung. Dengan
sulung.
(Gambar 7.37 B)
Resorpsi kemudian mulai secara horizontal dalam arah incisal sehingga
menyebabkan akar gigi sulung lepas dan kemudian ditempati oleh erupsi gigi
permanen.
(Gambar 7.37 C)
Gigi Sulung
2.3
Gigi Permanen
2.3.1
Kurva Wilson
Kurva Wilson merupakan kurva pada bidang oklusal yang menghubungkan ujung
cusp buccal dan lingual pada gigi mandibula posterior. Kurva Wilson mendukung
fungsi: (1) Gigi tersusun paralel menuju arah medial pterygoid untuk daya tahan
selama proses pengunyahan; (2) Cusp buccal yang tinggi mencegah makanan
untuk kembali melewati oklusal.
2.3.2
Kurva
Monson
Kurva Monson merupakan kurva hasil penggabungan dari kurva Spee
dan kurva Wilson. Kurva Monson pertama kali dinyatakan oleh Monson
(1918) bahwa gigi mandibula berinteraksi bebas dengan gigi maksila
mengadopsi bentuk juring bola dengan diameter 8 inci (20 cm). Pusat bola
berada di daerah glabella dan permukaan bola melewati glenoid fossa
sepanjang eminensia artikularis.
Berbeda dengan kurva lengkung gigi sebelumnya, kurva Monson
berbentuk 3 dimensi. Kurva Monson berbentuk cekung terhadap lengkung
mandibula dan cembung terhadap lengkung maksila.
(interpremolar
2.3.3
Kurva Spee
cusp tip bukal molar 1, 2, 3- menyambung sampai ke tepi anterior ramus mandibular.
Kurva Spee merupakan kurva lengkung gigi yang dilihat dari bidang sagittal. Kurva
Spee untuk rahang atas disebut juga kurva kompensasi. Ada 2 komponen dari kurva
kompensasi yaitu anteroposterior yang berperan pada pergerakan protrusif dan
crossarch yang berperan pada gerakan ke lateral.
Kurva Spee atau kurva kompensasi bergantung pada condylar path yang
mengikuti dan sesuai dengan konfigurasi anatomi fossa glenoid, bentuk dan ukuran
cusp gigi yang beroklusi. Semakin dalam fossa glenoid, semakin dalam cusp gigi
yang beroklusi dan semakin dalam kurva Spee. Sedangkan jika cusp mengalami
atrisi, akan ditemukan semakin dangkal fossa glenois dan kurva Spee.
Fungsi utama kurva Spee belum sepenuhnya dimengerti tetapi kurva ini
dipercaya memiliki fungsi biomekanikal selama pengunyahan makanan yaitu dengan
cara meningkatkan crush-shear ratio dan efisiensi gaya oklusal selama mastikasi.
Selain itu, kurva ini juga mempengaruhi fungsi normal gerak protrusif mandibular.
Kurva Spee berkaitan erat dengan oklusi sentrik (disebut juga Intercuspal Position)
karena keduanya merupakan dimensi vertical oklusi berdasarkan bidang oklusi. Pada
level oklusi setrik, efisiensi maksimal mastikasi dapat tercapai karena pada level ini
otot-otot levator dalam kondisi kontraksi. Dengan demikian, jika kehilangan gigi
tidak diganti dengan mempengaruhi efisiensi mastikasi. Kurva ini penting untuk
pergerakan yang efisien dari cusp-cusp gigi geligi untuk beroklusi sewaktu proses
mastikasi sehingga gaya dan fungsi biomekanikal pengunyahan menjadi efisien.
Pergerakan fungsional mandibula yang lain seperti gerak lateral juga sangat
dipengaruhi kurva ini.
Bullent Bayda dalam penelitian mengungkapkan klasifikasi kurva Spee
berdasakan kedalamannya menjadi; datar (kedalaman kurva 2 mm), sedang atau
normal (kedalaman kurva > 2 mm tetapi 4 mm), dan dalam (kedalaman kurva > 4
mm). Namun begitu umumnya kurva Spee pada setiap individu dengan gigi normal
memiliki kedalaman rata-rata 1,5 mm. H.Xu, dkk. Mengungkapkan kurva Spee pada
gigi normal memiliki radius rata-rata 83,4 mm dan kedalaman rata-rata 1,9 mm
sedangkan kurva kompensasi memiliki radius rata-rata 106,4 mm dan kedalaman 1,6
mm. Dengan demikian, bentuk kurva kompensasi adalah sedikit lebih datar
dibandingkan kurva Spee.
