Anda di halaman 1dari 18

MAKALAH SKENARIO 3

“Angina Ludwig’s”

Kelompok 3 :

Amalia Fauziah I1D111001


Ardi Siswanto I1D111003
Nita Herlina I1D111019
Dessy Sharfina I1D111020
Noryunita Rahmah I1D111040
Annisa Maya Nugraha I1D111039
Alfia Fitriani I1D111042
Yazid Eriansyah Pradanta I1D111213
Balqis Afifah I1D111211
Sharla Nizmatul L. I1D111212

Tutor : drg. Nurdiana D., M.D.Sc

UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT

FAKULTAS KEDOKTERAN

PROGRAM STUDI KEDOKTERAN GIGI

BANJARMASIN

2014

1
KATA PENGANTAR

Pertama-tama, Puji syukur kehadirat Illahi Robbi, Tuhan Yang Maha Esa , karena

atas segala bimbingan dan petunjuk-Nya , serta berkat rahmat, nikmat, dan karunia-Nya

sehingga kami diberi kesempatan untuk menyelesaikan Laporan tutorial yang berjudul

”Angina Ludwig’s”. Laporan tutorial yang kami buat ini sebagai salah satu sarana untuk

lebih mendalami materi. Kami mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :

1. drg. Nurdiana D., M.D.Sc yang telah memberi kami kesempatan dan bimbingan untuk

lebih mendalami materi dengan pembuatan laporan tutorial ini.

2. Teman-teman kelompok tutorial 1 yang telah berperan aktif dalam pembuatan laporan

tutorial ini.

Kami menyadari bahwa laporan tutorial ini mengandung banyak kekurangan,baik

dari segi isi maupun sistematika. Oleh karena itu, kami mohon maaf jika ada kesalahan

karena kami masih dalam proses pembelajaran. Kami juga berharap laporan tutorial yang

telah kami buat ini dapat bermanfaat bagi kami dan teman-teman yang lain.

Banjarmasin, Maret 2014

Kelompok 1

2
DAFTAR ISI

Judul ..................................................................................................................................... 1
Kata Pengantar....................................................................................................................... 2
Daftar Isi ................................................................................................................................ 3
Bab I Pendahuluan
1.1 Latar Belakang ................................................................................................. 4
1.2 Rumusan Masalah ............................................................................................ 5
1.3 Tujuan Penulisan .............................................................................................. 5
1.4 Metode Penulisan ............................................................................................. 6
Bab II Pembahasan
2.1 Selulitis .............................................................................................................. 7
2.2 Angina Ludwig’s ............................................................................................... 8
2.2.1 Definisi Angina Ludwig’s .................................................................... 8
2.2.2 Etiologi Angina Ludwig’s ................................................................... 8
2.2.3 Epidemiologi Angina Ludwig’s ........................................................... 8
2.2.4 Manifestasi Klinis Angina Ludwig’s.................................................... 9
2.2.5 Patogenesis Angina Ludwig’s .............................................................. 9
2.2.6 Diagnosis Angina Ludwig’s ..............................................................11
2.2.7 Penatalaksanaan Angina Ludwig’s ....................................................12
2.2.8 Diagnosis Banding Angina Ludwig’s ...............................................14
2.2.9 Prognosis Angina Ludwig’s ...............................................................15
2.2.10 Komplikasi Angina Ludwig’s ............................................................15
Bab III Penutup
3.1 Kesimpulan .....................................................................................................16
3.2 Saran ..............................................................................................................16
Daftar Pustaka ....................................................................................................................17

3
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Perluasan infeksi odontogenik atau infeksi yang mengenai struktur gigi (pulpa dan

periodontal) ke daerah periapikal, selanjutnya menuju kavitas oral dengan menembus

lapisan kortikal vestibular dan periosteum dari tulang rahang. Fenomena ini biasanya

terjadi di sekitar gigi penyebab infeksi, tetapi infeksi primer dapat meluas ke regio yang

lebih jauh, karena adanya perlekatan otot atau jaringan lunak pada tulang rahang. Dalam

hal ini, infeksi odontogenik dapat menyebar ke bagian bukal, fasail, dan subkutaneus

servikal kemudian berkembangan menjadi selulitis fasial, yang akan mengakibatkan

kematian kematian jika tidak segera diberikan (Berini, 1997).

