“Angina Ludwig’s”
Kelompok 3 :
FAKULTAS KEDOKTERAN
BANJARMASIN
2014
1
KATA PENGANTAR
Pertama-tama, Puji syukur kehadirat Illahi Robbi, Tuhan Yang Maha Esa , karena
atas segala bimbingan dan petunjuk-Nya , serta berkat rahmat, nikmat, dan karunia-Nya
sehingga kami diberi kesempatan untuk menyelesaikan Laporan tutorial yang berjudul
”Angina Ludwig’s”. Laporan tutorial yang kami buat ini sebagai salah satu sarana untuk
lebih mendalami materi. Kami mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :
1. drg. Nurdiana D., M.D.Sc yang telah memberi kami kesempatan dan bimbingan untuk
2. Teman-teman kelompok tutorial 1 yang telah berperan aktif dalam pembuatan laporan
tutorial ini.
dari segi isi maupun sistematika. Oleh karena itu, kami mohon maaf jika ada kesalahan
karena kami masih dalam proses pembelajaran. Kami juga berharap laporan tutorial yang
telah kami buat ini dapat bermanfaat bagi kami dan teman-teman yang lain.
Kelompok 1
2
DAFTAR ISI
Judul ..................................................................................................................................... 1
Kata Pengantar....................................................................................................................... 2
Daftar Isi ................................................................................................................................ 3
Bab I Pendahuluan
1.1 Latar Belakang ................................................................................................. 4
1.2 Rumusan Masalah ............................................................................................ 5
1.3 Tujuan Penulisan .............................................................................................. 5
1.4 Metode Penulisan ............................................................................................. 6
Bab II Pembahasan
2.1 Selulitis .............................................................................................................. 7
2.2 Angina Ludwig’s ............................................................................................... 8
2.2.1 Definisi Angina Ludwig’s .................................................................... 8
2.2.2 Etiologi Angina Ludwig’s ................................................................... 8
2.2.3 Epidemiologi Angina Ludwig’s ........................................................... 8
2.2.4 Manifestasi Klinis Angina Ludwig’s.................................................... 9
2.2.5 Patogenesis Angina Ludwig’s .............................................................. 9
2.2.6 Diagnosis Angina Ludwig’s ..............................................................11
2.2.7 Penatalaksanaan Angina Ludwig’s ....................................................12
2.2.8 Diagnosis Banding Angina Ludwig’s ...............................................14
2.2.9 Prognosis Angina Ludwig’s ...............................................................15
2.2.10 Komplikasi Angina Ludwig’s ............................................................15
Bab III Penutup
3.1 Kesimpulan .....................................................................................................16
3.2 Saran ..............................................................................................................16
Daftar Pustaka ....................................................................................................................17
3
BAB I
PENDAHULUAN
Perluasan infeksi odontogenik atau infeksi yang mengenai struktur gigi (pulpa dan
lapisan kortikal vestibular dan periosteum dari tulang rahang. Fenomena ini biasanya
terjadi di sekitar gigi penyebab infeksi, tetapi infeksi primer dapat meluas ke regio yang
lebih jauh, karena adanya perlekatan otot atau jaringan lunak pada tulang rahang. Dalam
hal ini, infeksi odontogenik dapat menyebar ke bagian bukal, fasail, dan subkutaneus
Istilah selulitis merupakan suatu penyebaran oedematus dari inflamasi akut pada
permukaan jaringan lunak dan bersifat difus. Selulitis dapat terjadi pada semua tempat
dimana terdapat jaringan lunak dan jaringan ikat longgar, terutama pada muka dan leher,
karena biasanya pertahanan terhadap infeksi pada daerah tersebut kurang sempurna.
Selulitis mengenai jaringan subkutan bersifat difus, konsistensinya bisa sangat lunak
maupun keras seperti papan, ukurannya besar, spongius dan tanpa disertai adanya pus,
serta didahului adanya infeksi bakteri. Penyebaran infeksi selulitis progressif mengenai
daerah sekitar, bisa melewati median line, kadang-kadang turun mengenai leher (Neville,
Selulitis difus yang paling sering dijumpai adalah Phlegmone / Angina Ludwig’s .
