Anda di halaman 1dari 13

Reduksi Terbuka

Tujuan :
1. Memperbaiki bagian yang fraktur sehingga mendapatkan kembali fungsi
fisiologis mandibula dan estetika wajah pasien
2. Mendapatkan oklusi yang stabil
3. Mengembalikan bukaan interincisal dan gerakan-gerakan ekskursif mandibula
yang baik
4. Deviasi mandibula minimal
5. Mendapatkan aparatus artikular yang bebas dari rasa nyeri baik saat berfungsi
maupun istirahat
6. Tidak terjadi kelainan TMJ pada sisi yang terkena trauma ataupun sisi
kontralateralnya
7. Menghindari komplikasi jangka panjang pertumbuhan tulang.

Prinsip Perawatan :
1. Reduksi
Proses mengembalikan fragmen yang fraktur ke posisi normalnya. Bisa
dilakukan dengan reduksi tertutup maupun reduksi terbuka.
2. Fiksasi
Ujung tulang yang fraktur konstan (tidak bergerak/fixed) pada posisi yang
tereduksinya. Fiksasi bisa dilakukan secara indirect, yaitu dengan intermaxillary
fixation (IMF) atau secara direct, yaitu dengan sekrup-sekrup dan bone plate.
3. Imobilisasi
Fragmen tulang yang sudah direduksi dan difiksasi selama beberapa waktu
tertentu diimobilisasi agar proses penyembuhan berjalan baik.

Ada dua cara penatalaksanaan fraktur mandibular, yaitu reduksi tertutup dan
reduksi terbuka. Reduksi tertutup yakni reduksi/ reposisi fragmen fraktur secara
tertutuo yang dicapai dengan menempatkan peralatan fiksasi maksilomandibular
sedangkan reduksi terbuka yatu reduksi/reposisi fragmen fraktur secara terbuka,
bagian fraktur dibuka dengan pembedahan, dan segemn direduksi dan fiksasi secara
langsung menggunakan kawat atau plat
Untuk melakukan reduksi terbuka pada fraktur mandibula bisa melalui kulit
atau oral. Antibiotik dan peralatan intraoral yang baik memberikan dukungan
tambahan pada pendekatan peroral. Secara teknis, setiap daerah pada mandibula
dapat dicapai dan dirawat secara efektif secara oral kecuali pada daerah subkondilar.
Walaupun jalan masuk melalui mulut tidak semudah perkutan, modifikasi
pengawatan langsung (pengawatan tepi atas atau transalveolar dan
transsirkumferensial) menjadikan teknik ini mempunyai keberhasilan tinggi, dengan
rasa sakit dan komplikasi yang minimal. Jika digunakan pelat tulang, pendekatan oral
sering dikombinasi dengan pendekatan perkutan dengan menggunakan teknik
instrumentasi transkutan.

