Anda di halaman 1dari 35

Kata Pengantar

Puji syukur kami panjatkan atas rahmat dan berkat Tuhan Yang Maha Esa

karena telah selesainya makalah kami yang disusun untuk memenuhi tugas mata

kuliah BHBP 4 mengenai prinsip dan langkah-langkah komunikasi efektif, aspek

etik serta hak dan kewajiban dokter dan pasien pada 20 Mei 2012.

Terima kasih yang sebesar-besarnya kami ucapkan kepada seluruh pihak

yang telah membantu kami dalam proses pembuatan makalah kami ini. Tidak lupa

kami ucapkan terima kasih kepada seluruh dosen pembimbing mata kuliah BHBP

4 yang telah membimbing kami dalam proses pembuatan makalah ini.

Seperti kata pepatah, tidak ada gading yang tidak retak, yang berarti tidak

ada sesuatu yang sempurna. Maka, kami mengucapkan mohon maaf atas

kesalahan-kesalahan yang ada pada makalah ini. Sekian kata pengantar dari kami,

dengan tangan terbuka kami sangat menerima saran dan kritik dari pembaca.

Terima kasih.

Jatinangor, Mei 2012

Penyusun
Daftar Isi

Kata Pengantar......................................................................................................... i

Daftar Isi................................................................................................................. ii

BAB I : Pendahuluan.............................................................................................. 1

BAB II: Pembahasan............................................................................................... 3

II.1 Prinsip Komunikasi Efektif Dokter dan Pasien.................................... 3

II.2 Langkah-langkah Komunikasi Efektif Dokter dan Pasien................... 7

II.2.1 Sikap Profesional Dokter....................................................... 7

II.2.2 Sesi Pengumpulan Informasi................................................. 8

II.2.3 Sesi Penyampaian Informasi............................................... 11

II.2.4 Langkah-langkah Komunikasi Efektif (SAJI)..................... 13

II.3 Aspek Etik Komunikasi Dokter dan Pasien....................................... 14

II.3.1 Aspek Etik........................................................................... 14

II.3.2 Aspek Hukum...................................................................... 18

II.4 Kewajiban dan Hak Pasien dan Dokter.............................................. 23

II.4.1 Kewajiban dan Hak Pasien.................................................. 23


II.4.2 Kewajiban dan Hak Dokter................................................. 28

BAB III : Kesimpulan........................................................................................... 34

Daftar Pustaka....................................................................................................... 36
BAB I

PENDAHULUAN

Menjadi seorang dokter, tidak hanya dibutuhkan pengetahuan dan pengalaman

tinggi dalam bidang kedokteran. Selain dua hal tersebut, seorang dokter sangat

memerlukan kemampuan komunikasi yang baik, baik dengan rekan sejawatnya,

pasien, maupun dengan keluarga dan orang-orang terdekat pasien. Kelancaran

pengobatan dan perawatan juga didukung oleh kemampuan berkomunikasi dokter

dalam menggali dan menyampaikan informasi terhadap pasien. Selain itu, pasien

juga berhak tahu akan hal-hal yang terjadi pada dirinya dan pengobatan apa saja

yang akan dijalaninya.

Terlebih lagi, dalam keadaan sekarang ini, masyarakat cenderung lebih kritis

daripada sebelumnya. Selain sudah menjadi haknya, banyak sekali pasien yang

secara terbuka memang menunjukkan keingintahuannya akan penyakit yang

dideritanya dan perawatan yang akan dijalaninya. Oleh karena itu, kemampuan

berkomunikasi seorang dokter kembali dibutuhkan dalam hal ini.

Dokter yang dapat merangkul pasiennya tanpa berlebihan, tentunya dapat

membuat pasien-pasiennya nyaman. Akan tetapi tetap harus diperhatikan bahwa

dokter dan pasien sama-sama memiliki hak dan kewajiban. Setelah menjadi

dokter, seharusnya kita mengetahui hak dan kewajiban apa saja dan terhadap siapa

saja yang kita miliki. Selain itu, pasien juga memiliki hak dan kewajibannya

masing-masing. Akan tetapi, sampai saat ini, mungkin masih banyak pasien yang
tidak mengerti hak-haknya sehingga bila terjadi sesuatu hal yang tidak diinginkan

pasien seringkali tidak merasa perlu untuk mengusutnya lebih lanjut.

Dalam makalah ini, akan dibahas mengenai prinsip dan aplikasi komunikasi efekti

dokter dan pasienn, aspek etik komunikasi dokter dan pasien serta hak dan

kewajiban dokter dan pasien.


BAB II

PEMBAHASAN

II.1 Prinsip Komunikasi Efektif Dokter dan Pasien

Untuk meningkatkan efektifitas komunikasi antar pribadi (interpersonal

communication) antara dokter dan pasien, inisiatif harus diambil oleh dokter

gigi karena menurut para ahli, dokterlah yang dituntut untuk menciptakan

suasana yang mendukung. Akan tetapi seperti juga disebutkan sebelumnya,

waktu kerja dokter sangat sempit dengan pekerjaan yang banyak, sehingga

teknik yang dapat diterapkan harus bersifat sederhana, mudah digunakan, dan

efektif.

Terdapat banyak cara untuk dapat melakukan komunikasi secara efektif. Tetapi

dari sekian banyak cara, terdapat cara yang bisa dianggap mudah untuk

menciptakan komunikasi yang efektif yaitu teori yang dibuat oleh DeVito.

Untuk dapat menciptakan komunikasi antar persona, terdapat syarat yang harus

dipenuhi, yaitu:

- Positiveness (sikap positif)


- Empathy (merasakan perasaan orang lain)
- Supportiveness (sikap mendukung)
- Equality (keseimbangan antar pelaku komunikasi)
- Openess (sikap dan keinginan untuk terbuka)

Dalam tindakan praktisnya, kondisi komunikasi antara dokter gigi dengan

pasiennya diharapkan seperti berikut:

1. Sikap Positif
Dokter diharapkan mau menunjukkan sikap positif pada pesan yang

disampaikan oleh pasien (keluhan, usulan, pendapat, pernyataan). Tidak

boleh seorang dokter selalu menyanggah apapun yang disampaikan

pasiennya, sesederhana bahkan seaneh apapun pesan yang disampaikan,

(karena mungkin menurut pasien, pesan itu merupakan gagasan hebat).

