Anda di halaman 1dari 61

MAKALAH CASE 4 BDS 2

MALOKLUSI

Oleh :
Tutorial 8
Wulan Mukti M (160110140085)
Indah Dwitasari (160110140086)
Fauza Raidha (160110140087)
Arini Amalia A (160110140088)
Rio Guntur Maharsi (160110140089)
Dita Damayanti Santoso (160110140090)
Annisa Trihapsari (160110140091)
Dengah Hadassah Govicar (160110140092)
Dian Islamiati (160110140093)
Firas Aftia Khairinisa (160110140004)
Nadiya Nabila (160110140095)
Maudy Annisa W (160110140096)

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER GIGI


FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI
UNIVERSITAS PADJADJARAN
BANDUNG
TAHUN 2015

Kata pengantar

Assalamualaikum Wr. Wb.


Puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan
rahmat dan karunia-Nya sehingga tersusunnya tugas tutorial ini.
Pengembangan pembelajaran dari materi yang ada pada tutorial ini dapat
senantiasa dilakukan oleh mahasiswa. Upaya ini diharapkan dapat lebih
mengoptimalkan penguasaan materi oleh mahasiswa sesuai dengan kompetensi yang
dipersyaratkan.
Dalam penyusunan makalah ini masih banyak kekurangan. Untuk itu
penyusun mengharapkan kritik dan saran dari para pembaca.
Akhirnya penyusun mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang
telah membantu penyusunan makalah ini.

Bandung, 4 Mei 2015

Tim Penulis

Daftar isi

Kata pengantar...............................................................................................................2
Daftar isi........................................................................................................................3
BAB I. Analisis kasus.................................................................................................5
BAB II .
2.1

Tinjauan pustaka.........................................................................................8

Dental Anatomi...................................................................................................8

2.1.1

Perbedaan Gigi Permanen Premolar 1 dan 2...............................................8

2.1.2
Perbedaan Gigi Molar Pertama Mandibula Permanen dengan Gigi Molar
Pertama Mandibula sulung......................................................................................11
2.1.3

Perbedaan Molar kedua sulung dan permanen..........................................13

2.2

Erupsi Gigi Permanen dan Sulung...................................................................15

2.3

Kurva Pola Oklusi Gigi....................................................................................19

2.3.1

Kurva Wilson............................................................................................19

2.3.2

Kurva Monson...........................................................................................19

2.3.3

Kurva Spee................................................................................................23

2.4

Jenis Maloklusi Gigi.........................................................................................27

2.4.1

Pengertian Maloklusi................................................................................27

2.4.2

Malposisi Gigi...........................................................................................30

2.4.3 Klasifikasi Maloklusi......................................................................................31


2.4.4 Maloklusi Kelas I............................................................................................34
2.4.5 Maloklusi Kelas II..........................................................................................36
2.4.5.1 Maloklusi Klas II Dental..........................................................................36
2.4.5.2 Maloklusi Klas II Skeletal........................................................................38
2.4.6

Maloklusi Kelas III...................................................................................39

Class III molar relation : Mesiobuccal cusp gigi molar 1 permanen anterior
beroklusi dengan interdental space antara gigi molar 1 dan 2 permanen
mandibular............................................................................................................39
2.5

Perkembangan Oklusi.......................................................................................40

BAB III Pembahasan...................................................................................................59


3.1

Rumusan Masalah :...................................................................................59

1.

Penyakit apa yang diderita pasien?...............................................................59

2.

Apakah faktor penyebab penyakit tersebut?.................................................59

3.

Bagaimana cara penanganan penyakit tersebut?..........................................59

BAB IV Kesimpulan...................................................................................................62
Daftar pustaka..............................................................................................................63

BAB I
Analisis kasus

CASE 4 : CRISTY CROWDED


Tutorial 1
Seorang anak perempuan berumur 11 tahun bernama Cristy dating ke RSGM diatar
ibunya dengan keluhan gigi belakang rahang bawah sebelah kanan terasa sakit sejak 3
hari yang lalu. Selain itu, ibu anak juga menyampaikan keluhan anaknya tentang gigi
geligi depan rahang bawah yang mempunyai posisi tidak normal. Pada saat dokter
gigi melakukan pemeriksaan intraoral diketahui gigi belakang bawah kanan tersebut
mempunyai kegoyangan tanpa ada lubang maupun pembengkakan disekitarnya.
Dokter gigi menyampaikan kepada ibu anak bahwa gigi belakang tersebut merupakan
ggi sulung yang akan diganti gigi tetap penggantinya karena memang sudah
waktunya. Ibu anak meminta dokter gigi untuk mengobati gigi yang sakit dan
memperbaiki posisi gigi geligi depan rahang bawah yang tidak normal.
Pemeriksaan ekstra oral : tidak terlihat adanya kelainan
Pemeriksaan intra oral :

Gigi permanen : 46 dan 36 posisi normal. 43,42,41,31,32,dan 33 posisi tidak


normal

Gigi sulung : 85,84,74,75


Hubungan molar : kelas I

Tutorial 2
Berdasarkan keluhan yang disampaikan pasien dan pemeriksaan intra oral, maka
dokter gigi menetapkan bahwa Cristy mengalami kelianan oklusi gigi yaitu gigi
depannya berjejal akibat terlambat gagalnya gigi sulung dan erupsi gigi permanen
sementara hbubungan gigi belakang rahan atas dan rahang bawah terlihat normal
sehingga dokter gigi tersebut mendiagnosanya sebagai maloklusi kelas 1 tipe 1.
Sedangkan gigi belakang rahang bawah sebelah kanan mengalami kegoyangan
karena gigi penggantinyasudah akan bererupsi sehingga dokter gigi menyarankan
untuk mencabut gigi sulung tersebut agar susunan gigi tetap penggantinya tidak
keluar dari elngkung rahang dan tidak menyebabkan maloklusi yang lebih parah.
Dengan demikian, dokter gigi tersebut merujuk Cristy ke depatemen yang sesuai
untuk perwatan selanjutnya.

Terminologi
Oklusi

Problem identification
Data pasien:
JK: perempuan
Usia : 11 tahun
1.Gigi rahang bawah
sebelah kanan sakit
2.Gigi anterior rahang
bawah berjejal
3.intraoral:
- gigi permanen:
46 dan 36 normal
43,42,41,31,32,33 tidak
normal
-gigi sulung : 85,84,74,75
-hubungan molar:kelas1

Hypothesis
Maloklusi
kelas 1 tipe 1

mechanism
Gigi sulung terlambat
tanggal

More info
Penanganan
untuk
maloklusi

Erupsi gigi permanen


terlambat

Gigi anterior rahang bawah


berjejal
Maloklusi kelas 1

Hubungan gigi posterior


normal

Maloklusi kelas 1 tipe 1


I dont know
Factor-faktor
penyebab
keterlambatan
erupsi gigi

Learning issue
1. Bagaimana perbedaan gig rahang bawah sulung
dan permanen antara :
- 34 dan 35
- 36 dan 74
- 37 dan 75
2. Bagaimana timeline erupsi gigi permanen dan
sulung ?
3. Bagaimana kurva mengenai pola oklusi gigi ?
4. Apa saja jenis maloklusi gigi ?
5. Bagaimana perkembangan oklusi ?