1. Indikasi reduksi terbuka untuk perawatan fraktur mandibula


a. Unfavorable or Unstable Fracture
Fraktur angulus yang unfavorable secara horizontal maupun vertical
tidak dapat dirawat menggunakan IMF yang sederhana. Displacement akan
terjadi karena ada pengaruh dari otot pterygoid medial, temporalis, dan
masseter. Hal ini dapat memperlambat proses penyembuhan dan mengganggu
nervus alveolar inferior. Ketika fraktur terjadi baik secara horizontal dan
vertical, lebih baik dilakukan perawatan dengan pendekatan ekstraoral.
Kebanyakan fraktur yang terjadi di daerah parasimfisis tidak dapat
dirawat dengan baik secara reduksi tertutup karena ada gaya tarik dari otot
suprahyoid dan digastric. Fraktur pada daerah ini biasanya akan terbuka pada
batas inferior yang sejajar batas lingual dan superior mandibular berotasi
secara medial ketika reduksi tertutup dan IMF digunakan. Dengan terjadinya
rotasi secara medial ini, maka akan menyeabkan gigi premolar dan molar
kehilangan kontak, menyulitkan proses mengunyah, dan menyebabkan
perubahan pada jaringan periodontal. Akibat negative ini bisa lebih parah pada
fraktur kondilus bilateral dan fraktur yang berhubungan dengan 1/3 wajah
bagian tengah.
b. Prolonged Delay in Treatment of the Fracture with Interpositional Soft Tissue
Biasanya jika proses perawatan fraktur mandibular tertunda, akan
muncul jaringan interposistional antara dua fragmen tulang yang fraktur yang
dapat menghambat proses penyembuhan jika dilakuka reduksi tertutup
sehingga perlu dilakukan reduksi terbuka untuk menghilangkan jaringan
tersebut
c. Complex Facial Fractures
Reduksi fraktur wajah yang kompleks membutuhkan dua titik stabil
sebagai patokan untuk reduksi, yang biasanya adalah tulang supraorbital dan
mandibular yang stabil. Terkadang hal ini membutuhkan reduksi terbuka dan
fiksasi fraktur mandibular. reduksi terbuka dan fiksasi tfraktur subkondilar
diindikasikan jika terjadi fraktur subkondilar bilateral pada fraktur 1/3 wajah
tengah sehingga didapatkan tumpuan vertical yang stabil.
d. Medically Compromised Patients
Pasien-pasien dengan kondisi kesehatan yang buruk
dikontraindikasikan untuk penggunaan IMF, misalnya pasien dengan fungsi
paru-paru yang menurun, karena ada suatu penelitian yang menunjukkan
bahwa kerja paru-paru akan semakin menurun jika dipasangkan IMF. Pasien
dengan kelainan sistem pencernaan yang menjalani liquid diet, misalnya
produk susu, pasien yang memiliki kelainan psikiatri dan saraf, serta pasien
terkadang kejang-kejang karena IMF dapat mengganggu jalan napas.
e. Concurrent Condylar Fracture Associated with Fracture Elsewhere
Dengan dimobilisasinya fraktur kondilar maka akan mencegah
kemungkinan terjadinya ankylosis, terutama fraktur yang terjadi secara
intrakapsuler. Pada kasus seperti ini, biasanya didahului dengan reduksi
terbuka dan fiksasi angulus, korpus atau simfisis.
f. Multiple facial and/or mandibular fractures
g. Malunion/non-union

2. Kontraindikasi reduksi terbuka untuk perawatan fraktur mandibular


Reduksi terbuka dapat menjadi kontraindikasi jika diinginkan perawatan yang
lebih sederhana, lebih murah, dan komplikasi yang dapat terjadi lebih sedikit untuk
suatu komunitas.
Aliran darah periosteal pada comminuted fracture dapat membahayakan jika
dilakukan reduksi terbuka karena dapat meningkatkan resiko infeksi dan
penyembuhan yang lebih lama misalnya pada luka tembak. Ketika dilakukan reduksi
terbuka, harus ada suplai darah maksimal ke area fraktur. Jika dilakukan reduksi
terbuka untuk fraktur pada prosesus kondilaris, intermaxillary fixation dapat dilepas
setelah 10-14 hari. Jika fraktur kondilus menyebabkan fraktur lain pada mandibular,
gunakan alat stabilisasi tambahan seperti lingual splint, external pinks, atau rigid
internal fixation untuk mempercepat pelepasan IMF tanpa menggangu proses
penyembuhan fraktur lain.

3. Reduksi tulang peroral


Reduksi tulang peroral dari fraktur mandibula sering dilakukan untuk
mengendalikan fragmen edentulus proksimal yang bergeser. Situasi ini umumnya
berupa fraktur yang melalui alveolus gigi molar ketiga yang impaksi/ erupsi sebagian.
Tindakan dilakukan pada pasien diberi anestesi local atau sedasi atau anestesi umum.
Arch bar atau alat fiksasi yang lain pertama-tama diikatkan pada tempatnya dan suatu
flap envelope mukoperiosteal yang dimodifikasi (lebih besar dan terletak lebih ke
arah bukal) dibuat untuk jalan masuk ke daerah molar ketiga. Molar ketiga
dikeluarkan, biasanya bisa dilakukan sangat mudah dengan menggunakan elevator
dan distraksi anterior dari segmen distal. Lubang unikortikal dibuat pada dinding
alveolar sebelah bukal dari kedua frakmen, dan sebuah kawat baja tahan karat (0,018
atau 0,020 inch, 0,45 atau 0,5 mm) ditelusupkan ke dalamnya. Reduksi diakhiri
dengan manipulasi manual (seringkali segmen proksimal dipegang dengan tang
pemegang tulang. Stabilisasi awal didapatkan dari banyaknya gerigi fraktur yang
saling mengunci. Ujung-ujung kawat dipilin untuk mengencangkan segmen pada
posisi reduksi, dan ditempatkan kawat/elastic untuk fiksasi maskilomandibular.
Bagian tersebut diirigasi dengan larutan saline steril, diperiksa, dan kawat
disesuaikan, dipotong, serta ditekuk. Penutupan flap dilakukan dengan jahitan
kontinu memakai chromic gut 3-0. Reduksi ini dikatakan berhasil apabila segmen
edentulus proksimal yang dapat bergerak tadinya bergeser dicekatkan ke frakmen
distal/anterior yang sudah diimbolisasi (fiksasi maksilomandibular).

