Anda di halaman 1dari 17

MAKALAH SKENARIO 3

“Dentinogenesis Imperfecta”

KELOMPOK 3 :
Noryunita Rahmah I1D111040
Fransisca Viesta NH I1D111031
Nita Herlina I1D111019
Arief Prasojo I1D111028
Sunjaya Tunggala I1D111219
Saldy Rizky S I1D111216
Nor Sakinah I1D111220
Seri Septiani I1D111024
Putri Sri Hartini I1D111021
Virgi Agustia P I1D111032
Prisca Listyantika I1D111002

Dosen Tutor : drg. Beta Widya O.

UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT


BANJARMASIN
PSKG 2013

1
KATA PENGANTAR

Dengan mengucapkan puji dan syukur ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa
yang telah melimpahkan rahmat dan anugerah-Nya sehingga kami dapat
menyelesaikan makalah dari tutorial dan kuliah pakar ini.
Pada kesempatan ini kami mengucapkan terima kasih kepada drg. Beta W.
yang membimbing dalam tutorial hingga kuliah pakar dan penyusunan makalah
ini. Makalah ini disajikan dengan bahasa yang singkat dan mudah dimengerti.
Makalah ini diawali dengan pendahuluan, dengan menjelaskan latar belakang,
tujuan, rumusan masalah serta metode penulisan. Pembahasan menjelaskan
tentang kelainan herediter Dentinogenesis Imperfecta. Disertai penutup yang
berisikan kesimpulan dan saran. Makalah ini juga dilengkapi dengan daftar
pustaka yang menjelaskan sumber dan referensi bahan dalam penyusunan
makalah ini.
Kami sangat menyadari tentunya bahwa makalah ini belum sempurna.
Oleh karena itu, saran dan kritik dari pembaca yang bersifat membangun sangat
kami harapkan, agar dapat kami perbaiki untuk yang akan datang. Semoga
makalah ini dapat bermanfaat bagi kita semua.

Banjarmasin, Mei 2013

Penyusun

2
DAFTAR ISI

Judul ........................................................................................................................1
Kata Pengantar.........................................................................................................2
Daftar Isi..................................................................................................................3
Bab I Pendahuluan
1.1 Latar Belakang ...................................................................................4
1.2 Rumusan Masalah...............................................................................5
1.3 Tujuan Penulisan.................................................................................5
1.4 Metode Penulisan................................................................................6
Bab II Pembahasan
2.1 Dentinogenesis ....................................................................................7
2.2 Dentinogenesis Imperfecta..................................................................8
2.2.1 Definisi Dentinogenesis Imperfecta........................................8
2.2.2 Etiologi Dentinogenesis Imperfecta........................................8
2.2.3 Klasifikasi Dentinogenesis Imperfecta ..................................8
2.2.4 Epidemiologi Dentinogenesis Imperfecta...............................9
2.2.5 Patogenesis Dentinogenesis Imperfecta .................................9
2.2.6 Manifestasi Klinis Dentinogenesis Imperfecta ....................10
2.2.7 Diagnosis Dentinogenesis Imperfecta .................................11
2.2.8 Diagnosis Banding Dentinogenesis Imperfecta ..................12
2.2.9 Prognosis Dentinogenesis Imperfecta .................................12
2.2.10 Penatalaksanaan Dentinogenesis Imperfecta........................13
2.2.11 Komplikasi Dentinogenesis Imperfecta...............................13
2.2.12 Pencegahan Dentinogenesis Imperfecta...............................14
Bab III Penutup
Kesimpulan..............................................................................................15
Daftar Pustaka ......................................................................................................16