Dengan demikian pasien akan lebih berani menyampaikna pesannya,

bukan kemudian menyimpannya dalam hati dan menyampaikannya,

bahkan mengadukan pada orang lain.

2. Empati

Dari pengalaman sendiri dan hasil pengamatan serta cerita cerita para

pasien, diketahui bahwa hampir semua pasien yang harus ditangani/

diobati oleh dokter memiliki rasa takut yang besar. Yang terutama adalah

ketakutan pada rasa sakit yang ditimbulkan oleh alat alat yang digunakan.

Rasa takut itu sudah muncul hanya dengan melihat alat alat yang sudah

siap di meja sebelah kursi, bahkan jika alat itu tidak menimbulkan

kesakitan (cermin misalnya). Seorang dokter gigi diharapkan menyadari

dan peduli pada perasan ini (empati) dan menujukkan kepada pasien

bahwa ia peduli. Kejujuran seorang doter yang mengatakan Anda akan

merasa sakit sebentar justru akan menenangkan pasien karena pasien

merasa tidak sendirian dalam merasakan sakit.

Agar komunikasi bisa sukses, para pelaku komunikasi harus

memperhatikan dan menerapkan prinsip komunikasi empatik berikut:


1. Keseluruhan, bukan sebagian
2. Berusaha mengerti, baru dimengerti
3. Diagnosa sebelum respon
4. Keyakinan
5. Fokus pada orang lain
6. Kontak mata
7. Senyum hangat
8. Saling menyukai

3. Sikap Mendukung

Ketika seorang pasien tampak ragu untukmemutuskan sebuah pilihan

tindakan, dokter diharapkan memberikan dukungan agar keraguan itu

berkurang atau bahkan hilang, sehingga si pasien menjadi percaya diri dan

berani saat memilih keputusan itu. Walaupun keputusan itu akan

memberikan derita, dengan dukungan dokter, derita akan dianggap

konsekuensi oleh pasien, bukan resiko (posisi sebagai korban). Akan lebih

baik lagi jika dokter mencontohkan (walau hanya karangan) bahwa dia jga

akan mengambil keputusan yang sama dengan pasien jika dia memiliki

masalah seperti itu.

4. Keseimbangan antar Pelaku Komunikasi

Yang dimaksud dengan kesamaan/ kesetaraan adalah bahwa diantara

dokter gigi dan pasien tidak boleh ada kedudukan yang sangat berbeda

seperti misalnya dokter yang menguasai semua keadaan dan pasien yang

tidak berdaya. Walaupun dalam relasi ini dokter diakui lebih tau dan lebih

bisa, dia tidak boleh memperlakukan pasiennya hanya sebagai objek yang

bodoh dan tidak boleh berpendapat atau bahkan bertanya. Lebih lagi
pasien tidak boleh diperlakukan sebagai benda mati yang tidak pernah

ditanyai kabar atau kesiapannya menjalani pemeriksaan/ penanganan/

pengobatan. Jika memungkinkan, pasien sebaiknya merasa bahwa dokter

giginya adalah teman, bukan orang asing yang tidak boleh ditanyai

apapun.

5. Sikap Terbuka

Dengan menciptakan suasana yang santai (dengan music instrumental

lembut di latar belakang) di ruang praktek, keakraban dapat dibangun dan

diharapkan pasien mau menyampaikan apa yang dikhawatirkannya,

tindakan apa yang sebenarnya diinginkan dilakukan oleh dokternya.

Sebaliknya adalah bahwa dokter diharapkan juga lebih bersedia bercerita

tentang apa yang sedang dilakukannya. Jika perlu, dokter dapat

mengatakan kesulitan yang dihadapinya saat menangani masalah pasien,

masalah yang bakal dihadapi pasien, dsb. Dengan keterbukaan komunikasi

ini maka akan terbangun kepercayaan (trust) dari pasien pada dokternya.

Para pengamat mengatakan:

Salah satu elemen yang akan membawa hubungan ini adalah komunikasi

yang baik. Dengan menempatkan penanganan pasien lebih dulu, dokter

gigi akan memeriksa si pasie, mendiskusikan semua opsi yang

berhubungan dengan perawatan, membuat rekomendasi perawatan dan

menjelaskan hasil yang berhubungan dengan penangan yang potensial. Di

lain pihak, si pasien, mungkin ingin mengetahui tentang penanganan


padanya dan akibat perawatan jangka panjang atau jangka pendek, berapa

biaya yang harus dikeluarkan, apa yanga akan atau tidak akan tercakup

dalam perawatan gigi dan setiap tanggung jawab pembayaran yang harus

ditanggung pasien.

II.2 Langkah-langkah Komunikasi Efektif Dokter dan Pasien

II.2.1 Sikap Profesional Dokter

Sikap profesional seorang dokter ditunjukkan ketika dokter berhadapan

dengan tugasnya, yang berarti mampu menyelesaikan tugasnya sesuai

peran dan fungsinya (dealing with task), mampu mengatur diri sendiri

seperti ketepatan waktu, pembagian tugas profesi dengan tugas pribadi

yang lain (dealing with one-self) dan mampu menghadapi berbagai macam

tipe pasien serta mampu bekerja sama dengan profesi kesehatan yang lain

(dealing with others).

Dalam proses komunikasi dokter-pasien, sikap profesional ini penting

untuk membangun rasa aman dan percaya pada dokter. Yang merupakan

landasan bagi berlangsungnya komunikasi secara efektif (Silverman,

1998). Sikap profesional ini hendaknya dijalin terus menerus sejak awal

konsultasi, selama konsultasi berlangsung dan di akhir konsultasi.

Contoh sikap dokter saat menerima pasien :

- Memperkenalkan diri dan menjelaskan tugas serta perannya


- Menilai suasana hati lawan bicara
- Memperhatikan sikap non verbal
- Menatap mata pasien secara profesional
- Melibatkan pasien dalam rencana tindakan medis selanjutnya
- Melakukan negosiasi atas segala sesuatu berdasarkan kepentingan

kedua belah pihak

II.2.2 Sesi Pengumpulan Informasi

Dalam komunikasi dokter-pasien, terdapat dua sesi yang penting, yaitu sesi

pengumpulan informasi yang didalamnya anamnesis dan sesi penyampaian

informasi. Tanpa penggalian informasi yang akurat, dokter dapat

terjerumus dalam ke dalam penyampaian informasi yang prematur.