Angina Ludwig’s merupakan suatu selulitis difus yang mengenai spasia sublingual,
pharyngeal. Angina Ludwig atau dikenal juga dengan nama Angina Ludovici, pertama
4
kali dijelaskan oleh Wilheim Frederick von Ludwig pada tahun 1836, merupakan salah
satu bentuk abses leher dalam. Abses leher dalam terbentuk di dalam ruang potensial di
antara fasia leher sebagai akibat perjalanan infeksi dari berbagai sumber seperti gigi,
mulut, tenggorok, sinus paranasal, telinga tengah dan leher. Tergantung ruang mana yang
terlibat, gejala dan tanda klinik setempat berupa nyeri dan pembengkakan akan
untuk mendapatkan perawatan rumah sakit, antibiotik intravenous dosis tinggi, biasanya
penggantian cairan melalui infus, drainase through and through, serta penanganan saluran
nafas, seperti endotracheal intubasi atau tracheostomi jika diperlukan (Rahardjo, 2008).
5
2. Menjelaskan definisi Angina Ludwig’s
Metode Literatur
Metode Teknologi
Penyusun mengambil sebagian bahan dari internet dengan sumber yang valid.
6
BAB II
PEMBAHASAN
2.1. Selulitis
Selulitis merupakan inflamasi purulen akut, sub akut, dan kronis pada lapisan
dermis dan jaringan sub kutan yang meluas ke arah dalam. Bercirikan nyeri, eritema,
buccal space dan pada mandibulla meluas ke ruang submandibulla, sublingual dan
2006) :
Selulitis yang terbatas pada daerah tertentu, yaitu setengah spasia fasial yang
lunak dan spongius. Penamaan selulitis ini berdasarkan ruang anatomi atau spasia
yang terlibat.
Prosesnya hampir sama dengan selulitis sirkumskripta serous akut. Infeksi bakteri
3) Selulitis difus
Selulitia difus akut terbagi lagi menjadi 6, yaitu: 1) Angina Ludwig’s, 2) Selulitis
selulitis kronis. Angina Ludwig’s merupakan selulitis difus akut yang paling
sering terjadi.
7
2.2 Angina Ludwig’s
Angina Ludwig’s yang dikenal juga dengan nama Angina Ludovici adalah selulitis
berupa selulitis yang progresif dengan tanda khas berupa pembengkakan seluruh
ruang submandibulla, tidak membentuk abses, dan tidak ada limfadenopati, sehingga
keras seperti kayu pada perabaan submandibulla (Parthiban, 2012; Pedlar, 2001).
Etiologi utama dari angina ludwig’s adalah 50%-90% berawal dari infeksi
odontogenik, terutama infeksi odontogenik pada gigi M2 dan M3 dan bakteri. Bakteri
Haemophillus influenza dan spesies Klebsiella (Chow, 2005). Sedangkan faktor risiko
dari terjadinya angina ludwig’s adalah pada orang yang mengkonsumsi alkohol,
Rucker, 2013).
Prevalensi kasus dari angina ludwig’s lebih dominan pada laki-laki daripada
perempuan dengan ratio 3:1 sampai 4:1. Hampir 95% kasus melibatkan bilateral
submandibulla. Lebih sering pada orang dewasa karena infeksi odontogenik dan
8
jarang pada anak-anak. Untuk kasus infeksi pada leher, hampir 13% adalah kasus
Manifestasi klinis dari angina ludwig’s meliputi, pembengkakan dasar mulut dan
leher, konsistensi keras dan tidak fluktuasi, rasa sakit yang parah pada daerah wajah,
eritema pada leher, trismus karena spasme otot pengunyahan yg menyebabkan mulut
tetap tertutup rapat, disfagia, hipersalivasi, bau nafas, dan pembengkakkan bilateral
kali/menit, kesulitan bernafas akibat progresivitas lesi inflamasi dileher, demam dan
Penyebab abses ini yang paling sering adalah infeksi gigi. Nekrosis pulpa karena
karies dalam yang tidak terawat dan periodontal pocket yang dalam merupakan jalan
bakteri untuk mencapai jaringan periapikal. Karena jumlah bakteri yang banyak, maka
infeksi yang terjadi akan menyebar ke tulang spongiosa sampai tulang cortical. Jika
tulang ini tipis, maka infeksi akan menembus dan masuk ke jaringan lunak.