BAB II
Tinjauan pustaka

2.1

Dental Anatomi

2.1.1

Perbedaan Gigi Permanen Premolar 1 dan 2

Premolar 1

Memiliki 2 cusp yaitu buccal

Premolar 2
Kadang memiliki 2 cusp atau 3
cusp (1 buccal cusp & 2 lingual

cusp dan lingual cusp


cusp)
Aspek Buccal
Bucal cusp lebih lancip
Bucal cusp lebih tumpul
Meruncing dari servix
Bagian servix lebih lebar
(trapezoid)
Tonjolan (buccal ridge) lebih
Banyak tonjolan (buccal ridge)
sedikit
biasanya pada bagian mesial
Akar tumpul
Akar runcing dan lebih pendek

Aspek Palatal

Karena jumlah cuspnya lebih

besar sisi bucolingual


Cusp lingual sangat kecil

terkadang 3 maka lebih lebar

sehingga permukaan oklusal

pada bagian mesio-distal


Lebih besar dari pre molar 1

terlihat

Karena jumlah cuspnya

(lebih menonjol

Aspek Mesial dan distal


Mahkota lebih mengarah ke
Lingual cusp besarnya hampir
lingual, sehingga puncak cusp

sama dengan buccal cusp

hampir melewati mid-root


Cusp lingual sangat kecil dan

(hampir sama tinggi)


Lingual hampir vertikal dari

biasanya non-fungsional

sementoenamel junction

Aspek Occlusal
Sisi oklusal simetris, biasanya

Bentuk tidak simetris

(berbentuk diamond)
Terlihat mesiolingual groove
Bentuk fissure bulat sabit

berbentuk lingkaran atau kok

dan oval.
Bentuk fissure pada permolar

dengan 2 cusp H/U


Bentuk fissure pada premolar
dengan 3 cup Y

2.1.2

Perbedaan Gigi Molar Pertama Mandibula Permanen dengan Gigi


Molar Pertama Mandibula sulung

Molar pertama mandibular permanen

Terdapat disto developmental groove

Aspek Buccal
1. Cervical line terlihat lurus
2. Terdapat mesio buccal developmental groove dan disto buccal developmental
groove
3. Outline mesial terlihat lebih membulat
4. Akar tidak terlihat lebih meregang dibandingkan gigi permanen
Aspek Lingual
1. Akar tidak terlihat lebih meregang dibandingkan gigi permanen
2. Terlihat dua cusp
Aspek Mesial
1. Apex akar lebih runcing dari gigi susu
2. Terlihat satu akar
3. Terdapat depression pada akar
Aspek Distal
1. Akar terdapat depression.
Aspek Occlusal
1. Terdapat 4 groove
2. Mahkota berbentuk persegi
3. Fissure berbentuk

Molar pertama mandibular sulung


Aspek Buccal
1. Cervical line menurun dari distal ke arah apical
2. Terdapat developmental depression yang memisahkam buccal cusp dan mesial
cusp
3. Outline mesial mulai dari titik kontak lurus ke arah cervix
4. Akar terlihat lebih meregang dibandingkan gigi permanen
Aspek Lingual

1. Akar terlihat lebih meregang dibandingkan gigi permanen


2. Buccal cusp terlihat dari aspek ini
Aspek Mesial
1. Apex akar datar dan hampir persegi empat
2. Akar distal sedikit terlihat
3. Tidak tampak depression pada akar
Aspek Distal
1. Tidak terdapat developmental groove
2. Tidak terdapat depression pada akar
Aspek Occlusal
1. Terdapat 2 groove
2. Mahkota berbentuk rhomboid
3. Fissure lebih tidak teratur

2.1.3

Perbedaan Molar kedua sulung dan permanen

M2 Sulung
Aspek Buccal

1. Terdapat Mesiobuccal Groove dan Distobuccal groove yang menyebabkan 3


cusp
2. Jarak antar akarnya melebar
Aspek Lingual
1. Buccal cusp terlihat
2. Lebar cusp lingual lebih kecil dari cusp buccal
Aspek Mesial
1. Lingual cusp lebih tinggi
2. Anatomi crown hampir sama dengan M1 permanen tetapi cusp buccal lebih
besar
Aspek Distal
1. Mesiobuccal cusp terlihat
Aspek Occlusal
1. Berbentuk persegi panjang
2. Terapat 5 cusp
3. Lebar mesiodistal 2cusp lebih kecil dari 3 cusp
M2 Permanen
Aspek Buccal
1. 4cusp terlihat
2. Jarak antar akar sempit dan terkadang menyatu
Aspek Lingual
1. Terlihat 2 cusp
2. Mesiolingual cusp lebih tinggi dari distolingual cusp
Aspek Mesial
1. Terlihat 3 cusp : mesiobuccal, distobuccal, dan mesiolingual
Aspek Distal
1. Terlihat 4 cusp

2. Akar dital lebih kecil


Aspek Occlusal
1. Groove berbentuk + tapi banyak groove tambahan
2. Terlihat 4 cusp

2.2

Erupsi Gigi Permanen dan Sulung

Pelepasan Gigi Sulung


Manusia memiliki dua perangkat gigi, yaitu gigi sulung dan gigi permanen.Gigi
sulung memiliki bentuk yang kecil dan lebih sedikit, cocok untung rahang bayi
yang kecil.Pelepasan atau gigi tanggal adalah lepasnya gigi sulung karena
resorpsi fisiologis akarnya. Gigi sulung yang tanggal itu kemudian akan
digantikan oleh gigi permanen.

Penyebab

Tanggalnya

Gigi Sulung

Hilangnya Akar Tekanan dan pinduksi pertumbuhan dari gigi permanent


menginduksi diferensiasi osteoklas yang meresopsi akar gigi sulung,

pemendekan akar dan hilangnya ikatan serat dengan ligament periodontal.


Hilangnya Tulang Lemahnya jaringan pendukung gigi sulung akibat
reserpsi akar dan modifikasi tulang alveolar. Struktur pendukung melemah

akibat pertumbuhan wajah dari tulang alveolar.


Kenaikan Gaya Meningkatnya gaya mastikasi pada gigi yang lemah adalah
hasil pertumbuhan otot: memperkeras tekanan ligament periodontal dan
mempromosikan resorpsi gigi dan tulang alveolar.

Pola Resorpsi Gigi Antrerior

Dimulai sekitar 4-5 tahun untuk incisivus dan 6-8 tahun untuk gigi caninus,
bergantung pada apakah ia gigi caninus maksila atau mandibula. Pada saat ini,
mahkota dari gigi permanen telah sempurna dan berada pada lingual cryptnya
ke 1/3 apikal akar dari gigi susu yang sesuai

Dengan mulainya gerakan erupsi gigi permanen yang berlangsung dalam arah
incisal dan labial, tekanan pertama-tama diarahkan pada pemisahan tulang
crypt dari gigi permanen pengganti dan alveolus gigi sulung. Dengan

hilangnya pemisahan tulang, tekanan kemudian diarahkan ke akar gigi sulung.


(Gambar 7.37 A)
Resorpsi dari gigi sulung anterior pertama terjadi sepanjang permukaan
lingual 1/3 apikal akar. Hal itu kemudian diproses ke arah labial hingga
mahkota dari erupsi gigi permanen ditempatkan pada arah apical ke arah gigi

sulung.
(Gambar 7.37 B)
Resorpsi kemudian mulai secara horizontal dalam arah incisal sehingga
menyebabkan akar gigi sulung lepas dan kemudian ditempati oleh erupsi gigi
permanen.
(Gambar 7.37 C)

Pola Resorpsi Gigi posterior

Pertumbuhan mahkota premolar pada awalnya berlokasi diantara akar gigi


molar sulung. Tanda awal dari resorpsi sekitar mahkota ini terjadi pada tulang
pendukung interradicular. Proses ini diikuti oleh resorpsi dari permukaan yang

dekat dengan akar gigi sulung.


Terjadi peninggian prosesus alveolaris untuk mengimbangi perpanjangan akar

gigi permanen (premolar).