a. Reduksi terbuka pada simfisis


Fraktur parasimfisis ini dirawat dengan pengawatan transalveolar pada
tepi atas, apabila gigi di dekat garis fraktur tidak ada. Pada situasi tipikal yang
lain, fraktur parasimfisis yang bergeser distabilisasi pada tepi bawah melalui
jalan masuk yang diperoleh dengan membuka simfisis. Flap dibuat dengan
menempatkan insisi 3-4 mm di bawah pertemuan mukosa bergerak dan tak
bergerak. Inisisi submukosal dibuat miring sedemikian rupa sehingga
periosteum diiris di bawah origo m. mentalis. Pemisahan periosteum dimulai
dengan elevator periosteal, dan pengelupasan dilakukan dengan tekanan
digital ke arah inferior. Perhatian perlu diarahkan untuk mempertahankan
bundle neurovascular mentalis, dengan hati-hatimenggesernya/melindunginya
hanya jika bundle kemungkinan bisa cedera yakni apabila digunakan
instrument putar.
Lubang dibuat pada kedua segmen pada tepi bawah, dan sebuah kawat
baja tahan karat (0,020 atau 0,022 inch, 0,5 atau 0,55 mm) dilewatkan, sering
dibuat berbentuk seperti angka 8. Keuntungan dari teknik bentuk angka 8 ini
karena tidak diperlukannya insersi kawat lingual. Segmen-segmen diatur
letaknya dan ujung kawat dipilin, dipotong, dan dibengkokkan. Fiksasi
maksilomandibular diakhiri dengan menempatkan kawat atau elastic yang
menghubungkan arch bar atau alat yang lain. Bagian tersebut kemudian
diirigasi dengan menggunakan larutan saline steril diperiksa, dan ditutup.
Kemungkinan terjadinya dehisensi (pemisahan) dari garis jahitan bisa
dikurangi apabila m. mentalis terjaga dengan baik. Submukosa dan mukosa
dijahit dengan chromic gut 3-0 (atau polyglycolic acid, Dexon) dengan teknik
kontinu sederhana atau mattres. Pembalut dengan tekanan (pressure dressing)
dipasang untuk mempertahankan posisi jaringan lunak terhadap tulang
sehingga bisa mengurangi pembentukan rongga mati (dead space) dan
hematom. Pendekatan dari angulus mandibulae dan symphysis mandibulae
bisa dimodifikasi sehingga memungkinkan pembedahan dilakukan pada setiap
bagian dari mandibula bagian anterior, yakni korpus mandibulae dan regio
mentalis.
Tindak lanjut
Perawatan pendukung pasca bedah terdiri atas analgesik, dan bila
diindikasikan ditambah antibiotik, aplikasi dingin dan petunjuk diet. Rontgen
pasca reduksi dan pasca-imobilisasi perlu dilakukan. Reduksi terbuka bisa
memperpendek masa fiksasi maksilomandibular, dan pembukaan percobaan
yang dilakukan pada minggu keempat atau kelima kadang-kadang dilakukan
untuk mengetahui derajat kesembuhan klinis, terutama pada anak yang masih
muda. Normalnya, kawat transoseus untuk stabilisasi segmen tidak dilepas.
Jika kawat teraba di bawah mukosa daerah edentulus yang akan diberi protesa
atau terbuka selama dilakukan bedah praprostetik, kawat harus dilepas.
Pelepasan tersebut dilakukan dengan bantuan anestesi local. Pelepasan
dilakukan dengan membuat insisi di atas kawat, kemudian kawat tersebut di
bebaskan dan dipotong.