Penyebaran infeksi ini tergantung dari daya tahan jaringan tubuh. Infeksi Odontogenik
(hematogenous), dan pembuluh limfe (limfogenous). Yang paling sering terjadi adalah
berpotensi sebagai tempat berkumpulnya pus. Penjalaran infeksi pada rahang atas
dapat membentuk abses palatal, abses submukosa, abses gingiva, cavernous sinus
thrombosis, abses labial, dan abses fasial. Penjalaran infeksi pada rahang bawah dapat
9
submaseter, dan angina Ludwig. Ujung akar molar kedua dan ketiga terletak di
terletak di aspek dalam mandibula, sehingga jika molar kedua dan ketiga terinfeksi
dan membentuk abses, pusnya dapat menyebar ke ruang submandibula dan dapat
Infeksi pada ruang submental biasanya terbatas karena ada kesatuan yang keras
dari fasia servikal profunda dengan m. digastricus anterior dan tulang hyoid. Edema
dagu dapat terbentuk dengan jelas. Infeksi pada ruang submaksilar biasanya terbatas
di dalam ruang itu sendiri, tetapi dapat pula menyusuri sepanjang duktus submaksilar
Whartoni dan mengikuti struktur kelenjar menuju ruang sublingual, atau dapat juga
1994).
10
Gambar 2. Ruang submandibular terletak antara m. mylohyoid, fasia dan kulit. Ruang
submandibular terinfeksi langsung oleh molar kedua dan ketiga (Byron,2006).
Pada infeksi ruang sublingual, edema terdapat pada daerah terlemah dibagian
Gambar 3. Ruang sublingual, terletak antara mukosa mulut dan m. mylohyoid. Ruang ini dapat
terinfeksi yang berasal dari premolar dan molar pertama (Byron, 2006).
penunjang.
1. Anamnesis
Dari anamnesis didapatkan gejala berupa nyeri pada leher, kesulitan makan dan
menelan. Dari anamnesis juga didapatkan adanya riwayat sakit gigi, mengorek atau
11
mencabut gigi atau adanya riwayat oral hygiene yang buruk (Rahardjo, 2008; Chow,
2. Pemeriksaan fisik
Pada pemeriksaan tanda vital biasa ditemukan tanda-tanda sepsis seperti demam,
takipnea, dan takikardi. Selain itu juga ditemukan adanya edema bilateral, nyeri tekan
dan perabaan keras seperti kayu pada leher, trismus, drooling, disfonia, dan pada
3. Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan penunjang yang dilakukan dapat berupa foto polos leher dan dada,
yang mana sering memberikan gambaran pembengkakan jaringan lunak, adanya gas,
pembengkakan jaringan lunak, adanya gas, akumulasi cairan, dan juga dapat sangat
foto panoramik rahang dapat membantu untuk menentukan tempat fokal infeksinya
(Kulkarni, 2008).
Setelah diagnosis angina Ludwig ditegakkan, maka penanganan yang utama adalah
menjamin jalan nafas yang stabil melalui trakeostomi yang dilakukan dengan
anesthesia lokal. Trakeostomi dilakukan tanpa harus menunggu terjadinya dispnea atau
sianosis karena tanda-tanda obstruksi jalan nafas yang sudah lanjut. Jika terjadi
sumbatan jalan nafas maka pasien dalam keadaan gawat darurat (Rahardjo, 2008;
Bailey, 1998). Kemudian diberikan antibiotik dosis tinggi dan berspektrum luas secara
intravena untuk organisme gram-positif dan gram-negatif serta kuman aerob dan
anaerob. Antibiotik yang diberikan sesuai dengan hasil kultur dan hasil sensitifitas pus.
12
Pengobatan angina Ludwig pada anak untuk perlindungan jalan napas digunakan
antibiotik intravena, selain itu dapat juga digunakan terapi pembedahan. Antibiotik
disuntikkan secara intravena, diberikan dalam 48 jam untuk mengurangi edem dan
perlindungan jalan nafas (Mansjoer, 2000). Selain itu dilakukan eksplorasi yang
dilakukan untuk tujuan dekompresi (mengurangi ketegangan) dan evaluasi pus, pada
angina Ludwig jarang terdapat pus atau jaringan nekrosis. Eksplorasi lebih dalam dapat
dilakukan memakai cunam tumpul. Jika terbentuk nanah dilakukan insisi dan drainase.
Insisi dilakukan di garis tengah secara horizontal setinggi os. hyoid (3–4 jari di bawah
mandibula). Insisi dilakukan di bawah dan paralel dengan korpus mandibular melalui
fasia dalam sampai ke kedalaman kelenjar submaksilar. Insisi vertikal tambahan dapat
dibuat di atas os. hyoid sampai batas bawah dagu. Perlu juga dilakukan pengobatan
terhadap infeksi gigi untuk mencegah kekambuhan. Pasien dirawat inap sampai infeksi
13
Gambar 6. Proses penjalaran ke mediastinum sebagai salah satu komplikasi ludwig angina
(Rahardjo, 2008).
bentuk infeksi leher dalam, yaitu (Rahardjo, 2008; Fragiskos, 2007; Birnbaum, 2009;
Cossio, 2010) :
o Mencakup fasia jaringan ikat dan otot namun tidak melibatkan kelenjar.