Ketika hal ini terjadi, molar sulung mncul ke arah oklusal dan memposisikan
mahkota lebih apical ke arah molar sulung. Premolar melanjutkan erupsi
ketika akar molar sulung kemudian teresorpsi, dan gigi ini kemudian lepas.
Premolar lalu erupsi di tempat molar sulung.

Urutan Calsification, Crown Completed, Eruption, Root Completed Gigi Sulung


dan Gigi Permanen

Gigi Sulung

2.3

Gigi Permanen

Kurva Pola Oklusi Gigi


Kurva Lengkung Gigi

2.3.1

Kurva Wilson

Kurva Wilson merupakan kurva pada bidang oklusal yang menghubungkan ujung
cusp buccal dan lingual pada gigi mandibula posterior. Kurva Wilson mendukung
fungsi: (1) Gigi tersusun paralel menuju arah medial pterygoid untuk daya tahan
selama proses pengunyahan; (2) Cusp buccal yang tinggi mencegah makanan
untuk kembali melewati oklusal.

2.3.2

Kurva

Monson
Kurva Monson merupakan kurva hasil penggabungan dari kurva Spee

dan kurva Wilson. Kurva Monson pertama kali dinyatakan oleh Monson
(1918) bahwa gigi mandibula berinteraksi bebas dengan gigi maksila
mengadopsi bentuk juring bola dengan diameter 8 inci (20 cm). Pusat bola
berada di daerah glabella dan permukaan bola melewati glenoid fossa
sepanjang eminensia artikularis.
Berbeda dengan kurva lengkung gigi sebelumnya, kurva Monson
berbentuk 3 dimensi. Kurva Monson berbentuk cekung terhadap lengkung
mandibula dan cembung terhadap lengkung maksila.

Perubahan Dimensi pada Lengkung Gigi


Dimensi lengkung gigi diklasifikasikan menjadi:
1. Lebar interkaninus, lebar intermolar susu
permanen), lebar intermolar satu
2. Panjang lengkung gigi

(interpremolar

3. Keliling lengkung gigi


a. Lebar interkaninus, lebar intermolar susu (interpremolar permanen), lebar
intermolar satu
Penambahan lebar interkaninus memiliki perbedaan antara maksila
dan mandibula, dimana pada maksila (4 mm/tahun) nilai penambahannya
lebih besar dibanding mandibula (2,5 mm/tahun). Hal itu disebabkan pada
mandibula penambahan lebar interkaninus hanya sedikit terjadi saat erupsi
gigi insisif permanen dan saat gigi kaninus susu bergerak ke distal mengisi
diastema (celah antar gigi). Sementara pada maksila, karena adanya
pengaruh pertumbuhan proses alveolaris ke arah vertikal dan bersifat
divergen (menyebar) membentuk dinding palatum, maka penambahan
lebar lengkung giginya cenderung lebih besar.
Penambahan lebar intermolar susu (interpremolar permanen) hanya
sedikit pada maksila maupun mandibula (< 2 mm/tahun), disebabkan
mahkota gigi premolar permanen yang lebih kecil dari mahkota molar
susu yang digantikannya. Untuk intermolar satu permanen, penambahan
pada intermolar maksila lebih besar dibanding mandibula dikarenakan
tegaknya gigi molar satu yang pada awal erupsi inklinasinya ke arah
lingual. Gigi molar satu mandibula menjadi tegak setelah gigi molar dua
mandibula erupsi. Setelah posisi molar satu dan molar dua mandibula
tegak, kedua gigi bergerak ke arah mesial mengisi Leeway space, sehingga
pada pengukuran selanjutnya lebar intermolar satu permanen mandibula
mengecil.

b. Panjang Lengkung Gigi


Panjang lengkung gigi diukur dari titik antara gigi insisif satu
mandibula kanan-kiri ke garis yang menghubungkan permukaan distal
gigi molar dua susu (molar satu permanen). Ukuran panjang lengkung gigi
maksila ( 3,8 cm) normalnya lebih panjang dibanding mandibula ( 3,2
cm).
Pada periode transisi dan awal periode gigi permanen terjadi
pengurangan panjang lengkung gigi mandibula sebesar 5 mm.
Pengurangan ini disebabkan oleh: (1) Pergeseran ke mesial dari gigi molar
satu permanen untuk mengisi Leeway space; (2) Kecenderungan mesial
drifting dari gigi posterior; (3) Posisi insisif ke arah lingual.
c. Keliling Lengkung Gigi
Keliling lengkung gigi diukur dari permukaan distal gigi molar dua
susu (mesial molar satu permanen) mengelilingi seluruh lengkung melalui
titik cusp dan tetpi insisal seluruh gigi sampai ke permukaan distal gigi
molar dua susu (mesial molar satu permanen) pada sisi sebaliknya.
Ukuran keliling lengkung gigi maksila ( 10 cm) normalnya lebih panjang
dibanding mandibula ( 9 cm).

2.3.3

Kurva Spee

Ferdinand Graf von Spee (1855-1937) adalah orang pertama yang


menemukan kurva Spee pada tahun 1890. Pada saat itu, ia menggunakan tengkorak
dengan gigi yang abrasi untuk melihat garis oklusi. Garis tersebut berada di dalam
silinder yang merupakan tangen dari tepi anterior kondil, permukaan oklusal molar 2,
dan tepi insisal gigi insisif rahang bawah. Kurva Spee berlokasi di pusat silinder di
bidang midorbital dan memiliki radius rata-rata 83,4 mm.
Kurva Spee merupakan kurva anteroposterior dari permukaan oklusal rahang
bawah, dimulai dari cusp tip kaninus mandibula- cusp tip bukal premolar 1 dan 2-

cusp tip bukal molar 1, 2, 3- menyambung sampai ke tepi anterior ramus mandibular.
Kurva Spee merupakan kurva lengkung gigi yang dilihat dari bidang sagittal. Kurva
Spee untuk rahang atas disebut juga kurva kompensasi. Ada 2 komponen dari kurva
kompensasi yaitu anteroposterior yang berperan pada pergerakan protrusif dan
crossarch yang berperan pada gerakan ke lateral.
Kurva Spee atau kurva kompensasi bergantung pada condylar path yang
mengikuti dan sesuai dengan konfigurasi anatomi fossa glenoid, bentuk dan ukuran
cusp gigi yang beroklusi. Semakin dalam fossa glenoid, semakin dalam cusp gigi
yang beroklusi dan semakin dalam kurva Spee. Sedangkan jika cusp mengalami
atrisi, akan ditemukan semakin dangkal fossa glenois dan kurva Spee.
Fungsi utama kurva Spee belum sepenuhnya dimengerti tetapi kurva ini
dipercaya memiliki fungsi biomekanikal selama pengunyahan makanan yaitu dengan
cara meningkatkan crush-shear ratio dan efisiensi gaya oklusal selama mastikasi.
Selain itu, kurva ini juga mempengaruhi fungsi normal gerak protrusif mandibular.
Kurva Spee berkaitan erat dengan oklusi sentrik (disebut juga Intercuspal Position)
karena keduanya merupakan dimensi vertical oklusi berdasarkan bidang oklusi. Pada
level oklusi setrik, efisiensi maksimal mastikasi dapat tercapai karena pada level ini
otot-otot levator dalam kondisi kontraksi. Dengan demikian, jika kehilangan gigi
tidak diganti dengan mempengaruhi efisiensi mastikasi. Kurva ini penting untuk
pergerakan yang efisien dari cusp-cusp gigi geligi untuk beroklusi sewaktu proses
mastikasi sehingga gaya dan fungsi biomekanikal pengunyahan menjadi efisien.