H.Xu dalam penelitiannya juga mengungkapkan kedalaman kurva Spee dapat
diukur pada gigi permanen lengkap, overbite dan overjet 2-4 mm, tidak ada kelainan
sendi temporomandibular atau kelainan kranioservikal, tidak ada restorasi yang
ekstensif dan cast restoration, belum pernah dirawat ortodontik, tidak ada kondisi
periodontal yang patologi dan secara klinis bentuk lengkung normal dengan gigi
berjejal yang minimal. Cara membuat kurva Spee:
1. Buat garis referensi yaitu suatu garis yang menghubungkan cusp bukal
kaninus dan cusp tip distobukal molar 2
2. Buat garis-garis yang tegak lurus dari garis referensi tersebut ke cusp tip gigi
premolar 1 dan 2, molar 1, dan mesiobukal molar 2
3. Jarak yang paling besar merupakan kedalaman kurva Spee
mendapatkan stabilitas gigi tiruan. Perlu diperhatikan jika pada pasien yang telah
mengalami penurunan dimensi vertikal, maka pembuatan cusp gigi yang tajam
dengan kurva yang datar adalah kontradiksi karena dapat mengurangi freeway space.
Pembuatan cusp yang tajam, dalam, dan curam yang tidak mengikuti kurva Spee
dalam bentuk fisiologis sebelumnya mengakibatkan pengaruh traumatik pada
jaringan penyangga sehingga jaringan periodontal dan tulang resorpsi, dan kehilangan
lebih lanjut pada gigi sisa.
2.4
2.4.1
Pengertian Maloklusi
Maloklusi adalah bentuk hubungan rahang atas dan bawah yang menyimpang
dari bentuk standar yang diterima sebagai bentuk yang normal, maloklusi dapat
disebabkan karena tidak ada keseimbangan dentofasial. Keseimbangan dentofasial ini
tidak disebabkan oleh satu faktor saja, tetapi beberapa faktor saling mempengaruhi.15
Faktor-faktor yang mempengaruhi adalah keturunan, lingkungan, pertumbuhan dan
perkembangan, etnik, fungsional, patologi.
Maloklusi adalah suatu kondisi yang menyimpang dari relasi normal gigi
terhadap gigi lainnya dalam satu lengkung dan terhadap gigi pada lengkung rahang
lawannya. Maloklusi merupakan keadaan yang tidak menguntungkan dan meliputi
ketidakteraturan lokal dari gigi geligi seperti gigi berjejal, protrusif, malposisi atau
hubungan yang tidak harmonis dengan gigi lawannya (Zenab, 2010).
Maloklusi adalah Keadaan gigi yang tidak harmonis secara estetik
mempengaruhi penampilan seseorang dan mengganggu keseimbangan fungsi baik
fungsi pengunyahan maupun bicara. Maloklusi umumnya bukan merupakan proses
patologis tetapi proses penyimpangan dari perkembangan normal (Proffit & Fields,
2007).
Maloklusi adalah akibat dari malrealasi antara pertumbuhan dan posisi serta
ukuran gigi. Maloklusi diklasifikasikan menurut relasi molar pertama (I,II dan III),
atau sebagai relasi normal, pranormal, dan pasca normal. Maloklusi juga bisa dibagi
menjadi maloklusi primer yang timbul pada gigi-geligi yang sedang berkembang dan
maloklusi sekunder yang timbul pada orang dewasa akibat tanggalnya gigi dan
pergeraka gigi tetangga (Thomson, 2007).
Maloklusi merupakan oklusi abnormal yang ditandai dengan tidak
harmonisnya hubungan antar lengkung di setiap bidang spasial atau anomali
abnormal dalam posisi gigi. Maloklusi menunjukkan kondisi oklusi intercuspal
dalam pertumbuhan gigi yang tidak reguler. Penentuan maloklusi dapat didasarkan
pada kunci oklusi normal. Angle membuat pernyataan key of occlusion artinya molar
pertama merupakan kunci oklusi.