4. Reduksi terbuka perkutan


Reduksi terbuka perkutan pada fraktur mandibula diindikasikan apabila
reduksi tertutup atau peroral tidak berhasil, terjadi luka-luka terbuka, atau apabila
akan dilakukan graft tulang seketika. Fraktur subkondilar tertentu dan fraktur yang
sudah lama atau yang mengalami penggabungan yang keliru atau tidak bergabung
juga merupakan indikasi untuk reduksi perkutan terbuka. Pendekatan terbuka
biasanya dikombinasikan dengan fiksasi maksilomandibular untuk mendapatkan
stabilisasi maksimum dari segmen fraktur. Apabila terjadi luka-luka terbuka, jalan
masuk langsung ke daerah fraktur bisa didapatkan hanya dengan sedikit modifikasi.
Fraktur pada daerah angulus dan corpus mandibulae dicarikan jalan masuk melalui
diseksi submandibular, misalnya dengan pendekatan Risdon, di mana insisi
ditempatkan sejajar garis tegangan kulit pada daerah inframandibular. Bagian yang
mengalami fraktur dibuka dengan diseksi tumpul dan tajam, dengan tetap
mempertahankan n. mandibularis marginalis cabang dari n. fascialis. Fraktur
symphysis dan parasymphysis mandibulae dirawat dengan membuat insisi submental.
Seperti pada semua reduksi terbuka, pengelupasan periosteum diusahakan minimal,
dan hanya dilakukan pembukaan flap secukupnya saja untuk jalan masuknya alat.
Lubang dibuat pada tepi inferior dari kedua frakmen, dan kawat baja tahan karat
(0,018 atau 0,02 inch, 0,45 atau 0,5 mm) ditelusupkan. Reduksi dilakukan
pertamakali dengan manipulasi dan kemudian dipertahankan dengan memilinkan
kedua ujung kawat transoseus satu sama lain. Dasar dari teknik stabilisasi konservatif
adalah meninggalkan bahan asing sesedikit mungkin misalnya lebih memilih
menggunakan kawat disbanding pelat, dan memakai kawat sesedikit mungkin. Bagian
yang direduksi kemudian diirigasi dan diamati. Periosteum pertama-tama dirapatkan
dengan jahitan chromic gut 2-0 atau 3-0. Selanjutnya luka ditutup lapis demi lapis
dan kemudian dipasang pembalut tekanan, yakni berupa kasa penyerap dengan
anyaman yang halus, yang diberi bismuth tribromphenate/petrolatum (Xeroform) dan
gulungan pembalut elastik yang lebarnya 4-5 inch (Kerlix).

Pemasangan pelat tulang


Jika pasien mengalami gangguan mental/ inkompeten, memiliki gangguan
konvulsif yang kurang terkontrol, atau seorang pemabuk atau pecandu obat bius; jika
mobilisasi awal dari mandibula diinginkan agar dapat mengurangi kemungkinan
terjadinya ankilosis (beberapa fraktur subkondilar); dan untuk fraktur edentulous
mandibular tertentu, reduksi dan imobilisasi kaku dengan pelat tulang (Vitalium,
titanium) akan sangat bermanfaat.
Teknik ini tidak dipilih untuk kasus kontaminasi yang luas, atau fraktur
kominusi yang lebar, dan jika penutupan primer baik mucosal atau dermal, tidak bisa
dicapai. Pada beberapa kasus pelat tulang bisa dikombinasikan dengan fiksasi
maksilomandibular, splinting, atau fiksasi skeletal eksternal. Dalam menangani
masalah yang sulit ini, pendekatan individual dan orisinil sangat dibutuhkan.
Pembedahan biasanya dilakukan di dalam kamar bedah karena menggunakan anestesi
umum. Bagian yang mengalami fraktur dibuka secara peroral atau dengan pendekatan
submandibular (Risdon) atau submental. Sering digunakan pelat kompresi, dimana
bidang insersi dari sekrup ditempatkan sedemikian rupa sehingga mengakibatkan
penutupan bagian fraktur secara aktif dan bukannya pasif (pelat adaptasi). Pelat
kemudian dikunci dengan memasukkan sekrup setelah dilakukan reduksi dan
diperiksa dengan mengamati oklusinya. Periosteum kemudian didekatkan satu sama
lain dan dilakukan penutupan. Walaupun beberapa pelat mungkin tetap ditinggal
ditempatnya, tetapi pengeluaran sesudah terjadi penyembuhan dianjurkan oleh
pabrik-pabrik tertentu sehingga diperlukan pembedahan ulang. Pada keadaan
edentulus, pemasangan pelat mungkin mengganggu pembedahan praprostetik atau
rehabilitasi praprostetik.
Kegagalan system imobilisasi dengan pelat tulang kebanyakan disebabkan
oleh karena ketidakstabilan dan infeksi/osteomielitis. Pelat tulang merupakan teknik
yang relatif sensitif, dan kegagalan kadang-kadang harus dihadapi oleh seorang ahli
bedah.