Dalam dunia kedokteran, model proses komunikasi telah dikembangkan

oleh Van Dalen (2005) dan digambarkan dalam sebuah model yang sangat

sederhana dan aplikatif.

- Kotak 1 : Pasien memimpin pembicaraan melalui

pertanyaan terbuka yang dikemukakan oleh dokter.


- Kotak 2 : Dokter memimpin melalui pertanyaan

tertutup atau terstruktur


- Kotak 3 : Kesepakatan apa yang harus dan dilakukan

berdasarkan negosiasi kedua belah pihak.

Sesi penggalian informasi terdiri dari:

1. Mengenali alasan kedatangan pasien, dimana belum tentu keluhan

utama secara medis. (Silverman, 1998). Inilah yang dimaksud dalam

kotak pertama Van Dalen (2005). Pasien menceritakan keluhan atau apa

yang dirasakannya sesuai sudut pandangnya (Illness perspective).

Pasien berada dalam posisi paling tahu tentang dirinya karena

mengalaminya sendiri. Sesi ini akan berhasil apabila dokter mampu


menjadi pendengar yang aktif. Pendengar yang aktif adalah fasilitator

yang baik sehingga pasien dapat mengungkapkan kepentingan, harapan,

kecemasannya secara terbuka dan jujur. Hal ini akan membantu dokter

dalam menggali riwayat kesehatannya yang merupakan data-data

penting untuk menegakkan diagnosis.


2. Penggalian riwayat penyakit (Van Thiel, 2000), penggalian riwayat

penyakit atau anamnesis dapat dilakukan dengan pertanyaan terbuka

terlebih dahulu yang kemudian diikuti oleh pertanyaan tertutup yang

membutuhkan jawaban ya atau tidak. Inilah yang dimaksud sebagai

kotak kedua dalam model Van Dalen (2005). Dokter sebagai ahli akan

menggali riwayat kesehatannya yang merupakan data-data penting

untuk menegakkan diagnosis (disease perspective).

Selama proses ini, dokter harus terus memfasilitasi agar pasien

mengungkapkan keluhannya secara terbuka, serta proses negosiasi saat

dokter hendak melakukan komunikasi satu arah maupun rencana

tindakan medis.

Pertanyaan-pertanyaan terbuka yang dapat ditanyakan :

1. Bagaimana pusing tersebut anda rasakan?


2. Menurut anda apakah pusing tersebut reda apabila anda melakukan

sesuatu, minum obat atau bagaimana menurut anda?

Sedangkan pertanyaan tertutup yang merupakan inti dari anamnesis

meliputi:

1. Eksplorasi terhadap riwayat penyakit terdahulu


2. Eksplorasi terhadap riwayat penyakit keluarga
3. Eksplorasi terhadap riwayat penyakit sekarang contoh menggunakan

mpedoman Macleods Clinical Examination seperti disebutkan dalam

Kurtz (1998)

Macloeds Clinical Examination :

1. Dimana dirasakannya?
2. Sampai bagian tubuh mana dirasakannya?
3. Bagaimana karakteristik nyerinya?
4. Berapa lama nyeri biasanya berlangsung?
5. Apa yang membuatnya reda dan apa yang membuatnya kumat?
6. Adakah keluhan lain yang menyertainya?

II.2.3 Sesi Penyampaian Informasi

Setelah sesi sebelumnya dilakukan dengan akurat, maka dokter dapat

sampai kepada sesi memberikan penjelasan. Tanpa informasi yang akurat

di sesi sebelumnya, dokter dapat terjebak dalam kecurigaan yang tidak

beralasan. Terdapat enam hal penting yang perlu diperhatikan dalam

prosen penyampaian informasi:

1. Materi informasi yang akan disampaikan


o Tujuan anamnesis dan pemeriksaan fisik
o Kondisi saat ini dan berbagai kemungkinan diagnosis
o Berbagai tindakan medis yang akan dilakukan untuk menentukan

diagnosis termasuk manfaat, risiko, serta kemungkinan efek

samping atau komplikasi


o Hasil dan interpretasi dari tindakan medis yang telah dilakukan

untuk menegakkan diagnosis


o Diagnosis serta prognosis
o Pilihan tindakan medis untuk tujuan terapi
o Dukungan yang tersedia
2. Siapa saja yang diberikan informasi
o Pasien, apabila kondisinya memungkinkan
o Keluarga atau orang lain yang ditunjuk oleh pasien
o Keluarga atau pihak lain sebagai wali apabila kondisi pasien tidak

memungkinkan untuk berkomunikasi secara langsung


3. Sejauh mana informasi diberikan
Sebanyak yang pasien kehendaki dan dokter merasa perlu untuk

menyampaikan dengan memerhatikan kesiapan mental pasien


4. Kapan menyampaikan informasi
Sesegera mungkin jika kondisi dan situasi memungkinkan
5. Dimana menyampaikannya
o Di ruang praktik dokter
o Di bangsal atau ruangan tempat pasien dirawat
o Di ruang diskusi
o Di tempat lain yang pantas atas tujuan bersama
6. Bagaimana menyampaikannya

Informasi sebaiknya dikomunikasikan secara langsung, tidak melalui

telepon, dan tidak diberikan dalam bentuk tulisan yang dikirim

melalui pos, faksimile, sms, internet.

Persiapan meliputi :

o Materi yang akan disampaikan


o Ruangan yang nyaman dan memperhatikan privasi
o Waktu yang cukup
o Mengetahui orang yang akan hadir, sebaiknya pasien ditemani oleh

keluarga atau orang yang ditunjuk.

Kemudian dijajaki sejauh mana pasien mengerti tentang hal yang

dibicarakan dan tanyakan pada pasien sejauh mana informasi yang

diinginkan dan amati kesiapan pasien dan keluarganya menerima nformasi

yang diberikan.