3
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Dentinogenesis Imperfecta (DI) adalah suatu kelainan genetik yang
mempengaruhi struktur gigi atau struktur kolagen dentin, akibat terjadi
gangguan pada tahap histodiferensiasi pertumbuhan dan perkembangan gigi
(Yendriwati, 2004).
Secara umum, terdapat 3 jenis klasifikasi Dentinogenesis Imperfecta (DI) :
Dentinogenesis Imperfecta tipe I, Dentinogenesis Imperfecta tipe II,
Dentinogenesis Imperfecta tipe III yang terjadi pada populasi Brandywine di
Maryland Selatan, Amerika (Prameswari et al, 2011).
DI merupakan salah satu kelainan khas pada gigi yang dapat timbul pada
OI (DI tipe I) atau dapat terpisah dari OI (DI tipe II). DI juga dikenal sebagai
opalescent dentin dan merupakan kondisi autosomal dominan yang
mempengaruhi baik gigi susu maupun gigi permanen dan ditandai dengan
perubahan warna pada gigi (Prameswari et al, 2011).
DI bisa terjadi pada gigi sulung dan gigi permanen tetapi memiliki dampak
yang lebih parah pada gigi sulung dibandingkan gigi permanen. Secara klinis
dari DI ketiga tipe pada umumnya mahkota gigi berbentuk bulbous (bulat
seperti lonceng) dan terjadi perubahan warna biru keabu-abuan sampai coklat
kekuningan, atrisi, akar gigi tipis dan pendek, terlihat transparan sesudah
pencabutan dan rongga pulpa hilang bila dilihat secara radiografis
(Yendriwati, 2004).
Proses pembentukan dentin tidak selamanya dapat berlangsung secara
normal. Pada DI dentin dapat mengalami gangguan berupa penurunan
kandungan mineral akibat sedikitnya kristal hidroksi apatit serta peningkatan
kandungan air dalam matriks ekstraseluler dentin yang mengakibatkan terjadi
gangguan pada struktur dentin. DI terjadi pada periode perkembangan
histodiferensiasi gigi dan perkembangan DI diturunkan secara autosomal
dominan yang terjadi pada satu dari 8000 kelahiran (Yendriwati, 2004).

4
1.2 Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan Dentinogenesis Imperfecta ?
2. Apa etiologi dan faktor predisposisi dari Dentinogenesis Imperfecta ?
3. Bagaimana klasifikasi dari Dentinogenesis Imperfecta ?
4. Bagaimana epidemiologi dari Dentinogenesis Imperfecta ?
5. Bagaimana patogenesis Dentinogenesis Imperfecta?
6. Bagaimana manifestasi klinis dari Dentinogenesis Imperfecta ?
7. Bagaimana cara mendiagnosis dari Dentinogenesis Imperfecta ?
8. Apa diagnosis banding dari Dentinogenesis Imperfecta ?
9. Bagaimana prognosis dari Dentinogenesis Imperfecta ?
10. Bagaimana penatalaksanaan dari Dentinogenesis Imperfecta?
11. Apa komplikasi dari Dentinogenesis Imperfecta ?
12. Bagaimana cara mencegah penyakit Dentinogenesis Imperfecta ?

1.3 Tujuan Penulisan


1. Mengetahui definisi dari Dentinogenesis Imperfecta
2. Mengetahui dan memahami etiologi dan faktor predisposisi dari
Dentinogenesis Imperfecta
3. Mengetahui klasifikasi dari Dentinogenesis Imperfecta
4. Mengetahui epidemiologi dari Dentinogenesis Imperfecta
5. Mengetahui dan memahami patogenesis dari Dentinogenesis Imperfecta
6. Mengetahui manifestasi klinis dari Dentinogenesis Imperfecta
7. Mengetahui cara diagnosis dari Dentinogenesis Imperfecta
8. Mengetahui dan memahami diagnosis banding dari Dentinogenesis
Imperfecta
9. Mengetahui prognosis dari Dentinogenesis Imperfecta
10. Mengetahui dan memahami penatalaksanaan dari Dentinogenesis
Imperfecta
11. Mengetahui dan memahami komplikasi dari Dentinogenesis Imperfecta
12. Mengetahui dan memahami cara pencegahan dari Dentinogenesis
Imperfecta

5
1.4 Metode Penulisan
 Metode Literatur
Penyusun melakukan metode literatur dengan berpedoman pada buku-
buku kedokteran dan buku-buku kesehatan lainnya yang relevan dengan
topik.
 Metode Teknologi
Penyusun mengambil sebagian bahan dari internet dengan sumber yang
valid.