Istilah selulitis merupakan suatu penyebaran oedematus dari inflamasi akut pada

permukaan jaringan lunak dan bersifat difus. Selulitis dapat terjadi pada semua tempat

dimana terdapat jaringan lunak dan jaringan ikat longgar, terutama pada muka dan leher,

karena biasanya pertahanan terhadap infeksi pada daerah tersebut kurang sempurna.

Selulitis mengenai jaringan subkutan bersifat difus, konsistensinya bisa sangat lunak

maupun keras seperti papan, ukurannya besar, spongius dan tanpa disertai adanya pus,

serta didahului adanya infeksi bakteri. Penyebaran infeksi selulitis progressif mengenai

daerah sekitar, bisa melewati median line, kadang-kadang turun mengenai leher (Neville,

2004; Peterson, 2002; Pedlar, 2001).

Selulitis difus yang paling sering dijumpai adalah Phlegmone / Angina Ludwig’s .

Angina Ludwig’s merupakan suatu selulitis difus yang mengenai spasia sublingual,

submental dan submandibular bilateral, kadang-kadang sampai mengenai spasia

pharyngeal. Angina Ludwig atau dikenal juga dengan nama Angina Ludovici, pertama

4
kali dijelaskan oleh Wilheim Frederick von Ludwig pada tahun 1836, merupakan salah

satu bentuk abses leher dalam. Abses leher dalam terbentuk di dalam ruang potensial di

antara fasia leher sebagai akibat perjalanan infeksi dari berbagai sumber seperti gigi,

mulut, tenggorok, sinus paranasal, telinga tengah dan leher. Tergantung ruang mana yang

terlibat, gejala dan tanda klinik setempat berupa nyeri dan pembengkakan akan

menunjukkan lokasi infeksi (Dimitroulis,1997; Topazian, 2002; Rahardjo, 2008).

Angina Ludwig’s memerlukan penangganan sesegera mungkin, berupa: rujukan

untuk mendapatkan perawatan rumah sakit, antibiotik intravenous dosis tinggi, biasanya

untuk terapi awal digunakan Ampisillin dikombinasikan dengan metronidazole,

penggantian cairan melalui infus, drainase through and through, serta penanganan saluran

nafas, seperti endotracheal intubasi atau tracheostomi jika diperlukan (Rahardjo, 2008).

1.2 Rumusan Masalah

1. Apa definisi dari selulitis ?

2. Apa definisi dari Angina Ludwig’s ?

3. Apa etiologi dari Angina Ludwig’s ?

4. Bagaimana epidemiologi dari Angina Ludwig’s ?

5. Sebutkan manifestasi klinis dari Angina Ludwig’s ?

6. Bagaimana patogenesis dari Angina Ludwig’s ?

7. Bagaimana cara penegakkan diagnosa Angina Ludwig’s

8. Bagaimana penatalaksanaan kasus Angina Ludwig’s ?

9. Apa diagnosis banding dari Angina Ludwig’s ?

10. Bagaimana prognosis dari Angina Ludwig’s ?

11. Apa komplikasi dari Angina Ludwig’s ?

1.3 Tujuan Penulisan

1. Menjelaskan tentang selulitis

5
2. Menjelaskan definisi Angina Ludwig’s

3. Menjelaskan etiologi Angina Ludwig’s

4. Menjelaskan epidemiologi Angina Ludwig’s

5. Menjelaskan manifestasi klinis Angina Ludwig’s

6. Menjelaskan patogenesis Angina Ludwig’s

7. Menjelaskan cara penegakkan diagnosa pada Angina Ludwig’s

8. Menjelaskan penatalaksanaan Angina Ludwig’s

9. Menjelaskan diagnosa banding Angina Ludwig’s

10. Menjelaskan prognosis Angina Ludwig’s

11. Menjelaskan komplikasi Angina Ludwig’s

1.4 Metode penulisan

 Metode Literatur

Penyusun melakukan metode literatur dengan berpedoman pada buku-buku

kedokteran dan buku-buku kesehatan lainnya yang relevan dengan topik.

