Anda di halaman 1dari 29

MAKALAH KEPERAWATAN ANAK 1

ASMA

DOSEN PEMBIMBING:
Monika S, S. Kep., Ns, M. Kep
DIBUAT OLEH:
1. Devi Alfiani Firdaus (182002007)
2. Eka Priambudi (182002012)
3. Indah Ayu Purnamasari (182002016)
4. Millenia Silva Novanti (182002021)
5. Ryan Ardiantoro (182002032)

PROGRAM STUDI D-III KEPERAWATAN

STIKES PEMKAB JOMBANG

2019
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT karena atas segala rahmat dan hidayah yang di
limpahkan-Nya sehingga kami dapat menyusun dan menyelesaikan makalah tentang Asma.
Makalah ini disusun dan ditujukan untuk memenuhi tugas Keperawatan Anak 1 di STIKES
PEMKAB JOMBANG.

Makalah ini kami susun dengan menggunakan banyak literatur yang kami gunakan
untuk menjadi dasar terwujudnya makalah ini. Di dalam pembuatan makalah, kami
mendapatkan banyak petunjuk, bantuan, dukungan bimbingan serta pengarahan dari berbagai
pihak.

Kami menyadari bahwa masih banyak kekurangan dalam penyusunan makalah ini.
Oleh karena itu, kami mengharapkan kritik dan saran. Dan kami berharap makalah ini dapat
bermanfaat bagi para pembaca.

Jombang, 15 September 2019

Penyusun

ii
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL
KATA PENGANTAR ...................................................................................... ii
DAFTAR ISI..................................................................................................... iii
BAB I PENDAHULUAN .............................................................................. 1
A Latar Belakang ................................................................................. 1
B Rumusan Masalah ............................................................................ 2
C Tujuan ............................................................................................... 2
1.Tujuan Umum .............................................................................. 2
2.Tujuan Khusus. ............................................................................ 2
BAB II PEMBAHASAN .................................................................................. 3
A Definisi .............................................................................................. 3
B Etiologi .............................................................................................. 3
C Gejala Penyakit Asma ....................................................................... 5
D Patofisiologi ...................................................................................... 6
E Pathway ............................................................................................. 7
F Pemeriksaan Penunjang ..................................................................... 7
G Penatalaksanaan ................................................................................ 8
BAB IV ASUHAN KEPERAWATAN
A. Pengkajian ....................................................................................... 13
B. Diagnosa Keperawatan ................................................................... 20
C. Intervensi......................................................................................... 21
D. Implementasi Keperawatan ............................................................. 24
E. Evaluasi Keperawatan ..................................................................... 24
BAB III PENUTUP ......................................................................................... 25
A Kesimpulan ....................................................................................... 25
B Saran .................................................................................................. 25
DAFTAR PUSTAKA

iii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Salah satu penyakit yang sering dijumpai pada anak-anak yaitu penyakit asma.
Kejadian asma meningkat di hampir seluruh dunia, baik Negara maju maupun Negara
berkembang termasuk Indonesia. Peningkatan ini diduga berhubungan dengan meningkatnya
industri sehingga tingkat polusi cukup tinggi. Walaupun berdasarkan pengalaman klinis dan
berbagai penelitian asma merupakan penyakit yang sering ditemukan pada anak, tetapi
gambaran klinis asma pada anak sangat bervariasi, bahkan berat-ringannya serangan dan
sering-jarangnya serangan berubah-ubah dari waktu ke waktu. Akibatnya kelainan ini kadang
kala tidak terdiagnosis atau salah diagnosis sehingga menyebabkan pengobatan tidak adekuat.

Penyakit asma merupakan kelainan yang sangat sering ditemukan dan diperkirakan 4–
5% populasi penduduk di Amerika Serikat terjangkit oleh penyakit ini. Asma bronkial terjadi
pada segala usia tetapi terutama dijumpai pada usia dini. Sekitar separuh kasus timbul
sebelum usia 10 tahun dan sepertiga kasus lainnya terjadi sebelum usia 40 tahun. Pada usia
kanak-kanak terdapat predisposisi laki-laki : perempuan = 2 : 1 yang kemudian menjadi sama
pada usia 30 tahun.

Asma merupakan 10 besar penyebab kesakitan dan kematian di Indonesia, hal itu
tergambar dari data studi Survey Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) di berbagai propinsi di
Indonesia. SKRT 1986 menunjukkan asma menduduki urutan ke 5 dari 10 penyebab
kesakitan bersama-sama dengan bronkitis kronik dan emfisema. Pada SKRT 1992, asma,
bronkitis kronik dan emfisema sebagai penyebab kematian ke 4 di Indonesia atau sebesar
5,6%. Tahun 1995, prevalensi asma di Indonesia sekitar 13 per 1.000 penduduk,
dibandingkan bronkitis kronik 11 per 1.000 penduduk dan obstruksi paru 2 per 1.000
penduduk.

Beberapa anak menderita asma sampai mereka usia dewasa; namun dapat
disembuhkan. Kebanyakan anak-anak pernah menderita asma. Para Dokter tidak yakin akan
hal ini, meskipun hal itu adalah teori. Lebih dari 6 % anak-anak terdiagnosa menderita asma,
75 % meningkat pada akhir-akhir ini. Meningkat tajam sampai 40 % di antara populasi anak
di kota.

1
Karena banyaknya kasus asma yang menyerang anak terutama di Negara kita
Indonesia maka kami dari kelompok mencoba membahas mengenai asma yang terjadi pada
anak ini, sehingga orang tua dapat mengetahui bagaimana pencegahan dan penatalaksanaan
bagi anak yang terserang asma.

B. Tujuan

1). Tujuan Umum

Adapun tujuan dari penulisan makalah ini agar kita semua terutama orang tua dan
perawat dapat memahami mengenai serangan asma pada anak anak dan mengetahui tatacara
pelaksanaan penanganan asma yang terjdi pada anak. Selin itu juga untuk memenuhi tugas
yang di berikan dosen pembimbing.