Pergerakan fungsional mandibula yang lain seperti gerak lateral juga sangat
dipengaruhi kurva ini.
Bullent Bayda dalam penelitian mengungkapkan klasifikasi kurva Spee
berdasakan kedalamannya menjadi; datar (kedalaman kurva 2 mm), sedang atau
normal (kedalaman kurva > 2 mm tetapi 4 mm), dan dalam (kedalaman kurva > 4
mm). Namun begitu umumnya kurva Spee pada setiap individu dengan gigi normal
memiliki kedalaman rata-rata 1,5 mm. H.Xu, dkk. Mengungkapkan kurva Spee pada
gigi normal memiliki radius rata-rata 83,4 mm dan kedalaman rata-rata 1,9 mm
sedangkan kurva kompensasi memiliki radius rata-rata 106,4 mm dan kedalaman 1,6
mm. Dengan demikian, bentuk kurva kompensasi adalah sedikit lebih datar
dibandingkan kurva Spee.
H.Xu dalam penelitiannya juga mengungkapkan kedalaman kurva Spee dapat
diukur pada gigi permanen lengkap, overbite dan overjet 2-4 mm, tidak ada kelainan
sendi temporomandibular atau kelainan kranioservikal, tidak ada restorasi yang
ekstensif dan cast restoration, belum pernah dirawat ortodontik, tidak ada kondisi
periodontal yang patologi dan secara klinis bentuk lengkung normal dengan gigi
berjejal yang minimal. Cara membuat kurva Spee:
1. Buat garis referensi yaitu suatu garis yang menghubungkan cusp bukal
kaninus dan cusp tip distobukal molar 2
2. Buat garis-garis yang tegak lurus dari garis referensi tersebut ke cusp tip gigi
premolar 1 dan 2, molar 1, dan mesiobukal molar 2
3. Jarak yang paling besar merupakan kedalaman kurva Spee

Secara fisiologis, terdapat kecenderungan alami bahwa kurva ini akan


semakin dalam pada masa pertumbuhan. Pertumbuhan RB ke arah bawah dan depan
terkadang berlangsung lebih cepat dan lama daripada RA. Jadi selama masa
pertumbuhan, kedalaman kurva Spee masih akan berubah-ubah hingga kurva menjadi
relatif stabil pada dewasa muda.
Perubahan kurva Spee secara patologis dapat menyebabkan berbagai hal.
Perubahan ini terjadi pada beberapa situasi seperti adanya geligi yang rotasi, tipping
maupun ekstrusi. Melakukan restorasi terhadap gigi yang sudah mengalami
perubahan pada bidang oklusal dapat mengakibatkan terjadi gangguan gerak protrusif
posterior. Gangguan tersebut selanjutnya akan memulai terjadinya aktivitas abnormal
levator mandibular terutama otot masseter dan temporal yang selanjutnya dapat
menyebabkan keausan, fraktur restorasi dan disfungsi TMJ.
Kedalaman kurva Spee dan kurva kompensasi merupakan hal yang penting
dalam prosedur perawatan. Kurva Spee dapat dijadikan sebagai referensi dalam
merekonstruksi oklusal pada kasus kehilangan gigi posterior sebagian atau
seluruhnya. Tujuan utama yang paling penting adalah dalam hal ini untuk

mendapatkan stabilitas gigi tiruan. Perlu diperhatikan jika pada pasien yang telah
mengalami penurunan dimensi vertikal, maka pembuatan cusp gigi yang tajam
dengan kurva yang datar adalah kontradiksi karena dapat mengurangi freeway space.
Pembuatan cusp yang tajam, dalam, dan curam yang tidak mengikuti kurva Spee
dalam bentuk fisiologis sebelumnya mengakibatkan pengaruh traumatik pada
jaringan penyangga sehingga jaringan periodontal dan tulang resorpsi, dan kehilangan
lebih lanjut pada gigi sisa.

2.4

Jenis Maloklusi Gigi

2.4.1

Pengertian Maloklusi
Maloklusi adalah bentuk hubungan rahang atas dan bawah yang menyimpang

dari bentuk standar yang diterima sebagai bentuk yang normal, maloklusi dapat
disebabkan karena tidak ada keseimbangan dentofasial. Keseimbangan dentofasial ini
tidak disebabkan oleh satu faktor saja, tetapi beberapa faktor saling mempengaruhi.15
Faktor-faktor yang mempengaruhi adalah keturunan, lingkungan, pertumbuhan dan
perkembangan, etnik, fungsional, patologi.
Maloklusi adalah suatu kondisi yang menyimpang dari relasi normal gigi
terhadap gigi lainnya dalam satu lengkung dan terhadap gigi pada lengkung rahang
lawannya. Maloklusi merupakan keadaan yang tidak menguntungkan dan meliputi

ketidakteraturan lokal dari gigi geligi seperti gigi berjejal, protrusif, malposisi atau
hubungan yang tidak harmonis dengan gigi lawannya (Zenab, 2010).
Maloklusi adalah Keadaan gigi yang tidak harmonis secara estetik
mempengaruhi penampilan seseorang dan mengganggu keseimbangan fungsi baik
fungsi pengunyahan maupun bicara. Maloklusi umumnya bukan merupakan proses
patologis tetapi proses penyimpangan dari perkembangan normal (Proffit & Fields,
2007).
Maloklusi adalah akibat dari malrealasi antara pertumbuhan dan posisi serta
ukuran gigi. Maloklusi diklasifikasikan menurut relasi molar pertama (I,II dan III),
atau sebagai relasi normal, pranormal, dan pasca normal. Maloklusi juga bisa dibagi
menjadi maloklusi primer yang timbul pada gigi-geligi yang sedang berkembang dan
maloklusi sekunder yang timbul pada orang dewasa akibat tanggalnya gigi dan
pergeraka gigi tetangga (Thomson, 2007).
Maloklusi merupakan oklusi abnormal yang ditandai dengan tidak
harmonisnya hubungan antar lengkung di setiap bidang spasial atau anomali
abnormal dalam posisi gigi. Maloklusi menunjukkan kondisi oklusi intercuspal
dalam pertumbuhan gigi yang tidak reguler. Penentuan maloklusi dapat didasarkan
pada kunci oklusi normal. Angle membuat pernyataan key of occlusion artinya molar
pertama merupakan kunci oklusi.

Menurut Angle yang dikutip oleh Dewanto, oklusi normal sebagai hubungan
dari bidang-bidang inklinasi tonjol gigi pada saat kedua rahang atas dan rahang
bawah dalam keadaan tertutup, disertai kontak proksimal dan posisi aksial semua gigi
yang benar, dan keadaan pertumbuhan, perkembangan posisi dan relasi antara
berbagai macam jaringan penyangga gigi yang normal pula.6
Menurut Andrew yang dikutip oleh Bisara, terdapat enam kunci oklusi
normal, sebagai berikut:
1.

Relasi molar menujukkan tonjol mesiobukal molar pertama rahang atas


beroklusi dalam celah antara mesial dan sentral dari molar pertama
rahang bawah.

2. Angulasi mahkota yang benar.


3.

Inklinasi mahkota menjamin dari keseimbangan maloklusi.

4.

Inklinasi mahkota menjamin dari keseimbangan oklusi.

5. Tidak ada rotasi gigi.


6.

Tidak ada celah diantara gigi geligi.

7.

Adanya curve of spee yang datar terhadap dataran oklusal.