II.2.4 Langkah-langkah Komunikasi (SAJI)


Ada empat langkah yang terangkum dalam satu kata untuk melakukan

komunikasi, yaitu SAJI (Poernomo, Ieda SS, Program Family Health

Nutrition, Depkes RI, 1999)

Secara rinci SAJI merupakan:

Salam = Beri salam dan sapa pasien dan tunjukkan bahwa dokter

bersedia meluangkan waktu untuk berbicara

Ajak bicara = Usahakan berbicara dengan pasien dalam komunikasi dua

arah dan tidak mendominasi pembicaraan

Jelaskan = Beri penjelasan mengenai hal-hal yang menjadi

perhatiannya, yang ingin diketahuinya dan yang akan dijalani agar ia tidak

terjebak oleh pikirannya sendiri. Luruskan persepsi yang keliru. Berikan

penjelasan mengenai penyakit penyakit, terapi dan apapun secara lebih

detil.

Ingatkan = Percakapan yang dokter lakukan bersama pasien mungkin

memasukkan berbagai materi secara luas, yang tidak mudah diingatnya

kembali. Di bagian akhir percakapan ingatkan pasien untuk hal-hal yang

penting dan koreksi untuk persepsi yang keliru. Selalu melakukan

klarifikasi apakah pasien telah mengerti benar, maupun klarifikasi

terhadap hal-hal yang masih belum jelas bagi kedua belah pihak serta

mengulang kembali pesan-pesan kesehatan yang penting

II.3 Aspek Etik dan Aspek Hukum Komunikasi Dokter dan Pasien

II.3.1 Aspek Etik


Secara sederhana etika merupakan kajian mengenai moralitas refleksi

terhadap moral secara sistematik dan hati-hati da analisis terhadap

keputusan moral dan perilaku baik pada masa lampau, sekarang atau masa

mendatang. Menurut dimensi ini, etika terutama adalah bagaimana

mengetahuinya (knowing), sedangkan moralitas adalah bagaimana

melakukannya (doing). Hubungan keduanya adalah bahwa etika mencoba

memberikan criteria rasional bagi orang untuk menentukan keputusan atau

bertindak dengan suatu cara diantara pilihan cara yang lain.


1. Etika (Ilmu Moralitas)
a. Etika Deskriptif : menggambarkan perilaku moral dalam arti luas

tanpa member penilaian.


b. Etika Normatif : penilaian tentang perilaku moral manusia

berdasarkan norma.
c. Metaetika : mempelajari logika khusus dari etika yang berkembang

menjadi etika terapan, karena :


- Adanya pluralism moral (hidup dalam era komunikasi)
- Timbulnya masalah etis baru (pesatnya perkembangan IPTEK),

contoh : ambivalensi kemajuan IPTEK (ada manfaat dan

minusnya), IPTEK bebas nilai (sah-sah saja untuk

pengembangan pengetahuan), teknologi yang tidak terkendali

(membantuk sekaligus menguasai). Idealnya pemikiran etis

mendahului dan engarahkan perkembangan IPTEK)


- Kepedulian etis di seluruh dunia (tercitanya iklim moral, civil

rights, dll)
d. Etika terapan, terdiri dari :
1. Makro-etika : masalah moral dalam skala besar
2. Meso-etika : masalah moral dalam kelompok
3. Mikro-etika : masalah moral individu
Kesimpulan dari etika adalah :

1. Ilmu tentang apa yang baik dan yang buruk serta tentang hak dan

kewajiban moral/akhlak.
2. Kumpulan asas/nilai yang berkenaan dengan akhlak.
3. Nilai mengenai benar dan salah yang dianut suatu

golongan/masyarakat.

Kode etik merupakan kumpulan asas/nilai yang mengatur tingkah laku

moral kelompok profesi berdasarkan ketentuan tertulis untuk melindungi

kelompok profesi dan masyarakat.

Pada kode etik kedokteran dan kedokteran gigi secara tersirat tidak

tercantum etika berkomunikasi. Secara tersurat dikatakan setiap dokter dan

dokter gigi dituntut melaksanakan profesinya sesuai dengan standar

profesi yang tertinggi atau menjalankannya secara optimal. Pada Undang-

Undang Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran Pasal 35

disebutkan kompetensi dalam praktik kedokteran antara lain dalam hal

kemampuan mewawancarai pasien. Peraturan yang mengatur tentang

tanggung jawab etik dari seorang dokter adalah Kode Etik Kedokteran

Indonesia. Kode Etik adalah pedoman perilaku dokter. Kode Etik harus

memiliki sifat-sifat sebagai berikut:

(1) Kode etik harus rasional, tetapi tidak kering dari emosi;

(2) Kode etik harus konsisten, tetapi tidak kaku;

(3) Kode etik harus bersifat universal.


Kode Etik Kedokteran Indonesia dikeluarkan dengan Surat Keputusan

Menteri Kesehatan Nomor 434/Menkes/SK/X/1983. Kode Etik

Kedokteran Indonesia disusun dengan mempertimbangkan International

Code of Medical Ethics dengan landasan idiil Pancasila dan landasan

strukturil Undang Undang Dasar 1945. Kode Etik Kedokteran Indonesia

ini mengatur hubungan antar manusia yang mencakup kewajiban umum

seorang dokter, hubungan dokter dengan pasiennya, kewajiban dokter

terhadapsejawatnya dan kewajiban dokter terhadap diri sendiri.

Pelanggaran terhadap butir-butir Kode Etik Kedokteran Indonesia ada

yang merupakan pelanggaran etik semata-mata dan ada pula yang

merupakan pelanggaran etik dan sekaligus pelanggaran hukum.

Selama ini wawancara terhadap pasien ditekankan pada pengumpulan

informasi dari sisi penyakit (disease) untuk menegakkan diagnosis dan

tindakan lebih lanjut. Informasi sakit dari pasien (illness) kurang

diperhatikan. Secara empirik, komunikasi yang baik dan efektif antara

dokter dan pasien sangat membantu kepuasan pasien terhadap pelayanan

medik dan meningkatkan penyembuhan serta kepatuhan pasien terhadap

terapi.

