Anda di halaman 1dari 16

MAKALAH KISTA ODONTOGEN

“KISTA FOLIKULER”

KELOMPOK 5 :

Hidayatullah
M. Ali Riswandi
Devintha Ayu M I1D111036
Ariska Endariantari I1D111037
Annisa Maya Nugraha I1D111039
Noryunita Rahmah I1D111040

UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT


BANJARMASIN
PSKG 2013

1
KATA PENGANTAR

Dengan mengucapkan puji dan syukur ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa
yang telah melimpahkan rahmat dan anugerah-Nya sehingga kami dapat
menyelesaikan makalah kista odontogen dan odontogen sebagai tugas perkuliahan
ini dengan lancar.
Makalah ini diawali dengan pendahuluan, dengan menjelaskan latar
belakang, tujuan, rumusan masalah serta metode penulisan. Pembahasan
menjelaskan kista odontogen yaitu kista folikuler. Disertai penutup yang berisikan
kesimpulan dan saran. Makalah ini juga dilengkapi dengan daftar pustaka yang
menjelaskan sumber dan referensi bahan dalam penyusunan makalah ini.
Kami sangat menyadari tentunya bahwa makalah ini belum sempurna.
Oleh karena itu, saran dan kritik dari pembaca yang bersifat membangun sangat
kami harapkan, agar dapat kami perbaiki untuk yang akan datang. Semoga
makalah ini dapat bermanfaat bagi kita semua.

Banjarmasin, 02 Oktober 2013

Penyusun

2
DAFTAR ISI

Judul ........................................................................................................................1
Kata Pengantar.........................................................................................................2
Daftar Isi..................................................................................................................3
Bab I Pendahuluan
1.1 Latar Belakang ...................................................................................4
1.2 Rumusan Masalah...............................................................................4
1.3 Tujuan Penulisan.................................................................................5
1.4 Metode Penulisan................................................................................5
Bab II Pembahasan
2.1 Kista.....................................................................................................6
2.2 Kista Folikuler ....................................................................................
2.2.1 Definisi Kista Folikuler..........................................................6
2.2.2 Etiologi Kista Folikuler..........................................................6
2.2.3 Epidemiologi Kista Folikuler.................................................6
2.2.4 Manifestasi Klinis Kista Folikuler..........................................6
2.2.5 Diagnosis Kista Folikuler.......................................................
2.2.6 Penatalaksanaan Kista Folikuler.............................................
2.2.7 Komplikasi Kista Folikuler.....................................................
Bab III Penutup
Kesimpulan..............................................................................................13
Daftar Pustaka ......................................................................................................14

3
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

1.2 Rumusan Masalah


1. Apa yang dimaksud dengan Kista Folikuler ?
2. Apa etiologi Kista Folikuler ?
3. Bagaimana epidemiologi Kista Folikuler?
4. Bagaimana klasifikasi Kista Folikuler ?
5. Bagaimana manifestasi klinis Kista Folikuler ?
6. Bagaimana cara menentukan diagnosis dari Kista Folikuler ?
7. Bagaimana penatalaksanaan Kista Folikuler ?
8. Apa komplikasi yang dapat terjadi jika Kista Folikuler ?
9. Bagaimana prognosis Kista Folikuler ?

1.3 Tujuan Penulisan


 Mengetahui definisi Kista Folikuler
 Mengetahui dan memahami etiologi Kista Folikuler
 Mengetahui dan memahami epidemiologi Kista Folikuler
 Mengetahui dan memahami klasifikasi Kista Folikuler
 Mengetahui dan memahami manifestasi klinis Kista Folikuler
 Mengetahui dan memahami diagnosis Kista Folikuler
 Mengetahui dan memahami penatalaksanaan Kista Folikuler
 Mengetahui dan memahami komplikasi yang dapat terjadi pada Kista
Folikuler yang tidak ditangani
 Mengetahui prognosis perawatan Kista Folikuler

1.4 Metode Penulisan


 Metode Literatur

4
Penyusun melakukan metode literatur dengan berpedoman pada buku-
buku kedokteran dan buku-buku kesehatan lainnya yang relevan dengan
topik.
 Metode Teknologi
Penyusun mengambil sebagian bahan dari internet dengan sumber yang
valid.

