FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MULAWARMAN
2019
KATA PENGANTAR
Dengan menyebut nama Tuhan Yang Maha Esa, kiranya pantaslah kami memanjatkan
puji syukur atas segala nikmat yang telah diberikan kepada kami, baik kesempatan maupun
kesehatan, sehingga kami dapat menyelesaikan laporan ini dengan baik.
Laporan ini dapat hadir seperti sekarang ini tak lepas dari bantuan banyak pihak.
Untuk itu sudah sepantasnyalah kami mengucapkan rasa terima kasih yang sebesar-besar
buat mereka yang telah berjasa membantu kami selama proses pembuatan laporan ini dari
awal hingga akhir.
Namun, kami menyadari bahwa laporan ini masih ada hal-hal yang belum sempurna
dan luput dari perhatian kami. Baik itu dari bahasa yang digunakan maupun dari teknik
penyajiannya. Oleh karena itu, dengan segala kekurangan dan kerendahan hati, kami sangat
mengharapkan kritik dan saran dari para pembaca sekalian demi perbaikan laporan ini
kedepannya.
Akhirnya, besar harapan kami agar kehadiran laporan kelompok ini dapat
memberikan manfaat yang berarti untuk para pembaca. Dan yang terpenting adalah semoga
dapat turut serta menambah ilmu pengetahuan kepada pembaca.
Kelompok 4
DAFTAR ISI
Halaman judul
Kata Pengantar
Daftar Isi
Abstraksi
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
1.2 Tujuan
1.3 Manfaat
BAB II ISI
ABSTRACT
The etiology of supernumerary teeth can be divided into several theories, namely the theory of
atavism, the theory of epithel hypergenesis, hereditary theory, and dichotomy theory. Which is
where supernumerary teeth can cause malocclusion, so orthodontic treatment is needed.
Orthodontic treatment is divided into several namely preventive care, interseptive care and
curative care. Depending on the problem or condition of the patient's teeth to be orthodontic
treatment.
BAB 1
PENDAHULUAN
1.3 Manfaat
Manfaat dari pembelajaran tentang perawatan ortodontik ini adalah memberikan
pengetahuan dan pemahaman mahasiswa tentang ilmu kedokteran gigi yang lebih luas
lagi, yaitu pemulihan fungsi stomatognatik yang nantinya akan diaplikasikan pada saat
menjadi seorang dokter gigi atau melanjutkan studi ke jenjang berikutnya sehingga saat
telah menjadi dokter gigi nantinya mahasiswa mampu menangani pasien dengan baik,
benar dan tepat sehingga memberikan kepuasan kepada pasien.
BAB II
ISI DAN PEMBAHASAN
SKENARIO
Kok Bisa Seperti Itu ???
Seorang mahasiswa program studi kedokteran gigi menemukan pada suatu jurnal
kasus maloklusi seperti foto diatas, seorang perempuan yang berumur 9 tahun ditemukan
gigi depannya ada tambahan gigi kecil diantara gigi insisivus kiri dan gigi insisivus kanan
sehingga ia kepingin mengetahui sebenarnya apa dan kenapa gigi tersebut kok bisa
seperti itu. Kasus ini didiskusikan dengan pembimbingnya.
Mahasiswa : Dokter apakah ini termasuk maloklusi ? gigi apa yang tumbuh ditengah
gigi insisivus itu namanya apa dok ?
Pembimbing : ya ini merupakan salah satu yang menyebabkan maloklusi dan gigi yang
kecil tersebut namanya supernumary
Mahasiswa : Apa yang perlu kita lakukan dan penanganannya. Bagaimana dok
Pembimbing : Apabila nanti ditemukan pasiennya dengan kasus seperti ini maka harus
dimengerti dulu pengertian mengenai pencegahan ortodontik ,interseptik
ortodontik , serta curatif ortodontik , Saudara harus mengerti perbedaannya
dan mengetahui juga macam dan bentuk alat yang digunakan untuk
penanganan maloklusi. Menurut mu ini termasuk interseptik atau curatif
ortodontik ?
Mahasiswa : Belum tau dok
Pembimbing : kalu begitu cari dulu dalam buku ortodonsi pelajari kasus ini mulai dari
etiologi, pengertian, perbedaan interseptik ortodontik dengan pencegahan
orthodontik serta penanganan macam dan type alat untuk terapi maloklusi
khusus kasus interseptik ortondontik lain waktu kita diskusikan.
1. Belum pasti, etiologi berasal dari superakturasi dari lamina gigi, dari factor genetic dan
juga factor seks. Faktor genetic, orang tuanya mengalami supernomary teeth. Dan pada
proses insisiasi terjadi masalah.