 Metode Teknologi

Penyusun mengambil sebagian bahan dari internet dengan sumber yang valid.

6
BAB II

PEMBAHASAN

2.1. Selulitis

Selulitis merupakan inflamasi purulen akut, sub akut, dan kronis pada lapisan

dermis dan jaringan sub kutan yang meluas ke arah dalam. Bercirikan nyeri, eritema,

pembengkakan, dan panas terlokalisir. Selulitis pada maksilla biasanya meluas ke

buccal space dan pada mandibulla meluas ke ruang submandibulla, sublingual dan

submentale (Fehrenbach, 1997). Selulitis diklasifikasikan menjadi 3, yaitu (Byron,

2006) :

1) Selulitis sirkumskripta serous

Selulitis yang terbatas pada daerah tertentu, yaitu setengah spasia fasial yang

tidak jelas batasnya. Infeksi bakteri mengandung serous, konsistensinya sangat

lunak dan spongius. Penamaan selulitis ini berdasarkan ruang anatomi atau spasia

yang terlibat.

2) Selulitis sirkumskripta supuratif

Prosesnya hampir sama dengan selulitis sirkumskripta serous akut. Infeksi bakteri

mengandung purulen, dan penamaan berdasarkan spasia yang dikenainya.

3) Selulitis difus

Selulitia difus akut terbagi lagi menjadi 6, yaitu: 1) Angina Ludwig’s, 2) Selulitis

yang berasal dari inframylohyoid, 3) Selulitis senator’s difus peripharingeal, 4)

Selulitis fasialis difus, 5) Fascitis necrotizing dan gambaran atypical lainnya, 6)

selulitis kronis. Angina Ludwig’s merupakan selulitis difus akut yang paling

sering terjadi.

7
2.2 Angina Ludwig’s

2.2.1 Definisi Angina Ludwig’s

Angina Ludwig’s yang dikenal juga dengan nama Angina Ludovici adalah selulitis

yang perjalanannya cepat biasanya bilateral, melibatkan spasia submandibular,

sublingual, dan submental. Angina Ludwig’s merupakan infeksi ruang submandibulla

berupa selulitis yang progresif dengan tanda khas berupa pembengkakan seluruh

ruang submandibulla, tidak membentuk abses, dan tidak ada limfadenopati, sehingga

keras seperti kayu pada perabaan submandibulla (Parthiban, 2012; Pedlar, 2001).

2.2.2 Etiologi Angina Ludwig’s

Etiologi utama dari angina ludwig’s adalah 50%-90% berawal dari infeksi

odontogenik, terutama infeksi odontogenik pada gigi M2 dan M3 dan bakteri. Bakteri

yang paling sering ditemukan adalah Streptococcus viridians, Staphylococcus aureus,

bacteroides, peptostreptococci, dan peptococci. Gram (+ ): Fusobacterium nucleatum,

Aerobacter aeruginosa, spirochetes, dan Veillonella, Candida, Eubacteria, dan

spesies Clostridium. Gram (–) : Neisseria, Escherichia coli, spesies Pseudomonas,

Haemophillus influenza dan spesies Klebsiella (Chow, 2005). Sedangkan faktor risiko

dari terjadinya angina ludwig’s adalah pada orang yang mengkonsumsi alkohol,

pecandu narkoba, malnutrisi, dan keadaan immunodefisiensi (DM, sistem imun

menurun, AIDS, systemic lupus erythematous) (Eldin,2008; Lemmonick, 2002;

Rucker, 2013).

2.2.3 Epidemiologi Angina Ludwig’s

Prevalensi kasus dari angina ludwig’s lebih dominan pada laki-laki daripada

perempuan dengan ratio 3:1 sampai 4:1. Hampir 95% kasus melibatkan bilateral

submandibulla. Lebih sering pada orang dewasa karena infeksi odontogenik dan

8
jarang pada anak-anak. Untuk kasus infeksi pada leher, hampir 13% adalah kasus

angina ludwig’s (Rahardjo, 2008).