5
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Kista
Kista didefinisikan sebagai rongga dengan cairan atau semi cairan atau beisi
zat seperti gas, dilindungi oleh membran jaringan epitel. Kista odontogenik
adalah kista yang paling terjadi pada maksila (Urrutia et al, 2010).

2.2 Kista Folikuler


2.2.1. Definisi Kista Folikuler (Kista Dentigerous)
Adalah kista odontogenik yang paling umum berhubungan dengan
pertumbuhan. Kista ini terbentuk dari folikel dari gigi yang tidak erupsi,
mahkota gigi berada di dalam rongga berbatas jelas yang dikelilingi
oleh epitel berlapis pipih. Kista folikuler tampak unilokuler, radiolusen
dan dapat menjadi sangat besar (lebih besar dari kista radikuler). Kista
folikuler mungkin timbul dari pengurangan epitelium enamel yang
terjadi tanpa inflamasi
Kista dentigerous yang terjadi pasa saat erupsi dinamakan dengan
kista erupsi, biasanya menghalangi erupsi. Separuh bagian dari kista ini
biasanya tidak dibatasi oleh tulang.
Kista dentigerous disebut juga kista folikular sebab merupakan hasil
pembesaran folikel, berasal dari akumulasi cairan antara epitel email
tereduksi dan enamel gigi (Puspa, 2008).

2.1.2. Etiologi Kista Folikuler


Kista ini terbentuk dari folikel dari gigi yang tidak erupsi, mahkota
gigi berada di dalam rongga berbatas jelas yang dikelilingi oleh epitel
berlapis pipih. Kista folikuler mungkin juga timbul dari pengurangan
epitelium enamel yang terjadi tanpa inflamasi (Scully et al, 2010;
Takata et al, 2011)
Ada dua teori mengenai pembentukan kista dentigerous. Teori
pertama menyatakan bahwa kista disebabkan oleh akumulasi cairan

6
antara epitel email tereduksi dan mahkota gigi. Tekanan cairan
mendorong proliferasi epitel email tereduksi ke dalam kista yang
melekat pada cement enamel junction dan mahkota gigi. Teori kedua
menyatakan bahwa kista diawali dengan rusaknya stellate reticulum
sehingga membentuk cairan antara epitel email bagian dalam dan
bagian luar. Tekanan cairan tersebut mendorong proliferasi epitel email
luar yang menyisakan perlekatan pada gigi di bagian cemento enamel
junction, lalu epitel email dalam tertekan ke atas permukaan mahkota.
Kista terbentuk mengelilingi mahkota dan melekat pada cemento
enamel junction dari gigi (Puspa, 2008).

2.1.3. Epidemiologi Kista Dentigerous


Dari 90% kasus kista odontogenik, 10 -15 % nya adalah kista
dentigerous (folikuler). Kista Dentigerous (folikuler) menempati urutan
kedua pada kista odontogenik setelah kista radikular dengan persentase
60 – 75 %. Sedangkan, keratosis odontogenik 5-10%, kista paradental
3-5%, kista gingival dan periodontal <1%.
Penelitian terakhir menunjukkan terjadi pemerataan jumlah kasus
dari berbagai usia dalam lima dekade terakhir ini. Kista dentigerous
terjadi dua kali lipat lebih banayak pada pria dibandingkan wanita
(Puspa, 2008).

2.1.4 Klasifikasi Kista Dentigerous


Ada tiga tipe yaitu tipe sentral, lateral, dan sirkumferensial sesuai
dengan posisi berkembangnya kista pada mahkota gigi.
A. Kista Dentigerous Sentral
Kista mengelilingi mahkota secara asimetris menggerakkan gigi ke arah
yang berlawanan dengan erupsi normal.

7
Kista Dentigerous tipe sentral menunjukkan mahkota terproyeksi ke
dalam rongga mulut kista.
( Diambil dari buku “Oral and Maxillofacial 2nd Edition” )

B. Kista Dentigerous Lateral


Pada tipe lateral kista berkembang pada sisi mesial dan distal dari gigi
dan meluas jauh dari gigi, hanya menutupi sebagian mahkota gigi,
menyebabkan menurunnya gigi ke arah yang tidak diliputi kista.