2). Tujuan Khusus

a. Menjelaskan tentang Definisi Asma


b. Mengetahui Etiologi dari Asma
c. Mengetahui Manifestasi Klinis dari Asma pada Anak
d. Menjelaskan Patofisiologi Asma pada Anak

C. Rumusan masalah
1. Bagaimana konsep teori dari penyakit asma?
2. Bagaimana Asuhan Keperawatan penyakit asma?

2
BAB II

PEMBAHASAN

A. Definisi

Kondisi yang berulang dimana rangsangan tertentu mencetuskan saluran pernafasan


menyempit untuk sementara waktu sehingga empersulit jalan pernafasan.

Asma adalah penyakit jalan nafas obstruktif intermiten, reversibel dimana trakea dan
bronchi berspon dalam secara hiperaktif terhadap stimuli tertentu. (Smeltzer 2002: 611)

Asma adalah obstruksi jalan nafas yang bersifat reversibel, terjadi ketika bronkus
mengalami inflamasi/peradangan dan hiperresponsif. (Reeves, 2001: 48).

Asma adalah suatu gangguan yang komplek dari bronkial yang dikarakteristikan oleh
periode bronkospasme (kontraksi spasme yang lama pada jalan nafas). (Polaski: 1996).

Asma adalah gangguan pada jalan nafas bronkial yang dikateristikan dengan
bronkospasme yang reversibel. (Joyce M. Black: 1996).

Asma adalah penyakit jalan nafas obstruktif intermiten, reversibel dimana trakea dan
bronkhi berespon secara hiperaktif terhadap stimulasi tertentu. (Smelzer Suzanne: 2001).

Dari semua pendapat tersebut dapat diketahui bahwa asma adalah suatu penyakit
gangguan jalan nafas obstruktif intermiten yang bersifat reversibel, ditandai dengan
adanya periode bronkospasme, peningkatan respon trakea dan bronkus terhadap berbagai
rangsangan yang menyebabkan penyempitan jalan nafas.

B. Etiologi

Dari sudut etiologik, asma merupakan penyakit heterogenosa. Klasifikasi asma dibuat
berdasarkan rangsangan utama yang membangkitkan atau rangsangan yang berkaitan
dengan episode akut. Berdasarkan stimuli yang menyebabkan asma, dua kategori timbal
balik dapat dipisahkan:

3
1. Asma ekstrinsik imunologik

Ditemukan kurang dari 10% dari semua kasus. Biasanya terlihat pada anak-anak,
umumnya tidak berat dan lebih mudah ditangani daripada bentuk intrinsik. Kebanyakan
penderita adalah atopik dan mempunyai riwayat keluarga yang jelas dari semua bentuk
alergi dan mungkin asma bronkial.

2. Asma intrinsik imunologik

Dapat terjadi pada segala usia dan ada kecenderungan untuk lebih sering kambuh dan
berat. Lebih sering berkembang ke status asmatikus.

Banyak penderita mempunyai kedua bentuk asma diatas. Penting untuk ditekankan bahwa
perbedaan ini sering hanya merupakan perkiraan saja dan jawaban terhadap subklasifikasi
yang diberikan biasanya dapat dibangkitkan oleh lebih dari satu jenis rangsangan. Dengan
mengingat hal ini, dapat diperoleh dua kelompok besar, yaitu alergi dan idiosinkrasi.

Asma alergik seringkali disertai dengan riwayat pribadi dan atau keluarga mengenai
penyakit alergi, seperti rinitis, urtikaria dan ekzema. Reaksi kulit wheal and flare yang
positif terhadap penyuntikan intradermal ekstrak antigen yang terbawa udara, peningkatan
kadar IgE dalam serum dan respons positif terhadap tes provokasi yang meliputi inhalasi
antigen spesifik.

Idiosinkrasi disebut sebagai bagian dari populasi pasien asma yang akan memperlihatkan
riwayat alergi pribadi atau keluarga negative, uji kulit negatif, dan kadar IgE serum
normal. Oleh sebab itu tidak dapat diklasifikasikan berdasarkan mekanisme imunologik
yang sudah jelas. Banyak pasien kelompok ini akan menderita kompleks gejala yang
khusus berdasarkan gangguan saluran napas bagian atas. Gejala awal mungkin hanya
berupa gejala flu biasa, tetapi setelah beberapa hari pasien mulai mengalami mengi
paroksismal dan dispnea yang dapat berlangsung selama berhari-hari samapai berbulan-
bulan.

4
Faktor risiko

Risiko berkembangnya asma merupakan interaksi antara faktor pejamu dan faktor
lingkungan. Interaksi faktor genetik atau pejamu dengan lingkungan dipikirkan melalui
kemungkinan:

 Pajanan limgkungan hanya meningkatkan risiko asma pada individu dengan


genetik asma
 Baik faktor lingkungan maupun faktor pejamu atau genetik masing-masing
meningkatkan risiko asma

Disini faktor pejamu termasuk predisposisi yang mempengaruhi untuk berkembangnya


asma, yaitu genetik asma, alergik (atopik), hiperreaktivitas bronkus, jenis kelamin dan ras.
Fenotip yang berkaitan dengan asma dikaitkan dengan ukuran subjektif (gejala) dan
objektif (hiperreaktivitas bronkus, kadar IgE serum) dan atau keduanya.

Faktor lingkungan mempengaruhi individu dengan kecenderungan atau predisposisi asma


untuk berkembang menjadi asma, menyebabkan terjadinya eksaserbasi dan atau
menyebabkan gejala-gejala asma menetap. Termasuk dalam faktor lingkungan yaitu
allergen, sensitisasi lingkungan kerja, asap rokok, polusi udara, infeksi pernapasan (virus),
diet, status ekonomi dan besarnya keluarga. Alergen dan sensitisasi bahan lingkungan
kerja dipertimbangkan sebagai penyebab utama asma dengan pengertian faktor lingkungan
tersebut pada awalnya mensensitisasi jalan napas dan mempertahankan kondisi asma tetap
aktif dengan mencetuskan serangan asma atau menyebabkan menetapnya gejala.