a. Reduksi terbuka pada fraktur subkondilar


Banyak fraktur subkondilar mandibula bilateral dan kebanyakan fraktur
kondilar pada orang dewasa memerlukan reduksi terbuka. Pada kasus fraktur
subkondilar bilateral, baik segmen yang pergeserannya paling besar, maupun fragmen
yang lebih besar bisa direduksi sendiri-sendiri atau bersama-sama. Fraktur dislokasi
yang parah dan tidak direduksi sering mengakibatkan cacat permanen. Cacat ini
termanifestasi berupa perubahan rentang gerakan, keterbatasan dan oklusi yang tidak
tepat. Pendekatan pembedahan yang biasanya dilakukan pada regio subkondilar
adalah preaulikular. Insisi vertical sepanjang 4-5 cm dibuat sebelah anterior dari
kartilago telinga.
Dengan diseksi tumpul dan tajam yang dilakukan hati-hati untuk melindungi
cabang-cabang n. facialis, maka bisa dicapai daerah yang mengalami fraktur. Segmen
fraktur yang mengalami pergeseran sering terletak pada fossa infratemporalis, yang
cenderung menyulitkan pengembaliannya ke tempat semula. Stabilitas dilakukan
dengan pengawatan transoseus atau pemasangan pelat. Fiksasi maksilomandibular
idealnya sudah dipasang di tempatnya sebelum dilakukan penutupan untuk
memastikan bahwa stabilitas frakmen kondilar telah dicapai
b. Reduksi Terbuka pada Fraktur Kondilus
Indikasi Absolut
Membatasi fungsi
o Fraktur pada middle cranial fossa
o Benda asing pada kapsul sendi
o Dislokasi ekstrakapsular porsessus kondilaris ke lateral
o Dislokasi fraktur yang menghasilkan mechanical stop
(menghambat pergerakan mandibula)
Dengan reduksi tertutup, gigi tidak bisa beroklusi
Indikasi Relatif
Fraktur kondilus bilateral dengan fraktur comminuted pada 1/3 wajah
tengah yang tidak mungkin dirawat dengan rigid internal fixation
IMF tidak mudah atau tidak mungkin untuk dilakukan
o Kejang-kejang, gangguan psikatrik, kelainan mental, dan
adanya cedera pada kepala atau dada
o Displaced fractures karena atropi mandibular
Fraktur bilateral dengan kesulitan untuk menentukan oklusi karena
gigi posterior hilang atau karena adanya cedera kepala
Dislocation fracture pada orang dewasa untuk mengembalikan posisi
meniscus disk (TMJ)
Surgical Approach
Bedah dapat dilakukan dengan pendekatan intraoral, submandibular,
retromandibular, preauricular, dan endoskopi, tetapi lebih baik dengan
pedekaran leat preauricular atau insisi endaural. Fraktur subkondilus yang
meluaskan sampai di atas ramus lebih baik menggunakan pendekatan
retromandibular atau pendekatan Hinds. Insisi dimulai pada I cm di bawah
lobus telinga dan 1 cm dari posterior ramus. Penyayatan dilakukan di bawah
kelenjar parotid yang ditarik ke anterior, lalu otot masseter dipisah-pisahkan
serabutnya untuk menyediakan akses ke ramus. Setelah itu, tempatkan rigid
fixation dengan plates atau screw antara segmen ramus dan kondilus.

