Anda di halaman 1dari 22

TIM PENYUSUN

Ketua : Sarah Mutiara (180600113)


Sekertaris : Lulu Fakhirah K U. (180600194)
Anggota :
 Chairunnisa Citra (180600025)
 Rida Khairunnisa (180600026)
 Rona Oktaviana S. (180600027)
 Dea Yunidra (180600028)
 Muthia Hilmy (180600029)
 Fauziah Cantika (180600030)
 Fitriana Kurniawati (180600110)
 Amirah Najla A. (180600111)
 Cindy Leandra (180600112)
 M. Hocky Yoes F. (180600115)
 Jesslyn Komala (180600114)
 M. Rizky Kurniawan (180600116)
 Iftri Mellani Khair (180600117)
 Madya Theresa (180600195)
 Novita Wijayanti (180600196)
 Ghea Primta Barus (180600197)
 Afif Adillah (180600198)
 Fenita Aulia (160600204)
 Nur Haimisha N. (180600247)

2
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang
telah memberikan rahmat serta karunia-Nya kepada kami sehingga kami dapat
menyelesaikan laporan hasil diskusi kelompok yang berjudul “Ulkus di Lidah yang Tak
Sembuh-Sembuh”. Tak lupa kami ucapkan terima kasih kepada drg. Rehulina Ginting,
M.Si. selaku dosen pembimbing kami. Dalam penulisan laporan hasil diskusi kelompok
ini kami pun mendapat banyak ilmu yang berguna, bagi diri sendiri dan pembaca untuk
kedepannya.
Laporan hasil diskusi kelompok ini disusun untuk menyelesaikan tugas Pemicu 2
sebagai bagian dari produk. Laporan hasil diskusi kelompok ini juga bertujuan agar
pembaca dapat memperluas ilmu pengetahuan tentang ulkus dan penanganannya selain
itu juga dengan adanya laporan ini diharapkan bagi pembaca agar dapat
mengembangkannya lagi. Laporan hasil diskusi kelompok yang kami buat ini, kami
ambil dari berbagai sumber, dari internet dan beberapa buku pegangan.
Semoga laporan hasil diskusi kelompok yang kami buat ini dapat bermanfaat bagi
pembaca, serta dapat memberikan wawasan yang lebih luas bagi kita semua. Kami
menyadari laporan hasil diskusi kelompok yang kami buat ini memiliki kelebihan dan
kekurangan. Kami mohon maaf bila ada kesalahan dalam penyusunan atau penulisan
laporan praktikum ini, dan kami mohon untuk saran dan kritiknya demi kesempurnaan
laporan hasil diskusi kelompok atau tugas yang akan datang

Medan, 16 September 2019

Tim Penyusun

3
DAFTAR ISI

TIM PENYUSUN .................................................................................................................... 2


KATA PENGANTAR ............................................................................................................. 3
DAFTAR ISI............................................................................................................................ 4
BAB I : PENDAHULUAN
1.1. LATAR BELAKANG ............................................................................................... 5
1.2. TUJUAN .................................................................................................................... 5
1.3. DESKRIPSI PEMICU .............................................................................................. .6

BAB II : PEMBAHASAN
2.1. PEMBAHASAN PRODUK ...................................................................................... 8

BAB III : PENUTUP


3.1. KESIMPULAN & SARAN ..................................................................................... 21

DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................................ 23

4
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG

Karsinoma sel skuamosa (KSS) adalah salah satu jenis kanker kulit, yang menyerang
sel skuamosa, yaitu sel yang membentuk lapisan tengah dan luar kulit. KSS umumnya
menyerang area tubuh yang terpapar matahari, antara lain wajah, leher, tangan dan kaki.
Namun demikian, KSS tetap bisa muncul pada setiap bagian tubuh yang memiliki sel
skuamosa. Meski perkembangannya lambat, KSS dapat menyebar hingga ke jaringan di
sekitarnya, seperti tulang dan kelenjar getah bening. Jika ini terjadi, KSS akan sulit
ditangani dan berpotensi memicu komplikasi yang serius. Karsinoma sel skuamosa (KSS)
merupakan neoplasma yang berasal dari keratinosit suprabasal epidermis. Neoplasma ini
merupakan jenis neoplasma non melanoma kedua terbanyak setelah karsinoma sel basal.
Pemeriksaan akan diawali oleh dokter, dengan menanyakan riwayat kesehatan pasien dan
keluarga. Dokter kemudian memeriksa kondisi fisik pada kulit pasien yang diduga
terserang KSS. Apabila ada dugaan KSS, dokter akan menganjurkan untuk dilakukan
biopsi, yaitu dengan mengambil sampel kulit yang diduga terkena KSS, untuk diteliti di
laboratorium. Banyak biopsy yang bisa dilakukan contohnya seperti Fine Needle
Aspiration Biopsy (FNAB). FNAB merupakan suatu metode atau tindakan pengambilan
sebagian jaringan tubuh manusia dengan suatu alat aspirator berupa jarum suntik yang
bertujuan untuk membantu diagnosis berbagai penyakit tumor. Tindakan biopsi aspirasi
ditujukan pada tumor yang letaknya superfisial dan papable misalnya tumor kelenjar
getah bening, tiroid, kelenjar liur, payudara, dan lain-lain. Dengan metode FNAB
diharapkan hasil pemeriksaan patologis seorang pasien dapat segera ditegakkan sehingga
pengobatan ataupun tindakan operatif tidak membutuhkan waktu tunggu yang terlalu
lama. Kelebihan lain dari pemeriksaan FNAB ini adalah biayanya murah, waktu yang
dibutuhkan tidak terlalu lama, tidak membutuhkan anastesi lokal dan relatif aman.1,2,3

