Anda di halaman 1dari 23

TIM PENYUSUN

Ketua : Fitriana Kurniawati (180600110)


Sekertaris : Lulu Fakhirah K U. (180600194)
Anggota :
 Chairunnisa Citra (180600025)
 Rida Khairunnisa (180600026)
 Rona Oktaviana S. (180600027)
 Dea Yunidra (180600028)
 Muthia Hilmy (180600029)
 Fauziah Cantika (180600030)
 Amirah Najla A. (180600111)
 Cindy Leandra (180600112)
 Sarah Mutiara Beby P. (180600113)
 M. Hocky Yoes F. (180600115)
 Jesslyn Komala (180600114)
 M. Rizky Kurniawan (180600116)
 Iftri Mellani Khair (180600117)
 Madya Theresa (180600195)
 Novita Wijayanti (180600196)
 Ghea Primta Barus (180600197)
 Afif Adillah (180600198)
 Nur Haimisha N. (180600247)
 Fenita Aulia (160600204)

2
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang
telah memberikan rahmat serta karunia-Nya kepada kami sehingga kami dapat
menyelesaikan laporan hasil diskusi kelompok yang berjudul “Makan nggak enak senyum
pun malu”. Dalam penulisan laporan hasil diskusi kelompok ini kami pun mendapat banyak
ilmu yang berguna, bagi diri sendiri dan pembaca untuk kedepannya.
Laporan hasil diskusi kelompok ini disusun untuk menyelesaikan tugas Pemicu 4
sebagai bagian dari produk. Laporan hasil diskusi kelompok ini juga bertujuan agar
pembaca dapat memperluas ilmu pengetahuan tentang ulkus dan penanganannya selain itu
juga dengan adanya laporan ini diharapkan bagi pembaca agar dapat mengembangkannya
lagi. Laporan hasil diskusi kelompok yang kami buat ini, kami ambil dari berbagai sumber,
dari internet dan beberapa buku pegangan.
Semoga laporan hasil diskusi kelompok yang kami buat ini dapat bermanfaat bagi
pembaca, serta dapat memberikan wawasan yang lebih luas bagi kita semua. Kami
menyadari laporan hasil diskusi kelompok yang kami buat ini memiliki kelebihan dan
kekurangan. Kami mohon maaf bila ada kesalahan dalam penyusunan atau penulisan
laporan praktikum ini, dan kami mohon untuk saran dan kritiknya demi kesempurnaan
laporan hasil diskusi kelompok atau tugas yang akan datang

Medan,

Tim Penyusun

3
DAFTAR ISI

TIM PENYUSUN ............................................................................................................... 2


KATA PENGANTAR ........................................................................................................ 3
DAFTAR ISI....................................................................................................................... 4
BAB I : PENDAHULUAN
1. LATAR BELAKANG .......................................................................................... 5

2. TUJUAN ............................................................................................................... 5

3. DESKRIPSI PEMICU ......................................................................................... .6

BAB II : PEMBAHASAN
4. PEMBAHASAN PRODUK ................................................................................. 8

BAB III : PENUTUP


5. KESIMPULAN & SARAN ................................................................................ 21

DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................................... 23

BAB I

4
PENDAHULUAN

1. LATAR BELAKANG

Rongga mulut terdiri dari gigi dan struktur penunjangnya. Struktur penunjangnya adalah
gingiva, jaringan periodontal dan tulang alveolar. Dimana antara gigi dan struktur
penunjangnya saling berhubungan, apabila salah satunya mengalami kelainan/cedera maka
akan berdampak pada struktur lainnya, oleh karena itu sangat perlu untuk menjaga
kesehatan gigi dan struktur pendukungnya agar keseimbangan di dalam rongga mulut tetap
terjaga.

Periodontitis adalah “suatu penyakit inflamasi pada jaringan penyokong gigi yang
disebabkan oleh mikroorganisme spesifik, mengakibatkan kerusakan progresif pada
ligamen periodontal dan tulang alveolar dengan pembentukan poket, resesi atau
keduanya.” Penampakan klinis yang membedakan periodontitis dengan gingivitis adalah
keberadaan kehilangan perlekatan (attachment loss) yang dapat dideteksi. Hal ini sering
disertai dengan pembentukan poket periodontal dan perubahan densitas serta ketinggian
tulang alveolar di bawahnya. Pada beberapa kasus, resesi gingiva marginal dapat menyertai
attachment loss, yang menyembunyikan perkembangan penyakit apabila hanya dilakukan
pengukuran kedalaman poket tanpa dilakukan pengukuran tingkat perlekatan klinis

Tanda klinis inflamasi seperti perubahan warna, kontur dan konsistensi serta pendarahan
pada saat probing, tidak selalu menjadi indikator positif terjadinya attachment loss. Namun,
timbulnya pendarahan yang berkelanjutan pada saat probing dalam pemeriksaan yang
berulang telah menjadi suatu indikator yang terpercaya terhadap adanya inflamasi dan
potensi terjadinya attachment loss pada daerah yang berdarah. Menurut The 2017 World
Workshop on the Classification of Periodontal and Peri-Implant Diseases and Conditions,
periodontitis memiliki 4 stage (stage I-1V) dan 3 grade (A,B,C).