14
2.2.9 Prognosis Angina Ludwig’s
Prognosis pada Angina Ludwig tergantung dari usia dan tingkat keparahan
penyakit dengan angka kematian mencapai 0-8,5% (Wong, 2013). Pada penderita usia
muda yang berbahaya terutama ruptur abses spontan dengan aspirasi dan/atau spasme
laring. Ada kemungkinan meskipun jarang, jika tidak diobati dapat menyusup ke dalam
ruang faring dengan atau tanpa tanda-tanda luar, menjalar ke bawah dari belakang
aspirasi. Angina Ludwig dapat berakibat fatal karena membahayakan jiwa. Namun
dengan diagnosis dini, perlindungan jalan nafas yang segera ditangani, pemberian
antibiotik intravena yang adekuat, penanganan dalam ICU, penyakit ini dapat sembuh
Komplikasi yang dapat terjadi apabila Angina Ludwig tidak ditangani antara lain
(Lemonick, 2002) :
4 Mediastenitis
5 Empiema
6 Efusi pleura
7 Osteomielitis mandibula
8 Pneumonia aspirasi
15
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Selulitis merupakan inflamasi purulen akut, sub akut, dan kronis pada lapisan
dermis dan jaringan sub kutan yang meluas ke arah dalam. Selulitis terbagi menjadi 3
3) Selulitis difus. Selulitis difus yang paling sering dijumpai adalah Angina Ludwig’s .
berasal dari infeksi odontogenik, terutama infeksi pada gigi M2 dan M3. Lebih sering
terjadi pada laki-laki daripada perempuan. Penatalaksanaan untuk Angina Ludwig’s ada 4
Eliminasi faktor etiologi. Prognosis pada Angina Ludwig’s tergantung dari usia dan
Saran
Diharapkan mahasiswa dapat menerima dan mempelajari makalah ini, bukan hanya
dipelajari tetapi juga sebagai penuntun dalam mempermudah belajar, dan mahasiswa
16
DAFTAR PUSTAKA
Bailey BJ. Odontogenic infection. Head and Neck Surgery-Otolaryngology. 2nd ed.
Philadelphia:Lippincott-Raven; 1998. p:673-5.
Balleger JJ. Penyakit Telinga, Hidung, Tenggorok, Kepala dan Leher. Edisi 13.
Jakarta:Binarupa Aksara; 1994.p.299-301.
Berini, et al, 1997, Medica Oral: Buccal and Cervicofacial Cellulitis. Volume 4, (p337-50)
Birnbaum. W, Dunne, SD. 2009. Diagnosis Kelainan Dalam Mulut. EGC: Jakarta.
Byron J, Bailey MD, Jonas T et al. Head and Neck Surgey – Otolaryngology 4th Edition.
Philadelphia: WB saunders. 2006
Chow A W. Infection of The Oral Cavity, Neck, and Head. Churchill Livingstone:
Elsevier. 2005. p.793.
Eldin KA, Elhamd A, Al-Rasheed MA et al. Unusual Outcome of Ludwig’s Angina. Saudi
Med J 2008; 29(12): 1811-1814.
Fehrenbach MJ and Susan WH. Spread of Dental Infection. Practical hygiene, 1997.
17
Parthiban, S. Vijay, R. Satish Muthkumar, M. Alaggapan, M. Karthi. Ludwig’s Angina : A
Rare Case Report. Indian Journal of Multidisciplinary Dentistry, Vol.2 Issue. 3. 2012.
p. 518-521
Peterson, et al, 2002, Oral and Maxillofacial Surgery. Mosby, St. Louis.
Rahardjo, Sutji Pratiwi. Penatalaksanaan Angina Ludwig. Jurnal Kedokteran dan Farmasi,
Dexa Media. No. 1 Vol. 21, 2008. hal. 32-35.
Topazian, R.G & Golberg, M H, 2002, Oral and Maxillofacial Infection, WB Saunders:
Philadelphia.
Wong, Nicholas Hon Bun and Mudassar Baig . A Case of Ludwig’s Angina: Life
Threatening Deep Neck Infection Presenting with Unusual Symptoms of Chest Pain.
British Journal of Medicine & Medical Research. Vol. 4(7). 2013:1552-1557.
18