Oleh karena itu, jika berbagai ketentuan oklusi normal di atas tidak sesuai,
maka akan tergolong kasus maloklusi. Menurut Graber yang dikutip oleh Dewanto
maloklusi merupakan penyakit gigi terbesar kedua setelah karies gigi. Gambaran
maloklusi pada remaja di Indonesia masih sangat tinggi, mulai dari tahun 1983
adalah 90% sampai tahun 2006 adalah 89%, sementara perilaku kesehatan gigi pada
remaja khususnya tentang maloklusi masih belum cukup baik dan pelayanan
kesehatan gigi belum optimal.
2.4.2

Malposisi Gigi

Labioversion : kedudukan gigilebih ke labial


Buccoversion : kedudukan gigi lebih ke buccal
Linguoversion : kedudukan gigi lebih ke lingual
Palatoversion : kedudukan gigi lebih ke palatal
Mesioversion : kedudukan gigi lebih ke mesial
Distoversion : kedudukan gigi lebih ke distal
Torsoversion : kedudukan gigi memutar
Supraversion : kedudukan gigi memanjang
Infraversion : kedudukan gigi memendek
Transversion : kedudukan gigi bertukar tempat

Perversion : bila terdapat gigi yang impacted


Axioversion kedudukan gigi miring
2.4.3 Klasifikasi Maloklusi
Klasifikasi yang umum dipakai dalam bidang ortodonti yaitu klasifikasi yang
menyangkut lengkung gigi (klasifikasi, Angle, Dental, Simon), klasifikasi yang
menyangkut rahang (klasifikasi Skeletal), dan klasifikasi yang menyangkut jaringan
lunak (klasifikasi Profil). Menurut Proffit, et.al., (2007), klasifikasi maloklusi Angle
terdiri dari yaitu kelas I, kelas II dan kelas III. Perawatan kelas I Angle berbeda-beda
tergantung pada kelainan gigi geliginya (tipe maloklusinya). Angle mendasarkan
klasifikasinya atas asumsi bahwa gigi molar pertama hampir tidak pernah berubah
posisinya. Klasifikasi Angle merupakan klasifikasi yang paling banyak digunakan
dalam penentuan maloklusi.14 Angle menggambarkan tujuh malposisi individu gigi
yaitu bukal atau labial, lingual, mesial, distal, rotasi, infraposisi, supraposisi.
Malposisi gigi ini dapat digunakan untuk menggambarkan maloklusi secara lebih
lengkap.

Kekurangan Klasifikasi Angle


Klasifikasi Angle ini masih merupakan system yang belum sempurna, masih
terdapat kekurangan-kekurangan pada system ini, karena Dr.Angle hanya berdasarkan
hubungan gigi-gigi saja dan oklusi antara lengkung gigi dirahang atas dan rahang
bawah. Hingga sekarang klasifikasi Dr.Angle masih banyak dipakai. Selain itu,
system ini terbatas dan tidak dapat dipakai untk segala keadaan sehingga dengan
sstem ini kita tidak dapat memecahkan masalah tentang hubungan gigi-gigi. Sebaba
diagnose intra oral tidak mencukupi untuk menentukan suatu anomaly, sebaiknya kita
menggunakan ekstra oral dan diagnosis cephalometrik sebelum kita memasukkan
anomali itu kedalam suatu kelas. Apabila kita menggunakan M1 sebagai fixed point
dalam menentukan klasifikasi dalam maloklusi, maka kita akan kecewa, sebab suatu
hubungan mesio-distal yang normal dari molar-molar. Dan perlu ditekankan bahwa
didalam makhluk hidup tidak ada yang dinamakan fixed point, khususnya pada masa
pertumbuhan. Kita masih menggunakan klasifikasi dari Dr.Angle untuk menentukan
maloklusi hanyalah untuk penyederhanaan saja. Apabila dengan system Angle kita

mengalami kesulitan dalam menentukan klasifikasi dari maloklusi, maka kita dapat
pula menggunakan bantuan cara gnatognatik dan fotostatik. Bukan suatu diagnosis,
hanya suatu penggolongan.
Batasan untuk Klasifkasi Menurut Angle dalam penilaian maloklusi.
Penilaian masalah vertical dan transversal tidak termasuk ke dalam klasifikasi
menurut Angle. Overbite secara umum digunakan untuk mengukur hubungan oklusal
vertical pada gerigi , tapi tidak digunakan untuk pengukuran untuk hubungan vertical
dari struktur facial skeletal. Crossbites pada bidang transversal dapat berupa
masalah sederhana seperti masalah antar 2 gigi atau yang kompleks yang melibatkan
sebagian besar gigi posterior maxilla dan mandibula. Klasifikasi Angle tidak menilai
masalah-masalah seperti rotasi , crowding, dan spacing yang terjadi pada gigi.
Faktor lain seperti ketidakadaan gigi karena factor turunan atau impaksi gigi yang
membutuhkan perawatan orto , tidak berhubungan dengan klasifikasi menurut Angle.
Karena itulah, percobaan epidemiologi tidak dapat mengandalkan system klasifikasi
Angle , karena factor penting seperti alignment gigi, overbite,overjet, dan crossbite
tidak dapat diukur.
Pengetahuan tntang hubungan antara the angle classes dan alignment gigi,
serta masalah transversal dan vertical sangat berguna pada perlakuan kesehatan.
Hubungan ini sangat membantu untuk membedakan antara masalah maloklusi simple

seperti alignment problem pada maloklusi kelas 1 dengan maloklusi yang lebih
kompleks seperti maloklusi divisi 1 kelas2 dengan crossbite posterior dan anterior.
Beberapa pendapat tentang klasifiksi Angle bersifat sangat subjektif untuk
ukuran epidemiologi. Pembahasan ini dapat berlaku saat investigator tidak menyusun
batas objektif pada variable seperti tooth crowding dan posisi anteroposterior gigi
M1. Sebagai contoh, seseorang dengan hubungan molar kelas 1 dapat memiliki oklusi
yang ideal ,oklusi normal, dan maloklusi kelas 1. Tiga grup ini dapat dibedakan
dengan mendapatkan pengukuran secara objektif dari incisor yang tidak beres dan
penilaian oklusi ideal dengan skor 0 (alignment sempurna) , oklusi normal dengan
skor 1 dan skor untuk maloklusi tingkat 1 adalah >1. Terdapat kemiripan pada
beberapa hubungan M1 antara kelas 1 dan 3, dan kelas 1 dan 2.Hubungan molar kelas
1, 2, dan 3 dapat dibedakan dengan dibuat sebuah jarak yang objektif, seperti 2mm
mesial dan distal ke buccal groove dari bagian bawah M1 .
2.4.4 Maloklusi Kelas I
Relasi lengkung anteroposterior yang normal dilihat dari relasi molar
pertama permanen meskipun mesiobukal cusp molar pertama permanen
atas berada pada bucal groove molar pertama permanen mandibula.
Maloklusi kelas I dapat disertai dengan openbite, protrusi bimaksila dan
kelainan yang paling banyak adalah disertai dengan crowded, sedangkan
diastema multiple yang menyeluruh jarang dijumpai.4 Lihat gambar 1.

Gambar 1. Oklusi normal


Sumber :Contemporary orthodontcs 3 th ed.Philadelphia:Mosby; 2000, p.124
Selain itu maloklusi klas I adalah relasi normal anteroposterior dari mandibula
dan maksila. Tonjol mesiobukal cusp molar pertama permanen berada pada bukal
groove molar pertama permanen mandibula. Seperti yang terlihat pada gambar.
Terdapat relasi lengkung anteroposterior yang normal dilihat dari relasi molar
pertama permanen (netrooklusi). Kelainan yang menyertai maloklusi klas I yakni:
gigi berjejal, rotasi dan protrusi.
Tipe 1 : Klas I dengan gigi anterior letaknya berdesakan atau crowded atau gigi C
ektostem
Tipe 2 : Klas I dengan gigi anterior letaknya labioversi atau protrusi
Tipe 3 : Klas I dengan gigi anterior palatoversi sehingga terjadi gigitan terbalik
(anterior crossbite).
Tipe 4 : Klas I dengan gigi posterior yang crossbite.