2. TUJUAN

1. Mengumpulkan gagasan, ide, pikiran, pendapat mengenai masalah yang berkaitan


dengan penyakit periodontitis dan lesi pada mukosa oral dan penanganannya.

5
2. Mengasah kemampuan berpikir kritis dalam menyelesaikan sebuah permasalahan
secara bersama
3. Memperoleh pendapat dan jawaban yang dapat dipergunakan dalam pengambilan
kesimpulan.

3. DESKRIPSI PEMICU

Pemicu 4

Nama Pemicu: Makan nggak enak senyum pun malu

Penyusun : Irma Ervina, drg., Sp. Perio (K), Dr. drg. Wilda Hafni Lubis, Msi., Dr. Drg.,
Trelia Boel., M.Kes., Sp.RKG (K)

Hari/ Tanggal : Jumat, 21 Februari 2020 Pukul : 07.30 – 09.30 WIB

Seorang laki-laki berusia 30 tahun datang ke RSGM USU Medan dengan keluhan gusi
sering berdarah dan ada luka pada pipi bagian dalam. Berdasarkan anamnesis keadaan
umum pasien baik. Pasien mengobati gusi berdarah menggunakan minyak cengkeh. Pasien
memiliki kebiasaan merokok sejak remaja Pemeriksaan intraoral menunjukkan gigi 16, 11,
21 dan 26 mobiliti derajat 1, gigi 37, 36, 31, 41, 42, 46 dan 47 mobiliti derajat 2, dengan
konsistensi gingiva oedematous. Pada gigi 46 bila ditekan keluar pus. Rata-rata kedalaman
poket antara 5 - 8 mm. Pada gigi 26 terdapat lesi furkasi derajat 2. Skor OHIS 2,2. Pada
mukosa bukal terlihat erosi, berkerut, dan berwarna putih.

Produk:

Diskusikan kasus diatas dan buat laporan kelompok mengenai :

1. Pemeriksaan apa saja yang dilakukan untuk menegakkan diagnosis kelainan periodontal

dan mukosa? Jelaskan secara lengkap!

2. Jelaskan diagnosis kelainan periodontal dan mukosa beserta alasannya!

6
3. Jelaskan diagnosis banding kelainan periodontal dan mukosa tersebut !

4. Jelaskan etiologi kelainan periodontal dan mukosa tersebut !

5. Jelaskan patogenesis kelainan periodontal dan mukosa tersebut!

6. Jelaskan rencana perawatan kelainan periodontal dan mukosa tersebut!

7. Apakah perlu dilakukan pemeriksaan penunjang pada kelainan periodontal dan mukosa

tersebut? Jelaskan !

8. Jelaskan jenis radiografi yang tepat pada kasus tersebut !

9. Jelaskan gambaran radiografi yang terlihat pada kasus tersebut !

BAB II

PEMBAHASAN

7
2.1 PEMBAHASAN PRODUK

1. Pemeriksaan apa saja yang dilakukan untuk menegakkan diagnosis kelainan


periodontal dan mukosa? Jelaskan secara lengkap!
• Kunjungan Pertama

1. Kondisi Umum Pasien

• Status mental dan emosi

• Tempramen

• Sikap

• Usia fisiologis

• Cara bernafas pasien

• Obesitas

• Anggota gerak pasien

• Perubahan warna kulit pasien yang bisa menggambarkan adanya penyakit

2. Riwayat Medis

Penilaian terhadap kesehatan umum pasien berdasarkan jawaban pasien atas pertanyaan
yg diajukan si pemeriksa.

Riwayat medis penting diungkapkan karena dapat membantu pemeriksa


mendeteksi:

a. Manifestasi oral penyakit sistemik tertentu.

b. Penyakit/kondisi sitemik yg mpengaruhi respon periodonsium thdp iritan


lokal,mis: kehamilan, DM, kelainan darah, def. nutrisi.

c. Penyakit/kondisi sistemik yg karena keberadaannya memerlukan penanganan


khusus dan modifikasi perawatan.

d. Penyakit yg bersifat menular yg membahayakan pemeriksa/ pendampingnya,mis:


AIDS, penyakit kelaminlamin.