6
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Dentinogenesis
Dentin adalah komponen gigi yang melindungi pulpa dan dilindungi oleh
enamel, di atas gingival margin. Secara struktur, dentin mengandung fase
mineral hidroksiapatit (70%), fase anorganik (20%) dan air (10%). Fase
organik secara primer disusun oleh kolagen tipe I (85%) dan sisanya, protein
non kolagen yang didominasi oleh dentin fosfoprotein (50%) (Barron et al,
2008).
Dentinogenesis adalah proses yang sangat teratur dimana matriks
predentin organik semakin termineralisasi oleh derivat sel ektomesenkimal,
yaitu odontoblast. Odontoblast berdiferensiasi pada fase bell-stage dari
perkembangan gigi membentuk satu lapis sel yang melapisi ruang pulpa
dimana akan mensekresi matriks organik predentin ke ruangan yang
mendasarinya. Matriks predentin (ketebalan 10-40 μm) adalah area tidak
termineralisasi mengandung kolagen tipe I yang memisahkan badan sel
odontoblast dari bagian depan mineralisasi. Di bagian depan mineralisasi,
komponen berkolagen dari matriks dianggap menyediakan struktur tiga
dimensi yang benar dimana komponen mineral dentin tersimpan ketika dentin
fosfoprotein yang tersekresi dari proses pemanjangan seluler dari odontoblast
diduga bertindak sebagai nukleator dari kristal hidroksiapatit selama proses
mineralisasi. Ketika proses dentinogenesis berlanjut, odontoblast bermigrasi
semakin dalam ke ruang pulpa, memperpanjang prosesnya seiring dengan
proses migrasinya sambil mensekresi matriks dentin yang baru. Lapisan
pertama yang terbentuk, yaitu dentin pada mahkota gigi dengan ketebalan
sekitar 15-20 μm dan disusun atas matriks dentin yang berisi fibril-fibril
kolagen tipe III tebal yang tersusun pada sudut kanan ke dentinoenamel
junction. Ketika odontoblast bermigrasi semakin jauh, matriks yang
disekresikannya menjadi didominasi oleh fibril-fibril kolagen tipe I bertekstur
halus berorientasi pada dentinoenamel jucntion, menghasilkan mineralisasi
dentin yang lebih padat, yang dikenal sebagai, dentin primer atau dentin

7
sirkumpulpal. Ada dua tipe lain dari dentin, yaitu dentin sekunder yang
terbentuk saat pembentukan akar terjadi, dan dentin tersier sebagai respon
terhadap karies atau trauma (Barron et al, 2008)

2.2 Dentinogenesis Imperfecta


2.2.1 Definisi
Dentinogenesis Imperfecta adalah suatu keadaan dari penyakit herediter
yang ditandai dengan adanya gangguan pada pembentukan dan
kalsifikasi dentin berupa penurunan kandungan mineral serta
peningkatan kandungan air dalam matriks ekstraseluler. Kelainan
bersifat autosomal dominan, terjadi pada gigi sulung dan permanen,
akibat terjadi gangguan pada tahap histodiferensiasi (Yendriwati, 2004;
Ayyildiz et al, 2013; Langlais et al, 2010)