Berdasarkan hal tersebut maka dalam buku yang diterbitkan oleh Konsil

Kedokteran Indonesia pada tahun 2006 yang berjudul Penyelenggaraan

Praktik Kedokteran yang Baik di Indonesia dan buku berjudul Kemitraan

dalam Hubungan Dokter-Pasien, diuraikan pentingnya kemampuan

berkomunikasi dengan pasien. Ketidakmampuan dokter untuk melakukan


komunikasi yang baik dengan pasien, sedikitnya melanggar etika profesi

kedokteran dan kedokteran gigi serta lebih lanjut dapat melanggar disiplin

kedokteran, apabila ketidakmampuan berkomunikasinya berdampak pada

ketidakmampuan dokter dalam membuat persetujuan tindakan kedokteran

dan rekam medis.

II.3.2 Aspek Hukum

Hubungan antara dokter-pasien diatur dengan peraturan-peraturan tertentu

agar terjadi keharmonisan dalam pelaksanaannya. Seperti diketahui

hubungan tanpa peraturan akan menyebabkan ketidakharmonisan dan

kesimpangsiuran. Namun demikian hubungan antara dokter dan pasien

tetap berdasar pada kepercayaan terhadap kemampuan dokter untuk

berupaya semaksimal mungkin membantu menyelesaikan masalah

kesehatan yang diderita pasien. Tanpa adanya kepercayaan maka upaya

penyembuhan dari dokter akan kurang efektif. Untuk itu dokter dituntut

melaksanakan hubungan yang setara dengan dasar kepercayaan sebagai

kewajiban profesinya

Hubungan antara dokter dengan pasien yang seimbang atau setara dalam

ilmu hukum disebut hubungan kontraktual. Hubungan kontraktual atau

kontrak terapeutik terjadi karena para pihak, yaitu dokter dan pasien
masing-masing diyakini mempunyai kebebasan dan mempunyai

kedudukan yang setara. Kedua belah pihak lalu mengadakan suatu

perikatan atau perjanjian di mana masing-masing pihak harus

melaksanakan peranan atau fungsinya satu terhadap yang lain. Peranan

tersebut berupa hak dan kewajiban.

Hubungan karena kontrak atau kontrak terapeutik dimulai dengan tanya

jawab (anamnesis) antara dokter dengan pasien, kemudian diikuti dengan

pemeriksaan fisik. Kadang-kadang dokter membutuhkan pemeriksaan

diagnostik untuk menunjang dan membantu menegakkan diagnosisnya

yang antara lain berupa pemeriksaan radiologi atau pemeriksaan

laboratorium, sebelum akhirnya dokter menegakkan suatu diagnosis.

Sebagaimana telah dikemukakan, tindakan medik mengharuskan adanya

persetujuan dari pasien (informed consent) yang dapat berupa tertulis atau

lisan. Persetujuan tindakan kedokteran atau informed consent harus

didasarkan atas informasi dari dokter berkaitan dengan penyakit. Hal ini

diatur dalam Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2004 Tentang Praktik

Kedokteran, Paragraf 2, Pasal 45.

Komunikasi antara dokter dengan pasien merupakan sesuatu yang sangat

penting dan wajib. Kewajiban ini dikaitkan dengan upaya maksimal yang

dilakukan dokter dalam pengobatan pasiennya. Keberhasilan dari upaya

tersebut dianggap tergantung dari keberhasilan seorang dokter untuk

mendapatkan informasi yang lengkap tentang riwayat penyakit pasien dan


penyampaian informasi mengenai penatalaksanaanpengobatan yang

diberikan dokter. Melihat pentingnya komunikasi timbal balik yang berisi

informasi ini, maka secara jelas dan tegas diatur dalam Undang-Undang

Nomor 29 Tahun 2004 Tentang Praktik Kedokteran Paragraf 2, Pasal 45

ayat (2), (3), Paragraf 6, Pasal 50 huruf (c), Paragraf 7, Pasal 52 huruf (a),

(b), dan Pasal 53 huruf (a).

Paragraf 6 dan 7 dalam Undang Undang Nomor 29 Tahun 2004 Tentang

Praktik Kedokteran secara jelas menyebutkan mengenai hak dan

kewajiban dokter dan hak dan kewajiban pasien yang di antaranya

memberikan penjelasan dan mendapatkan informasi. Hak pasien

sebenarnya merupakan hak yang asasi yang bersumber dari hak dasar

individual dalam bidang kesehatan (The Right of Self Determination).

Meskipun sebenarnya sama fundamentalnya, hak atas pelayanan kesehatan

sering dianggap lebih mendasar.

Dalam hubungan dokter-pasien, secara relatif pasien berada dalam posisi

yang lebih lemah. Kekurangmampuan pasien untuk membela

kepentingannya yang dalam hal ini disebabkan ketidaktahuan pasien pada

masalah pengobatan, dalam situasi pelayanan kesehatan menyebabkan

timbulnya kebutuhan untuk mempermasalahkan hak-hak pasien dalam

menghadapi tindakan atau perlakuan dari para profesional kesehatan.

Berdasarkan hak dasar manusia yang melandasi transaksi terapeutik

(penyembuhan), setiap pasien bukan hanya mempunyai kebebasan untuk

menentukan apa yang boleh dilakukan terhadap dirinya atau tubuhnya,


tetapi ia juga terlebih dahulu berhak untuk mengetahui hal-hal mengenai

dirinya. Pasien perlu diberi tahu tentang penyakitnya dan tindakan-

tindakan apa yang dapat dilakukan dokter terhadap tubuhnya untuk

menolong dirinya serta segala risiko yang mungkin timbul kemudian.

Hubungan antara dokter dan pasien merupakan hubungan hukum, oleh

karena itu berlaku beberapa asas hukun yang terkandung dalam UU:

1. Asas Legalitas
Dalam UU No 23 tahun 1992 dijelaskan bahwa petugas kesehatan

bertugas menyelenggarakan kegiatan kesehatan sesuai dengan bidang

keahlian yang bersangkutan. Selain itu UU juga menegaskan bahwa

bagi tenaga kesehatan (termasuk dokter) yang melaksanakan tugas

sesuai dengan profesinya berhak memperoleh perlndungan hukum.

2. Asas Keseimbangan
Dalam UU No 23 tahun 1992 pasal 2. Penyelenggaraan kesehatan

harus diselenggarakan secara seimbang antara kepentingan individu

dan masyarakat, fisik dan mental, material dan spiritual, yaitu

keseimbangan antara tujuan dan sarana dan hasil, manfaat dan resiko

yang ditimbulkan dari upaya medik yang dilakukan.