3. Riwayat Dental

2 hal yg perlu diungkapkan:


a. Riwayat kesakitan saat ini / yg menjadi keluhan utama.

8
Adanya perdarahan gusi, gusi goyang, diastema pada gigi, rasa tidak
enak/busuk di mulut

b. Riwayat dental masa yang lalu.

Riwayat kunjungan ke dokter gigi, penyikatan gigi, riwayat perawatan ortodonti,


kebiasaan, riwayat masalah periodontal.

4. Analisis Radiografi : Pemeriksaan radiografis sebaiknya menggunakan


radiografi intraoral. Analisis radiografis yang komprehensif dapat dilakukan
minimal 14 foto intraoral, 4 foto bitewing di region posterior.

Foto panoramik dapat juga dilakukan untuk mendapatkan gambaran secara over-
all mengenai distribusi dan keparahan kerusakan pada tulang.

5. Pembuatan cetakan dan fotografi kasus

• Kunjungan Kedua

Pemeriksaan Oral :

1. Higiena oral

Dinilai berdasarkan banyak atau sedikitnya penumpukan plak, debris, materi alba dan
stein pd gigi.

2. Bau mulut

Bisa berasal dr rongga mulut(lokal) & ekstra oral.

3. Pemeriksaan rongga mulut

Kemungkinan adanya perubahan patologis pd seluruh RM harus diperiksa.

4. Pemeriksaan nodus limfe

Penyakit periodontal & gingiva sering disertai kelainan pada nodus limfe.

Pemeriksaan Gigi Geligi

1. Keausan Gigi : Erosi, Atrisi, Abrasi

2. Stein

3. HIpersensitivitas

4. Hubungan Kontak Proksimal

5. Mobiliti Gigi

9
N (normal): Secara klinis tdk terlihat ada mobiliti gigi

Derajat 1 : Gigi bergerak dlm arah vestibular maupun oral ≤ 1 mm.

Derajat 2 : Gigi bergerak dlm arah vestibular maupun oral > 1mm.

Derajat 3 :Gigi bergerak dlm arah vestibular maupun oral > 1mm & arah vertikal

6. Migrasi Patologis

7. Sensitivitas Terhadap Perkusi

8. Gigi Geligi dalam Keadaan Rahang Tertutup

9. Trauma Oklusi

10. Gigi Tiruan dan Piranti Ortodontoi

Pemeriksaan Periodonsium

1. Plak dan Kaklkulus

Plak & kalkulus supra gingiva diperiksa secara visual.

Plak & kalkulus subgingiva diperiksa dgn eksplorer + semprotan udara.

2. Gingiva

periksa: warna, tekstur permukaan, besar dan kontur gingiva, konsistensi, pendarahan.

3. Poket Periodontal

• Keberadaan dan distribusi saku pada setiap permukaan gigi

Diperiksa dengan melihat ciri-ciri saku dibantu dgn alat prob periodontal.

• Kedalaman saku

A. Selipkan prob ke dalam saku dgn prob tetap berkontak dengan gigi sampai dirasa ada
tahanan. Baca kalibrasi pada prob.

B. Kedalaman saku pada setiap gigi diukur pada 6 tempat: distal, tengah dan mesial
permukaan vestibular, serta distal, tengah dan mesial permukaan oral.

C. Pemeriksaan di permukaan interproksimal arah prob hrs sedikit dimiringkan 􏰏


terhalang daerah kontak proksimal

10
• Level perlekatan

A. Cara mengukur besar level perlekatan:

B. KGB setentang/berhimpit BSE 􏰏 level perlekatan = kedalaman saku

C. BSE tersingkap, KGB migrasi apikal􏰏level perlekatan= jarak dasar saku ke BSE

D. KGB koronal dari BSE􏰏ukur jarak KGB ke BSE. Level perlekatan= kedalaman saku
- jarak KGB ke BSE.

• Tipe saku (supraboni atau infraboni, simpel, gabungan atau kompleks)

A. Saku gusi :

Pada probing dasar saku atau bagian koronal epitel penyatu terlebih dulu terasa
menyentuh/setentang BSE􏰏 belum ada kehilangan perlekatan.

B. Saku periodontal :

Prob bisa penetrasi melewati BSE tanpa mencederai jaringan􏰏ada kehilangan perlekatan.

 Saku supraboni

 Saku infraboni

• Pendarahan Pada Probing

Penyelipan prob periodontal

A. Gingiva terinflamasi􏰏 memicu pendarahan

B. Gingiva sehat􏰏 tidak terpicu pendarahan.

Cara: prob diselipkan ke dasar saku, dijalankan sepanjang dinding saku.