2.2.4 Manifestasi Klinis Angina Ludwig’s

Manifestasi klinis dari angina ludwig’s meliputi, pembengkakan dasar mulut dan

leher, konsistensi keras dan tidak fluktuasi, rasa sakit yang parah pada daerah wajah,

eritema pada leher, trismus karena spasme otot pengunyahan yg menyebabkan mulut

tetap tertutup rapat, disfagia, hipersalivasi, bau nafas, dan pembengkakkan bilateral

yang melibatkan ruang submandibular, submental dan sublingual. Sedangkan

manifestasi sistemiknya berupa takikardi: denyutan jantung yg cepat, > normal yg 72

kali/menit, kesulitan bernafas akibat progresivitas lesi inflamasi dileher, demam dan

malaise, pucat, dan dehidrasi (Ugboko, 2005; Kulkarni, 2008).

2.2.5 Patogenesis Angina Ludwig’s

Penyebab abses ini yang paling sering adalah infeksi gigi. Nekrosis pulpa karena

karies dalam yang tidak terawat dan periodontal pocket yang dalam merupakan jalan

bakteri untuk mencapai jaringan periapikal. Karena jumlah bakteri yang banyak, maka

infeksi yang terjadi akan menyebar ke tulang spongiosa sampai tulang cortical. Jika

tulang ini tipis, maka infeksi akan menembus dan masuk ke jaringan lunak.

Penyebaran infeksi ini tergantung dari daya tahan jaringan tubuh. Infeksi Odontogenik

dapat menyebar melalui jaringan ikat (perkontinuitatum), pembuluh darah

(hematogenous), dan pembuluh limfe (limfogenous). Yang paling sering terjadi adalah

penjalaran secara perkontinuitatum karena adanya celah/ruang di antara jaringan yang

berpotensi sebagai tempat berkumpulnya pus. Penjalaran infeksi pada rahang atas

dapat membentuk abses palatal, abses submukosa, abses gingiva, cavernous sinus

thrombosis, abses labial, dan abses fasial. Penjalaran infeksi pada rahang bawah dapat

membentuk abses subingual, abses submental, abses submandibular, abses

9
submaseter, dan angina Ludwig. Ujung akar molar kedua dan ketiga terletak di

belakang bawah linea mylohyoidea (tempat melekatnya m. mylohyoideus) yang

terletak di aspek dalam mandibula, sehingga jika molar kedua dan ketiga terinfeksi

dan membentuk abses, pusnya dapat menyebar ke ruang submandibula dan dapat

meluas ke ruang parafaringal (Rahardjo, 2008; Mansjoer, 2000).

Gambar 1. Linea mylohyoidea, tempat perlekatan m. mylohyoideus. Infeksi premolar dan


molar menyebabkan perforasi, kemudian menyebar keruang-ruang yang dibatasi oleh m.
mylohyoideus (Rahardjo, 2008).

Infeksi pada ruang submental biasanya terbatas karena ada kesatuan yang keras

dari fasia servikal profunda dengan m. digastricus anterior dan tulang hyoid. Edema

dagu dapat terbentuk dengan jelas. Infeksi pada ruang submaksilar biasanya terbatas

di dalam ruang itu sendiri, tetapi dapat pula menyusuri sepanjang duktus submaksilar

Whartoni dan mengikuti struktur kelenjar menuju ruang sublingual, atau dapat juga

meluas ke bawah sepanjang m. hyoglossus menuju ruang-ruang fasia leher (Balleger,

1994).

10
Gambar 2. Ruang submandibular terletak antara m. mylohyoid, fasia dan kulit. Ruang
submandibular terinfeksi langsung oleh molar kedua dan ketiga (Byron,2006).

Pada infeksi ruang sublingual, edema terdapat pada daerah terlemah dibagian

superior dan posterior, sehingga menghambat jalan nafas (Balleger, 1994).

Gambar 3. Ruang sublingual, terletak antara mukosa mulut dan m. mylohyoid. Ruang ini dapat
terinfeksi yang berasal dari premolar dan molar pertama (Byron, 2006).