C. Gejala Penyakit Asma


Frekuensi dan beratnya serangan asma bervariasi. Beberapa penderita lebih sering
terbebas dari gejala dan hanya mengalami serangan serangan sesak napas yang singkat
dan ringan, yang terjadi sewaktu-waktu. Penderita lainnya hampir selalu mengalami
batuk dan mengi (bengek) serta mengalami serangan hebat setelah menderita suatu
infeksi virus, olah raga atau setelah terpapar oleh alergen maupun iritan. Menangis atau
tertawa keras juga bisa menyebabkan timbulnya gejala dan juga sering batuk
berkepanjangan terutama di waktu malam hari atau cuaca dingin.
Suatu serangan asma dapat terjadi secara tiba-tiba ditandai dengan napas yang berbunyi
(mengi, bengek), batuk dan sesak napas. Bunyi mengi terutama terdengar ketika

5
penderita menghembuskan napasnya. Di lain waktu, suatu serangan asma terjadi secara
perlahan dengan gejala yang secara bertahap semakin memburuk. Pada kedua keadaan
tersebut, yang pertama kali dirasakan oleh seorang penderita asma adalah sesak napas,
batuk atau rasa sesak di dada. Serangan bisa berlangsung dalam beberapa menit atau bisa
berlangsung sampai beberapa jam, bahkan selama beberapa hari.
Gejala awal pada anak-anak bisa berupa rasa gatal di dada atau di leher. Batuk kering
di malam hari atau ketika melakukan olah raga juga bisa merupakan satu-satunya gejala.
Selama serangan asma, sesak napas bisa menjadi semakin berat, sehingga timbul rasa
cemas. Sebagai reaksi terhadap kecemasan, penderita juga akan mengeluarkan banyak
keringat.
Pada serangan yang sangat berat, penderita menjadi sulit untuk berbicara karena
sesaknya sangat hebat. Kebingungan, letargi (keadaan kesadaran yang menurun, dimana
penderita seperti tidur lelap, tetapi dapat dibangunkan sebentar kemudian segera tertidur
kembali) dan sianosis (kulit tampak kebiruan) merupakan pertanda bahwa persediaan
oksigen penderita sangat terbatas dan perlu segera dilakukan pengobatan. Meskipun telah
mengalami serangan yang berat, biasanya penderita akan sembuh sempurna,
Kadang beberapa alveoli (kantong udara di paru-paru) bisa pecah dan menyebabkan
udara terkumpul di dalam rongga pleura atau menyebabkan udara terkumpul di sekitar
organ dada. Hal ini akan memperburuk sesak yang dirasakan oleh penderita.
Terapi Penanganan Terhadap Gejala Terapi ini dilakukan tergantung kepada pasien.
Terapi ini dianjurkan kepada pasien yang mempunyai pengalaman buruk terhadap gejala
asma, dan dalam kondisi yang darurat. Penatalaksanaan terapi ini dilakukan di rumah
penderita asma dengan menggunakan obat bronkodilator seperti: β2 -agonist inhalasi dan
glukokortikosteroid oral (GINA, 2005).

D. Patofisiologi

Tanda patofisiologik asma adalah penurunan diameter jalan napas yang disebabkan
oleh kontraksi otot polos, kongesti pembuluh darah, edema dinding bronkus dan sekret
kental yang lengket. Hasil akhir adalah peningkatan resistensi jalan napas, penurunan
ekspirasi paksa (forced expiratory volume) dan kecepatan aliran udara, hiperinflasi paru
dan toraks, peningkatan kerja bernapas, perubahan fungsi otot-otot pernapasan,
perubahan rekoil elastik (elastic recoil), penyebaran abnormal aliran darah ventilasi dan
pulmonal dengan rasio yang tidak sesuai dan perubahan gas darah arteri. Pada dasarnya

6
asma diperkirakan sebagai penyakit saluran napas, sesungguhnya semua aspek fungsi
paru mengalami kerusakan selama serangan akut. Pada pasien yang sangat simtomatik
seringkali ditemukan hipertrofi ventrikel kanan dan hipertensi paru pada
elektrokardiografi. Seorang pasien yang dirawat, kapasitas vital paksa (forced vital
capasity) cenderung kurang dari atau sama dengan 50% dari nilai normal. Volume
ekspirasi 1 detik rata-rata 30% atau kurang dari yang diperkirakan, sementara rata-rata
aliran mid ekspiratori maksimum dan minimum berkurang sampai 20% atau kurang dari
yang diharapkan. Untuk mengimbangi perubahan mekanik, udara yang terperangkap (air
trapping) ditemukan dalam jumlah besar.

E. Pathway

Spasme otot bronkus Inflamasi dinding bronchus Edema Sumbatan mukus

Tidak efektif Obstruksi saluran nafas Alveoli tertutup


bersihan jalan nafas
(bronkhospasme)

Kurang Hipoksemia
Gangguan
pengetahuan Penyempitan jalan nafas pola nafas
Asidosis
Intoleransi aktivitas metabolik
Peningkatan kerja pernafasan

Peningkatan kebutuhan Penurunan masukan oral


oksigen

Hiperventilasi Perubahan nutrisi


kurang dari kebutuhan

Retensi CO2

Asidosis respiratorik

7
F. Pemeriksaan penunjang
1) Pemeriksaan Laboratorium
a) Pemeriksaan sputum
a. Untuk menentukan adanya infeksi dan mengidentifikasi pathogen
b. Creole yang merupakan fragmen dari epitel bronkhus
b) Pemeriksaan darah

Untuk mengetahui Hiponatremia dan kadar leukosit,

2) Pemeriksaan Scanning Paru


Untuk menyatakan pola abnormal perfusi pada area ventilasi(ketidak cocokan/perfusi)
atau tidak adanya ventilasi/perfusi.

3) Pemeriksaan Spirometri
Untuk menunjukkan adanya obstruksi jalan nafas.

G. Penatalaksanaan

Tujuan utama penatalaksanaan asma adalah meningkatkan dan mempetahankan kualitas


hidup agar penderita asma dapat hidup normal tanpa hambatan dalam melakukan aktivitas
sehari-hari. Tujuan penatalaksanaan tersebut merefleksikan pemahaman bahwa asma adalah
gangguan kronik progresif dalam hal inflamasi kronik jalan napas yang menimbulkan
hiperresponsif dan obstruksi jalan napas yang bersifat episodik. Sehingga penatalaksanaan
asma dilakukan melalui berbagai pendekatan yang dapat dilaksanakan, mempunyai manfaat,
aman dan terjangkau.