Ada/tidak pendarahan tunggu sampai 30-60 detik.

• Gingiva Cekat

A. Lebar gingiva cekat

Lebar gingiva cekat = lebar gingiva berkeratin dikurang kedalaman sulkus/saku

B. Fungsi gingiva cekat


Periksa dgn test regangan (tension test)

11
Positif: gingiva bebas bergerak menjauhi gigi.

Negatif: gingiva bebas tetap kaku tidak bergerak.

• Lesi Furkasi

A. Derajat lesi furkasi

Derajat 1, Derajat 2, Derajat 3, Derajat 4

B. Aksesibilitas muara furkasi

58% gigi molar pertama maksila dan mandibula muara furkasinya lebih sempit dibanding
diameter kuret periodontal.

• Abses periodontal

Analisis Fungsi

Pemeriksaan oklusi, prematuritas, sendi temporomandibular dan otot pengunyahan,


fremitus (bergeraknya gigi), dan kebiasaan parafungsi.

2. Jelaskan diagnosis kelainan periodontal dan mukosa beserta alasannya!

• Periodontitis Stage III Grade C

Sesuai dengan The 2017 World Workshop on the Classification of Periodontal and Peri-
Implant Diseases and Conditions, kasus diatas diklasifikasikan sebagai periodontitis stage
III, seperti tabel diatas tertulis untuk stage III terdapat kedalaman probing ≥6 mm
sedangkan pada kasus rata-rata kedalaman probing 5-8 mm. Gigi 16, 11, 21 dan 26

12
mobiliti derajat 1, gigi 37, 36, 31, 41, 42, 46 dan 47 mobiliti derajat 2. Pada tabel, tertulis
terjadi furcation involvement class II or III , pada kasus kita dikatakan terdapat lesi furkasi
derajat 2.

Grade C karena pada tabel dikatakan bahwa tandanya periode perkembangan penyakit
cepat, seperti pada kasus baru berusia 30 tahun namun telah mengalami kehilangan
tulang/kerusakan, gigi yang mobiliti dan kedalaman prob 5-8 mm.

• Traumatic Ulser (Chemical Burn)

Traumatik ulser adalah lesi yang paling sering terjadi pada jaringan lunak rongga mulut.
Traumatik ulser dapat terjadi karena trauma fisik, kimia, termal ataupun bibir, lidah, dan
mukosa bukal. Luka akibat kimia dapat disebabkan oleh penggunaan bahan kimia seperti
aplikasi obat topikal untuk mengurangi rasa sakit gigi. Beberapa bahan adalah aspirin,
natrium perborate, hidrogen peroksida, bensin, terpentin, alkohol gosok, asam baterai,
isopropil alkohol, fenol, eugenol, karbid peroksidase, bifosfonat, klorpromazin, dan
promazin. Luka bakar kimia menghasilkan nekrosis mukosa dengan gambaran klinis
yang lebih parah. Jika terpapar dalam waktu singkat dengan bahan kimia, mukosa
superfisial menjadi putih dan berkerut, tetapi paparan yang lebih lama menyebabkan
denudasi lapisan epitel dan perkembangan membran fibrinopurulen kekuningan di area
yang terkena paparan.

Cengkeh yang digunakan pada kasus untuk mengobati gusi berdarah mengandung eugenol
82%. Bahan ini dapat menyebabkan efek terbakar pada mukosa oral. Eugenol umumnya
bersifat sitotoksik pada konsentrasi tinggi dan memiliki efek buruk pada sel-sel fibroblas
dan osteoblas. Jadi pada konsentrasi tinggi ia menghasilkan nekrosis dan mengurangi
penyembuhan. Efek ini terkait dosis dan berpotensi mempengaruhi semua pasien.

• Abses Periodontal

Abses periodontal merupakan infeksi lokal purulen di dalam dinding gingiva pada saku

13
periodontal yang dapat menyebabkan destruksi ligamen periodontal dan tulang alveolar.
Abses periodontal secara khusus ditemukan pada pasien dengan periodontitis yang tidak
dirawat dan berhubungan dengan saku periodontal yang sedang dan dalam, biasanya
terletak diluar daerah mukogingiva. Gambaran klinisnya terlihat licin, pembengkakan
gingiva mengkilat disertai rasa sakit, daerah pembengkakan gingivanya lunak karena
adanya eksudat purulen dan meningkatnya kedalaman probing, gigi menjadi sensitif bila
diperkusi dan mungkin menjadi mobiliti serta kehilangan perlekatan periodontal dengan
cepat dapat terjadi.