1.2 TUJUAN
1. Mengumpulkan gagasan, ide, pikiran, pendapat mengenai masalah yang berkaitan
dengan ulkus, squamous cell carcinoma dan penanganannya.
2. Mengasah kemampuan berpikir kritis dalam menyelesaikan sebuah permasalahan
secara bersama

5
3. Memperoleh pendapat dan jawaban yang dapat dipergunakan dalam pengambilan
kesimpulan.

1.3 DESKRIPSI PEMICU

Nama Pemicu : Ulkus di lidah yang tak sembuh-sembuh

Penyusun : drg. Rehulina Ginting, M.Si, Prof. Dr. dr. Rozaimah Zain-Hamid, MS,
Sp.FK., Dr. dr. Lidya Imelda Laksmi, M.Ked(PA), Sp.PA

Hari/Tanggal : Selasa / 03 September 2019 Waktu : 13.30 – 15.30 WIB

Kasus

Seorang pasien laki-laki umur 45 tahun datang berobat ke RSGMP-USU dengan keluhan
ada luka di bagian pinggir kanan lidah, yang sudah dialaminya sejak 2 tahun yang lalu.
Pasien adalah perokok berat. Dari anamnese, luka tersebut sudah diobati oleh dokter
umum dengan mengoleskan salep antibiotik, tetapi tidak sembuh-sembuh. Pemeriksaan
intra oral (lidah), menunjukkan adanya ulkus berdiameter 2 x 2 cm, berwarna merah, tepi
meninggi dan keras, dasar permukaan ulkus kotor dan tidak sakit kecuali bila tergigit,
berbau, mudah berdarah dan terdapat pembengkakan yang meluas sampai ke bagian
ventral lidah. Pada pemeriksaan gigi menunjukkan gigi regio 16 mengalami elongasi
karena gigi 46 edentulous, gigi 15 karies besar dengan permukaan gigi kasar dan higiene
mulut yang buruk. Pada pemeriksaan ekstra oral menunjukkan pembesaran kelenjar getah
bening daerah submandibular kanan yang berdiameter 3 cm, dapat digerakkan (mobile),
dan tidak sakit. Selanjutnya pasien dirujuk ke bagian Patologi Anatomi FK USU, dan
kemudian dilakukan brushing pada ulkus lidah serta biopsi aspirasi jarum halus (fine
needle aspiration biopsy) kelenjar getah bening submandibula. Diagnosa pada lidah dan
kelenjar getah bening adalah karsinoma sel picak (squamous cell carcinoma).

More info: Berdasarkan hasil pemeriksaan patologi anatomi, pasien diberi kemoterapi.

Pertanyaan:

1. Jelaskan etiologi terjadinya kasus diatas!


2. Sebutkan teknik-teknik exfoliative sitologi rongga mulut? 

3. Jelaskan klasifikasi PAP dan interpretasinya? 

4. Tuliskan diagnosis sitologi pada kasus diatas berdasarkan klasifikasi PAP dan apa

tindakan selanjutnya? 


6
5. Jelaskan teknik fine needle aspiration biopsy! 

6. Jelaskan teknik biopsi lidah pada kasus di atas! 

7. Jelaskan efek kemoterapi pada penatalaksanaan karsinoma! 

8. Berikan penjelasan tentang terapi rasional dan jenis-jenis cara pemberian obat (CPO),

serta keuntungan dan kerugiannya! 


7
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 PEMBAHASAN PRODUK

1. Jelaskan etiologi terjadinya kasus diatas!


a. Karsinogenik :
 Traumatik ulser
Traumatik ulser adalah lesi yang paling sering terjadi pada jaringan lunak rongga
mulut. Traumatik ulser dapat terjadi karena trauma fisik, termal ataupun kimia, dan
sumber traumatik ulser dapat disebabkan oleh gigi yang tajam atau rusak, tambalan yang
kasar, instrumen dental, tergigit, iritasi gigi tiruan, benda asing yang tajam, maupun
piranti ortodonti cekat. Rata–rata traumatik ulser terjadi karena hasil dari trauma yang
tidak terduga dan umumnya muncul di daerah yang berhadapan dengan gigi seperti pada
bibir, lidah, dan mukosa bukal.
Seperti pada kasus diatas terdapat penjelasan bahwa pasien memiliki kondisi
elongasi, edentulous bahkan karies gigi. Pada kondisi edentulous gigi, lidah bisa saja
tergigit pada bagian gigi yang kosong dan terjadi berulang kali setiap kali berbicara.
Karies gigi dengan permukaan yang kasar juga menyebabkan traumatik ulser karena
lidah bisa tergigit atau terkena bagian gigi yang tajam dengan frekuensi yang sering
dalam satu hari. Hal ini yang menyebabkan lidah menjadi terluka hingga terjadi traumatik
ulser.1

Gambar 1. Traumatik Ulser pada Lidah Gambar 2. Traumatik Ulser pada Bibir
Sumber: Tata laksana lesi oral pada anak laki-laki usia 9 tahun. Prosiding dies natalis 57 Fakultas
Kedokteran Gigi Universitas Padjadjaran. (2017).