 Tujuan penatalaksanaan asma:

1. Menghilangkan dan mengendalikan gejala asma


2. mencegah eksaserbasi akut
3. Meningkatkan dan mempertahankan faal paru seoptimal mungkin
4. Mengupayakan aktivitas normal termasuk latihan fisik
5. Menghindari efek samping obat.
6. Mencegah terjadinya keterbatasan alran udara irreversible
7. Mencegah kematian karena asma

8
 Penatalaksanaan asma berguna untuk mengontrol penyakit. Asma dikatakan
terkontrol bila:
 Integrasi dari pendekatan-pendekatan tersebut dikenal dengan program
penatalaksanaan asma, yang meliputi 7 komponen, yaitu:
 Ke 7 hal tersebut di atas, juga disampaikan kepada penderita dengan bahasa yang
mudah dan dikenal (dalam istilah) dengan “7 langkah mengatasi asma”, yaitu:

1. Gejala minimal (sebaiknya ridak ada), termasuk gejala malam.


2. Tidak ada keterbatasan aktivitas termasuk latihan fisik
3. Kebutuhan bronkodilator (agonis beta2 kerja singkat) minimal (idealnya tidak
diperlukan).
4. Variasi harian APE < 20%
5. Nilai APE normal atau mendekati normal
6. Efek samping obat minimal (tidak ada)
7. Tidak ada kunjungan ke unit gawat darurat.

1. Edukasi
2. Menilai dan memonitor berat asma secara berkala
3. Identifikasi dan mengendalikan faktor pencetus
4. Merencanakan dan memberikan pengobatan jangka panjang
5. Menetapkan pengobatan pada serangan akut
6. Kontrol secara teratur
7. Pola hidup sehat

1. Mengenal seluk beluk asma


2. Menentukan klasifikasi
3. Mengenali dan meghindari pencetus
4. Merencanakan pengobatan jangka panjang
5. Mengatasi serangan asma dengan tepat
6. Memeriksakan diri secara teratur
7. Menjaga kebugaran dan berolahraga

Penanggulangan serangan asma pada anak sekarang yang lebih penting ditujukan untuk
mencegah serangan asma bukan untuk mengatasi serangan asma. Pencegahan serangan asma
terdiri atas:

9
 Menghindari faktor-faktor pencetus
 Obat-obatan dan terapi imunologi

Penggunaan obat-obatan atau tindakan untuk mencegah dan meredakan atau reaksi-reaksi
yang akan atau sudah timbul oleh pencetus tadi.

Macam-macam pencetus asma:

1. Alergen

Faktor alergi dianggap mempunyai peranan penting pada sebagian besar anak dengan asma
(William dkk 1958, Ford 1969). Disamping itu hiperreaktivitas saluran napas juga merupakan
factor yang penting. Sensitisasi tergantung pada lama dan intensitas hubungan dengan bahan
alergenik sehingga dengan berhubungan dengan umur. Pada bayi dan anak kecil sering
berhubungan dengan isi dari debu rumah. Dengan bertambahnya umur makin banyak jenis
alergen pencetusnya. Asma karena makanan biasanya terjadi pada bayi dan anak kecil.

2. Infeksi

Biasanya infeksi virus, terutama pada bayi dan anak kecil. Virus penyebab biasanya
respiratory syncytial virus (RSV) dan virus parainfluenza. Kadang-kadang juga dapat
disebabkan oleh bakteri, jamur dan parasit.

3. Cuaca

Perubahan tekanan udara (Sultz dkk 1972), suhu udara, angin dan kelembaban (Lopez dan
Salvagio 1980) dihubungkan dengan percepatan dan terjadinya serangan asma.

4. Iritan

Hairspray, minyak wangi, asap rokok, cerutu dan pipa, bau tajam dari cat, SO2, dan polutan
udara yang berbahaya lainnya, juga udara dingin dan air dingin.Iritasi hidung dan batuk dapat
menimbulkan refleks bronkokonstriksi (Mc. Fadden 1980). Udara kering mungkin juga
merupakan pencetus hiperventilasi dan kegiatan jasmani (strauss dkk 1978, Zebailos dkk
1978).

10
5. Kegiatan jasmani

Kegiatan jasmani yang berat dapat menimbulkan serangan pada anak dengan asma (Goldfrey
1978, Eggleston 1980). Tertawa dan menangis dapat merupakan pencetus. Pada anak dengan
faal paru di bawah normal sangat rentan terhadap kegiatan jasmani.

6. Infeksi saluran napas bagian atas

Disamping infeksi virus saluran napas bagian atas, sinusitis akut dan kronik dapat
mempermudah terjadinya asma pada anak (Rachelesfsky dkk 1978). Rinitis alergi dapat
memperberat asma melalui mekanisme iritasi atau refleks.

7. Refluks gastroesofagitis

Iritasi trakeobronkial karena isi lambung dapat memberatkan asma pada anak dan orang
dewasa (Dess 1974).

8. Psikis

Tidak adanya perhatian dan tidak mau mengakui persoalan yang berhubungan dengan asma
oleh anak sendiri atau keluarganya akan memperlambat atau menggagalkan usaha-usaha
pencegahan. Dan sebaliknya jika terlalu takut terhadap serangan asma atau hari depan anak
juga tidak baik, karena dapat memperberat serangan asma. Membatasi aktivitas anak, anak
sering tidak masuk sekolah, sering bangun malam, terganggunya irama kehidupan keluarga
karena anak sering mendapat serangan asma, pengeluaran uang untuk biaya pengobatan dan
rasa khawatir, dapat mempengaruhi anak asma dan keluarganya.

Serangan asma sering timbul karena kerja sama berbagai pencetus. Dengan anak pencetus
alergen sering disertai pencetus non alergen yang dapat mempercepat dan memperburuk
serangan asma. Pada 38% kasus William dkk (1958) Faktor pencetusnya adalah alergen dan
infeksi. Diduga infeksi virus memperkuat reaksi terhadap pencetus alergenik maupun
nonalergenik.