Abses periodontal secara mikroskopis merupakan akumulasi dari PMN


(polymorphonuclear) yang hidup maupun sudah mati didalam dinding poket periodontal.
PMN ini akan mengeluarkan enzim yang dapat merusak sel-sel dan komponen struktur
jaringan lainnya. Hasil dari kerusakan sel-sel dan jaringan ini adalah cairan yang
dinamakan pus, yang merupakan inti dari abses. Reaksi inflamasi akut disekitar pus
menghasilkan edema intra dan ekstra sel serta penghancuran leukosit. Berkurangnya
resistensi jaringan, virulensi, dan jumlah bakteri yang ada menentukan terjadinya infeksi,
masuknya bakteri ke dalam dinding jaringan lunak memulai pembentukan abses
periodontal.mobiliti serta kehilangan perlekatan periodontal dengan cepat dapat terjadi.
(Perawatan pasien dengan abses periodonta)

3. Jelaskan diagnosis banding kelainan periodontal dan mukosa tersebut !

• Periodontitis Stage II, Grade A

• Leukoplakia Homogen

Disebut juga sebaia leukoplakia simplex yang terjadi pada sekitar 84 % kasus biasanya
tanpa gejala. Gambaran klini menunjukkan leukoplakia homogen yaitu datar, tipis atau
berkertu dan semuanya berwarna putih dan penyakit ini sering dijumpai pada pasien yang
memiliki kebiasaan merokok.

• Stomatitis Nicotina

Stomatitis Nikotina merupakan salah satu kelainan pada mukosa mulut sebagai akibat
kebiasaan pengunaan tembakau dalam jumlah besar dan waktu yang lama. Kelainan ini
sering terjadi pada palatum keras. Mula-mula dengan gejala kemerahan yang difus,
kemudian menjadi keabuan dan kemungkinan mengalami pengerutan pada waktunya,
terlihat banyak papula-papula keratotik khas dengan tengah yang merah cekung dan
berhubungan dengan duktus ekskretorius kelenjar liur minor yang melebar serta
meradang, papula –papula yang terpisah tetapi dengan yang tengah merah yang menonjol

14
adalah umum.

• Leukoedema

Merupakan plak putih yang terletak pada mukosa bukal yang dianggap sebagai variasi
normal. Leukoedema biasanya asimptomatik dan simetris terdapat pada mukosa bukal.
Lesi muncul secara menyebar (difus), abu-abu putih, filmy, memiliki permukaan seperti
susu.

• Lichen Planus

Penyakit autoimun yang bersifat kronis dapat mengenai kuku, kulit, rambut & membran
mukosa biasanya ditandai dengan reticular atrophic & erosive mucosal. Lichen planus
dapat memberikan gambaran suatu lesi seperti plak.

• Tidak ada diagnosis banding untuk mukosa oral

• Abses Gingiva

Abses gingiva merupakan infeksi lokal purulen yang terletak pada marginal gingiva atau
papila interdental dan merupakan lesi inflamasi akut yang mungkin timbul dari berbagai
faktor, termasuk infeksi plak mikroba, trauma, dan impaksi benda asing. Gambaran
klinisnya merah, licin, kadang-kadang sangat sakit dan pembengkakan sering
berfluktuasi.

• Abses Periapikal
Abses periapikal merupakan pus yang terlokalisir yang menghancurkan
jaringan periradikuler akibat adanya infeksi dan supurasi jaringan sebagai respon
inflamasi terhadap iritan mikroba dan iritan non mikroba dari pulpa yang nekrosis.

4. Jelaskan etiologi kelainan periodontal dan mukosa tersebut !

• Periodontitis stage III, grade C

Primer : Penumpukan bakteri plak pada permukaan gigi merupakan penyebab utama

15
penyakit periodontal. Pada soal diketahui pasien memiliki skor OHIS 2.2 yang berarti
sedang (Gigi di tutupi oleh debris lebih dari 1/3 tetapi kurang dari 2/3 dari luas permukaan
gigi). Bakteri yang biasa terlibat dalam penyakit periodontitis ada Aggregatibacter
actinomycetemcomitans, Porphyromonas gingivalis, Prevotella intermedia, dan
Fusobacterium nucleatum.

Sekunder : Merokok yang dilakukan oleh pasien dapat meningkatkan prevalensi


periodontitis, meningkatkan kedalaman poket, kehilangan perlekatan dan tulang. Nikotin
dalam rokok merusak sistem respon imun dan menyebabkan penyempitan pembuluh
darah termasuk pembuluh darah disekitar jaringan periodontal. Hal ini menyebabkan
penurunan oksigen di dalam jaringan dan merusak respon sistem imun, dengan demikian
membentuk suatu lingkungan menguntungkan bagi pertumbuhan bakteri penyebab
penyakit periodontal.