2. Supernumary bias menyebabkan benih giginya tidak keluar dan menyebabkan
maloklusi. Tumbuh dan mengambil ruang dan membuat gigi berjejal.
3. Etiologi malokusli, factor herediter dan factor lokal : trauma, gigi sulung tanggal
premature, kebiasaan buruk ( mengisap ibu jari). Faktor umum dan lokal : Kelainan
gigi, kongefital, dan kecelakaan.
4. Alat penanganan maloklusi :
Lip Bumper : busur lepasan yang disisipkan ke dalam tube tambahan yang
dikombinasi dengan kawat orthodonsi berupa klamer adams untuk retensi pada
gigi-gigi molar pertama bawah.
Interseptik : plat fungsional atau activator, palatum expensionsi remoble
Lepasan : aktif : skrup expansi
5. Akibat maloklusi tidak di tangani:
Otomatis otot-otot penyanggah terganggu.
2. Bisa menyababkan estetisnya terganggu.
3. Sisa-sisa makanan, dapat menyebabkan karies.
4. Menyebabkan kegoyanagan gigi, karna oklusi yang tidak normal.
Dapat terjadi gingivitis.
6. 3 macam : ekstraksi : dilakukan saat giginya tumbuh dan berkembang (supernumary
teeth tidak tumbuh saat perkembanga giginya tapi menggangu pertumbuhan saat
berkembang)
Pembedahan : usia anak 8-10 tahun.
Memposisikan pada lengkung gigi.
Tergantung dari erupsi gigi (erupsi diluar lengkung gigi dan didalam lengkung gigi bias
dilakukan ekstaksi).
Gigi desidui : Interseptik
Gigi permanen : kuratif.
7. Perawatan pencegahan : umur anak 3-6 tahun (untuk perawatan lebih lama).
Perawatan Interseptif :
1.Perawatan karies gigi sulung.
2.Menghilangkan kebiasaan buruk.
3.Pengamatan diastema insisiv.
4.Penyesuaian dan evalusi oklusi.
5.Rontegn foto min. 2x setahun.
6.Space maintener.
8. Perbedaan pada gigi desidui : interseptik (alat lepasan)
Pada gigi permanen : kuratif (alat cekat)
Interseptik : mecegah maloklusi yang parah
Kuratif : maloklusi sudah parah
9. Masih bisa ditangani dengan cara perawatan interseptik
Supernumary Teeth
Maloklusi
Perawatan Interseptik
2. 5 Learning Objective
Mahasiswa mampu memahami dan mejelaskan :
1. Etiologi supernimary teeth
2. Etiologi maloklusi
3. Jenis perawatan preventif
4. Jenis & alat perawatan interseptik
5. Jenis & alat perawatan kuratif
2. 6 Belajar Mandiri
Masing-masing anggota diskusi secara mandiri dengan tujuan belajar yang telah
dirumuskan pada LO untuk mengetahui lebih dalam terhadap materi yang akan dibahas
pada diskusi kempok kecil (DKK) dengan mempergunakan refrensi yang telah tersedia dan
mengembangkan apa yang anggota kelompok pahami dari pembelajaran tersebut.
2. 7 Sintesis
1. Etiologi Supernumary teeth
M.Thérèse Garvey (1999) mengatakan bahwa faktor genetik berperan penting dalam
terjadinya anomali gigi supernumerary karena sering ditemukan pada anggota keluarga
dari pasien. Gigi supernumerary juga sering ditemukan pada regio molar dan yang disebut
paramolar. Anomali ini biasanya terdapat juga pada orang tua (ayah/ibu) dan keluarga
pasien yang lain.
1. Teori Atavisme
Atavisme adalah suatu istilah yang menggambarkan kecenderungan
seseorang untuk kembali ke sifat atau perilaku nenek moyang mereka. Gigi
supernumerary terjadi karena mengikuti primitive dentition. Nenek moyang
manusia yang dipercayai berasal dari spesies kera mempunyai 44 gigi sehingga
pada saat ini masih E-Journal WIDYA Kesehatan Dan Lingkungan 38 Volume
1 Nomor 1 Mei-Agustus 2013 Herlianti Iswari S., 37 - 45 terdapat manusia
yang mempunyai jumlah gigi yang lebih dari normal atau gigi supernumerary.
2. Teori hypergenesis epithel
Teori ini menjelaskan bahwa gigi supernumerary juga dapat terjadi akibat
hipergenesis epitel dimana sisa lamina dental atau cabang palatal lamina dental
yang aktif dirangsang untuk berkembang menjadi benih gigi tambahan sehingga
terbentuknya gigi supernumerary.