Berbagai pencetus serangan asma dan cara menghindarinya perlu diketahui dan diajarkan
pada si anak dan keluarganya, debu rumah dan unsur di dalamnya merupakan pencetus yang
sering dijumpai pada anak. Pada 76,5% anak dengan asma yang berobat di poliklinik

11
Subbagian Pulmonologi Anak Bagian Ilmu Kesehatan Anak FKUI RSCM Jakarta, debu
rumah diduga sebagai pencetusnya.

Serangan asma setelah makan atau minum zat yang tidak tahan, dapat terjadi tidak lama
setelah makan, tetapi dapat juga terjadi beberapa waktu setelahnya.

Anggota keluarga yang sedang menderita “flu” tidak boleh mendekati anak yang asma atau
kalau dekat anak yang asma lebih-lebih bila bicara, batuk atau bersin perlu menutup mulut
dan hidungnya. Hindarkan anak dari perubahan cuaca atau udara yang mendadak, lebih-lebih
perubahan ke arah dingin.

Aktivitas fisik tidak dilarang bahkan dianjurkan tetapi diatur. Jalan yang dapat ditempuh
supaya anak dapat tetap beraktivitas adalah:

1. Menambah toleransi secara bertahap, menghindari percepatan gerak yang mendadak,


Mengalihkan macam kegiatan, misalnya lari, naik ke sepeda, berenang.
2. Bila mulai batuk-batuk istirahat dahulu sebentar, minum air dan kemudian bila batuk-
batuk sudah mereda kegiatan dapat dimulai kembali.
3. Ada beberapa anak yang memerlukan makan obat atau menghirup obat aerosol dahulu
beberapa waktu sebelum kegiatan olahraga.

12
BAB III

ASUHAN KEPERAWATAN

A. Pengkajian

 Identitas

Pada asma episodik yang jarang, biasanya terdapat pada anak umur 3-8 tahun.
Biasanya oleh infeksi virus saluran pernapasan bagian atas. Pada asma episodik yang
sering terjadi, biasanya pada umur sebelum 3 tahun, dan berhubungan dengan infeksi
saluran napas akut. Pada umur 5-6 tahun dapat terjadi serangan tanpa infeksi yang
jelas. Biasanya orang tua menghubungkan dengan perubahan cuaca, adanya alergen,
aktivitas fisik dan stres. Pada asma tipe ini frekwensi serangan paling sering pada
umur 8-13 tahun. Asma kronik atau persisten terjadi 75% pada umur sebeluim 3
tahun.Pada umur 5-6 tahun akan lebih jelas terjadi obstruksi saluran pernapasan yang
persisten dan hampir terdapat mengi setiap hari.Untuk jenis kelamin tidak ada
perbedaan yang jelas antara anak perempuan dan laki-laki.

 Keluhan utama

Batuk-batuk dan sesak napas.

 Riwayat penyakit sekarang

Batuk, bersin, pilek, suara mengi dan sesak napas.

 Riwayat penyakit terdahulu

Anak pernah menderita penyakit yang sama pada usia sebelumnya.

 Kaji riwayat pribadi atau keluarga tentang penyakit paru sebelumnya


 Kaji riwayat reksi alergi atau sensitivitas terhadap zat/faktor lingkungan
 Riwayat kesehatan lingkungan

Bayi dan anak kecil sering berhubungan dengan isi dari debu rumah, misalnya tungau,
serpih atau buluh binatang, spora jamur yang terdapat di rumah, bahan iritan: minyak wangi,

13
obat semprot nyamuk dan asap rokok dari orang dewasa.Perubahan suhu udara, angin dan
kelembaban udara dapat dihubungkan dengan percepatan terjadinya serangan asma

 Riwayat tumbuh kembang


o Tahap pertumbuhan

Pada anak umur lima tahun, perkiraan berat badan dalam kilogram mengikuti patokan
umur 1-6 tahun yaitu umur (tahun) x 2 + 8. Tapi ada rata-rata BB pada usia 3 tahun: 14,6 Kg,
pada usia 4 tahun 16,7 kg dan 5 tahun yaitu 18,7 kg. Untuk anak usia pra sekolah rata – rata
pertambahan berat badan 2,3 kg/tahun. Sedangkan untuk perkiraan tinggi badan dalam senti
meter menggunakan patokan umur 2- 12 tahun yaitu umur ( tahun ) x 6 + 77.Tapi ada rata-
rata TB pada usia pra sekolah yaitu 3 tahun 95 cm, 4 tahun 103 cm, dan 5 tahun 110 cm.
Rata-rata pertambahan TB pada usia ini yaitu 6 – 7,5 cm/tahun.Pada anak usia 4-5 tahun fisik
cenderung bertambah tinggi.

 Tahap perkembangan.

a. Perkembangan psikososial (Eric Ercson): Inisiatif vs rasa bersalah.Anak punya


insiatif mencari pengalaman baru dan jika anak dimarahi atau diomeli maka anak
merasa bersalah dan menjadi anak peragu untuk melakukan sesuatu percobaan yang
menantang ketrampilan motorik dan bahasanya.
b. Perkembangan psikosexsual (Sigmund Freud): Berada pada fase oedipal/ falik (3-5
tahun). Biasanya senang bermain dengan anak berjenis kelamin berbeda. Oedipus
komplek (laki-laki lebih dekat dengan ibunya) dan Elektra komplek (perempuan
lebih dekat ke ayahnya).
c. Perkembangan kognitif (Piaget): Berada pada tahap preoperasional yaitu fase
preconseptual (2- 4 tahun) dan fase pemikiran intuitive (4- 7 tahun). Pada tahap ini
kanan-kiri belum sempurna, konsep sebab akibat dan konsep waktu belum benar dan
magical thinking.
d. Perkembangan moral berada pada prekonvensional yaitu mulai melakukan kebiasaan
prososial: sharing, menolong, melindungi, memberi sesuatu, mencari teman dan
mulai bisa menjelaskan peraturan- peraturan yang dianut oleh keluarga.
e. Perkembangan spiritual yaitu mulai mencontoh kegiatan keagamaan dari ortu atau
guru dan belajar yang benar – salah untuk menghindari hukuman.