Kista Dentigerous tipe lateral menunjukkan kista yang besar di


sepanjang akar mesial gigi impaksi.
( Diambil dari buku “Oral and Maxillofacial 2nd Edition” )

C. Kista Dentigerous Sirkumferensial


Pada tipe sirkumferensial seluruh organ email di sekitar leher gigi
menjadi kistik, sering menyebabkan gigi bererupsi menembus kista
sehingga menghasilkan gambaran seperti kista radikular (Puspa, 2008).

8
Kista Dentigerous tipe sirkumferensial menunjukkan kista meluas
sepanjang akar mesial distal gigi yang tidak erupsi.
( Diambil dari buku “Oral and Maxillofacial 2nd Edition” )

2.1.5 Gambaran Klinis Kista Folikuler


Umumnya kista dentigerous hampir melibatkan gigi permanen
meskipun pada beberapa kista ditemukan adanya keterlibatan gigi
sulung. Gigi yang menjadi penyebab kista secara klinis biasanya gigi
impaksi atau gigi yang telat erupsi. Sebagian besar berhubungan
dengan gigi molar tiga mandibula, kaninus maksila, molar tiga maksila,
dan premolar dua mandibula. Kista dentigerous biasanya asimtomatik
kecuali bila ukurannya menjadi sangat besar (10-15cm) atau bila terjadi
infeksi sekunder sehingga akan terasa sakit. Infeksi sekunder ini sering
terjadi dan dapat menyebabkan ekspansi rahang. Sehingga ada
kemungkinan terjadi fraktur patologis. Fraktur patologis ini dapat
mempengaruhi sensasi nervus alveolar inferior dan pleksus nervus
alveolar superior sehingga menyebabkan parastesia.Kista dapat terjadi
pada pasien cleidocranial dysostosis dan kadang juga terjadi pada
kelainan hipoplastik amelogenesis imperfekta dan menyebabkan
beberapa atau bahkan banyak gigi menjadi nonvital. Selain itu kista
dentigerous juga dapat mengungkit gigi sebelahnya (Puspa,
2008;Birnbaum et al, 2010).

9
Ilustrasi Kista Dentigerous dengan perlekatan pada cemento enamel
junction
(Diambil dari buku “Oral and Maxillofacial Pathology A Rationale for
Diagnosis and Treatment”.)

2.1. Gambaran radiografik Kista Folikuler


Ukuran normal ruang folikular kurang dari 2,5 mm pda radiograf
intraoral dan 3 mm pada radiograf panoramik; spasi yang lebih besar
dianggap sebagai kista. Temuan diagnostik yang penting yakni kista
dentigerous melekat pada cemento enamel junction. Beberapa kista
dentigerous terlihat eksentrik, berkembang dari aspek lateral folikel
sehingga kista malah menempati area di sebelah mahkota,bukan di atas
mahkota. Kista yang berhubungan dengan molar 3 maksila seringkali
tumbuh ke dalam maxillary antrum dan biasanya ukurannya sudah
cukup besar sebelum akhirnya ditemukan. Kista yang melekat pada
mahkota molar 3 mandibula dapat memanjang sampai ke ramus. Secara
radiografik, aspek internal kista terlihat radiolusen kecuali untuk
mahkota gigi yang terlibat. Kista terlihat translusen dan compressible
ketika ekspansi kista menyebabkan resorpsi tulang partikel. Kista
dentigrous memiliki kecenderungan untuk menggeser dan meresorpsi
gigi tetangga. Dilaporkan ada 50% kasus kista dentigerous yang
menyebabkan resorpsi akar gigi tetangga. Kista biasanya akan
menggeser gigi yang terlibat ke arah apical. Tingkat pergeserannya
dapat bervariasi (Puspa, 2008; Birnbaum et al, 2010).