3. Teori Faktor Keturunan (herediter)
gigi supernumerary merupakan suatu kelainan yang diturunkan dan
dibawa oleh suatu gen mutan. Teori ini didukung oleh peningkatan penemuan
kasus gigi supernumerary pada pasien dengan anomali dentofasial seperti celah
bibir atau palatum dan cleidocranial dysplasia. Pada Anomali/kelainan
pertumbuhan seperti pada cleft palate, sering dihubungkan dengan sindroma
atau gangguan pertumbuhan yang berhubungan dengan peningkatan prevalensi
gigi supernumerary seperti celah bibir dan palatum, displasia cleidocranial dan
sindroma Gardner. Gigi supernumerary yang disertai dengan kelainan celah
bibir dan palatum merupakan akibat dari proses fragmentasi lamina dental
sewaktu pembentukan celah bibir. Selain itu teori herediter juga didukung oleh
perkembangan gigi supernumerary yang sering terjadi secara bilateral pada satu
rahang. Gigi supernumerary banyak ditemukan dari faktor keturunan dan
insidensi kasus gigi supernumerary lebih tinggi pada laki-laki dibanding
perempuan (Ibrahim Awni,1989).
4. Teori Dikotomi
Teori ini menjelaskan bahwa benih gigi terbagi dua saat
perkembangannya. Satu bagian akan berkembang menjadi gigi normal
sementara satunya lagi berkembang menjadi gigi supernumerary seperti
mesiodens. Pendukung teori ini percaya bahwa dikotomi benih gigi tersebut
merupakan suatu proses germination yang lengkap (J.R.E. Mills,1987).
2. Etiologi Maloklusi
Maloklusi merupakan penyimpangan dari pertumbuhkembangan disebabkan faktor-
faktor tertentu. Secara garis besar etiologi suatu maloklusi dapat digolongkan dalam
beberapa faktor herediter dan faktor lokal (Profit, 2007).
A. Faktor Herediter
Pada populasi primitif yang terisolir jarang dijumpai maloklusi yang
berupa disproporsi ukuran rahang dan gigi. Pada populasi modern lebih sering ditemukan
maloklusi disbanding populasi primitif diduga karena adanya kawin campur yang
menyebabkan peningkatan prevalensi maloklusi (Profit,2013). Pengaruh herediter dapat
bermanifestasi dalam dua hal, yaitu :
2) Disproporsi ukuran, posisi dan bentuk rahang atas dan rahang bawah yang
menghasilkan relasi rahang yang tidak harmonis. Dimensi kraniofasial, ukuran dan jumlah
gigi sangat mempengaruhi faktor genetic atau herediter sedangkan dimensi lengkung geligi
dipengaruhi oleh faktor lokal.
B. Faktor Lokal
1) Gigi sulung tanggal dini dapat berdampak pada susunan gigi permanen. Semakin
muda umur pasien pada saat terjadi tanggal maka gigi sulung semakin besar akibatnya
pada gigi permanen. Insisivus yang tanggal dini tidak begitu berdampak tetapi kaninus
sulung akan menyebabkan pergeseran garis median.
2) Persistensi gigi sulung Oover retained deciduous teeth berarti gigi sulung yang
sudah melewati waktu tanggal tetapi tidak tanggal.
3) Trauma yang mengenai gigi sulung dapat menggeser benih gigi permanen. Bila
terjadi trauma pada saat mahkota gigi permanen sedang terbentuk dapat terjadi dilaserasi,
yaitu akar gigi yang mengalami distorsi bentuk.
4) Jaringan lunak, tekanan dari otot bibir, pipi dan lidah memberi pengaruh yang
besar terhadap letak gigi. Meskipun tekanan otot-otot ini jauh lebih kecil dibanding
tekanan otot pengunyahan tetapi berlangsung lebih lama.
5) Kebiasaan buruk, suatu kebiasaan yang berdurasi sedikitnya 6 jam sehari,
berfrekuensi cukup tinggi dengan intensitas yang cukup dapat menyebabkan maloklusi.