Menurut Angle yang dikutip oleh Dewanto, oklusi normal sebagai hubungan
dari bidang-bidang inklinasi tonjol gigi pada saat kedua rahang atas dan rahang
bawah dalam keadaan tertutup, disertai kontak proksimal dan posisi aksial semua gigi
yang benar, dan keadaan pertumbuhan, perkembangan posisi dan relasi antara
berbagai macam jaringan penyangga gigi yang normal pula.6
Menurut Andrew yang dikutip oleh Bisara, terdapat enam kunci oklusi
normal, sebagai berikut:
1.
4.
7.
Oleh karena itu, jika berbagai ketentuan oklusi normal di atas tidak sesuai,
maka akan tergolong kasus maloklusi. Menurut Graber yang dikutip oleh Dewanto
maloklusi merupakan penyakit gigi terbesar kedua setelah karies gigi. Gambaran
maloklusi pada remaja di Indonesia masih sangat tinggi, mulai dari tahun 1983
adalah 90% sampai tahun 2006 adalah 89%, sementara perilaku kesehatan gigi pada
remaja khususnya tentang maloklusi masih belum cukup baik dan pelayanan
kesehatan gigi belum optimal.
2.4.2
Malposisi Gigi
mengalami kesulitan dalam menentukan klasifikasi dari maloklusi, maka kita dapat
pula menggunakan bantuan cara gnatognatik dan fotostatik. Bukan suatu diagnosis,
hanya suatu penggolongan.
Batasan untuk Klasifkasi Menurut Angle dalam penilaian maloklusi.
Penilaian masalah vertical dan transversal tidak termasuk ke dalam klasifikasi
menurut Angle. Overbite secara umum digunakan untuk mengukur hubungan oklusal
vertical pada gerigi , tapi tidak digunakan untuk pengukuran untuk hubungan vertical
dari struktur facial skeletal. Crossbites pada bidang transversal dapat berupa
masalah sederhana seperti masalah antar 2 gigi atau yang kompleks yang melibatkan
sebagian besar gigi posterior maxilla dan mandibula. Klasifikasi Angle tidak menilai
masalah-masalah seperti rotasi , crowding, dan spacing yang terjadi pada gigi.
Faktor lain seperti ketidakadaan gigi karena factor turunan atau impaksi gigi yang
membutuhkan perawatan orto , tidak berhubungan dengan klasifikasi menurut Angle.
Karena itulah, percobaan epidemiologi tidak dapat mengandalkan system klasifikasi
Angle , karena factor penting seperti alignment gigi, overbite,overjet, dan crossbite
tidak dapat diukur.
Pengetahuan tntang hubungan antara the angle classes dan alignment gigi,
serta masalah transversal dan vertical sangat berguna pada perlakuan kesehatan.
Hubungan ini sangat membantu untuk membedakan antara masalah maloklusi simple
seperti alignment problem pada maloklusi kelas 1 dengan maloklusi yang lebih
kompleks seperti maloklusi divisi 1 kelas2 dengan crossbite posterior dan anterior.
Beberapa pendapat tentang klasifiksi Angle bersifat sangat subjektif untuk
ukuran epidemiologi. Pembahasan ini dapat berlaku saat investigator tidak menyusun
batas objektif pada variable seperti tooth crowding dan posisi anteroposterior gigi
M1. Sebagai contoh, seseorang dengan hubungan molar kelas 1 dapat memiliki oklusi
yang ideal ,oklusi normal, dan maloklusi kelas 1. Tiga grup ini dapat dibedakan
dengan mendapatkan pengukuran secara objektif dari incisor yang tidak beres dan
penilaian oklusi ideal dengan skor 0 (alignment sempurna) , oklusi normal dengan
skor 1 dan skor untuk maloklusi tingkat 1 adalah >1. Terdapat kemiripan pada
beberapa hubungan M1 antara kelas 1 dan 3, dan kelas 1 dan 2.Hubungan molar kelas
1, 2, dan 3 dapat dibedakan dengan dibuat sebuah jarak yang objektif, seperti 2mm
mesial dan distal ke buccal groove dari bagian bawah M1 .