14
f. Perkembangan body image yaitu mengenal kata cantik, jelek,pendek-tinggi,baik-
nakal, bermain sesuai peran jenis kelamin, membandingkan ukuran tubuhnya dengan
kelompoknya.
g. Perkembangan sosial yaitu berada pada fase “Individuation – Separation”. Dimana
sudah bisa mengatasi kecemasannya terutama pada orang yang tak di kenal dan
sudah bisa mentoleransi perpisahan dari orang tua walaupun dengan sedikit atau
tidak protes.
h. Perkembangan bahasa yaitu vokabularynya meningkat lebih dari 2100 kata pada
akhir umur 5 tahun. Mulai bisa merangkai 3- 4 kata menjadi kalimat. Sudah bisa
menamai objek yang familiar seperti binatang, bagian tubuh, dan nama-nama
temannya. Dapat menerima atau memberikan perintah sederhana.
i. Tingkah laku personal sosial yaitu dapat memverbalisasikan permintaannya, lebih
banyak bergaul, mulai menerima bahwa orang lain mempunyai pemikiran juga, dan
mulai menyadari bahwa dia mempunyai lingkungan luar.
j. Bermain jenis assosiative play yaitu bermain dengan orang lain yang mempunyai
permainan yang mirip.Berkaitan dengan pertumbuhan fisik dan kemampuan motorik
halus yaitu melompat, berlari, memanjat,dan bersepeda dengan roda tiga.

 Riwayat imunisasi

Anak usia pre sekolah sudah harus mendapat imunisasi lengkap antara lain: BCG, POLIO
I, II, III; DPT I, II, III; dan campak.

 Riwayat nutrisi

Kebutuhan kalori 4-6 tahun yaitu 90 kalori/kg/hari.Pembatasan kalori untuk umur 1-6
tahun 900-1300 kalori/hari. Untuk pertambahan berat badan ideal menggunakan rumus 8 +
2n.

Status Gizi

Klasifikasinya sebagai berikut:

Gizi buruk kurang dari 60%

Gizi kurang 60 % – <80 %

15
Gizi baik 80 % – 110 %

Obesitas lebih dari 120 %

 Dampak Hospitalisasi

– Sumber stressor: Perpisahan

– Protes: pergi, menendang, menangis

– Putus asa: tidak aktif, menarik diri, depresi, regresi

– Menerima: tertarik dengan lingkungan, interaksi

– Kehilangan kontrol: ketergantungan fisik, perubahan rutinitas, ketergantungan,


ini akan menyebabkan anak malu, bersalah dan takut.

– Perlukaan tubuh: konkrit tentang penyebab sakit.

– Lingkungan baru, memulai sosialisasi lingkungan.

 Aktivitas

– Ketidakmampuan melakukan aktivitas karena sulit bernafas

– Adanya penurunan kemampuan/peningkatan kebutuhan bentuan melakukanaktivitas


sehari-hari

– Tidur dalam posisi duduk tinggi

 Pernapasan

– Dispnea pada saat istirahat atau respon terhadap aktivitas atau latihan

– Napas memburuk ketika klien berbaring telentang di tempat tidur

– Menggunakan alat bantu pernapasan, misal meninggikan bahu, melebarkan hidung.

– Adanya bunyi napas mengi

16
– Adanya batuk berulang

 Sirkulasi

– Adanya peningkatan tekanan darah

--Adanya peningkatan frekuensi jantung

– Warna kulit atau membran mukosa normal/abu-abu/sianosis

 Integritas ego

– Ansietas

– Ketakutan

– Peka rangsangan

– Gelisah

 Asupan nutrisi

– Ketidakmampuan untuk makan karena distress pernapasan

– Penurunan berat badan karena anoreksia

 Hubungan sosial

– Keterbatasan mobilitas fisik

– Susah bicara atau bicara terbata-bata

– Adanya ketergantungan pada orang lain

17
Pengkajian Persistem

1. Sistem Pernapasan / Respirasi

Sesak, batuk kering (tidak produktif), tachypnea, orthopnea, barrel chest, penggunaan otot
aksesori pernapasan, Peningkatan PCO2 dan penurunan O2, sianosis, perkusi hipersonor, pada
auskultasi terdengar wheezing, ronchi basah sedang, ronchi kering musikal.

2. Sistem Cardiovaskuler

Diaporesis, tachicardia, dan kelelahan.

3. Sistem Persyarafan / neurologi

Pada serangan yang berat dapat terjadi gangguan kesadaran : gelisah, rewel, cengeng →
apatis → sopor → coma.

4. Sistem perkemihan

Produksi urin dapat menurun jika intake minum yang kurang akibat sesak nafas.

5. Sistem Pencernaan / Gastrointestinal

Terdapat nyeri tekan pada abdomen, tidak toleransi terhadap makan dan minum, mukosa
mulut kering.

6. Sistem integumen

Berkeringat akibat usaha pernapasan klien terhadap sesak nafas.

Pemeriksaan Penunjang

a. Pemeriksaan radiologi

Gambaran radiologi pada asma pada umumnya normal. Pada waktu seranganmenunjukkan
gambaran hiperinflasi pada paru-paru yakni radiolusen yangbertambah dan peleburan rongga
intercostalis, serta diafragma yang menurun.Akan tetapi bila terdapat komplikasi, maka
kelainan yang didapat adalah sebagaiberikut:- Bila disertai dengan bronkhitis, maka bercak-

18
bercak di hilus akan bertambah- Bila terdapat komplikasi empisema (COPD), maka
gambaran radiolusen akansemakin bertambah.- Bila terdapat komplikasi, maka terdapat
gambaran infiltrat pada paru- Dapat pula menimbulkan gambaran atelektasis lokal- Bila
terjadi pneumonia mediastinum, pneutoraks, dan pneumoperikardium,maka dapat dilihat
bentuk gambaran radiolusen pada paru-paru.

b. Pemeriksaan tes kulit

Dilakukan untuk mencari faktor alergi dengan berbagai alergen yang dapatmenimbulkan
reaksi yang positif pada asma.