5. Metode fiksasi
Intraosteal wiring dapat diletakan pada intra atau ekstraoral dengan 3 teknik
dasar:
a. Kawat sederhana disepanjang tempat fraktur
b. Seperti angka 8
c. Transosseous circum-mandibular wiring (Teknik Obwegesers)

6. Kasus Khusus
a. Fraktur Mandibula Pada Edentulous
Mandibula yang edentolus merupakan tantangan tersendiri untuk dokter
maksilofasial. Tulang yang tipis dan kurangnya supply darah membuat perawatan
fraktur ini sulit. Non-union (tidak bersatu) adalah komplikasi yang paling ditakuti
dalam menangani fraktur ini. Pada pasien edentolus, oklusi tidak menjadi
pertimbangan, dan penyatuan fraktur adalah tujuan utama. Yang menambah kesulitan
dalam menangani fraktur ini adalah tidak adanya tulang tebal untuk meletakan sekrup
dan tidak adanya gigi untuk MMF.
Beberapa penulis pada tahun 1970-an dan 1980-an menganjurkan closed
reduction (reduksi tertutup) pada mandibula yang atrofik untuk menjaga supply darah
periosteal. Dalam artikel Fractures of the Edentulous Mandible, the Chalmers and
Lyons Study (1976), penulis menyarankan reduksi tertutup sebagai perawatan pilihan
fraktur ini. Bagaimanapun, studi kedua oleh grup ini pada 1995 melibatkan 167
fraktur pada pasien edentolus, dimana 81%-nya ditangani dengan ORIF (Open
Reduction Intermaxillary Fixation). Pada studi ini, terdapat rata-rata komplikasi 15%,
12%-nya merupakan fibrous union (penyatuan yang fibrous). Penulis akhirnya
menyimpulkan bahwa ORIF adalah alternatif perawatan pada grup pasien ini. Penting
untuk diingat saat melakukan plating pada fraktur-fraktur ini, bahwa bundel
neurovaskular alveolar berjalan dekat bagian atas sisa mandibula.
Menurut Peterson, pada kasus fraktur pada pasien edentolus, gigi tiruan
rahang bawah dapat dikawat ke mandibula dengan circummandibular wiring, dan
gigi tiruan rahang atas dapat difiksasi ke maksila dengan menggunakan teknik wiring
atau bone screws (sekrup tulang) untuk menahan gigi tiruan pada tempatnya. Setelah
itu, gigi tiruan atas dan bawah dapat difiksasi bersama, sehingga menjadi semacam
IMF (intermaxillary fixation). Pada banyak instansi, pasien fraktur yang edentolus
total menjalani reduksi terbuka (open reduction) dan fiksasi internal dengan anatomic
alignment. Setelah periode penyembuhan yang cukup (minimal 4 hingga 6 minggu),
gigi tiruan yang baru dapat dibuat.
b. Anak-anak
Teknik splinting yang dapat digunakan untuk pasien bergigi meliputi
penggunaan lingual atau occlusal splint. Teknik ini khususnya berguna untuk
penanganan fraktur mandibula pada anak-anak dimana penempatan arch bars dan
bone plates sulit dilakukan karena susunan gigi desidous, karena gigi permanen yang
sedang berkembang, dan karena pengertian dan kooperasi pasien sulit diperoleh.
Reduksi tertutup fraktur mandibula bersama dengan fiksasi indirek dapat dicapai baik
dengan aplikasi IMF atau hanya dengan menerapkan teknik fiksasi pada mandibula.
c. Managemen Gigi pada Area Fraktur
Pada zaman dahulu, gigi yang ada pada area fraktur selalu diestraksi, tetapi
sekarang gigi dapat diselamatkan dengan pemberian antibiotic dan teknik fiksasi.
Indikasi gigi diekstraksi :
Adanya kelainan periapikal dan periodontal
Gigi molar tiga yang partial erupsi dengan pericoronitis
Gigi yang menghalangi reduksi
Gigi dengan akar yang patah
Gigi dengan apical akar yang terbuka
Penundaan perawatan

Anda mungkin juga menyukai