 Rokok
Dalam kasus diketahui pasien merupakan perokok berat. Tembakau yang ada pada
rokok adalah bahan yang sangat berbahaya. Hal ini yang menyebabkan, lidah yang sudah
terluka karena kondisi traumatik ulser kemudian ditambah merokok menjadi mudah
terkena kanker atau Squamous Cell Carcinoma. Rokok mengandung bahan karsinogen
berupa nitrosamin dan hidrokarbon polisiklik yang memiliki efek genotoksik, sehingga
dapat meningkatkan risiko penyakit. Bahan-bahan ini dapat menyebabkan turunnya
produksi saliva, pH mulut menjadi asam sehingga terjadi demineralisasi gigi yang

8
akhirnya menyebabkan karies gigi. Fungsi saliva sebagai pelicin, pelindung, buffer,
pembersih, dan anti bakteri. Jika saliva tidak ada atau jumlahnya menurun drastis dan
berhenti melindungi gigi maka akan terjadi hal yang buruk antara lain berkurangnya
aktivitas pembersihan bakteri dan bekas makanan dari mulut, berkurangnya buffer karena
perubahan asam mulut, hingga aktivitas mulut menjadi semakin asam.
Asap dari tembakau contohnya dapat menyebabkan Stomatitis Nikotina yaitu lesi
putih yang terdapat pada daerah palatum durum dari perokok berat.
Risiko karsinoma lidah meningkat 6 kali pada perokok dibandingkan dengan bukan
perokok. Paparan tembakau menyebabkan perubahan histologi sel epitel yang progresif.
Paparan dalam jangka panjang tersebut menyebabkan perubahan ke arah keganasan,
khususnya perubahan ekspresi dan mutasi p53. Perubahan ini dapat bersifat menetap bila
paparan tembakau terjadi secara terus menerus. Hal ini yang menyebabkan paparan
tembakau salah satu penyebab Squamous Cell Carcinoma yang terjadi pada pasien
perokok berat.2

 Oral Higiene Buruk


Pada soal diketahui pasien memiliki oral hygiene yang buruk hal ini menjadi salah
satu penyebab terjadinya kanker lidah yang terjaid pada pasien. Oral hygiene yang buruk
dapat menjadi sarang bakteri, kuman bahkan jamur. Sudah diketahui pasien memiliki
kondisi gigi yang buruk seperti edentulous, elongasi bahkan karies yang menyebabkan
traumatik ulser ditambah lagi dengan buruknya kondisi rongga mulut membuat
pertumbuhan sel-sel kanker menjadi lebih cepat.

b. Ko-Karsinogenik (Predisposisi) :
 Usia
Pasien berusia 45 tahun, pada tahap usia ini sel-sel dalam tubuh sudah tidak
beregenerasi dengan cepat, lebih banyak sel-sel yang mati dibanding pertumbuhan sel-sel
baru sehingga tidak mudah bagi tubuh untuk melakukan self-recovery.

 Durasi
Durasi yang dimaksud adalah sudah berapa lama terjadi lesi yang dialami pasien,
dalam kasus diatas lesi sudah dialami 2 tahun sehingga ketika datang ke dokter gigi sudah
dalam kondisi parah bahkan setelah didiagnosis didapati Squamous Cell Carcinoma. Hal
yang memperparah kondisi pasien adalah lamanya lidah pasien selalu tergigit sehingga
luka dalam kasus ini sudah dialami selama 2 tahun. Sehingga menyebabkan Squamous
Cell Carcinoma. Durasi merokok juga dikatakan pasien sebagai perokok berat juga
menyebabkan terjadinya Squamous Cell Carcinoma.2

 Frekuensi
Frekuensi tergigit, terjepit atau tergeseknya lidah dengan gigi-gigi yang edentulous,
elongasi dan karies pastinya dalam sehari terjadi tidak hanya sekali. Setiap pasien
berbicara atau makan pasti akan terkena dan melukai lidah sehingga terjadilah traumatik
ulser.

9
2. Sebutkan teknik-teknik exfoliative sitologi rongga mulut? 


Semua teknik dalam exfoliative sitologi harus melalui:3,4


 Pengisian status pasien
Untuk mendapatkan diagnosis sitologi yang akurat perlu ditunjang dengan data-
data klinik pasien yang lengkap seperti : nama, usia, jenis kelamin, riwayat
penyakit, tanggal, deskripsi lesi dan diagnosa klinik dan informasi lain sebagai
pedoman ahli sitolog.
 Persiapan terhadap lesi
Sebelum dilakukan pengerokan epitel, glass objek diberi label yang berisi nama
atau kode untuk lesi tersebut. Alat-alat yang digunakan pun harus steril.