2.4.4 Maloklusi Kelas I
Relasi lengkung anteroposterior yang normal dilihat dari relasi molar
pertama permanen meskipun mesiobukal cusp molar pertama permanen
atas berada pada bucal groove molar pertama permanen mandibula.
Maloklusi kelas I dapat disertai dengan openbite, protrusi bimaksila dan
kelainan yang paling banyak adalah disertai dengan crowded, sedangkan
diastema multiple yang menyeluruh jarang dijumpai.4 Lihat gambar 1.
Tipe 5 : Klas I dimana terjadi pegeseran gigi molar permanen ke arah mesial akibat
prematur ekstraksi.
2.4.5 Maloklusi Kelas II
2.4.5.1 Maloklusi Klas II Dental
Secara umum ada dua bentuk diagnosa maloklusi, yaitu dental dan skeletal.
Berdasarkan Klasifikasi Angle, maloklusi Klas II adalah adanya hubungan tonjol
mesiodistal lengkung gigi rahang bawah yang beroklusi lebih ke distal dari kondisi
normal. Pada kondisi maloklusi Klas II penuh, tonjol distobukal molar pertama
permanen atas beroklusi pada sulkus molar pertama permanen bawah. Hal ini
menyebabkan ketidakharmonisan pada regio gigi insisivus dan profil wajah.
Maloklusi Klas II terbagimenjadi divisi 1 dan divisi 2. Maloklusi Klas II divisi 1 dan
divisi 2 mempunyai subdivisi yaitu terdapat hubungan oklusi yang normal pada salah
satu sisi rahang dan hubungan Klas II pada sisi yang lain.
1. Klas II Divisi I
Hubungan molar :
Cusp disto-buccal dari molar permanen pertama maksila beroklusi pada
groove buccal molar permanen pertama mandibula.
Hubungan Canine :
2. Klas II Divisi 2
Hubungan molar dan canine sama seperti pada klas II divisi 1. Maloklusi Klas
II divisi 2 ditandai dengan inklinasi insisivus sentralis maksila ke arah lingual dan
insisivus lateral maksila ke arah labial, sedikit penyempitan lengkung rahang atas,
crowding pada gigi insisivus maksila yang disertai overlapping, fungsi bibir dan
hidung normal.
2.4.6
Class III molar relation : Mesiobuccal cusp gigi molar 1 permanen anterior
beroklusi dengan interdental space antara gigi molar 1 dan 2 permanen mandibular
Class III canine relation : Gigi kaninus rahang atas akan beroklusi dengan
interdental space antara gigi premolar 1 dan 2 rahang bawah
Line of occlusion : Kemungkinan bisa terjadi atau tidak
Class III subdivision : Kondisi dimana class III molar relation hanya terjadi di satu
bagian dari gigi geligi saja, sisi lainnya dalam keadaan normal
True class III : Disebut juga sebagai skeletal maloklusi. Disebabkan karena
ketidaknormalan pada maksila atau mandibular. Ketidaknormalan ini bisa terjadi
berupa ukuran, posisi atau gabungan antara rahangnya.Penyebab dari skeletal class III
malocclusion diantaranya :
Retrognathic maxilla
Prognathic mandible
Kombinasi dari keduanya
2.5
Perkembangan Oklusi
b. Gum pads
- Merupakan arkus alveolaris pada bayi yang baru lahir
- Lembut dan berwarna merah muda
- Terbagi menjadi :
1) Maksila
Bentuk
: tapal kuda
Perkembangan : bagian labiobuccal dan bagian lingual
Labiobuccal berkembang pesat
Terbagi menjadi 10 segmen oleh tranverse groove yang
2) Mandibula
Bentuk
: huruf U
Bagian anterior mengalami eversi
Gum pad terbagi menjadi 10 segmen seperti pada maksila
Pembagian segmen kurang jelas dibandingkan pada
maksila
c. Hubungan
- Hubungan gum pad bersifat acak
- Bibir atas pendek
- Posisi lidah di antara bibir
o Maksilla
: gigi incisiv lateral dengan caninus
o Mandibulla
: gigi caninus dengan molar petama
Closed dentition
Tidak adanya ruang antar gigi, biasanya hal ini disebabkan
karena ukuran gigi susu yang besar atau pendeknya lengkung
rahang.