3. Asas Tepat Waktu


Asas ini sangat diperlukan karena akibat kelalaian emberikan

pertolongan tepat pada saat yang dibutuhkan dapat memberikan


kerugian pada pasien. Dalam pasal 55 UU No 23 Tahun 1992

ditegaskan bahwa setiap orang berhak atas ganti ruhi akibat yang

dilakuka oleh tenaga kesehatan. Maka, suatu tindakan yang harus

segera dilakukan dalam rangka pelayanan medik, demi kepentingan

pasien tidak dapat ditunda semata-mata demi kepentingan pribadi

dokter.

4. Asas Itikad Baik


Dalam hal ini, seorang dokter dalam membantu orang lain secara

sukarela, tanpa perintah, baik diketahui ataupun tidak oleh orang yang

dibantu, dituntut tanggung jawabnya untuk melakukan dengan baik,

atau didasarkan itikad baiknya untuk menolog pasien.

5. Asas Kejujuran
Asas ini seharusnya melandasi kewajiban dokter untuk mematuhi

standar profesi dan menghormati hak pasien. Asas ini juga merupakan

dasar bagi terlaksananya penyampaian informasi yan benar, baik oleh

pasien ataupun dokter saat berkomunikasi. Asas ini erat kaitannya

dengan sikap dan kualitas komunikasi, khususnya dalam wawancara

pengobatan., namun tidak berarti bahwa dokter harus memberitahu

segala sesuatu yang diketahuinya, apabila hal itu justru dapat

merugikan pasien yang bersangkutan.

6. Asas Kehati-hatian
Dalam pasal 54 UU No. 23 tahun 1992 bahwa dokter bertanggung

jawab atas kesalahan atau kelalaiannya dala melaksanakan profesinya.

Dalam hal ini dokter sebagai seorang professional, bukan hanya


dituntut memiliki keahlian dan keterampilan, melainkan juga ketelitian

atau kecematan bertindak.

7. Asas Keterbukaan
Pelayanan medik merupakan salah satu upaya kesehatan yang harus

dilaksanakan secara berdayaguna dan berhasilguna, dan hanya dapat

tercapai apabila ada kerjasama antara dokter dan pasien yang

didasarkan sikap saling percaya. Oleh karena itu, diperlukan

keterbukaan, dan di dalam komukasi yang terbuka inilah akan

diperoleh peluang bagi pasien untuk mendapat penjelasan dan

informasi dari dokter. Selain itu, dokter juga mendapatkan informasi

yang benar dari pasien mengenai keluhan kesehatan yang diperlukan

dalam penyusunan anamnesa.

II.4 Kewajiban dan Hak Pasien dan Dokter

II.4.1 Kewajiban dan Hak Pasien

Kewajiban pasien mengandung arti sesuatu hal yang harus diperbuat atau

yang harus dilakukan oleh pasien. Kewajiban-kewajiban pasien pada garis

besarnya adalah sebagai berikut :

1. Memeriksakan diri sedini mungkin pada dokter

Masyarakat perlu diberi penyuluhan, bahwa pengobatan penyakit pada

stadium dini akan lebih berhasil dan mengurangi komplikasi yang

merugikan. Penyakit kanker stadium dini jelas pada umumnya dapat

sembuh jika diberikan terapi yang tepat, sedangkan pada stadium lanjut

prognosisnya lebih buruk. Kadang kala pasien atau keluarganya


membangunkan dokter tengah malam buta, padahal ia telah menderita

penyakit beberapa hari sebelumnya. Walaupun dokter harus siap melayani

pasien setiap waktu, alangkah baiknya jika pasien dapat berobat pada jam

kerja. Sebagai seorang manusia biasa dokter juga memerlukan istirahat

yang cukup. Lain halnya dengan kasus gawat darurat (emergency case)

2. Memberikan informasi yang benar dan lengkap tentang penyakitnya

Informasi yang benar dan lengkap dari pasien atau keluarga merupakan hal

yang penting bagi dokter dalam membantu menegakkan diagnosis

penyakit. Bila dokter dituntut malpraktek, tunuttan dapat gugur jika pasien

terbukti telah memberikan keterangan yang menyesatkan atau

menyembunyikan hal-hal yang pernah dialaminya, tidak memberitahukan

obat-obat yang telah diminumnya, sehingga terjadi interaksi obat misalnya

3. Mematuhi nasihat dan petunjuk dokter

Pasien berkewajiban mematuhi petunjuk dokter tetntang makan

berpantang, minum, pemakaian obat-obat, istirahat, kerja, saat berobat

berulang dan lain-lainnya. Pasien yang tidak mematuhi petunjuk

dokternya, keberhasilan pengobatannya akan menjadi berkurang

4. Menandatangani surat-surat PTM, surat jaminan dirawat di rumah sakit

dan lain-lainnya

Dalam kontak terapeutik ada tindakan medic, baik untuk tujuan diagnosis

maupun untuk terapi yang harus disetujui oleh pasien atau keluarganya,

setelah diberi penjelasan oleh dokter. Surat PTM yang sifatnya tulisan,

harus ditandatangani oleh pasien dan atau keluarganya


5. Yakin pada doternya dan yakin akan sembuh

Pasien yang telah mempercayai dokter dalam upaya penyembuhannya

berkewajiban menyerahkan dirinya untuk diperiksa dan diobati sesuai

kemampuan dokter. Pasien yang tidak yakin lagi pada kemampuan

dokternya dapat memutuskan kontak terapeutik atau dokternya sendiri

yang menolak perawatan

6. Melunasi biaya perawatan di rumah sakit, biaya pemeriksaan, dan

pengobatan serta honorium dokter

Perlu ditekankan di sini bahwa imbalan untuk dokter merupakan

penghargaan yang sepantasnya diberikan oleh pasien/keluarga atas jerih

payah seorang dokter. Kewajiban pasien ini haruslah disesuaikan dengan

kemampuan dan besar kecilnya honorarium dokter dalam memberikan

pelayanan kedokteran yang bermutu, sesuai standar pelayanan medis.