Tar?

• Traumatic ulser (chemical burn)

Disebabkan oleh iritan lokal yaitu adanya bahan kimia didalam rongga mulut dalam hal ini
minyak cengkeh yang mengandung eugenol akhirnya mengenai mukosa oral.

• Abses Periodontal

Abses periodontal memiliki 2 etiologi yaitu berhubungan dengan periodontitis dan tidak
berhubungan dengan periodontitis. Pada kasus ini etiologinya berdasar hubungan dengan
penyakit periodontitis.

1. Adanya saku periodontal yang dalam dan berliku.

2. Penutupan marginal saku periodontal yang dapat mengakibatkan perluasan infeksi ke


jaringan periodontal sekitarnya karena tekanan pus di dalam saku tertutup.

3. Perubahan dalam komposisi mikroflora, virulensi bakteri, atau dalam pertahanan host
bisa juga membuat lumen saku tidak efisien dalam meningkatkan pengeluaran suppurasi.

4. Pengobatan dengan antibiotik sistemik tanpa debridemen subgingiva pada pasien dengan
periodontitis lanjut juga dapat menyebabkan pembentukan abses.

16
Pada kasus ini poin 1,2 dan 3 yang cocok untuk etiologi kasus diatas.

5. Jelaskan patogenesis kelainan periodontal dan mukosa tersebut!


Periodontitis :
Abses Periodontal : Masuknya bakteri kedalam dinding saku jaringan lunak merupakan
awal terjadinya abses periodontal. Sel-sel inflamatori kemudian ditarik oleh faktor
kemotaksis yang dilepaskan oleh bakteri dan bersama dengan reaksi inflamatori akan
menyebabkan destruksi jaringan ikat, enkapsulasi dari infeksi bakteri dan memproduksi
pus.
Traumatik ulser (chemical burn) : awal mula terjadinya karena adanya paparan bahan kimia
pada mukosa oral, yaitu penggunaan minyak cengkeh yang mengenai mukosa oral yang
mengandung bahan eugenol 80%. Bahan ini menyebabkan luka/iritan pada mukosa oral.
Setelah terjadi trauma, patogenesis traumatik ulser melibatkan 4 fase penyembuhan
1. Fase hemostasis terjadi karena trombosit yang keluar dari pembuluh darah saling
menempel (membentuk sumbat trombosit) dan bersama dengan jala fibrin yang
terbentuk membekukan darah yang keluar dari pembuluh darah. Komponen hemostasis
akan melepaskan dan mengaktifkan sitokin yang meliputi Epidermal Growth Factor
(EGF), Insulin-like Growth Factor (IGF), Platelet-Derived Growth Factor (PDGF), dan
beta Transforming Growth Factor (TGF-β), yang berperan untuk terjadinya kemotaksis
neutrofil, makrofag, sel mast, sel endotelial dan fibroblas. Fibroblas ini nantinya akan
membentuk jaringan parut dalam proses penyembuhan luka. Bersamaan dengan ini
terjadi pula fase inflamasi. Fase ini berlangsung sejak terjadinya luka hingga 4-5 hari.
2. Fase inflamasi berlangsung sejak terjadinya luka sampai hari ke tiga. Fase inflamasi
terjadi bertujuan untuk mengendapkan matriks ektraseluler serta menghilangkan
komponen asing. Pada tahap ini, sel radang akut serta neutrofil akan menginvasi daerah
radang dan menghancurkan semua bakteri. Fase inflamasi ditandai dengan terjadinya
pembekuan darah (clotting) untuk mempertahankan hemostasis, pelepasan bermacam-
macam faktor untuk menarik sel-sel yang akan memfagosit debris, bakteri, dan jaringan
yang rusak, serta pelepasan faktor yang akan memulai proliferasi jaringan.
3. Fase profilerasi dimulai hari ke dua setelah trauma jaringan dan berlanjut hingga dua
sampai tiga minggu setelah trauma. Proliferasi sel secara umumnya dapat dirangsang
oleh faktor pertumbuhan intrinsik, jejas kematian sel, atau bahkan oleh deformasi
mekanis jaringan. Pemulihan dimulai dalam 24 jam setelah jejas melalui migrasi
fibroblas dan induksi proliferasi dan sel endotel. Rekrutmen dan stimulasi fibroblas
dikendalikan oleh banyak faktor pertumbuhan, meliputi PDGF, Basal Fibroblas Growth
Factor (bFGF), dan TGF-β. Sumber dari berbagai faktor ini antara lain endotel
teraktivasi dan sel radang terutama sel makrofag. Dalam tiga sampai lima hari, muncul
jenis jaringan khusus yang mencirikan terjadinya penyembuhan yang disebut jaringan
granulasi. Awal dari proses penyembuhan, fibroblas mempunyai kemampuan kontraktil
dan disebut miofibroblas, yang mengakibatkan tepi luka akan tertarik dan kemudian
mendekat, sehingga kedua tepi luka akan melekat. Pada saat berlangsungnya
penyembuhan, maka fibroblas bertambah. Sel ini menghasilkan kolagen, sehingga
jaringan granulasi yang kemudian akan mengumpulkan matriks jaringan ikat secara
progresif, akhirnya akan menghasilkan fibrosis padat (pembentukan jaringan parut
kolagen) yang dapat melakukan remodeling lebih lanjut sesuai perjalanan waktu.