c. Elektrokardiografi

Gambaran elektrokardiografi yang terjadi selama serangan dapat dibagi menjadi 3bagian dan
disesuaikan dengan gambaran yang terjadi pada empisema paru, yaitu:

– Perubahan aksis jantung, pada umumnya terjadi right axis deviasi dan clock wise rotation

– Terdapat tanda-tanda hipertropi otot jantung, yakni terdapatnya RBB (RightBundle branch
Block)

– Tanda-tanda hipoksemia, yaitu terdapatnya sinus takikardia, SVES, dan VESatau terjadinya
depresi segmen ST negatif

d. Scanning Paru

Dapat diketahui bahwa redistribusi udara selama serangan asma tidak menyeluruhpada paru-
paru.

e. Spirometri

Untuk menunjukkan adanya obstruksi jalan napas reversibel. Pemeriksaanspirometri tdak saja
penting untuk menegakkan diagnosis tetapi juga pentinguntuk menilai berat obstruksi dan
efek pengobatan.

19
B. Diagnosa keperawatan

Diagnosa Keperawatan, Tujuan, Kriteria Hasil, Rencana Intervensi

1. Gangguan pertukaran gas, tidak efektif bersihan jalan nafas, dan tidak efektif pola nafas
berhubungan dengan bronkospasme, udem mukosal dan meningkatnya sekret.

Tujuan: Anak menunjukkan pertukaran gas yang normal, bersihan jalan nafas yang
efektif dan pola nafas dalam batas normal.

Kriteria hasil: PO2dan CO2 dalam batas nilai normal, tidak sesak nafas, batuk
produktif, cianosis tdak ada, tidak ada tachypnea,ronki dan wheesing tidak ada

2. Fatique berhubungan dengan hipoksia dan meningkatnya usaha nafas.

Tujuan: Anak tidak tampak fatigue.

Kriteria: Tidak iritabel, dapat beradaptasi dan aktivitas sesuai dengan kondisi.

3. Kecemasan berhubungan dengan hospitalisasi dan distres pernafasan.

Tujuan: Kecemasan menurun

Kriteria: Anak tenang dan dapat mengekspresikan perasaannya, orang tua merasa
tenang dan berpartisipasi dalam perawatan anak.

4. Resiko kurangnya volume cairan berhubungan dengan meningkatnya pernafasan dan


menurunnya intake cairan.

Tujuan: Status hidrasi adekuat

Kriteria: Turgor kulit elastis, membran mukosa lembab, intake cairan sesuai dengan
usia dan BB, output urine > 2 ml/ kg per jam.

5. Perubahan proses keluarga berhubungan dengan kondisi kronik.

Tujuan: Orang tua mendemonstrasikan koping yang tepat

20
Kriteria: Mengekspresikan perasaan dan perhatian serta memberikan aktivitas yang
sesuai usia atau kondisi dan perkembangan psikososial pada anak.

6. Kurangnya pengetahuan berhubungan dengan proses penyakit dan pengobatan.

Tujuan: Orang tua secara verbal memahami proses penyakit dan pengobatan dan
mengikuti regimen terapi yang diberikan.

Kriteria: Berpartispasi dalam memberikan perawatan pada anak sesuai dengan program
medik atau perawatan.

C. Intervensi

1. Intervensi:

1. Kaji frekuensi atau kedalaman pernapasan dan gerakan dada

Rasional: takipnea, pernapasan dangkal dan gerakan dada tak simetris terjadi karena
peningkatan tekanan dalam paru dan penyempitan bronkus semakin sempit dan
tinggi tekanan semakin meningkat frekuensi pernapasan.

2. Auskultasi bunyi napas, catat adanya bunyi napas misalnya, mengi, krekels dan
ronchi

Rasional: pernapasan bising menunjukan terhentinya secret atau obstruksi jalan


napas

3. Observasi TTV

Rasional: perubahan pada TTV dapat memberikan petunjuk adanya perubahan


pada kondisi pasien.

4. Bantu pasien latihan napas dan batuk secara efektif

Rasional: napas dalam memudahkan ekspansi maksimum paru-paru atau jalan


napas lebih kecil. Batuk secara efektif mempermudah pengeluaran dahak.

21
5. Section sesuai indikasi bila perlu sesuai instruksi dokter

Rasional: mengeluarkan sputum secara mekanik dan mencegah obstruksi jalan


napas

6. Pertahankan polusi lingkungan minimum misalnya, debu, asap yang


berhubungan dengan kondisi pasien.

Rasional: pencetus tipe reaksi, alergi pernapasan yang dapat mentriger epiodik
akut.

7. Berikan posisi yang nyaman pada pasien misalnya,peninggian kepala tempat


tidur(posisi semi fowler)

Rasional: mempermudah fungsi pernapasan

8. Berikan cairan sedikitnya 1000 ml/hari. Tawarkan air hangat

Rasional: meningkatkan hidrasi sputum. Air hangat mengurangi tingkat kekentalan


dahak sehingga mudah dikeluarkan.

9. Kolaborasi dengan dokter dalam hal pemberian obat seperti bronkodilator dan
mukolitik melalui inhalasi

Rasional: memudahkan pengenceran dan pembuangan secret dengan cepat

10. Jelaskan semua prosedur yang akan dilakukan pada anak untuk menurunkan
kecemasan.

11. Berikan terapi bermai sesuai usia.

2. Intervensi:

1. Evaluasi respon pasien terhadap aktivitas. Catat laporan dispnea, peningkatan


kelemahan atau kelelahan dan perubahan tanda vital selama dan setelah aktivitas

Rasional: Menetapkan kemampuan atau kebutuhan pasien dan memudahkan


pilihan intervensi

22
2. Berikan lingkungan tenang dan batasi pengunjung sealama fase akut sesuai
indikasi, dorong penggunaan manajemen stress dan pengalih yang tepat

Rasional: Menurunkan stress dan rangsangan berlebihan, meningkatkan istirahat

3. Jelaskan pada orang tua pentingnya istirahat dalam rencana pengobatan dan
perlunya kesimbangan aktivitas dan istirahat