Kewajiban pasien menurut surat edaran Direktur Jendral Pelayanan Medik

No : YM.02.04.3.5.2504 Tentang Pedoman Hak dan Kewajiban Pasien,

Dokter, dan Rumah Sakit tahun 2007 ; Undang-undang nomor 29 tahun

2004 tentang praktik kedokteran paragrap 7 dan pernyataan/SKPB.IDI

sebagai berikut :

Kewajiban Pasien :

1. Memberikan informasi yang lengkap dan jujur tentang masalah

kesehatannya kepada dokter yang merawat


2. Mematuhi nasihat dan petunjuk dokter atau dokter gigi dan perawat

dalam pengobatannya
3. Mematuhi ketentuan/peraturan dan tata tertib yang berlaku di sarana

pelayanan kesehatan
4. Memberikan imbalan jasa atas pelayanan yang diterima. Berkewajiban

memenuhi hal-hal yang disepakati atau perajanjian yang telah

dibuatnya

Hak pasien :

Hak pasien adalah hak-hak pribadi yang dimiliki manusia sebagai pasien

a.l :

1. Hak memperoleh informasi mengenai tata tertib dan peraturan yang

berlaku di rumah sakit. Hak atas pelayanan yang manusiawi, adil, dan

jujur
2. Hak untuk mendaptkan pelayanan medis yang bermutu sesuai dengan

standar profesi kedokteran atau kedokteran gigi dan tanpa diskriminasi


3. Hak memperoleh asuhan keperawatan sesuai dengan standar

keperawatan
4. Hak untuk memilih dokter dan kelas perawatan sesuai dengan

peraturan yang berlaku di rumah sakit


5. Hak dirawat oleh dokter secara bebas menentukan pendapat klinik dan

pendapat etisnya tanpa campur tangan dari pihak luar


6. Hak atas second opinion atau meminta pendapat dokter atau dokter

gigi lain
7. Hak atas privacy dan kerahasiaan penyakit yang diderita termasuk

data-data medisnya kecuali apabila ditentukan berbeda menurut

peraturan yang berlaku


8. Hak untuk memperoleh informasi atau penjelasan yang lengkap

tentang tindakan medik yang akan dilakukan terhadap dirinya


9. Hak untuk memberikan persetujuan atas tindakan yang akan dilakukan

oleh dokter sehubungan dengan penyakit yang dideritanya


10. Hak untuk menolak tindakan yang hendak dilakukan terhadap dirinya

dan mengakhiri pengobatan serta perawatan atas tanggung jawab

sendiri sesudah memperoleh informasi yang jelas tentang penyakitnya


11. Hak didampingi keluarga dan atua penasehatnya dalam beribadat dan

atau dalam masalah lainnya (dalam keadaan kritis atau menjelang

kematian)
12. Hak beribadat menurut agama dan kepercayaannya selama tidak

menggangu ketertiban dan ketenangan umum atau pasien lainnya


13. Hak atas keamanan dan keselamatan selama perawatan di rumah sakit
14. Hak untuk mengajukan usul, saran, perbaikan atas pelayanan rumah

sakit terhadap dirinya


15. Hak menerima atau menolak bimbingan moril maupun spiritual
16. Hak transparasi biaya pengobatan atau tindakan medis yang akan

dilakukan terhadap dirinya (memeriksa dan mendapat penjelasan

dalam pembayaran)
17. Hak akses kepada rekam medis atau hak atas kandungan isi rekam

medis

II.4.2 Kewajiban dan Hak Dokter

Di dalam memberikan layanan kedokteran, dokter mempunyai hak dan

kewajiban sebagaimana tercantum dalam Undang-Undang Republik

Indonesia No.29 Tahun 2004 Tentang Praktek Kedokteran; Kode etik

Kedokteran Indonesia; Pernyataan IDI; Lampiran SK PB IDI dan surat

edaran Dirjen Yanmed No; YM 02.04.3.5.2504 tahun 1997 tentang

pedoman Hak dan Kewajiban Pasien, Dokter, dan Rumah Sakit.

Sebagaimana lazimnya suatu perikatan, perjanjian medik pun memberikan

hak dan kewajiban bagi dokter dan dokter gigi. Dalam Undang-Undang
Nomor 29 Tahun 2004 pasal 51 Tentang Praktik Kedokteran, hak dan

kewajiban dokter atau dokter gigi terdapat dalam paragraph 6, yaitu :

Kewajiban dokter atau dokter gigi

1. Memberikan pelayanan medis sesuai dengan standar profesi dan standar

prosedur operasional serta kebutuhan medis pasien


2. Merujuk pasien ke dokter atau dokter gigi lain yang mempunyai keahlian

atau kemampuan yang lebih baik, apabila tidak mampu melakukan suatu

pemeriksaan atau pengobatan


3. Merahasiakan segala sesuatu yang diketahuinya tentang pasien, bahkan

juga setelah pasien meninggal dunia


4. Melakukan pertolongan darurat atas dasar perikemanusiaan, kecuali bila ia

yakin ada orang lain yang bertugas mampu melakukannya


5. Menambah ilmu pengetahuan dan mengikuti perkembangan ilmu

kedokteran atau kedokteran gigi

Kewajiban Dokter (PP NO.32-1996)

Pasal 21

1. Mematuhi standar profesi tenaga kesehatan

Pasal 22

1. Menghormati hak pasien


2. Menjaga kerahasiaan pasien
3. Memberikan informasi kondisi dan tindakan yang akan dilakukan
4. Meminta persetujuan tindakan yang akan dilakukan
5. Membuat dan memelihara rekam medis

Kewajiban dokter (KODEKI 18 pasal)