17
6. Jelaskan rencana perawatan kelainan periodontal dan mukosa tersebut!

Fase preliminary/pendahuluan : untuk perawatan kasus yang darurat.


Perawatan dilakukan dengan melihat kasus mana yang lebih darurat pada kasus ini diawali
dengan Abses periodontalnya.
1. Menghilangkan iritan lokalnya dengan menghentikan penggunaan
eugenol

2. Drainase abses
Drainase abses gingiva dilakukan apabila permukaan lesi lunak konsis-
tensinya. Mula-mula permukaan abses diberi anestesi topikal. Setelah
anestesi berjalan, daerah abses yang paling lunak diinsisi dengan skalpel.
Kemudian daerah yang diinsisi dibersihkan dengan air hangat, lalu
ditekan dengan kain kasa untuk menghentikan pendarahan. Daerah abses
yang telah diinsisi diperiksa kembali untuk menyingkirkan benda asing
yang tertancap di dalam gingiva.

Pasien diinstruksikan agar selama 24 jam pertama berkumur-kumur dengan air


hangat setiap dua jam.

Lesi biasanya sembuh setelah 1 - 2 hari. Apabila tidak ditemukan lesi


periodontal lain di rongga mulut, perawatan selesai dan tidak diperlukan
perawatan lanjutan. Namun apabila terdapat lesi periodontal, maka dijadwalkan
untuk perawatan selanjutnya.

3. Pengasahan gigi yang ekstrusi akibat pembentukan abses.

4. Pemberian antibiotika untuk meredakan komplikasi sistemik yang


menyertai pembentukan abses.

Terapi Fase I (Fase etiotropik) :

•Kontrol plak, Kontrol diet (bagi penderita karies rampan) , Penskeleran dan

penyerutan akar, Koreksi restorasi dan protesa yg mengiritasi, Ekskavasi karies

18
dan restorasi (sementara /permanen 􏰏 tergantung prognosis gigi yg final dan

lokasi karies) • Terapi antimikrobial (lokal/sistemik), Terapi oklusal

(penyelarasan oklusal), Pergerakan gigi secara ortodontik, Pensplinan provisional

Evaluasi respon terhadap FaseI : Pengecekan kembali

􏰏 Kedalaman saku & inflamasi gingiva, Plak, kalkulus, dan karies

Terapi Fase II (Fase bedah)

• Bedah periodontal

• Perawatan saluran akar

Terapi Fase III (Fase restoratif)

• Restorasi final

• Gigi tiruan cekat dan lepasan

Evaluasi respon terhadap prosedur restoratif

19
􏰏 Pemeriksaan periodontal

Terapi Fase IV (Fase pemeliharaan/terapi periodontal suportif)

• Kunjungan berkala

• Plak dan kalkulus

• Kondisi gingiva (saku dan inflamasi)

• Oklusi, mobiliti gigi

• Perubahan patologis lainnya

20
7. Apakah perlu dilakukan pemeriksaan penunjang pada kelainan periodontal dan

mukosa tersebut? Jelaskan!

Pemeriksaan penunjang perlu dilakukan yaitu pemeriksaan radiografi untuk menentukan

keparahan dan prognosis serta evaluasi hasil perawatan. Gambaran radiografi

menyediakan informasi yang penting dalam mendiagnosis penyakit periodontal

karena radiograf dapat menampilkan gambaran yang tidak terlihat pada

pemeriksaan klinis sperti panjang akar dan tinggi tulang yang tertinggal.

Radiograti periodontal dapat digunakan untuk pemeriksaan status periodontal,

tindakan endodontik, evaluasi kista periapikal/lesi lain pada tulang alveolar,

evaluasi pasca trauma gigi yang melibatkan tulang dan evaluasi implan paska

pemasangan serta memberikan gambaran pada deteksi inflamasi apikal gigi.