2.2.2 Etiologi
Dentinogenesis Imperfecta disebabkan oleh faktor herediter (keturunan)
yang umumnya terjadi pada keluarga yang membawa sifat autosomal
dominan. Penurunan kandungan mineral akibat sedikitnya kristal
hidroksi apatit serta peningkatan kandungan air dalam matriks
ekstraseluler dentin. Dapat disebabkan oleh trauma, infeksi, radiasi,
lingkungan, gen, defisiensi fosforprotein (Yendriwati, 2004).
Penyebab utama dentinogenesis adalah mutasi gen pengkode protein
utama penyusun dentin, pada kromosom 4 dari struktur gen yang
berhubungan dengan pembentukan dentin (Barron et al, 2008; Sudiono,
2009) :
– Tipe 1 : mutasi gen COL1A1 dan COL1A2
– Tipe 2 dan 3 : mutasi gen DSPP (Dentin Sialophosprotein)

2.2.3 Klasifikasi
Klasifikasi Dentinogenesis Imperfecta menurut Shield’s adalah (Ghom,
2005; Barron et al, 2008; Ayyildiz et al, 2013) :

8
a. DI tipe I, disertai Osteogenesis Imperfecta (OI) (general OI: ketulian,
multiple bone fracture, sklera kebiruan). Warna gigi : coklat-ungu,
kuning kecoklatan, amber translusensi. Enamel hilang dan mudah
atrisi, mahkota gigi gemuk dan pendek, gigi decidui lebih sering
terkena
b. DI tipe II, klinis sama dengan tipe 1 tetapi tidak disertai OI, pada
gigi permanen dan decidui
c. DI tipe III, atau Brandywine. pada gigi permanen dan decidui, khas :
shell teeth pada radiograph, jarang, biasanya terjadi di Brandywine,
USA

2.2.4 Epidemiologi
Terjadi 1:6000 – 1:8000 kelahiran, pada gigi sulung maupun gigi
permanen, laki-laki dan wanita sama presentasinya karena merupakan
penyakit herediter terkait kromosom autosom bukan kromosom seks
(Sudiono, 2009)

2.2.5 Patogenesis
Dentinogenesis imperfecta terjadi gangguan pada tahap
histodiferensiasi perkembangan gigi. Selama tahap histodiferensiasi
terjadi diferensiasi sel pada dental papilla menjadi odontoblas dan sel
epitel email dalam menjadi ameloblas. Histodiferensiasi, terjadi proses
diferensiasi sel, proliferasi, pergeseran dan pematangan sebagai dental
organ melalui tahap lonceng dan aposisi. Bagian perifer dari dental
organ akan menjadi odontoblas, lapisan ini akan membentuk dentin.
Gangguan diferensiasi sel-sel formatif benih gigi akan menghasilkan
struktur email dan dentin yang abnormal, salah satunya adalah
dentinogenesis imperfecta (Yohana, 2009).
Manifestasi DI muncul selama periode perkembangan histodiferensiasi
gigi yaitu proses pembentukan sel-sel spesiasialisasi yang mengalami
perubahan histologi dalam susunannya. DI terjadi akibat defisensi
fosfoprotein dentin yang berperan penting dalam dentinogenesis yang

9
berlangsung pada fase maturasi. Dentin fosfoprotein mengandung
protein yang berperan penting dalam kalsifikasi dentin seperti
fosforesin. Proses maturasi dentin mulai berkembang bila vesikel
matriks pada sel-sel odontoblast mulai muncul. Vesikel matriks
mengandung membran yang kaya akan fosfatidilserin yang memiliki
kemampuan dalam mengikat kalsium. Akibat dari defisiensi
fosfoprotein ini proses kalsifikasi dentin akan terganggu sehingga
fosfatidilserin tidak berfungsi sebagai mana mestinya. Hodge dkk
(1940) melaporkan bahwa sifat fisik dan kimiawi dentin yang abnormal
menunjukkan adanya kalsifikasi yang secara kimiawi, memiliki
kandungan air yang tinggi sekitar 15-20% sedangkan yang normal 8-
10%. Terdapat juga kandungan inorganik yang rendah sekittar 70-75%
sedangkan yang normalnya 80-85%, sehingga secara fisik kekuatan
mikronya lebih rendah dari normal. Akar gigi menunjukkan
peningkatan kecendrungan menjadi fraktur ketika dikenai oleh tekanan
yang ringan sekalipun (Yendriwati, 2004).
Akumulasi dari gen DSPP yang mutan di odontoblast mengakibatkan
kerusakan seluler dan mempengaruhi pengolahan/sistem transportasi
protein selama pembentukan matrix dentin, terutama matrix dentin yg
mengandung DSPP. Deposisi mineral sekunder pada hipokalsifikasi
dentin pada kasus Dentinogenesis Imperfecta menyebabkan diskolorasi
pada gigi. Tidak sempurnanya pembentukan dentin menyebabkan
dentinoenamel junction kurang kuat/baik sehingga mengurangi retensi
mekanis enamel, enamel mudah lepas karena tidak didukung dentin
yang baik dan mudah atrisi. Gambaran bulbous dikarenakan kontriksi
pada servikal gigi (Lee et al, 2013;Schuurs, 2012; DeLong et al, 2013).