Kebiasaan mengisap jari atau benda-benda lain dalam waktu yang berkepanjangan dapat
menyebabkan maloklusi.
a) Pada waktu anak masih dalam kandungan, ibu harus mendapatkan makanan yang
cukup nilai gizinya untuk kepentingan pertumbuhan janin. Ibu harus cukup
mendapat kalsium, fosfor, fluor dan vitamin-vitamin A, C dan D untuk mencukupi
kebutuhan janin akan zat-zat tersebut.
b) Setelah bayi lahir, nutrisi anak juga harus dijaga agar pertumbuhan dan
perkembangan badannya normal, dan harus dijaga dari penyakit-penyakit yang
dapat mengganggu jalannya pertumbuhan. Penyakit rhinitis, rakhitis, sifilis, TBC
tulang atau avitaminosis dapat menimbulkan deformasi tulang termasuk gigi-gigi
dan jaringan pendukungnya. Gangguan pada kelenjar endokrin misalnya glandula
hipofise, glandula tyroida, dapat mengakibatkan gangguan pertumbuhan dan
mengakibatkan adanya anomali pada gigi-giginya. Juga harus dijaga adanya luka
pada saat kelahiran. Kerusakan yang terjadi pada rahang akibat pemakaian tang-
tang obstetri dapat mengakibatkan anomali yang berat pada gigi-gigi.
c) Setelah anak mempunyai gigi, maka harus dijaga agar gigi ini tetap sehat sampai
pada saatnya akan digantikan oleh gigi permanen. Kebersihan mulut harus dijaga,
harus diajarkan cara-cara menggosok gigi yang benar, tiga kali sehari setiap selesai
makan dan menjelang tidur. Secara teratur si anak diperiksakan ke dokter gigi
setiap 6 bulan sekali untuk melihat keadaan gigi-giginya. Jika terdapat karies harus
segera ditambal. Dilakukan tindakan preventif agar gigi-giginya tidak mudah
terserang karies, misalnya topikal aplikasi NaF, mouth rinsing dan plak kontrol.
Fungsi pengunyahan harus dijaga agar tetap baik. Pada masa pergantian gigi harus
dijaga agar gigi desidui tidak dicabut atau hilang terlalu awal (premature
axtraction atau premature loss), ataupun terlambat dicabut sehingga gigi permanen
penggantinya telah tumbuh (terjadi persistensi atau prolong retention gigi desidui).
Jika gigi desidui harus dicabut jauh sebelum waktu tanggalnya, harus dibuatkan
space maintainer untuk menjaga agar ruangan bekas gigi desidui tadi tidak
menutup. Kebiasaan menghisap ibu jari (thumb sucking), menggigit bibir (lips
biting), meletakkan lidah diantara gigi-giginya (tongue biting), mendorong lidah
pada gigi-gigi depannya (tongue thrusting), cara berbicara yang salah, cara
penelanan yang salah, adalah merupakan kebiasaan jelek yang apabila dilakukan
dalam waktu yang cukup lama dan dilakukan pada masa pertumbuhan aktif, akan
mengakibatkan timbulnya anomali pada gigi-giginya. Oleh karena itu tindakan
menghilangkan kebiasaan jelek sedini mungkin merupakan suatu tindakan
preventif terhadap timbulnya anomali. Anak yang mempunyai tonsil yang
membesar akan mengalami gangguan dalam pernafasannya sehingga anak tersebut
akan bernafas melalui mulutnya. Kebiasaan ini juga akan menimbulkan kelainan
pada lengkung rahang dan giginya. Sikap tubuh yang salah, misalnya selalu
membungkuk, miring kanan atau kiri, juga merupakan kebiasaan jelek yang dapat
menimbulkan kelainan. Seorang dokter gigi harus mengetahui seawal mungkin
adanya penyimpangan dan faktor predisposisi suatu kelainan. Kalau perlu dokter
gigi segera mengirimkan pasien ke ahli ortodonsi atau ahli lainnya untuk perawatan
penyakit sistemik dengan kelainan dentofasial atau adanya celah pada rahang atau
bibirnya yang membutuhkan perawatan lebih kompleks.
Beda antara ortodonsi preventif dengan ortodonsi interseptif adalah pada waktu
tindakan dilakukan. Ortodonsi preventif dilakukan apabila diperkirakan ada keadaan yang
akan menyebabkan terjadinya suatu maloklusi sedang ortodonsi interseptif adalah suatu
tindakan yang harus segera dilakukan (fait accombli) karena terdapat suatu gejala atau
proses terjadi maloklusi walau dalam tingkatan yang ringan sehingga maloklusi dapat
dihindari atau tidak berkembang.
Contoh :
Penentuan waktu dan tingkat hambatan adalah persoalan utama dalam tindakan
ortodonsi interseptif. Jadwal penentuan waktu dan tingkat hambatan kapan tindakan
ortodonsi interseptif dilakukan merupakan kunci keberhasilan perawatan.
Jadwal yang tepat perawatan akan berhasil, secara fisiologis atau self-adjustment
maloklusi dapat dihindari atau dicegah perkembangannya. Jadwal yang terlambat
maloklusi akan berkembang dan manifest (muncul) sehingga diperlukan tindakan
ortodonsi korektif.