Gambar 4. Penyebaran pembengkakan akibat abses di ruangsublingual dan submandibular


(Rahardjo, 2008).

2.2.6 Diagnosis Angina Ludwig’s

Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesa, pemeriksaan fisis, dan pemeriksaan

penunjang.

1. Anamnesis

Dari anamnesis didapatkan gejala berupa nyeri pada leher, kesulitan makan dan

menelan. Dari anamnesis juga didapatkan adanya riwayat sakit gigi, mengorek atau

11
mencabut gigi atau adanya riwayat oral hygiene yang buruk (Rahardjo, 2008; Chow,

2005; Fachruddin, 2007).

2. Pemeriksaan fisik

Pada pemeriksaan tanda vital biasa ditemukan tanda-tanda sepsis seperti demam,

takipnea, dan takikardi. Selain itu juga ditemukan adanya edema bilateral, nyeri tekan

dan perabaan keras seperti kayu pada leher, trismus, drooling, disfonia, dan pada

pemeriksaan mulut didapatkan elevasi lidah, tetapi biasanya tidak didapatkan

pembesaran kelenjar limfe (Rahardjo, 2008; Hibbert, 1997).

3. Pemeriksaan penunjang

Pemeriksaan penunjang yang dilakukan dapat berupa foto polos leher dan dada,

yang mana sering memberikan gambaran pembengkakan jaringan lunak, adanya gas,

dan penyempitan jalan napas. Pemeriksaan CT-Scan memberikan gambaran

pembengkakan jaringan lunak, adanya gas, akumulasi cairan, dan juga dapat sangat

membantu untuk memutuskan kapan dibutuhkannya pernapasan bantuan. Selain itu

foto panoramik rahang dapat membantu untuk menentukan tempat fokal infeksinya

(Kulkarni, 2008).

2.2.7 Penatalaksanaan Angina Ludwig’s

Setelah diagnosis angina Ludwig ditegakkan, maka penanganan yang utama adalah

menjamin jalan nafas yang stabil melalui trakeostomi yang dilakukan dengan

anesthesia lokal. Trakeostomi dilakukan tanpa harus menunggu terjadinya dispnea atau

sianosis karena tanda-tanda obstruksi jalan nafas yang sudah lanjut. Jika terjadi

sumbatan jalan nafas maka pasien dalam keadaan gawat darurat (Rahardjo, 2008;

Bailey, 1998). Kemudian diberikan antibiotik dosis tinggi dan berspektrum luas secara

intravena untuk organisme gram-positif dan gram-negatif serta kuman aerob dan

anaerob. Antibiotik yang diberikan sesuai dengan hasil kultur dan hasil sensitifitas pus.

12
Pengobatan angina Ludwig pada anak untuk perlindungan jalan napas digunakan

antibiotik intravena, selain itu dapat juga digunakan terapi pembedahan. Antibiotik

yang digunakan adalah Penicilin G dosis tinggi, kadang-kadang dapat dikombinasikan

dengan obat antistaphylococcus atau metronidazole. Jika pasien alergi penicillin,

maka clindamycin hydrochloride adalah pilihan yang terbaik. Dexamethasone yang

disuntikkan secara intravena, diberikan dalam 48 jam untuk mengurangi edem dan

perlindungan jalan nafas (Mansjoer, 2000). Selain itu dilakukan eksplorasi yang

dilakukan untuk tujuan dekompresi (mengurangi ketegangan) dan evaluasi pus, pada

angina Ludwig jarang terdapat pus atau jaringan nekrosis. Eksplorasi lebih dalam dapat

dilakukan memakai cunam tumpul. Jika terbentuk nanah dilakukan insisi dan drainase.

Insisi dilakukan di garis tengah secara horizontal setinggi os. hyoid (3–4 jari di bawah

mandibula). Insisi dilakukan di bawah dan paralel dengan korpus mandibular melalui

fasia dalam sampai ke kedalaman kelenjar submaksilar. Insisi vertikal tambahan dapat

dibuat di atas os. hyoid sampai batas bawah dagu. Perlu juga dilakukan pengobatan

terhadap infeksi gigi untuk mencegah kekambuhan. Pasien dirawat inap sampai infeksi

reda (Balleger, 1994; Fachruddin, 2007; Mansjoer, 2000).