2.2.6 Manifestasi Klinis


Manifestasi klinis dari Dentinogenesis Imperfecta Gigi translusen,
berwana biru muda sampai tua bahkan coklat, mahkota seperti bulbous,
akar pendek dan tipis-tipis, secara histopatologis dentin terdiri dari
tubulus-tubulus yang tidak teratur dan sering terdapat matriks yang

10
tidak mengalami kalsifikasi, maloklusi kelas 3 pada DI tipe 1, gigi
mudah atrisi karena enamel tidak didukung dentin yang kuat (Beattie et
al, 2007; American Academy of Pediatric Dentistry, 2008)

2.2.7 Diagnosis
Diagnosis terdiri dari riwayat medis, riwayat keluarga, pemeriksaan
klinis dan pemeriksaan penunjang radiograph. Secara rinci adalah
sebagai berikut (Barron et al, 2008; Yendriwati, 2004;Prameswari et al,
2011) :
a. Riwayat medis, yaitu menanyakan apakah pernah mengalami
fraktur tulang karena trauma minimal dan hal-hal lain yang
mengarah kepada keterlibatan Osteogenesis Imperfecta (OI)
b. Riwayat keluarga, karena Dentinogenesis Imperfecta (DI)
merupakan penyakit herediter autosom dominan, sehingga salah
sattu orang tua pasti menderita kelainan ini juga
c. Pemeriksaan klinis, berupa :
i. Ekstra oral, yaitu untuk mengetahui apakah ada keterlibatan
OI atau tidak, ciri-ciri adanya OI adalah perawakan pendek
dan sklera berwarna biru
ii. Intra oral, yaitu adanya diskolorasi (kekuningan, normal,
keabuan, ungu-kebiruan, translusen), atrisi, abses, mobiliti
gigi, enamel terkikis sehingga dentin terekspos dan
menyebabkan rasa sensitif
d. Pemeriksaan penunjang
i. Radiograph : menggunakan periapikal atau panoramik.
Gambaran : mahkota bulbous karena kontriksi servikal gigi,
radiodensitas enamel normal bisa juga tdk ada enamel,
obliterasi ruang pulpa sebagian atau seluruhnya, akar
pendek/normal.
ii. Histopatologi : Enamel cenderung normal, dentin
menujukkan gangguan pada strukturnya. Dalam,
pemeriksaan mikroskop cahaya mantel dentin abnormal dan

11
sirkum pulpa dentin terlihat daerah yang tidak teratur.
Tubulus dentin pendek dan lebarnya bervariasi.