1. Imprint
Cara ini dilakukan terhadap lesi yang letaknya ada di permukaan dan mudah
dijangkau, misalnya seperti ujung lidah dan mukosa bibir.
 Objek glass steril ditempelkan ke lesi
 Objek glass dibiarkan atau keringkan sebentar
 Fiksasi objek glass dengan alkohol 96%
 Lalu dikirim ke laboratorium PA

Gambar 3. Imprint
Sumber: Gambaran sitologi eksfoliatif pada apusan mukosa mulut murid SD Negeri 13 Sungai
Buluh Batang Anai Padang Pariaman. Jurnal Kesehatan Andalas. (2018).

2. Kapas Lidi
 Pastikan objek glass telah ditandai kode dan dalam keadaan steril
 Lesi dibersihkan dengan larutan normal saline
 Kapas lidi steril digunakan untuk mengambil sedimen lesi dengan cara berputar
360°
 Lalu ditransfer ke objek glass dengan cara berputar 360° dari mulai ujung atas
sampai ke ujung bawah objek glass
 Pemindahan sedimen ke objek glass harus rata, tipis dan tidak berulang-ulang
 Fiksasi dengan alkohol 96%
 Kirim ke laboratorium PA

10
Gambar 4. Kapas Lidi
Gambaran sitologi eksfoliatif pada apusan mukosa mulut murid SD Negeri 13 Sungai
Buluh Batang Anai Padang Pariaman. Jurnal Kesehatan Andalas. (2018).

3. Cytobrush
Pengunaan teknik ini merupakan suatu teknik modern sitologi eksfoliasi rongga mulut
yang khusus didesain secara tersendiri dari bulu sikat berbentuk sirkuler.
 Pastikan objek glass telah ditandai kode dan dalam keadaan steril
 Lesi dibersihkan dengan larutan normal saline
 Ambil sedimen lesi dengan cara membrush bulu sikat berbentuk sirkuler steril
360°
 Transfer ke objek glass dari ujung atas hingga ujung bawah
 Fiksasi dengan alkohol 96%
 Kirim ke laboratorium PA

Gambar 5. Cytobrush
Gambaran sitologi eksfoliatif pada apusan mukosa mulut murid SD Negeri 13 Sungai Buluh
Batang Anai Padang Pariaman. Jurnal Kesehatan Andalas. (2018).

4. Smear/Spatel
 Pastikan objek glass telah ditandai kode dan dalam keadaan steril
 Lesi dibersihkan dengan larutan normal saline
 Ambil sedimen lesi dengan melakukan scraping pada lesi menggunakan spatula
kayu

11
 Transfer lesi ke objek glass dengan cara menarik spatula dari ujung atas sampai
ujung bawah objek glass
 Fikasis dengan alkohol 96%
 Kirim ke laboratorium PA

Gambar 6. Teknik Spatel Gambar 7. Transfer Lesi ke Objek Glass


Sumber: Gambaran sitologi eksfoliatif pada apusan mukosa mulut murid SD Negeri 13
Sungai Buluh Batang Anai Padang Pariaman. Jurnal Kesehatan Andalas. (2018).

5. Kumur-Kumur
Dilakukan pada lesi banyak dan luas
 Pasien kumur-kumur dengan normal saline
 Air kumur-kumur di sentrifuge dengan kecepatan 2000 rpm selama 20 menit.
 Endapan ditransfer ke objek glas
 Fiksasi dengan alkohol 96 %
 Kirim ke Laboratorium PA

Gambar 8. Kumur-Kumur
Sumber: Gambaran sitologi eksfoliatif pada apusan mukosa mulut murid SD Negeri 13
Sungai Buluh Batang Anai Padang Pariaman. Jurnal Kesehatan Andalas. (2018).

12
Cara pengiriman ke Laboratorium Patologi Anatomi
Ada beberapa langkah untuk mengirim spesimen ke Laboratorium Patologi Anatomi5

 Kirimkan sediaan apus di dalam kotak sediaan.

Gambar 9. Kotak Sediaan


Sumber: Pedoman pengambilan spesimen dan pemeriksaan laboratorium. Direktorat Jenderal
Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan (Kementerian Kesehatan Republik
Indonesia). (2013).

 Bila tidak tersedia kotak sediaan lakukan pengiriman dengan cara berikut:

1. Bungkus sediaan apus dengan kertas tissue satu persatu.


2. Ikat dengan karet agar gulungan tidak terlepas.
3. Masukkan gulungan kedalam kantong plastik yang tertutup rapat kemudian
masukkan kedalam amplop termasuk formulir pasien untuk dikirim ke
laboratorium rujukan.
4. Pastikan kemasan pengiriman slide tidak menyebabkan kaca slide pecah sampai
ditempat tujuan.

Gambar 10. Bungkus Sediaan dengan Tissue


Sumber: Pedoman pengambilan spesimen dan pemeriksaan laboratorium. Direktorat Jenderal
Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan (Kementerian Kesehatan Republik
Indonesia). (2013).