10
Kista yang melibatkan ramus mandibula
( Diambil dari buku “Oral Radiology Principels and Interpretation 4th
Edition” )

2.1.6 Gambaran HPA Kista Folikuler


Dinding kista dibentuk oleh folikel gigi ketika dinding kista
melekat pada cervico enamel junction. Gambarannya bervariasi,
umumnya terdiri atas lapisan dinding jaringan ikat tipis, dilapisi epitel
gepeng yang bersatu dengan epitel email tereduksi, meliputi mahkota
gigi. Kapsul biasanya tersusun oleh jaringan kolagen yang agak padat
dan kadang terlihat sel datia. Kadang terjadi inflamasi pada dinding
kista di sekitar perlekatan gigi pada cervico enamel junction. Sering
terjadi infeksi sekunder sehingga terjadi akantosis dari reteridge dengan
infiltrasi sel radang. Pada kista dentigerous yang tidak terinflamasi,
batas epitelnya kira-kira berketebalan 4 – 6 lapisan sel. Batas jaringan
epitel konektif biasanya datar meskipun pada beberapa kasus terjadi
inflamasi kronis atau infeksi sekunder sehingga terjadi hyperplasia
epitel batas epitel tidak berkeratin.
Pada 25% kasus kista dentigerous mandibula dan 50% kasus kista
dentigerous maksila dapat ditemukan area fokal sel-sel mukos. Kadang
juga terliat sel bersilia elemen sel sebasea juga kadang terlihat dalam
struktur dindingnya. Kadang terdapat area keratinisasi (metaplasia
berkeratin) dan hasil apirasi kista ini kadang membingungkan untuk
membedakannya dengan keratosis. Elemen berkeratin yang
menandakan adanya proses metaplastik, harus bisa dibedakan dari

11
dinding keratosis odontogenik sebab perbedaan tersebut menyerupai
multipotensialitas dinding epitel odontogenik dari kista dentigerous.
Dapat juga terjadi proliferasi cell rests of serres pada dinding kista.
Meskipun gambaran diagnostik ini penting namun juga dapat
membingungkan sebab biasanya proliferasinya luas sehingga
menyerupai tumor odontogenik.

Kista dentigerous non – inflamasi menunjukkan lapisan tipis dinding


epitel tak berkeratin
( Diambil dari buku “Oral and Maxillofacial 2nd Edition” )

2.1. Diagnosis Kista Folikuler


Awalnya dilakukan aspirasi pada lesi. Kista dentigerous
menghasilkan straw-colored fluid. Jika aspirasi tidak menghasilkan
cairan apapun, implikasinya lesi ini meupakan lesi yang solid sehingga
pada kasus tersebut sebaiknya dilakukan biopsi.

2.1.6 Perawatan Kista Folikuler


Kista dentigerous yang berukuran kecil (kurang dari 2 cm) bisanya
dienukleasi dengan mudah, bersamaan dengan pencabutan gigi yang
berhubungan dengan kista tersebut. Enukleasi kista yang diikuti dengan
manipulasi ortodontik untuk mempertahankan gigi yang terlibat telah

12
berhasil digunakan (seperti pada gigi kaninus maksila). Jika enukleasi
beresiko buruk terhadap struktur di sekitarnya maka eksternalisasi atau
penetrasi dapat dilakukan sebagai pendekatan alternative untuk
mengurangi ukuran kista, selanjutnya diikuti dengan enukleasi.
Meskipun biasanya kista hanya melibatkan satu gigi namun pada
kista yang besar juga dapat mempengaruhi beberapa gigi lainnya yang
ada didekatnya. Bila kista dentigerous mencapai ukuran besar maka
kemungkinan menghasilkan pergeseran ekstrim dari gigi impaksi yang
berhubungan dan sangat jauh dari posisi yang normal. Sehingga gigi
asal kista akan sulit ditemukan. Gigi tersebut dapat bermigrasi kea rah
sub orbital baik ke processus coronoid atau condyloid. Jika fraktur
patologis mengancam, kadang dipilih cangkok tulang autologous untuk
rekontruksinya sesegera mungkin
Marsupialisasi dilakukan pada kista dentigerous yang berukuran
besar indikasinya yaitu jika marsupialisasi memungkinkan gigi untuk
erupsi spontan atau dipandu secara ortodontik ke posisi fungsionalnya
pda lengkung rahang atau jika ahli bedah mengidentifikasi resiko
terjadinya kerusakan gigi yang berkembang atau bundle neurovascular
selama enukleasi. Karena marsupialisasi dapat menimbulkan resiko
terbentuknya ameloblastoma in situ atau microinvasive ameloblastoma
atau transformasi neoplastik lainnya. Selain itu marsupialisasi juga
dapat menyebabkan proses penyembuhan bekas luka lebih lambat,
perawatan pasca operasi lebih rumit, dan reduksi pada regenerasi pada
tulang akhir.