Gambar 5. Insisi ludwig Angina (Rahardjo, 2008).

13
Gambar 6. Proses penjalaran ke mediastinum sebagai salah satu komplikasi ludwig angina
(Rahardjo, 2008).

2.2.8 Diagnosa Banding Angina Ludwig’s

Grodinsky mengemukakan 4 kriteria untuk membedakan angina Ludwig dengan

bentuk infeksi leher dalam, yaitu (Rahardjo, 2008; Fragiskos, 2007; Birnbaum, 2009;

Cossio, 2010) :

o Terjadi secara bilateral pada lebih dari satu rongga.

o Menghasilkan infiltrasi yg gangren-serosanguineous dengan atau tanpa pus.

o Mencakup fasia jaringan ikat dan otot namun tidak melibatkan kelenjar.

o Penyebaran perkontinuitatum bukan secara limfatik.

14
2.2.9 Prognosis Angina Ludwig’s

Prognosis pada Angina Ludwig tergantung dari usia dan tingkat keparahan

penyakit dengan angka kematian mencapai 0-8,5% (Wong, 2013). Pada penderita usia

muda yang berbahaya terutama ruptur abses spontan dengan aspirasi dan/atau spasme

laring. Ada kemungkinan meskipun jarang, jika tidak diobati dapat menyusup ke dalam

ruang faring dengan atau tanpa tanda-tanda luar, menjalar ke bawah dari belakang

esofagus menuju ke mediastinum posterior, septikemia, perdarahan, edema, ruptur, dan

aspirasi. Angina Ludwig dapat berakibat fatal karena membahayakan jiwa. Namun

dengan diagnosis dini, perlindungan jalan nafas yang segera ditangani, pemberian

antibiotik intravena yang adekuat, penanganan dalam ICU, penyakit ini dapat sembuh

tanpa mengakibatkan komplikasi (Rahardjo, 2008).

2.2.10 Komplikasi Angina Ludwig’s

Komplikasi yang dapat terjadi apabila Angina Ludwig tidak ditangani antara lain

(Lemonick, 2002) :

1 Obstruksi jalan napas

2 Infeksi carotid sheath

3 Tromboplebitis supuratif pada vena jugularis interna

4 Mediastenitis

5 Empiema

6 Efusi pleura

7 Osteomielitis mandibula

8 Pneumonia aspirasi

15
BAB III

PENUTUP

Kesimpulan

Selulitis merupakan inflamasi purulen akut, sub akut, dan kronis pada lapisan

dermis dan jaringan sub kutan yang meluas ke arah dalam. Selulitis terbagi menjadi 3

klasifikasi, yaitu: 1) Selulitis sirkumskripta serous, 2) Selulitis sirkumskripta supuratif, dan

3) Selulitis difus. Selulitis difus yang paling sering dijumpai adalah Angina Ludwig’s .

Angina Ludwig’s merupakan selulitis yang perjalanannya cepat biasanya bilateral,

melibatkan spasia submandibular, sublingual, dan submental. Biasanya penyebabnya

berasal dari infeksi odontogenik, terutama infeksi pada gigi M2 dan M3. Lebih sering

terjadi pada laki-laki daripada perempuan. Penatalaksanaan untuk Angina Ludwig’s ada 4

prinsip, yaitu : 1) Maintenance airway, 2) Insisi drainase, 3) Terapi antibiotik, dan 4)

Eliminasi faktor etiologi. Prognosis pada Angina Ludwig’s tergantung dari usia dan

tingkat keparahan penyakit.

Saran

Diharapkan mahasiswa dapat menerima dan mempelajari makalah ini, bukan hanya

dipelajari tetapi juga sebagai penuntun dalam mempermudah belajar, dan mahasiswa

mampu menjelaskan sendiri pengetahuan yang sudah dipelajari.