13
3. Jelaskan klasifikasi PAP dan interpretasinya? 


Klasifikasi hasil sitologi PAP berdasarkan kriteria Papanicolau awal (1954)6,7

 Kelas I : Tidak ditemukan sel-sel abnormal


 Kelas II : Mulai terlihat sel atipik, belum ada tanda keganasan
 Kelas III : Pada gambaran sitologi ada beberapa tanda-tanda sel keganasan
(pre kanker), belum bisa dipastikan secara konklusif, displasia sel mulai
terlihat
 Kelas IV : Gambaran sitologi menunjukan suspect kanker ganas, terdapat
sekelompok sel yang ganas
 Kelas V : Pada sediaan sel menunjukkan keganasan, semua sel terlihat
memiliki tanda-tanda anaplasia

Gambar 11. Klasifikasi Hasil Sitologi PAP Papanicolau


Keterangan gambar: Kelas I masih sel normal, Kelas II dan III lingkaran merah menunjukkan
sel yang mulai mengalami radang, Kelas IV dan V lingkaran merah menunjukkan sel yang
sudah anaplasia.
Sumber: Buku Panduan Praktikum Patologi Anatomi Blok 9 Fakultas Kedokteran Gigi
Universitas Sumatera Utara. (2019).

14
Perbandingan dengan Sistem Pelaporan Sitologi PAP oleh WHO dan Bethesda6

Tabel 1. Sistem Pelaporan Sitologi PAP oleh WHO dan Bethesda

Sumber: Skrining kanker serviks dengan pemeriksaan pap smear di Puskesmas Tanah
Kali Kedinding Surabaya dan Rumah Sakit Mawadah Mojokerto. Majalah Obstetri &
Ginekologi. (2015).

4. Tuliskan diagnosis sitologi pada kasus diatas berdasarkan klasifikasi PAP dan
apa 
tindakan selanjutnya?

Diagnosa pada kasus diatas adalah squamous cell carcinoma yang sudah
bermetastase ke kelenjar getah bening. Kondisi ini menyebabkan kasus ini sudah berada
di PAP kelas V. Keganasan karsinoma yang cenderung bermetastase ke kelenjar getah
bening leher menandakan sudah berada pada stadium lanjut.2
Tindakan selanjutnya adalah tindakan biopsi untuk mendapatkan bentuk
infiltrasinya, mendapat tingkat diferensiasinya dan mendapatkan diagnosa lebih detail.

5. Jelaskan teknik fine needle aspiration biopsy! 


Fine Needle Aspiration Biopsy (FNAB) adalah merupakan suatu metode atau
tindakan pengambilan sebagian jaringan tubuh manusia dengan suatu alat aspirator
berupa jarum suntik yang bertujuan untuk membantu diagnosis berbagai penyakit tumor.
Tindakan biopsi aspirasi ditujukan pada tumor yang letaknya superfisial dan papable
misalnya tumor kelenjar getah bening, tiroid, kelenjar liur, payudara, dan lain-lain.
Dengan metode FNAB diharapkan hasil pemeriksaan patologis seorang pasien dapat
segera ditegakkan sehingga pengobatan ataupun tindakan operatif tidak membutuhkan
waktu tunggu yang terlalu lama. Kelebihan lain dari pemeriksaan FNAB ini adalah
biayanya murah, waktu yang dibutuhkan tidak terlalu lama, tidak membutuhkan anastesi
lokal dan relatif aman. Aspiration Biopsy (FNAB) kelenjar tiroid merupakan langkah
pertama yang dilakukan dalam mendiagnosis nodul tiroid. Pemeriksaan FNAB dianggap
sebagai metode yang efektif untuk menentukan diagnosa nodul tiroid. Fine Needle
Aspiration Biopsy dapat membedakan non neoplasma dan neoplasma tiroid. Teknik

15
FNAB ini menggunakan jarum suntik ukuran 25 G. Prosedur pengambilan sampel relatif
simpel dengan waktu yang dibutuhkan kira- kira 20 menit.8
Prosedurnya sebagai berikut :

 Siapkan peralatan yang dibutuhkan seperti objek glass steril, tabung suntik plastik
ukuran 10 ml, jarum halus, gagang pemegang tabung suntik, dan desinfektan
alkohol atau betadin.
 Kulit pada daerah yang ingin diambil sampelnya dibersihkan dengan alcohol
 Tumor dipegang lembut lalu jarum diinsersi segera ke dalam tumor.
 Piston di dalam tabung suntik ditarik ke arah proksimal; tekanan di dalam tabung
menjadi negatif; jarum manuver mundur-maju. Dengan cara demikian sejumlah
sel massa tumor masuk ke dalam lumen jarum suntik.
 Ketika menyutik jangan sampai menembus tumor, usahakan untuk mengambil
dari berbagai area di dalam tumor (arahkan jarum suntik ke berbagai sisi)
 Piston dalam tabung dikembalikan pada posisi semula dengan cara melepaskan
pegangan.
 Aspirat dikeluarkan dan dibuat sediaan hapus pada objek glass
 Dikeringkan di udara
 Fiksasi dapat dilakukan dengan formalin 10% atau alkohol 96 %.
 Kirim ke laboratorium PA8

Gambar 12. Teknik FNAB


Sumber: Akurasi fine needle aspiration biopsy sebagai prosedur diagnostik nodul tiroid di
Laboratorium Patologi Anatomi Rumah Sakit Umun Pusat DR M Djamil Padang. J Kesehatan
Andalas. (2018).