Tipe 5 : Klas I dimana terjadi pegeseran gigi molar permanen ke arah mesial akibat
prematur ekstraksi.
2.4.5 Maloklusi Kelas II
2.4.5.1 Maloklusi Klas II Dental
Secara umum ada dua bentuk diagnosa maloklusi, yaitu dental dan skeletal.
Berdasarkan Klasifikasi Angle, maloklusi Klas II adalah adanya hubungan tonjol
mesiodistal lengkung gigi rahang bawah yang beroklusi lebih ke distal dari kondisi
normal. Pada kondisi maloklusi Klas II penuh, tonjol distobukal molar pertama
permanen atas beroklusi pada sulkus molar pertama permanen bawah. Hal ini
menyebabkan ketidakharmonisan pada regio gigi insisivus dan profil wajah.
Maloklusi Klas II terbagimenjadi divisi 1 dan divisi 2. Maloklusi Klas II divisi 1 dan
divisi 2 mempunyai subdivisi yaitu terdapat hubungan oklusi yang normal pada salah
satu sisi rahang dan hubungan Klas II pada sisi yang lain.
1. Klas II Divisi I
Hubungan molar :
Cusp disto-buccal dari molar permanen pertama maksila beroklusi pada
groove buccal molar permanen pertama mandibula.

Hubungan Canine :

Lereng distal canine maksila beroklusi dengan lereng mesial canine


mandibular.

Maloklusi Klas II divisi 1 ditandai dengan penyempitan lengkung rahang atas,


proklinasi insisiv maksila dengan hasil meningkatnya overjet, aktivitas otot rongga
mulut abnormal, fungsi bibir abnormal dan dapat disertai adanya nasal obstruction
dan mouth breathing

2. Klas II Divisi 2
Hubungan molar dan canine sama seperti pada klas II divisi 1. Maloklusi Klas
II divisi 2 ditandai dengan inklinasi insisivus sentralis maksila ke arah lingual dan
insisivus lateral maksila ke arah labial, sedikit penyempitan lengkung rahang atas,
crowding pada gigi insisivus maksila yang disertai overlapping, fungsi bibir dan
hidung normal.

2.4.5.2 Maloklusi Klas II Skeletal


Ada tiga bentuk profil wajah, yaitu orthognathic, retrognathic dan prognathic.
Orthognathic adalah profil wajah Klas I yang normal, retrognathic adalah profil
wajah Klas II karena memiliki mandibula yang lebih ke distal dan prognathic adalah
profil wajah Klas III karena memiliki mandibula yang lebih ke mesial.

2.4.6

Maloklusi Kelas III

Class III molar relation : Mesiobuccal cusp gigi molar 1 permanen anterior
beroklusi dengan interdental space antara gigi molar 1 dan 2 permanen mandibular
Class III canine relation : Gigi kaninus rahang atas akan beroklusi dengan
interdental space antara gigi premolar 1 dan 2 rahang bawah
Line of occlusion : Kemungkinan bisa terjadi atau tidak
Class III subdivision : Kondisi dimana class III molar relation hanya terjadi di satu
bagian dari gigi geligi saja, sisi lainnya dalam keadaan normal
True class III : Disebut juga sebagai skeletal maloklusi. Disebabkan karena
ketidaknormalan pada maksila atau mandibular. Ketidaknormalan ini bisa terjadi
berupa ukuran, posisi atau gabungan antara rahangnya.Penyebab dari skeletal class III
malocclusion diantaranya :

Retrognathic maxilla
Prognathic mandible
Kombinasi dari keduanya

Pseudo-class/habitual class III : Disebabkan karena adanya kontak premature, bisa


juga disebabkan karena adanya kebiasaan buruk saat menutup mulut dengan
memajukan bagian mandibular. Pada anak-anak, saat gigi posterior tanggal, mereka
cenderung melakukan kontak anterior dengan memajukan mandibular. Itulah
beberapa penyebab terjadinya pseudo class III.

2.5

Perkembangan Oklusi

Menurut kamus kedokteran gigi, oklusi adalah:


1. Proses menutup atau dalam dalam keadaan tertutup
2. Setiap kontak antara gigi geligi dari lengkung yang berlawanan dan biasanya
mengacu pada permukaan oklusal
3. Hubungan statis antara gigi atas dan gigi bawah selama interkupasi
(pertemuan tonjol gigi atas dan bawah secara maksimal)
4. Hubungan gigi maksila dan mandibula pada waktu kontak fungsional selama
aktivitas mandibula
Perkembangan oklusi gigi terbagi menjadi 4:

1. Predental Jaw Relationship (0-6 bulan)


a. Wajah dan rahang
- Posisi wajah dan rahang lebih distal dibandingkan posisi wajah dan
-

rahang orang dewasa


Arah pertumbuhan : anterior, inferior, dan lateral

b. Gum pads
- Merupakan arkus alveolaris pada bayi yang baru lahir
- Lembut dan berwarna merah muda
- Terbagi menjadi :
1) Maksila
Bentuk
: tapal kuda
Perkembangan : bagian labiobuccal dan bagian lingual
Labiobuccal berkembang pesat
Terbagi menjadi 10 segmen oleh tranverse groove yang

merupakan sakus untuk gigi sulung


Lateral sulcus
: groove antara kaninus dan molar 1
Labiobuccal dan lingual dibatasi oleh dental groove
Dental groove berawal dari papilla insisivus, diteruskan ke
arah lateral, bertemu dengan gingival groove pada area
lateral sulcus. Kemudian dental groove diteruskan kea rah

distal dan buccal kea rah kripta molar 1


Gingival groove : membatasi palatum dan gum pads

2) Mandibula
Bentuk
: huruf U
Bagian anterior mengalami eversi
Gum pad terbagi menjadi 10 segmen seperti pada maksila
Pembagian segmen kurang jelas dibandingkan pada
maksila
c. Hubungan
- Hubungan gum pad bersifat acak
- Bibir atas pendek
- Posisi lidah di antara bibir

Gum pads maksila lebih lebar dibanding mandibular


Terjadi tumpeng tindih total pada anterior dan posterior gum pads
Lateral sulcus mandibula lebih distal dibanding lateral sulcus maksila

2. Primary dentition ( Tahap Pembentukan Gigi Susu)


Tahap pertumbuhan gigi susu dimulai pada waktu erupsi gigi susu pertama
hingga erupsi pada gigi tetap pertama sekitar usia 6 tahun. Ada 4 karakteristik
pada tahap pertumbuhan gigi susu. Yaitu overbite, overjet, spacing, dan
hubungan antar gigi susu kedua molar.
a. Overbite
Overbite adalah jarak vertical antara incisal gigi incisiv central maksilar
dan mandibula. Hubungan ini dapat dilihat secara ukuran milimeter dan
persentasi banyaknya incisal gigi rahang bawah rahang bawah berkontak
pada gigi incisiv rahang atas. Persentase overbite pada perkembangan gigi
susu biasanya 10%-40%.
- Edge to Edge
Ketika beroklusinya incisisal rahang atas dan incisal incisiv
-

rahang bawah, keadaan ini disebut edge to edge.