- Crowded dentition
d. Molar relationship
Pada perkembangan gigi susu, hubungan gigi anteroposterior biasanya
dihubungkan dengan terminal planes. Terminal planes adalah permukaan
distal dari gigi molar susu kedua maksilla dan mandibula. Terminal planes
berhubungan satu sama lain dalam 3 cara :
- Flush Terminal Planes Relationship
Plane pada maksilla dan mandibula berada pada level
anteroposterior yang sama
-
diatur oleh permukaan distal dari gigi susu molar kedua saat bererupsi
hingga beroklusi.
Pada perkembangan gigi susu, masa overbite, overjet, dan hubungan
anteroposterior pada gigi tidak mengalami perubahan signifikan kecuali
dipengaruhi oleh faktor lingkungan seperti trauma, kebiasaan, dan karies.
First Transitional
Period
Eruption of first
molar permanent
Intertransitional
Period
Replacement of
incisor
Second
Transitional Period
Replacement of
canine and
primary molars
No significant
changes
Molar Relationship
Molar 1 permanen mandibula erupsi lebih dulu dibandingkan molar 1
permanen maksila. Pada waktu molar 1 permanen mandibula dan maksila
telah erupsi sempurna, maka akan ada hubungan oklusi antara keduanya.
Hubungan molar 1 permanen ini terbagi atas 3 kelas menurut Angle. 3
kelas tersebut adalah sebagai berikut :
o Class I : mesiobuccal cusp dari molar 1 permanen maksila oklusi
dengan buccal groove molar 1 permanen mandibula. Biasanya
keadaan ini adalah keadaan normal pada susunan gigi.
o Class II : mesiobuccal cusp dari molar 1 permanen maksila oklusi
dengan mesial dari buccal groove molar 1 permanen mandibula.
o Class III : mesiobuccal cusp dari molar 1 permanen maksila oklusi
dengan distal dari buccal groove molar 1 permanen mandibula.
Hubungan molar ini juga berkaitan dengan terminal plane pada hubungan molar gigi
desidui. Berikut adalah bagan dari hubungan molar permanen dan juga desidui :
Sebagai tambahan, ada juga hubungan molar yang disebut sebagai end
to end atau cusp to cusp atau juga edge to edge. Hubungan tersebut terjadi
apabila molar 1 permanen maksila pada bagian cuspnya oklusi dengan
cusp molar 1 permanen mandibula.
Pergantian Incisive Desidui dengan Incisive Permanen
Incisor Liability
Lebar mesiodistal incisive permanen yang lebih besar dibandingkan
lebar mesiodistal incisive desidui menyebabkan adanya celah antar gigi
incisive desidui. Celah ini berfungsi agar incisive permanen memiliki
tempat yang cukup untuk erupsi. Pada tahapan ini dikenal istilah yang
disebut sebagai incisior liability yaitu perbedaan antara jumlah ruang yang
dibutuhkan oleh incisive permanen erupsi dan jumlah ruang yang tersedia
untuk incisive permanen. Susunan gigi yang disebut open dentition akan
memiliki incisior liability yang cukup sehingga incisive permanen dapat
erupsi dengan leluasa, sedangkan susunan gigi yang disebut closed
Periode Intertransisi
Pada periode ini tidak terjadi perubahan yang signifikan. Tahapan ini
terjadi kira-kira pada umur 9 tahun. Terdapat gigi molar 1 permanen, gigi
7. Leeway Space
of susunan
Nance; gigi anak dimulai
Berikut adalah gambarFigure
dari perkembangan
okulsi
between dotted red line and black line.