2.2.8 Diagnosis Banding


Diagnosis banding dari Dentinogenesis Imperfecta adalah (Garg et al,
2012; American Academy of Pediatric Dentistry, 2008) :
Persamaan Perbedaan
Amelogenesis Mudah Atrisi  Tejadi pada enamel
Imperfecta  Keterlambatan erupsi
 Lapisan tipis enamel
 Mahkota square shaped
 Akar normal
 Tidak obliterasi pulpa

Displasia Dentin Amber tooth Bentuk, ukuran, proporsi


coloration, mahkota normal, sedangkan
obliterasi kamar pada DI mahkota berbentuk
pulpa bell shaped

Diskolorasi Perubahan warna Disebabkan oleh reaksi obat


Intrinsik gigi, kuning, tetrasiklin yang mengikat
(Tetrasiklin) keabuan, ion kalsium
kecoklatan pd gigi
sulung dan
permanen

2.2.9 Prognosis
Keberhasilan tergantung kecepatan dan kualitas perawatan dan usia
pasien saat diagnosis pertama. Jika pemeriksaan dilakukan dari usia
dini, prognosisnya menjadi bagus. Gray discolouration lebih baik
prognosisnya dibanding yellow/brown discolouration, karena

12
yellow/brown discolouration lebih sering atrisi dan fraktur enamel
(Barron et al, 2008; Biria et al, 2012)

2.2.10 Penatalaksanaan
Prinsip : memperbaiki estetik, melindungi gigi dari keausan/atrisi.
Penatalaksanaan terdiri dari (Garg et al, 2012; Khezevic et al, 2006;
Kamboj et al, 2007) :
• Decidui
– Stainless steel crown utk molar, mencegah atrisi dan
memperbaiki dimensi vertikal
– Resin Komposit utk estetik pada gigi anterior
• Permanen : onlay untuk M1 dan Premolar
Jika pertumbuhan sempurna:
- Missing teeth: denture, gunakan removable denture krna gigi tdk
bisa dijadikan abutment
- Dental implan bisa diberikan jika sudah berusia 18 tahun
Veneer dan over denture untuk atrisi yang luas, root canal treatment
diikuti dengan metal crown dan acrylic coping pada gigi pisterior.
Sedangkan instruksi yang dapat diberikan diantaranya adalah menjaga
OH, Regular Dental Check-up, dietary advice dan pemberian fluoride
untuk preventif karies (Barron et al, 2008; Yendriwati, 2004).

2.2.11 Komplikasi
Komplikasi yang dapat terjadi jika DI tidak ditangani adalah (Barron
et al, 2008) :
a. Pewarnaan gigi menyebabkan estetik kurang sehingga
kepercayaan diri kurang
b. Bagian dentin yang relatif lunak akan mudah terkikis sehingga
tubuli dentin terbuka gigi menjadi sensitif dan dapat pula terjadi
pulpa nekrosis
c. Berkurangnya tinggi gigitan akibat atrisi menyebabkan oklusi
abnormal dan menimbulkan TMD

13
2.2.12 Pencegahan
Identifikasi dini dan tindakan preventif penting untuk individu dengan
DI untuk menghindari gangguan sosial dan fungsi yang negatif.
Pemeriksaan rutin dan periodik dapat mengidentifikasi gigi mana yang
membutuhkan perawatan segera setelah erupsi. Oral hygien yang baik,
penghilangan kalkulus dan kumur-kumur dapat meningkatkan
kesehatan periodontal. Aplikasi fluoride dan bahan desensitizing dapat
mengatasi sensitifitas gigi (American Academy of Pediatric Dentistry,
2008).

14
BAB III
PENUTUP

Kesimpulan

Dentinogenesis Imperfecta (DI) adalah suatu kelainan genetik yang


mempengaruhi struktur gigi atau struktur kolagen dentin, akibat terjadi gangguan
pada tahap histodiferensiasi pertumbuhan dan perkembangan gigi. DI disebabkan
oleh faktor herediter (keturunan) yang umumnya terjadi pada keluarga yang
membawa sifat autosomal dominan. Secara umum, terdapat 3 jenis klasifikasi DI:
Dentinogenesis Imperfecta tipe I, Dentinogenesis Imperfecta tipe II,
Dentinogenesis Imperfecta tipe III yang terjadi pada populasi Brandywine di
Maryland Selatan, Amerika.
Manifestasi klinis dari DI adalah gigi translusen, berwana biru muda
sampai tua bahkan coklat, mahkota seperti bulbous, akar pendek dan tipis-tipis,
dan gigi mudah atrisi karena enamel tidak didukung dentin yang kuat.
Penatalaksanaan yang dapat diberikan pada penderita DI pada gigi decidui antara
lain stainless steel crown utk molar, mencegah atrisi dan memperbaiki dimensi
vertikal dan resin komposit utk estetik pada gigi anterior.