Open Bite
Jika dalam bidang vertical gigi incisiv bawah tidak menyentuh
gigi incisiv atas
Sebuah penelitian mengenai oklusi gigi antara usia 2 dan 3
tahun (Foster dan Hamilton : 1969) menunjukkan bahwa dari
seratus anak yang diteliti, overbite incisal yang mirip keadaan ideal
hanya ditemukan 19%. Pada 37% anak, overbite tampak lebih
kecil, sedangkan pada 24% anak terlihat openbite anterior pada

20% lainnya terlihat overbite yang sangat besar dengan incisivum


bawah yang beroklusi dengan palatum.
b. Overjet
Overjet adalah hubungan horizontal atau jarak antar incisal
gigi incisiv maksillar dengan labial gigi incisiv central mandibulla.
Jika gigi incisiv cebtral maksilla lebih ke arah lingual dari gigi incisiv
central mandibulla, maka keadaan ini disebut dengan underjet.
Sedangkan overjet normal berkisar antar 0-4,0 mm.
Penelitian yang sama dilakukan oleh Foster menyatakan bahwa
overjet incisal yang sangat besar terlihat pada beberapa kasus.
Keadaan ini disebabkan karena lengkung gigi bawah terletak lebih ke
posterior daripada maksilla. Pada kasus lain, variasi ini berasal dari
oral habits seperti mengisap ibu jari.
c. Spacing
- Space dentition
Oklusi dalam perkembangan gigi susu, anak-anak mungkin
terdapat banyak ruang atau celah-celah diantara gigi.
o Generalized space dentition
Jarak diantara gigi yang biasanya terlihat pada gigi susu
anak.
o Primate space
Jarak antar gigi yang biasanya ditemukan pada hewan
primata seperti monyet.
Jarak ini biasanya ditemukan pada :

o Maksilla
: gigi incisiv lateral dengan caninus
o Mandibulla
: gigi caninus dengan molar petama
Closed dentition
Tidak adanya ruang antar gigi, biasanya hal ini disebabkan
karena ukuran gigi susu yang besar atau pendeknya lengkung

rahang.
- Crowded dentition
d. Molar relationship
Pada perkembangan gigi susu, hubungan gigi anteroposterior biasanya
dihubungkan dengan terminal planes. Terminal planes adalah permukaan
distal dari gigi molar susu kedua maksilla dan mandibula. Terminal planes
berhubungan satu sama lain dalam 3 cara :
- Flush Terminal Planes Relationship
Plane pada maksilla dan mandibula berada pada level
anteroposterior yang sama
-

Mesial Step Relationship


Terminal plane maksilla relatif lebih kearah posterior
dibandingkan dengan terminal plane mandibula

Distal Step Relationship


Terminal plane maksila lebih kearah anterior dibandingan

daripada terminal plane mandibula.


Penentuan hubungan terminal plane pada tahap perkembangan gigi susu
merupakan hal yang sangat pentingkarena erupsi dari gigi permanen molar

diatur oleh permukaan distal dari gigi susu molar kedua saat bererupsi
hingga beroklusi.
Pada perkembangan gigi susu, masa overbite, overjet, dan hubungan
anteroposterior pada gigi tidak mengalami perubahan signifikan kecuali
dipengaruhi oleh faktor lingkungan seperti trauma, kebiasaan, dan karies.

3. Perkembangan Oklusi pada Mixed Dentition (6-12 Years)


Transisi dari primary dentition ke permanent dentition dinamakan mixed dentition
period yang dimulai dari umur 6 tahun, dimana gigi molar 1 permanen mulai erupsi
yang diikuti juga dengan erupsi gigi incisive 1 permanen. Pada mixed dentition
period ini terdiri dari 3 periode, yaitu periode transisi pertama (first transitional
period), periode intertransisi (intertransitional period), dan periode transisi kedua
(second transitional period).

Mixed Denititon Period

First Transitional
Period

Eruption of first
molar permanent

Intertransitional
Period

Replacement of
incisor

Second
Transitional Period

Replacement of
canine and
primary molars
No significant
changes

Figure 1. Stages of Mixed Dentition

Periode Transisi Pertama (First Transitional Period)


Erupsi Molar 1 Permanen
Early Mesial Shift
Disaat molar 1 permanen erupsi, maka akan terjadi pergerakan ke arah
mesial. Molar 1 permanen yang baru saja erupsi ini akan bergerak ke arah
mesial dan mendorong molar 1 dan molar 2 desidui untuk bergerak ke
arah mesial juga. Pergerakan dari molar 1 dan molar 2 desidui ini akan
menutup primate space yaitu celah yang terdapat diantara gigi canine
dengan gigi sebelahnya atau lateralnya.

Figure 2. Early Mesial Shift

Molar Relationship
Molar 1 permanen mandibula erupsi lebih dulu dibandingkan molar 1
permanen maksila. Pada waktu molar 1 permanen mandibula dan maksila
telah erupsi sempurna, maka akan ada hubungan oklusi antara keduanya.
Hubungan molar 1 permanen ini terbagi atas 3 kelas menurut Angle. 3
kelas tersebut adalah sebagai berikut :
o Class I : mesiobuccal cusp dari molar 1 permanen maksila oklusi
dengan buccal groove molar 1 permanen mandibula. Biasanya
keadaan ini adalah keadaan normal pada susunan gigi.
o Class II : mesiobuccal cusp dari molar 1 permanen maksila oklusi
dengan mesial dari buccal groove molar 1 permanen mandibula.
o Class III : mesiobuccal cusp dari molar 1 permanen maksila oklusi
dengan distal dari buccal groove molar 1 permanen mandibula.

Figure 3. Class of Molar Relationship. A, Class


I. B, Class II. C, Class III

Hubungan molar ini juga berkaitan dengan terminal plane pada hubungan molar gigi
desidui. Berikut adalah bagan dari hubungan molar permanen dan juga desidui :

Figure 4. Molar Relationship of Primary and Permanent


Dentition

Sebagai tambahan, ada juga hubungan molar yang disebut sebagai end
to end atau cusp to cusp atau juga edge to edge. Hubungan tersebut terjadi
apabila molar 1 permanen maksila pada bagian cuspnya oklusi dengan
cusp molar 1 permanen mandibula.
Pergantian Incisive Desidui dengan Incisive Permanen
Incisor Liability
Lebar mesiodistal incisive permanen yang lebih besar dibandingkan
lebar mesiodistal incisive desidui menyebabkan adanya celah antar gigi
incisive desidui. Celah ini berfungsi agar incisive permanen memiliki
tempat yang cukup untuk erupsi. Pada tahapan ini dikenal istilah yang
disebut sebagai incisior liability yaitu perbedaan antara jumlah ruang yang
dibutuhkan oleh incisive permanen erupsi dan jumlah ruang yang tersedia
untuk incisive permanen. Susunan gigi yang disebut open dentition akan
memiliki incisior liability yang cukup sehingga incisive permanen dapat
erupsi dengan leluasa, sedangkan susunan gigi yang disebut closed

dentition tidak memiliki incisior liability yang cukup sehingga


kemungkinan incisive permanen akan berjejal.
Celah pada gigi incisive desidui ini nantinya akan tertutup seiringnya
pertumbuhan dan perkembangan susunan gigi. Terdapat 3 mekanisme atas
kejadian tersebut, yaitu :
1. Meningkatnya lebar dari intercanine
2. Interdental spacing
3. Erupsinya gigi incisive pada aspek labial

Ugly Duckling Stage (Diastema)


Pada umur 7 sampai 11 tahun biasanya ditemukan celah yang terdapat
Figure 5. Incisor Liability

diantara incisive 1 permanen. Celah ini disebut sebagai diastema.


Diastema ini wajar dan normal terjadi di tahap mixed dentition. Penutupan
diastema bergantung pada gigi canine permanen. Diastema akan terututup
sempurna disaat gigi canine permanen erupsi sepenuhnya. Tahapan disaat
terlihat diastema inilah yang dikenal sebagai ugly duckling stage atau
Broadbents phenomena atau juga physiologic median diastema.