16
6. Jelaskan teknik biopsi lidah pada kasus di atas! 


Pada kasus diatas telah diklasifikasikan pada PAP kelas V sehingga langkah yang
dilakukan selanjutnya adalah biopsi. Biopsi merupakan pengambilan spesimen baik total
maupun sebagian untuk pemeriksaan mikroskopis dan diagnosis, untuk menegakkan
diagnosis definitif dari lesi-lesi mulut yang dicurigai. Biopsi dapat dilakukan secara
eksisional dan insisional. Biopsi insisional yaitu pengambilan sampel jaringan melalui
pemotongan menggunakan pisau bedah dengan cara kulit disayat hingga menemukan
massa dan diambil sedikit untuk diperiksa.

Gambar 13. Biopsi Insisional


Sumber: Biopsi dalam bidang dermatologi. JKM. (2005).

Biopsi eksisional dilakukan dengan mengambil semua bagian lesi sampai area
subkutis. Pengambilan seluruh massa yang dicurigai untuk kemudian diperiksa di bawah
mikroskop. Tetapi dalam kasus ini tidak semua bagian lidahnya yang diambil hanya yang
terkena lesi. Biasanya teknik ini digunakan untuk lesi yang dicurigai sebagai keganasan.9

Gambar 14. Biopsi Eksisional


Sumber: Biopsi dalam bidang dermatologi. JKM. (2005).

7. Jelaskan efek kemoterapi pada penatalaksanaan karsinoma! 


Kemoterapi adalah penggunaan obat-obatan khusus untuk mematikan sel-sel kanker.


Namun tidak hanya sel kanker yang dimatikan namun sel-sel tubuh yang masih muda dan
sehat juga dimatikan. Oleh karena itu banyak efek samping dari kemoterapi ini sendiri.
Kemoterapi umumnya diberikan secara infus sehingga obat-obatan masuk pembuluh
darah dan menyebar keseluruh tubuh yang menyebabkan banyak sel tubuh yang sehat
juga mati. Seperti sumsum tulang belakang yang berfungsi membuat sel darah sering
terkena imbas dari kemoterapi sehingga produksi darah kerap terganggu.10

17
 Jumlah sel darah merah berkurang sehingga terjadi anemia
 Jumlah sel darah putih berkurang
 Jumlah trombosit rendah dan terjadinya perdarahan
 Terdapat masalah pendengaran
 Mukositis oral
 Kehilangan nafsu makan hingga malnutrisi
 Masalah kehamilan dan kesuburan
 Masalah usus dan pencernaan
 Masalah kognitif dan kesehatan mental

8. Berikan penjelasan tentang terapi rasional dan jenis-jenis cara pemberian obat
(CPO), 
serta keuntungan dan kerugiannya! 


Terapi rasional adalah penggunaan obat yang terpat secara medik dan memenuhi
persyaratan tertentu. Pengobatan yang paling rasional adalah terapi kausal (terapi yang
dapat meniadakan penyebab/etiologi penyakit), diikuti dengan pemberian terapi
smptomatik (mengurangi/menghilangkan gejala), untuk menghilangkan kualitas hidup
pasien (terapi tepat indikasi). Proses pemilihan terapi rasional:11

1. Tetapkan masalah pasien


2. Tentukan tujuan terapi
3. Tentukan cocok atau tidak terapi untuk pasien
4. Mulai pengobatan
5. Berikan penjelasan tentang obat dan cara penggunaan serta peringatan
6. Pantau pengobatan

Pada kasus diatas pasien sudah mengalami ulkus di lidah selama 2 tahun, seharusnya
dokter tidak terpaku pada infeksi semata, tetapi juga harus memikirkan kemungkinan
lain, seperti faktor risiko pada pasien (umur, kebiasaan merokok, kondisi gigi sebagai
faktor iritasi kronis hingga pembesaran kelenjar getah bening). Pemberian antibiotik yang
berlarut-larut tanpa diikuti pemeriksaan kuman dan tes sensitivitas dengan cara dioleskan
pada lesi tidak rasional.

Cara pemberian obat dapat diberikan secara topikal maupun sistemikal. Pemberian
topikal ditujukan untuk memperoleh efek lokal suatu obat pada tempat pemberiannya saja
(tidak masuk kedalam sistem sirkulasi sistemik). Karena itu, obat harus dapat berkontak
dengan baik dan cukup lama dengan jaringan yang sedang mengalami gangguan.