Mesial
Shift; with black arrow
dari umur 5 tahun hinggal 13Late
tahun
:
BAB III
Pembahasan
3.1
Rumusan Masalah :
1. Penyakit apa yang diderita pasien?
2. Apakah faktor penyebab penyakit tersebut?
3. Bagaimana cara penanganan penyakit tersebut?
3.2
Teori
1. Penyakit yang diderita pasien
Pasien bernama Cristy berumur 11 tahun menalami kelainan pada gigi
geliginya. Dimana gigi belakan rahang bawahnya terasa sakit dan gigi depan
rahang bawahnya terlihat tidak normal. Kelainan ini disebabkan karena
keterlambatan tanggal dan erupsinya gigi, sehingga membuat gigi berjejal.
Hal ini menyebabkan Cristy mengaami maloklusi kelas 1.
Maloklusi adalah bentuk hubungan rahang atas dan bawah yang
menyimpang dari bentuk standar yang diterima sebagai bentuk yang normal,
maloklusi dapat disebabkan karena tidak ada keseimbangan dentofasial.
Keseimbangan dentofasial ini tidak disebabkan oleh satu faktor saja, tetapi
beberapa faktor saling mempengaruhi.15 Faktor-faktor yang mempengaruhi
adalah keturunan, lingkungan, pertumbuhan dan perkembangan, etnik,
fungsional, patologi.
Maloklusi adalah suatu kondisi yang menyimpang dari relasi normal gigi
terhadap gigi lainnya dalam satu lengkung dan terhadap gigi pada lengkung
lawannya.
Relasi lengkung anteroposterior yang normal dilihat dari relasi molar
pertama permanen meskipun mesiobukal cusp molar pertama permanen atas
berada pada bucal groove molar pertama permanen mandibula. Maloklusi
kelas I dapat disertai dengan openbite, protrusi bimaksila dan kelainan yang
paling banyak adalah disertai dengan crowded, sedangkan diastema multiple
yang menyeluruh jarang dijumpai
Selain itu maloklusi klas I adalah relasi normal anteroposterior dari
mandibula dan maksila. Tonjol mesiobukal cusp molar pertama permanen
berada pada bukal groove molar pertama permanen mandibula. Seperti yang
terlihat pada gambar. Terdapat relasi lengkung anteroposterior yang normal
dilihat dari relasi molar pertama permanen (netrooklusi). Kelainan yang
menyertai maloklusi klas I yakni: gigi berjejal, rotasi dan protrusi.
Tipe 1 : Klas I dengan gigi anterior letaknya berdesakan atau crowded
atau gigi C ektostem
Tipe 2 : Klas I dengan gigi anterior letaknya labioversi atau protrusi
BAB IV
Kesimpulan
Dari hasil diskusi kasus 4 ini, seorang anak perempuan bernama Cristy berumur
11 tahun memiliki kelainan pada gigi geliginya.
Dari pemeriksaan ekstraoral tidak ditemukan adanya kelainan, sedangkan pada
pemerikasaan intraoral ditemukan kelainan pada gigi anterior rahang bawah
permanent dan juga sulung. Hal ini disebabkan oleh terlambatnya tanggal gigi
sulung sehingga membuat keterlambatan pada erupsi gigi permanen.
Keterlambatan ini membuat pertumbuhan gigi permanennya tidak normal
sehingga menjadi berjejal.
Dari hasil pemeriksaan intraoral, dapat didiagnosa bahwa Cristy mengalami
maloklusi kelas 1 tipe 1. Dimana gigi anterior letaknya berdesakan atau crowded
atau gigi C ektostem
Daftar pustaka
Causon RA,Odell EW.Oral {athology and Oral Medicine.Edisi ke-8. London:
Elseiver.2008:24-28
Foster,TD.Buku Ajar Ortodonsi.Jakarta:EGC.1997:68-69
Harty,F. J dan R. Ongston. 2014. Kamus Kedokteran Gigi.Jakarta:Penerbit Buku
Kedokteran EGC
Iyyer,Balhaji Sundaresa.2006. orthodontic the Art and Science. New Delhi: Arya
(MEDI) Publishing House. P69-78
Mathews JD.Gross MD. Oklusi dan Kedokteran Gigi Resoratif. Surabaya: Air
Langga University Press. 1991.13-5
Nasution MI. Morfologi Gigi Desidui dan Gigi Permanent. Medan:USU Press.2008