Periode Intertransisi

Figure 6. Ugly Duckling Stage

Pada periode ini tidak terjadi perubahan yang signifikan. Tahapan ini
terjadi kira-kira pada umur 9 tahun. Terdapat gigi molar 1 permanen, gigi

incisive permanen, dan gigi canine, molar 1, molar 2 desidui.


Periode Transisi Kedua (Second Transitional Period)
Periode transisi kedua menunjukkan adanya pergantian canine desidui
dengan canine permanen dan juga pergantian molar 1 dan molar 2 desidui
dengan premolar 1 dan premolar 2. Pada periode ini dikenal beberapa
istilah dan tahapan, yaitu Leeway Space of Nance dan Late Mesial Shift.
Leeway Space of Nance dan Late Mesial Shift
Jumlah lebar mesiodistal dari canine, molar 1 dan molar 2 desidui
lebih besar dibandingkan jumlah lebar mesiodistal dari canine permanen,
premolar 1 dan premolar 2. Karena adanya perbedaan lebar mesiodistal
antara susunan desidui dan permanen, maka terlihat adanya ruang yang
disebut sebagai Leeway Space of Nance.
Ketika canine, molar 1, dan molar 2 desidui ini tanggal molar 1
permanen akan bergerak lagi ke arah mesial dan mengisi Leeway Space of
Nance tersebut. Pergerakan ke arah mesial oleh molar 1 permanen yang
kedua kalinya ini disebut sebagai late mesial shift.

7. Leeway Space
of susunan
Nance; gigi anak dimulai
Berikut adalah gambarFigure
dari perkembangan
okulsi
between dotted red line and black line.
Mesial
Shift; with black arrow
dari umur 5 tahun hinggal 13Late
tahun
:

4. Tahap Gigi Permanen (Permanent Dentition Stage)


- Dimulai setelah semua gigi sulung tanggal dan semua gigi permanen
-

selain molar ketiga telah erupsi


Karakteristik oklusi normal :
a. Overlap
Gigi maksilar lebih labial/buccal dibandingkan gigi mandibular
b. Angulations
Terjadi angulasi pada aspek labiobuccal dan aspek mesiodistal
c. Oklusi
Setiap satu gigi mandibular ditutupi oleh dua gigi maksilar,
kecuali gigi 31/41 dan 37/47
d. Arcus curvations
Curve of Spee
Kurva anteroposterior arkus mandibular
Compensating Curve
Kurva anteroposterior arkus maksilar
Monson Curve dan Wilson Curve
Kurva buccolingual dari satu sisi ke sisi yang lain
e. Overbite dan overjet
Overbite
: 10% - 50%
Overjet
: 1.0 3.0 mm
f. Hubungan gigi posterior
Molar maksilar dan molar mandibular oklusi kelas I

BAB III
Pembahasan
3.1

Rumusan Masalah :
1. Penyakit apa yang diderita pasien?
2. Apakah faktor penyebab penyakit tersebut?
3. Bagaimana cara penanganan penyakit tersebut?

3.2

Teori
1. Penyakit yang diderita pasien
Pasien bernama Cristy berumur 11 tahun menalami kelainan pada gigi
geliginya. Dimana gigi belakan rahang bawahnya terasa sakit dan gigi depan
rahang bawahnya terlihat tidak normal. Kelainan ini disebabkan karena
keterlambatan tanggal dan erupsinya gigi, sehingga membuat gigi berjejal.
Hal ini menyebabkan Cristy mengaami maloklusi kelas 1.
Maloklusi adalah bentuk hubungan rahang atas dan bawah yang
menyimpang dari bentuk standar yang diterima sebagai bentuk yang normal,
maloklusi dapat disebabkan karena tidak ada keseimbangan dentofasial.
Keseimbangan dentofasial ini tidak disebabkan oleh satu faktor saja, tetapi
beberapa faktor saling mempengaruhi.15 Faktor-faktor yang mempengaruhi
adalah keturunan, lingkungan, pertumbuhan dan perkembangan, etnik,
fungsional, patologi.
Maloklusi adalah suatu kondisi yang menyimpang dari relasi normal gigi
terhadap gigi lainnya dalam satu lengkung dan terhadap gigi pada lengkung

rahang lawannya. Maloklusi merupakan keadaan yang tidak menguntungkan


dan meliputi ketidakteraturan lokal dari gigi geligi seperti gigi berjejal,
protrusif, malposisi

atau hubungan yang tidak harmonis dengan gigi

lawannya.
Relasi lengkung anteroposterior yang normal dilihat dari relasi molar
pertama permanen meskipun mesiobukal cusp molar pertama permanen atas
berada pada bucal groove molar pertama permanen mandibula. Maloklusi
kelas I dapat disertai dengan openbite, protrusi bimaksila dan kelainan yang
paling banyak adalah disertai dengan crowded, sedangkan diastema multiple
yang menyeluruh jarang dijumpai
Selain itu maloklusi klas I adalah relasi normal anteroposterior dari
mandibula dan maksila. Tonjol mesiobukal cusp molar pertama permanen
berada pada bukal groove molar pertama permanen mandibula. Seperti yang
terlihat pada gambar. Terdapat relasi lengkung anteroposterior yang normal
dilihat dari relasi molar pertama permanen (netrooklusi). Kelainan yang
menyertai maloklusi klas I yakni: gigi berjejal, rotasi dan protrusi.
Tipe 1 : Klas I dengan gigi anterior letaknya berdesakan atau crowded
atau gigi C ektostem
Tipe 2 : Klas I dengan gigi anterior letaknya labioversi atau protrusi

Tipe 3 : Klas I dengan gigi anterior palatoversi sehingga terjadi gigitan


terbalik (anterior crossbite).
Tipe 4 : Klas I dengan gigi posterior yang crossbite.
Tipe 5 : Klas I dimana terjadi pegeseran gigi molar permanen ke arah
mesial akibat prematur ekstraksi.

BAB IV
Kesimpulan
Dari hasil diskusi kasus 4 ini, seorang anak perempuan bernama Cristy berumur
11 tahun memiliki kelainan pada gigi geliginya.
Dari pemeriksaan ekstraoral tidak ditemukan adanya kelainan, sedangkan pada
pemerikasaan intraoral ditemukan kelainan pada gigi anterior rahang bawah
permanent dan juga sulung. Hal ini disebabkan oleh terlambatnya tanggal gigi
sulung sehingga membuat keterlambatan pada erupsi gigi permanen.
Keterlambatan ini membuat pertumbuhan gigi permanennya tidak normal
sehingga menjadi berjejal.
Dari hasil pemeriksaan intraoral, dapat didiagnosa bahwa Cristy mengalami
maloklusi kelas 1 tipe 1. Dimana gigi anterior letaknya berdesakan atau crowded
atau gigi C ektostem

Daftar pustaka
Causon RA,Odell EW.Oral {athology and Oral Medicine.Edisi ke-8. London:
Elseiver.2008:24-28
Foster,TD.Buku Ajar Ortodonsi.Jakarta:EGC.1997:68-69
Harty,F. J dan R. Ongston. 2014. Kamus Kedokteran Gigi.Jakarta:Penerbit Buku
Kedokteran EGC
Iyyer,Balhaji Sundaresa.2006. orthodontic the Art and Science. New Delhi: Arya
(MEDI) Publishing House. P69-78
Mathews JD.Gross MD. Oklusi dan Kedokteran Gigi Resoratif. Surabaya: Air
Langga University Press. 1991.13-5
Nasution MI. Morfologi Gigi Desidui dan Gigi Permanent. Medan:USU Press.2008

Anda mungkin juga menyukai