CPO sistemik diharapkan obat dapat diabsorpsi (masuk ke dalam sirkulasi sistemik),
agar dapat terdistribusi sampai ke organ targetnya melalui sistem sirkulasi darah. CPO
sistemik, dapat dilakukan melalui saluran pencernaan (per-enteral: per-oral, perektal)
maupun lokasi di luar saluran pencernaan (par-enteral: suntikan i.v,i.m, intra dermal,
sub-kutan, inhalasi, dll).12

18
Tabel 2. Cara Pemberian Obat

Cara Pemberian Obat Keuntungan Kerugian

Aerosal Langsung masuk ke Irtasi pada mukosa paru-


Partikel halus atau paru-paru paru atau saluran
tetesan yang dihirup pernafasan, memerlukan
alat khusus, pasien harus
sadar.
Bukal Obat diabsorpsi Tidak dapat untuk obat
Obat diletakkan menembus membran yang rasanya tidak enak,
diantara pipi dengan Tidak sukar, tidak dapat terjadi iritasi di
gusi perlu steril, dan mulut, pasien harus sadar,
efeknya cepat dan hanya bermanfaat untuk
obat yang sangat non polar
Inhalasi Pemberian dapat Hanya berguna untuk obat
Obat bentuk gas terus menerus yang dapat berbentuk gas
diinhalasi walaupun pasien pada suhu kamar, dapat
tidak sadar terjadi iritasi saluran
pernafasan
Intramuskular Absorbsi cepat, Perlu prosedur steril, sakit,
Obat dimasukkan dapat di berikan dapat terjadi infeksi di
kedalam vena pada pasien sadar tempat injeksi
atau tidak sadar
Intravena Obat cepat masuk Perlu prosedur steriil, sakit,
Obat dimasukkan ke dan bioavailabilitas dapat terjadi iritasi di
dalam vena 100% tempat injeksi, resiko
terjadi kadar obat yang
tinggi kalau diberikan
terlalu cepat.
Oral Mudah, ekonomis, Rasa yang tidak enak dapat mengurangi
Obat ditelan dan tidak perlu steril kepatuhan,
diabsorpsi di kemungkinan dapat
lambung atau usus menimbulkan iritasi usus
halus dan lambung, menginduksi
mual dan pasien harus
dalam keadaan sadar. Obat
dapat mengalami
metabolisme lintas pertama
dan absorbsi dapat
tergganggu dengan adanya
makanan

19
Subkutan Pasien dapat dalam kondisi Perlu prosedur steril, sakit
Obat diinjeksikan sadar atau dapat terjadi iritasi lokal di
dibawah kulit tidak sadar tempat injeksi
Sublingual Mudah, tidak perlu Dapat terjadi iritasi di
Obat terlarut steril dan obat cepat mulut, pasien harus sadar,
dibawah lidah dan masuk ke sirkulasi dan hanya bermanfaat untuk
diabsorpsi menembus sistemik obat yang sangat larut
membran lemak
Transdermal Obat dapat Hanya efektif untuk zat
Obat diabsorpsi menembus kulit yang sangat larut lemak,
menembus kulit secara kontinu, iritasi lokal dapat terjadi
tidak perlu steril,
obat dapat langsung
ke pembuluh darah

Sumber: Farmakologi dasar edisi II. (2008).

20
BAB III
PENUTUP
3.1 KESIMPULAN & SARAN

Pada kasus diatas pasien didiagnosis menderita squamous cell carcinoma. Bermula
dari lidah namun ternyata sudah bermetastase ke kelenjar getah bening. Kondisi rongga
mulut pasien dalam keadaan tidak baik. Pada pemeriksaan gigi menunjukkan gigi regio
16 mengalami elongasi karena gigi 46 edentulous, gigi 15 karies besar dengan permukaan
gigi kasar dan higiene mulut yang buruk. Kondisi ini memungkinkan lidah terluka karena
tergigit sehingga terjadilah traumatik ulser, lesi yang disebabkan karena trauma fisik,
kimia atau termal dalam kasus ini trauma fisik karena lidah bisa tergigit diantara gigi-gigi
yang edentulous. Kejadian ini sudah berlangsung selama 2 tahun, sehingga sudah tak
terhitung berapa ratus kali lidahnya tergigit ketika makan atau berbicara. Penyebab
selanjutnya adalah pasien adalah perokok berat, dimana kandungan dalam rokok seperti
tembakau sangat berbahaya dan karsinogenik sehingga semakin mempermudah sel
berubah menjadi kanker. Penyebab karsinogenik lainnya adalah oral hygiene yang buruk.
Penyebab pre-disposisinya adalah usia yang sudah memasuki 45 tahun sehingga sel-sel
tidak lagi dengan cepat regenerasi, lamanya terjadi lesi yaitu dua tahun menyebabkan sel
lebih mudah menjadi kanker dan bermetastase, frekuensi dari merokok yang sangat
sering membantu sel kanker lebih cepat terbentuk.