Rasional: Tirah baring dipertahankan selama fase akut untuk menurunkan


kebutuhan metabolik,menghemat energi untuk penyembuhan. Pembatasan aktivitas
ditentukan dengan respon individual pasien terhadap aktivitas dan perbaikan
kegagalan pernapasan

4. Bantu aktivitas perawatan diri yang diperlukan. Berikan kemajuan peningkatan


aktivitas selama fase penyembuhan

Rasional: Meminimalkan kelelahan dan membantu keseimbangan suplai dan


kebutuhan oksigen

5. Libatkan keluarga dalam pemenuhan kebutuhan pasien

Rasional: menunjukan kerja sama dan pasien merasa lebih diperhatikan

3. Intervensi

1. Identifikasi factor yang menimbulkan mual atau muntah (sputum banyak),


pengobatan aerosol, dispnea berat dan nyeri

Rasional: sputum akan merangsang nervus vagus sehingga berakibat mual, dispnea
dapat merangsang pusat pengaturan makanan di medulla oblongata

2. Auskultasi bunyi usus. Obervasi atau palpasi distensi abdomen.

Rasional: bunyi usus mungkin menurun/ tak ada bila proses infeksi berat atau
memanjang. Distensi abdomen terjadi akibat menelan udara atau menunjukan
pengaruh toksin pada saluran gastrointestinal.

23
3. Evaluasi status nutrisi umum. Timbang berat badan dasar.

Rasional: adanya kondisi kronis atau keterbatasan keuangan dapat menimbulkan


malnutrisi, rendahnya tahanan terhadap infeksi dan atau lambatnya respons
terhadap terapi.

4. Jadwalkan pengobatan pernapasan sedikitnya 1 jam sebelum makan.

Rasional: menurunkan efek mual yang berhubungan dengan pengobatan ini

5. Anjurkan pada keluarga untuk memberikan makan porsi kecil dan sering dan atau
makanan yang disukai pasien

Rasional: tindakan ini dapat meningkatkan masukan meskipun nafsu makan


mungkin lambat untuk kembali

6. Kolaborasi dengan ahli gizi mengenai diet yang diberikan

Rasional: menghindari adanya makanan pantangan pada pasien

4. Intervensi

D. Implementasi Keperawatan

Pelaksanaan keperawatan merupakan kegiatan yang dilakukan sesuaidengan rencana


yang telah ditetapkan. Selama pelaksanaan kegiatandapat bersifat mandiri dan kolaboratif.
Selama melaksanakan kegiatanperlu diawasi dan dimonitor kemajuan kesehatan klien
(Santosa. NI,1989;162).

E. Evaluasi Keperawatan

Tahap evaluasi dalam proses keperawatan menyangkut pengumpulandata subyektif


dan obyektif yang akan menunjukkan apakah tujuanpelayanan keperawatan sudah dicapai
atau belum. Bila perlu langkahevaluasi ini merupakan langkah awal dari identifikasi dan
analisamasalah selanjutnya (Santosa.NI, 1989;162).

24
BAB IV

PENUTUP

A. Kesimpulan

Asma adalah penyakit saluran napas kronik yang penting dan merupakan masalah
kesehatan masyarakat yang serius di berbagai Negara di seluruh dunia. Asma dapat bersifat
ringan dan tidak mengganggu aktivitas, akan tetapi dapat bersifat menetap dan mengganggu
aktivitas bahkan kegiatan harian. Produktivitas menurun akibat bolos kerja atau sekolah dan
dapat menimbulkan kecacatan sehingga menambah penurunan produktivitas serta
menurunkan kualitas hidup.

Penyebab asma dapat berasal dari gangguan pada saluran pernapasan yang kita kenal sebagai
asma bronkial dan bisa juga berasal dari jantung yang kita kenal sebagai asma jantung. Istilah
bronkial sendiri merujuk pada bronkus. Istilah tersebut berasal dari bahasa Inggris,
“bronchial.” Dengan demikian, asma bronkial dapat dipahami sebagai asma yang
penyebabnya berkaitan dengan bronkus.

Serangan asma dapat berupa serangan sesak napas ekspiratoir yang paroksismal, berulang-
ulang dengan mengi (“wheezing”) dan batuk yang disebabkan oleh konstriksi atau spasme
otot bronkus, inflamasi mukosa bronkus dan produksi lendir kental yang berlebihan.

Asma adalah gangguan inflamasi kronik saluran napas yang melibatkan banyak sel dan
elemennya. Inflamasi kronik menyebabkan peningkatan hiperresponsif jalan napas yang
menimbulkan gejala episodik berulang berupa mengi, sesak napas, dada terasa berat dan
batuk-batuk terutama pada malam hari atau dini hari. Episodik tersebut berhubungan dengan
obstruksi jalan napas yang luas, bervariasi dan seringkali bersifat reversibel dengan atau
tanpa pengobatan.

B. Saran

Marilah kita sama-sama mempelajari makalah ini dengan sebaik mungkin


danmengambil manfaat dan ilmu yang terkandung di dalam makalah ini guna pengembangan
yang ada pada diri kita masing-masing

25
DAFTAR PUSTAKA

Betz Cecily, Linda A Sowden. 2002. Buku Saku Keperawatan Pediatrik. EGC: Jakarta.
Capernito, Lynda J. 2000. Diagnosa Keperawatan Aplikasi pada Praktik Klinis. EGC:
Jakarta.
Ngastiyah. 1997. Perawatan Anak Sakit. EGC: Jakarta.
Kamus Kedokteran Dorland. Edisi 29.EGC: Jakarta.
http://library.usu.ac.id/download/fk/keperawatan-dudut2.pdf

Panitia Media Farmasi dan Terapi. (1994). Pedoman Diagnosis dan Terapi LAB/UPF Ilmu
Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga. Surabaya

Soetjiningsih. (1998). Tumbuh kembang anak. Cetakan kedua. EGC. Jakarta

Staff Pengajar Ilmu Kesehatan Anak FKUI. (1985). Ilmu Kesehatan Anak. Percetakan
Infomedika Jakarta.

Suriadi dan Yuliana R. (2001) Asuhan Keperawatan pada Anak. Edisi 1 Penerbit CV Sagung
Seto Jakarta.

26

Anda mungkin juga menyukai