15
DAFTAR PUSTAKA

American Academy of Pediatric Dentistry. Guideline on Oral Health


Care/Dental Management of Heritable Dental Developmental Anomalies.
Reference Manual 2008, 34(6);12-13

Ayyildiz S, Cem S, Ozlem MA, Feridum B. Case Report Combined


Treatment with Laser Sintering and Zirconium: A Case Report of
Dentinogenesis Imperfecta. Hindiawi Publishing Corporation 2013;1-6

Barron MJ, Sinead TMcD, Iain M, Michael JD. Review : Hereditary


dentine disorders: Dentinogenesis Imperfecta and dentine dysplasia. Orphanet
Journal of Rare Diseases 2008, 3:31; 1-10

Beattie, ML dkk. 2007. Phenotype Variation in Dentinogenesis


Imperfecta/Dentin dysplasia. US National Library of Medicine

Biria M, Fatemeh MA, Sedighe M, Rahil A. Case Report Dentinogenesis


Imperfecta associated with osteogenesis imperfecta. Dental Research Journal
2012, 9:4; 1-6

DeLong L, Nancy WB. 2013. General and Oral Pathology for The Dental
Hygienist, 2nd ed. Wolters Kluer Health|Lippincott William & Wilkins : China,
p. 574

Ghom, AG. 2005. Textbook Of Oral Medicine. Jaypee: New Delhi, India, p.
162

Garg SK, Sanjay B. Sanjeev M, Manumeet KB. Dentinogenesis Imperfecta-


Aetiology And rosthodontic Management. Indian Journal of Dental Sciences
2012 4(1);1-4

16
Kamboj, mala. Anil chandra. Dentinogenesis Imperfecta Tupe Ll : An
Affected Family Saga. Journal of oral science 2007 49(3);241-244

Khezevic A, Tarle Z, Pandurie V. Esthetic Reconstruction of Teeth In


Patients With Dentinogenesis Imperfecta – A Case Report. Coll Antropoll 2006 ;
30 (1) ; 231-234

Kim JW. Simmer JP. Hereditory Dentin Defect. Journal of Dental rescarch ;
86 (5) : 329

Langlais, Robert P. 2010. Atlas Berwarna Kelainan Rongga Mulut Yang


Lazim. Jakarta : Hipokrates

Lee Sook-Yoong, Kyung-Eun Lee, Su Jeong Song, et al. Research Article


A DSPP Mutation Causing Dentinogenesis Imperfecta andCharacterization of
the Mutational Effect Biomed Research International 2013 ;1-7

Prameswari ZT, Sjafei A, Winoto ER. Kelainan Gigi Pada Pasien


Osteogenesis Imperfecta. Orthodontic Dental Journal 2011 ; 2(1) ; 16-25

Schuurs, Albert. 2012. Pathology of The Hard Dental Tissues. Wiley-


Blackwell: New Jersey, US.

Sudiono, J. 2009. Gangguan Tumbuh Kembang Dentokraniofasial. EGC:


Jakarta, Indonesia. Hal 39-40

Yendriwati. Dentinogenesis Imperfecta. FKG USU Bagian Biologi Oral.e-


usu repositor.2004

Yohana, Winny. 2009. Penatalaksanaan Dentinogenesis Imperfecta pada


Gigi Anak. Universitas Padjadjaran : Bandung, p. 3

17

Anda mungkin juga menyukai