Prosedur tetap (PROTAP) atau Standar Operasi (SOP) yang diperlukan pada
perawatan ortodonsi interseptif adalah :
Gambar 1
Penyempitan maxilla dapat disebabkan oleh karena kebiasaan jelek menghisap ibu
jari atau bernafas lewat mulut. Sedang maloklusi cross-bite posterior unilateral dapat
berakibat terjadinya asimetri rahang yang berlanjut pada asimetri wajah.
2) Perawatan cross-bite anterior tahap awal
Adalah hal yang umum bila I2 rahang atas erupsi sedikit lebih lingual dari pada I1
rahang atas yang akan terkoreksi oleh karena tekanan oklusi atau lidah. Apabila tidak
dapat terkoreksi secara fisiologis, dilakukan tindakan ortodonsi interseptik.
Indikasi :
a. Kertas artikulasi
b. Malam base plate lunak
c. Artikulator anatomis
d. Stone : round, pear shape
e. Straight H.P dan contra Angle H.P
Prosedur :
Aktivator
Aktivator adalah plat fungsional yang digunakan pada
masa pertumbuhan untuk mengkoreksi maloklusi kelas II
yang disebabkan oleh defisiensi mandibula. Perawatan : 2-
3 tahun pre pubertal
Head Gear
Face Mask
Diindikasikan untuk mengstimulasi pertumbuhan
sutura kedepan.
Chin Cup
Merupakan perawatan ekstra oral yang bertujuan agar
dagu bisa berotasi ke bawah dan ke belakang, gigi erupsi
dan terjadi pemanjangan wajah serta penonjolan dagu
berkurang. Perawatan ini diindikasikan pada kasus
mandibula berlebihan.
Space Regainer
Indikasi space regainer adalah apabila untuk mendapatkan kembali tempat sekitar
3 mm atau kurang. Space regainer ada yang cekat dan lepasan.
Serial Ekstraksi
Diindikasikan pada kasus diskrepansi lengkung ˂ 4 mm. Tujuan serial ekstraksi
adalah mendorong terjadinya erupsi dini gigi premolar pertama, kemudian
dilakukan pencabutan untuk menyediakan ruang erupsi bagi gigi caninus
permanen. Serial ekstraksi tidak diindikasikan pada kasus pada kelas I maloklusi
dengan crowded ringan, terdapat skeletal discrepancy, terdapat deep overbite,
adanya agenesis gigi.
1. alat dibuat di laboratorium, hal ini tentu mengurangi waktu pasien di dental chair
Pada kasus dengan rotasi berat pada gigi insisiv permanen 1 digunakan whip
appliance yaitu kombinasi alat cekat dan lepasan. Penggunaan alat cekat sebagian, yaitu
dengan 2 pita penahan pada gigi molar 1 permanen (sebagai penjangkar), dan 4 breket
yang dicekatkan pada gigi insisiv. Dengan dilakukannya peralatan menggunakan fixed
appliance pada beberapa gigi, kekuatan wire untuk menggerakkan gigi lebih lentur tetapi
lebih lemah, h,al ini mengurangi keberhasilan peralatan( untuk mengurangi efek samping
yang dihasilkan, penggunaan Whip appliance disarankan untuk mengoreksi rotasi berat
dari gigi insisiv sentral pada masa gigi percampuran. Beberapa keuntungan menggunakan
whip appliance pada gigi percampuran, antara lain merupakan sebuah pilihan solusi pada
gigi percampuran, membutuhkan lebih sedikit control penjangkaran yang rumit, kekuatan
system yang relatif simple, dan lebih sedikit membutuhkan kekooperatifan pasien.
Perawatan menggunakan alat ini sangat efisien untuk kasus rotasi berat pada gigi insisiv
permanen pada masa geligi percampuran.
BAB 3
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil diskusi dapat disimpulkan bahwa etiologi terjadi nya gigi
supernumerary dapat dibagi menjadi beberapa teori yaitu teori atavisme, teori
hypergenesis epithel, teori faktor keturunan (herediter), dan teori dikotomi. Yang dimana
gigi supernumerary dapat menyebabkan terjadi maloklusi, sehingga perlu dilakukan
perawatan ortodontik. Perawatan ortodontik dibagi menjadi beberapa yaitu perawatan
preventif ( pencegahan ), perawatan interseptif dan perawatan kuratif. Tergantung dari
permasalahan atau kondisi gigi pasien yang akan dilakukan perawatan ortodontik.
3.2 Saran