A. Kewajiban umum
1. Menjunjung tingggi, menghayati, dan mengamalkan sumpah dokter
2. Melakukan profesi menurut ukuran yang tertinggi
3. Tidak boleh dipengaruhi untuk keuntungan pribadi
4. Tidak bertentengan dengan etik
5. Tiap perbuatan yang melemahkan daya tahan hanya untuk kepentingan

penderita
6. Berhati-hati menerapkan teknik atau pengobatan baru
7. Memberi keterangan yang terbukti kebenarannya
8. Mengutamakan kepentingna masyarakat menjadi pendidik dan pengabdi

masyarakat
9. Bekerja sama dengan para penjabat di bidang kesehatan dan bidang

lainnya serta masyarakat


B. Kewajiban terhadap penderita
1. Melindungi makhluk hidup insan
2. Tulus ikhlas dan mempergunakan segala ilmu dan keterampilannya. Jika

tiadak mampu, wajib rujuk


3. Memberikan kesempatan kepada penderita untuk berhubungan dengan

orang lain
4. Merahasiakan rahasia penderita
5. Wajib melakukan pertolongan darurat
C. Kewajiban terhadap teman sejawat
1. Memperlakukan teman sejawat sebagimana ia sendiri ingin diperlakukan
2. Tidak boleh mengambil alih penderita dari teman sejawat tanpa

persetujuannya
D. Kewajiban terhadap diri sendiri
1. Harus memelihara kesehatannya supaya dapat bekerja dengan baik
2. Senantiasa mengikuti perkembangan ilmu pengetahuan dan tetap setia

kepada cita-citanya yang luhur

Hak dokter atau dokter gigi

Hak dokter adalah kekuasaan atau kewenangan dokter untuk mendapatkan

atau memutuskan untuk berbuat sesuatu

1. Hak memperoleh perlindungan hukum sepanjang melaksanakan tugas

sesuai dengan standar profesi dan stnadar prosedur operasional


2. Memberikan pelayanan medis menurut standar profesi dan standar

prosedur operasional serta berdasarkan hak otonomi dan kebutuhan medis

pasien yang sesuuai dengan jenis dan strata sarana pelayanan kesehatan
3. Hak untuk menolak keinginan pasien yang bertentangan dengan peraturan

perundang-undangan, profesi, dan etika


4. Hak untuk mengakhiri atau menghentikan jasa profesionalnya kepada

pasien apabila hubungan dengan pasien sudah berkembang begitu buruk

sehingga kerja sama yang baik tidak mungkin diteruskan lagi dan wajib

mnyerahkan pasien kepada dokter lain, kecuali untuk pasien gawat darurat
5. Hak atas privacy (berhak menuntut apabila nama baiknya dicemarkan

oleh pasien dengan ucapan atau tindakan yang melecahkan atau

memalukan)
6. Hak memperoleh informasi yang lengkap dan jujur dari pasien dan

keluarganya
7. Hak atas informasi atau pemberitahuan pertama dalam menghadapi pasien

yang tidak puas terhadap pelayanannya


8. Hak untuk diperlakukan adil dan jujur, baik oleh rumah sakit maupun oleh

pasien
9. Hak mendapatkan imbalan jasa profesi yang diberikan berdasarkan

perjanjian dan atau ketentuan atau peraturan yang berlaku di rumah sakit

Unsur-unsur yang perlu diinformasikan meliputi prosedur yang akan

dilakukan, resiko yang mungkin terjadi, manfaat dari tindakan yang akan

dilakukan, dan alternatif tindakan yang dapat dilakukan. Di samping itu

perlu diinformasikan pula kemungkinan yang dapat timbul apabila

tindakan tidak dilakukan, juga ramalan (prognosis) atau perjalanan

penyakit yang diderita. Pasien berhak mendapatkan informasi mengenai

perkiraan biaya pengobatannya. Prosedur yang akan dilakukan perlu

diuraikan lagi, meliputi alat yang digunakan, bagian tubuh mana yang akan

terkena, kemungkinan perasaan nyeri yang timbul, kemungkinan perlunya


dilakukan perluasan operasi, dan yang penting tujuan tindakan itu, untuk

diagnostik dan terapi.

Risiko tindakan dapat dirinci dari sifatnya, apakah mengakibatkan

kelumpuhan atau kebutaan; kemungkinan timbulnya, sering atau jarang;

taraf keseriusan, apakah kelumpuhan total atau parsial; waktu timbulnya

apakah segera setelah tindakan dilakukan atau lebih lama lagi. Akan tetapi

untuk menentukan secara mutlak informasi yang seharusnya diberikan

oleh dokter kepada pasiennya itu sangat sulit, sebab hal itu tergantung

pada keadaan pasien. Selain itu, informasi dari dokter pun merupakan hasil

diagnosis dokter berdasarkan anamnesis atau riwayat penyakit pasien yang

disusun oleh dokter dari keteranga-keterangan yang diberikan pasien

secara sukarela (keluhan pasien). Keterangan yang diperoleh dengan

melakukan wawancara dengan penderita atau orang yang mengetahui

benar-benar tentang kesehatan pasien, dan berdasarkan hasil pemeriksaan

klinis pada tubuh pasien, dokter menentukan diagnosis. Dengan kata lain,

sumber informasi dokter berkaitan dengan rumusan hasil diagnosisnya

didasarkan pada informasi dari pasien mengenai keluhan-keluhan yang

didertanya, dan didasarkan pada hasil pemeriksaan klinis tubuh pasien.


BAB III

KESIMPULAN

Kesimpulan dari makalah ini adalah prinsip komunikasi efektif antara dokter dan

pasien dapat terpenuhi apa bila memenuhi syarat sebagai berikut :

1. Sikap positif
2. Empati
3. Sikap mendukung
4. Keseimbangan antara pelaku komunikasi
5. Sikap terbuka

Prinsip tersebut diaplikasikan dalam empat langkah yang disingkat menjadi SAJI,

yaitu

1. Salam
2. Ajak bicara
3. Jelaskan
4. Ingatkan
Dalam komunikasi antara dokter dan pasien, harus diperhatikan juga aspek etik

dan aspek moral. Etika merupakan kajian mengenai moralitas refleksi moral

secara sistemik dan hati-hati dan analisis terhadap keputusan moral dan perilaku

baik di masa lampau, sekarang atau mendatang.

Dokter dan pasien memiliki beberapa hak dan kewajiban tertentu, oleh sebab itu,

sebaiknya dokter dan pasien sama-sama mengetahui hak dan kewajiban agar

komunikasi serta perawatan yang diberikan dokter kepada pasien berjalan lancar.
Daftar Pustaka

Notoatmojo,S.2003. Pendidikan dan Perilaku Kesehatan.PT.Rineka Cipta.Jakarta

Notoatmojo,S.2005. Promosi Kesehatan Teori dan Aplikasinya.PT.Rineka

Cipta.Jakarta

Notoatmojo,S.2010. Ilmu Prerilaku kesehatan. PT.Rineka Cipta.Jakarta

Anda mungkin juga menyukai