Pemeriksaan yang dilakukan bisa berupa pemeriksaan eksfoliati sitologi yaitu


imprint, spatel, kapas lidi, cytobrush dan kumur-kumur. Setelah diperiksa dilihat hasilnya
dan dibaca dengan klasifikasi PAP dengan kelas I,II,III,IV dan V yang menunjukkan
gejala-gejala yang berbeda. Bila gambaran sitologinya menunjukkan kelas IV atau V
maka harus dilakukan tindakan biopsi untuk mengetahui diagnosa lebih lanjut karena
sudah menunjukkan keganasan. Teknik yang bisa dilakukan adalah Fine Needle
Aspiration Biopsy yaitu tindakan pengambilan sebagian jaringan tubuh manusia dengan
suatu alat aspirator berupa jarum suntik yang bertujuan untuk membantu diagnosis
berbagai penyakit tumor. Pada pasien dengan kasus yang sudah bermetastase ke jaringan
lain hendaknya dilakukan kemoterapi karena kemoterapi pengobatannya masuk melalui
pembuluh darah sehingga lebih luas cakupannya memungkinkan mematikan sel-sel
kanker. Namun kemoterapi ini juga dapat mematikan sel-sel yang masih sehat sehingga
memiliki banyak efek samping, seperti anemia, kebotakan rambut, masalah kesuburan,
mukositis oral, dll. Pada kasus diatas pasien sudah mengalami ulkus di lidah selama 2
tahun, seharusnya dokter tidak terpaku pada infeksi semata, tetapi juga harus memikirkan
kemungkinan lain, seperti faktor risiko pada pasien (umur, kebiasaan merokok, kondisi
gigi sebagai faktor iritasi kronis hingga pembesaran kelenjar getah bening). Pemberian
antibiotik yang berlarut-larut tanpa diikuti pemeriksaan kuman dan tes sensitivitas dengan
cara dioleskan pada lesi tidak rasional. Cara Pemberian Obat yang bisa diberikan adalah
melalui oral ataupun melalui cairan infus.

21
Seharusnya bila sudah terjadi sebuah lesi pasien tidak mendiamkannya, langsung
menemui dokter gigi sehingga tidak menjadi parah bahkan menjadi sel kanker.
Seharusnya juga pasien menjaga kesehatan rongga mulutnya agar bila terjadi sebuah lesi
tidak memperparah lesi tersebut. Pasien harus mengikuti semua rangkaian kemoterapi
yang hendak dilakukan, tim dokter juga harus bekerja sama dengan dokter gigi untuk
menjaga kesehatan oral agar tidak timbul jamur atau infeksi pada daerah oral yang bila
dibiarkan dapat menghambat bahkan menggagalkan pengobatan.

22
DAFTAR PUSTAKA
1. Fatima Siti Maulidya Bachrudin, Aisyah Putri Rezeki. Tata laksana lesi oral pada
anak laki-laki usia 9 tahun. Prosiding dies natalis 57 fakultas kedokteran gigi
Universitas Padjadjaran, Bandung, 2017: 236.

2. Taufiqurrahman, Herdini Camelia. Metastasis leher tersembunyi pada karsinoma


lidah T1-T2. J Kesehatan Andalas 2014; 3(3): 552-3.

3. Indah Puti Rahmayani Sabirin. Sitopatologi eksfoliatif mukosa oral sebagai


pemeriksaan penunjang di kedokteran gigi. J Kedokteran dan Kesehatan 2015; 2(1):
159-60.

4. Athika Rahmawati, Tofrizal. Gambaran sitologi eksfoliatif pada apusan mukosa


mulut murid SD Negeri 13 Sungai Buluh Batang Anai Padang Pariaman. J Kesehatan
Andalas 2018; 7(2): 247.

5. Direktorat Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan (Kementerian


Kesehatan Republik Indonesia). Pedoman pengambilan spesimen dan pemeriksaan
laboratorium. 2013.

6. Gondo Mastutik, Rahmi Alia. Skrining kanker serviks dengan pemeriksaan pap smear
di Puskesmas Tanah Kali Kedinding Surabaya dan Rumah Sakit Mawadah
Mojokerto. Majalah Obstetri & Ginekologi 2015; 23(2): 57-9.

7. Primasari A, Ginting R. Buku panduan praktikum patologi anatomi blok 9 Fakultas


Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara. Medan: Universitas Sumatera Utara,
2019.

8. Suci Rahmadhani, Aswiyanti Asri. Akurasi fine needle aspiration biopsy sebagai
prosedur diagnostik nodul tiroid di Laboratorium Patologi Anatomi Rumah Sakit
Umun Pusat DR M Djamil Padang. J Kesehatan Andalas 2018; 7(3):412-4. A
rtikel Penelitian
9. Savitri Restu Wardhani. Biopsi dalam bidang dermatologi. JKM 2005;5(2): 16-8.

10. Dwi Wahyuni, Nurul Huda. Studi fenomenologi: pengalaman pasien kanker stadium
lanjut yang menjalani kemoterapi. JOM 2015; 2(2):1041-1045.

11. Abraham Simatupang, Pedoman WHO tentang penulisan resep yang baik sebagai
bagian penggunaan obat yang rasional. Majalah Kedokteran FK UKI 2012; 28(1): 27-
31.

12. Priyanto. Farmakologi dasar edisi II. Depok: Leskonfi, 2008.

23

Anda mungkin juga menyukai