2.1 Prognosis Kista Folikuler


Prognosisnya baik sekali dan tidak ada kemungkinan rekurensi
setelah enukleasi. Namun kista residual dapat berkembang jika lesi
tidak di nukleasi dengan sempurna.

2.1.7 Komplikasi Kista Folikuler

13
Dinding epitel kista dentigerous dapat bertransformasi sehingga
dapat terjadi komplikasi, yakni transformasi neoplastik dari epitel kistik
menjadi ameloblastoma. Suatu penelitian menunjukkan bahwa 17%
kasus ameloblastoma diawali dengan adanya riwayat kista dentigerous.
Transformasi malignansi lebih sedikit terjadi dibandingkan dengan
transformasi ameloblastik. Kemungkinan transformasi malignansi
tersebut dapat berupa carcinoma ameloblastik namun jarang terjadi.
Malignansi yang paling sering dihubungkan dengan kista dentigerous
yakni karsinoma sel skuamosa dan karsinoma mukopidermoid.

2.1. Diagnosa Banding Kista Folikuler

Dilihat dari kondisi biologisnya, diagnosis banding kista dentigerous,


yakni keratosis odontogenik, ameloblastoma in situ, atau microinvasive
ameloblastoma dalam kista dentigerous, invasive ameloblastoma, dan
ameloblastik fibroma pada remaja muda dan anak-anak. Jika kista
dentigerous terjadi pada maksila anterior, kista odontogenik
adenomatoid akan menjadi pertimbangan utama sebgai diagnosis
bandingnya khususnya jika terjadi pada pasien muda. Diagnosis utama
kista dentigerous didapat berdasarkan hasil pemeriksaan histopatologis
(Puspa,2008).

14
BAB III
PENUTUP

Kesimpulan
Endapan permukaan gigi terdiri dari pelikel, material alba, debris, stain,
plak dan kalkulus. Pelikel merupakan awal pembentukan plak. Pelikel
menjadi tempat perlekatan dan kolonisasi bakteri rongga mulut. Ikatan bakteri
yang matang pada pelikel akan menghasilkan plak. Plak yang kemudian
terkalsifikasi karena tidak ada pembersihan mulut selama 48 jam akan mulai
membentuk deposit keras yang disebut kalkulus.
Upaya yang dapat dilakukan untuk menghilangkan deposit lunak seperti
pelikel, material alba dan debris dapat dilakukan dengan menyikat gigi.
Upaya pengendalian plak dikenal dengan kontrol plak yang meliputi metode
mekanis seperti menyikat gigi dengan cara dan waktu yang tepat, kimia dan
biologi. Sedangkan penanganan kalkulus yang sudah terbentuk agar tidak
berlanjut menjadi penyakit periodontal adalah scaling dan root planing.
Untuk mengetahui derajat kesehatan mulut seseorang, kita dapat
melakukan perhitungan indeks kesehatan mulut agar dapat melakukan
penatalaksanaan berupa pengendalian plak saja atau melakukan metoda
scaling dan root planing.

15
DAFTAR PUSTAKA

Birnbaum W, Stephen MD. 2010. Diagnosis Kelainan dalam Mulut Petunjuk bagi
Klinisi. EGC: Jakarta, Indonesia, p. 218-219, 222-223

Puspa, Dewi Melani. Skirpsi Distribusi dan Frekuensi Kista Dentigerous


Berdasarkan Jenis Kelamin Di Poli Gigi Rumah Sakit Umum Pusat
Nasional Ciptomangunkusumo Periode November 2002 – Oktober 2008.
Jakarta: Universitas Indonesia. 2008. P.4-23

Takata N, Satoshi Yokoo, Takahide K. The Cytobiological Differences Between


Two Odontogenic Cyst-lining Keratinocytes. Kobe J. Med. Sci., 2011:
57(2), p. E75-E86

Urrutia SN, Rui F, Cosme G-E. Retrospective Clinicopathological Study Of 418


Odontogenic Cysts. Med Oral Patol Oral Cir Bucal. 2010: 1;15, p.e767-773.

16

Anda mungkin juga menyukai