16
DAFTAR PUSTAKA

Bailey BJ. Odontogenic infection. Head and Neck Surgery-Otolaryngology. 2nd ed.
Philadelphia:Lippincott-Raven; 1998. p:673-5.

Balleger JJ. Penyakit Telinga, Hidung, Tenggorok, Kepala dan Leher. Edisi 13.
Jakarta:Binarupa Aksara; 1994.p.299-301.

Berini, et al, 1997, Medica Oral: Buccal and Cervicofacial Cellulitis. Volume 4, (p337-50)

Birnbaum. W, Dunne, SD. 2009. Diagnosis Kelainan Dalam Mulut. EGC: Jakarta.

Byron J, Bailey MD, Jonas T et al. Head and Neck Surgey – Otolaryngology 4th Edition.
Philadelphia: WB saunders. 2006

Cossío P I, Hinojosa E F, Cruz M A M 3, Pérez L M G. Ludwig´s angina and Ketoacidosis


as a First Manifestation of Diabetes Mellitus. Med Oral Patol Oral Cir Bucal. 2010 Jul
1; 15(4): 624-627.

Chow A W. Infection of The Oral Cavity, Neck, and Head. Churchill Livingstone:
Elsevier. 2005. p.793.

Dimitroulis, G, 1997, A Synopsis of Minor Oral Surgery, Wright, Oxford (71-81)

Eldin KA, Elhamd A, Al-Rasheed MA et al. Unusual Outcome of Ludwig’s Angina. Saudi
Med J 2008; 29(12): 1811-1814.

Fachruddin, D. Abses Leher Dalam : Buku Ajar Ilmu Kesehatan-Telinga, Hidung,


Tenggorokan Kepala & Leher. Edisi ke-6. Jakarta : Balai Penerbit FKUI; 2007. P.230.

Fehrenbach MJ and Susan WH. Spread of Dental Infection. Practical hygiene, 1997.

Fragiskos F.D. Oral Surgery. Germany : Springer. 2007.

Hibbert J. Laryngology and Head and Neck Surgery. Oxford: Butterworth-Heinemann;


1997. p:16-17.

Lemonick, D M. Ludwig’s Angina : Diagnosis and treatment. Clinical review Article


2002.
Kulkarni A H, Pai S D, Bhattarai B, Rao S T, Ambareesha M. Ludwig’s Angina and
airway consideration : a case report. Cases Journal 2008; 1(19).

Mansjoer A, et al. Angina Ludwig’s: Kapita Selekta Kedokteran Edisi 3. Jakarta:Media


Aesculapius; 2000. p.124-125.

Neville, et al, 2004, Oral and Maxillofacial Pathology. WB Saunders, Philadephia.

Pedlar, et al, 2001, Oral Maxillofacial Surgery. WB Saunders, Spanyol (p90-100).

17
Parthiban, S. Vijay, R. Satish Muthkumar, M. Alaggapan, M. Karthi. Ludwig’s Angina : A
Rare Case Report. Indian Journal of Multidisciplinary Dentistry, Vol.2 Issue. 3. 2012.
p. 518-521

Peterson, et al, 2002, Oral and Maxillofacial Surgery. Mosby, St. Louis.

Rahardjo, Sutji Pratiwi. Penatalaksanaan Angina Ludwig. Jurnal Kedokteran dan Farmasi,
Dexa Media. No. 1 Vol. 21, 2008. hal. 32-35.

Topazian, R.G & Golberg, M H, 2002, Oral and Maxillofacial Infection, WB Saunders:
Philadelphia.

Ugboko V, Ndukwe, K, Oginni F. Ludwig’s Angina: An Analysis of Sixteen Cases in a


Suburban Nigerian Tertiary Facility. African Journal of oral Health 2005; 16-23

Wong, Nicholas Hon Bun and Mudassar Baig . A Case of Ludwig’s Angina: Life
Threatening Deep Neck Infection Presenting with Unusual Symptoms of Chest Pain.
British Journal of Medicine & Medical Research. Vol. 4(7). 2013:1552-1557.

18

Anda mungkin juga menyukai