21
8. Jelaskan jenis radiografi yang tepat pada kasus tersebut !
Jenis radiografi yang dapat digunakan adalah periapikal dengan teknik paralel. Teknik
radiografi intraoral ini digunakan untuk melihat beberapa gigi dan jaringan pendukung
disekitar apeks. Setiap gambar radiografi periapikal memperlihatkan dua sampai empat
gigi dengan gambaran dari mahkota hingga tulang alveolar disekitarnya.
Jenis radiogafi lainnya yang juga dapat digunakan adalah teknik panoramik.
Panoramik merupakan foto ronsen ekstra oral yang menghasilkan gambaran yang
memperlihatkan struktur fasial termasuk mandibula dan maksila beserta struktur
pendukungnya. Struktur periodontal yang teridentifikasi dalam radiografi meliputi lamina
dura, tulang alveolar, ruang ligamen periodontal dan sementum. Foto panoramik dapat
mendiagnosa penyakit periodontal pada kasus yang parah dan sebagai pemeriksaan
tambahan pada jaringan tulang marginal.

9. Jelaskan gambaran radiografi yang terlihat pada kasus tersebut !

Gambaran radiografis periodontitis


1. Kekaburan dan putusnya
lamina dura, pada bagian mesial atau distal dari puncak septum
interdental dipertimbangkan sebagai perubahan radiografi paling
awal pada periodontitis.
2. Kehilangan tulang interdental berlanjut dan pelebaran ruang
periodontal akibat radiolusen wedge shape pada aspek mesial
dan distal puncak tulang.

3. Proses destruksi berjalan sepanjang puncak septum


interdental dan tingginya tulang menjadi berkurang.

4. Tinggi tulang septum interdental berkurang secara progresif


akibat perluasan inflamasi dan resorpsi tulang.

Gambaran radiografis abses periodontal

22
BAB III
PENUTUP
3.1. KESIMPULAN & SARAN

DAFTAR PUSTAKA
1. Fatima Siti Maulidya Bachrudin, Aisyah Putri Rezeki. Tata laksana lesi oral pada anak
laki-laki usia 9 tahun. Prosiding dies natalis 57 fakultas kedokteran gigi Universitas
Padjadjaran, Bandung, 2017: 236.

23
2. Taufiqurrahman, Herdini Camelia. Metastasis leher tersembunyi pada karsinoma lidah
T1-T2. J Kesehatan Andalas 2014; 3(3): 552-3.

3. Indah Puti Rahmayani Sabirin. Sitopatologi eksfoliatif mukosa oral sebagai


pemeriksaan penunjang di kedokteran gigi. J Kedokteran dan Kesehatan 2015; 2(1):
159-60.

4. Athika Rahmawati, Tofrizal. Gambaran sitologi eksfoliatif pada apusan mukosa mulut
murid SD Negeri 13 Sungai Buluh Batang Anai Padang Pariaman. J Kesehatan Andalas
2018; 7(2): 247.

5. Direktorat Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan (Kementerian


Kesehatan Republik Indonesia). Pedoman pengambilan spesimen dan pemeriksaan
laboratorium. 2013.

6. Gondo Mastutik, Rahmi Alia. Skrining kanker serviks dengan pemeriksaan pap smear
di Puskesmas Tanah Kali Kedinding Surabaya dan Rumah Sakit Mawadah Mojokerto.
Majalah Obstetri & Ginekologi 2015; 23(2): 57-9.

7. Primasari A, Ginting R. Buku panduan praktikum patologi anatomi blok 9 Fakultas


Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara. Medan: Universitas Sumatera Utara,
2019.

8. Suci Rahmadhani, Aswiyanti Asri. Akurasi fine needle aspiration biopsy sebagai
prosedur diagnostik nodul tiroid di Laboratorium Patologi Anatomi Rumah Sakit
Umun Pusat DR M Djamil Padang. J Kesehatan Andalas 2018; 7(3):412-4. A
rtikel Penelitian
9. Savitri Restu Wardhani. Biopsi dalam bidang dermatologi. JKM 2005;5(2): 16-8.

10. Dwi Wahyuni, Nurul Huda. Studi fenomenologi: pengalaman pasien kanker stadium
lanjut yang menjalani kemoterapi. JOM 2015; 2(2):1041-1045.

11. Abraham Simatupang, Pedoman WHO tentang penulisan resep yang baik sebagai
bagian penggunaan obat yang rasional. Majalah Kedokteran FK UKI 2012; 28(1): 27-
31.

12. Priyanto. Farmakologi dasar edisi II. Depok: Leskonfi, 2008.

24

Anda mungkin juga menyukai