Anda di halaman 1dari 31

MAKALAH

KEGAWATDARURATAN RESPIRATORI “ASMA”

DISUSUN OLEH:
ANSOR FATONI
LIDYA PUSPITA
NOVRIDA BR SINULINGGA
URAY RIRIN
YULITA

PROGRAM STUDI DIV NERS JURUSAN KEPERAWATAN SINGKAWANG


POLITEKNIK KESEHATAN KEMENTRIAN KESEHATAN PONTIANAK
TAHUN 2021

1
KATA PENGANTAR

Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha Panyayang,
Kami panjatkan puja dan puji syukur atas kehadirat-Nya, yang telah melimpahkan
rahmat, hidayah, dan inayah-Nya kepada kami, sehingga kami dapat menyelesaikan
makalah ilmiah tentang “ASMA”
Makalah ilmiah ini telah kami susun dengan maksimal dan mendapatkan
bantuan dari berbagai pihak sehingga dapat memperlancar pembuatan makalah ini.
Untuk itu kami menyampaikan banyak terima kasih kepada semua pihak yang telah
berkontribusi dalam pembuatan makalah ini.
Terlepas dari semua itu, Kami menyadari sepenuhnya bahwa masih ada
kekurangan baik dari segi susunan kalimat maupun tata bahasanya. Oleh karena itu
dengan tangan terbuka kami menerima segala saran dan kritik dari pembaca agar kami
dapat memperbaiki makalah ilmiah ini.
Akhir kata kami berharap semoga makalah ilmiah tentang “ASMA” ini dapat
memberikan manfaat maupun inpirasi terhadap pembaca.

    
                                                                                     
Mempawah, September 2021

Penulis

2
DAFTAR ISI
Hal
KATA PENGANTAR ........................................................................... i
DAFTAR ISI .......................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN ........................................................... 1
A. LATAR BELAKANG ............................................... 1
B. RUMUSAN MASALAH .......................................... 2
C. TUJUAN PENULISAN.............................................. 2
D. MANFAAT PENULISAN ......................................... 3
BAB II TINJAUAN TEORITIS.................................................... 4
A. CARA KERJA PARU-PARU .................................... 4
B. DEFINISI.................................................................... 5
C. JENIS-JENIS PENYAKIT ASMA ............................. 6
D. PENYEBAB TERJADINYA PENYAKIT ASMA ..... 7
E. GEJALA PENYAKIT ASMA .................................... 8
F. KLASIFIKASI ASMA................................................. 9
G. PATOFISIOLOGI ASMA........................................... 10
H. DIAGNOSIS ASMA ................................................... 12
I. PENGENDALIAN ASMA ......................................... 13
J. ASUHAN KEPERAWATAN...................................... 17

BAB III PENUTUP.......................................................................... 24


A. KESIMPULAN ........................................................... 24
B. SARAN ....................................................................... 24

DAFTAR PUSTAKA ............................................................................. iii

BAB I

3
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Angka kejadian penyakit alergi akhir-akhir ini meningkat sejalan dengan
perubahan pola hidup masyarakat modern, polusi baik lingkungan maupun zat-zat
yang ada di dalam makanan. Salah satu penyakit alergi yang banyak terjadi di
masyarakat adalah penyakit asma.
Asma adalah satu diantara beberapa penyakit yang tidak bisa disembuhkan
secara total. Kesembuhan dari satu serangan asma tidak menjamin dalam waktu
dekat akan terbebas dari ancaman serangan berikutnya. Apalagi bila karena
pekerjaan dan lingkungannya serta faktor ekonomi, penderita harus selalu
berhadapan dengan faktor alergen yang menjadi penyebab serangan. Biaya
pengobatan simptomatik pada waktu serangan mungkin bisa diatasi oleh penderita
atau keluarganya, tetapi pengobatan profilaksis yang memerlukan waktu lebih
lama, sering menjadi problem tersendiri.
Peran dokter dalam mengatasi penyakit asma sangatlah penting. Dokter
sebagai pintu pertama yang akan diketuk oleh penderita dalam menolong
penderita asma, harus selalu meningkatkan pelayanan, salah satunya yang sering
diabaikan adalah memberikan edukasi atau pendidikan kesehatan. Pendidikan
kesehatan kepada penderita dan keluarganya akan sangat berarti bagi penderita,
terutama bagaimana sikap dan tindakan yang bisa dikerjakan pada waktu
menghadapi serangan, dan bagaimana caranya mencegah terjadinya serangan
asma.
Dalam tiga puluh tahun terakhir terjadi peningkatan prevalensi (kekerapan
penyakit) asma terutama di negara-negara maju. Kenaikan prevalensi asma di
Asia seperti Singapura, Taiwan, Jepang, atau Korea Selatan juga mencolok. Kasus
asma meningkat insidennya secara dramatis selama lebih dari lima belas tahun,
baik di negara berkembang maupun di negara maju. Beban global untuk penyakit
ini semakin meningkat. Dampak buruk asma meliputi penurunan kualitas hidup,
produktivitas yang menurun, ketidakhadiran di sekolah, peningkatan biaya

4
kesehatan, risiko perawatan di rumah sakit dan bahkan kematian. (Muchid
dkk,2007).
Global Initiatif for Asthma (GINA) tahun 2017 dinyatakan bahwa angka
kejadian asma dari berbagai negara adalah 1-18% dan diperkirakan terdapat 300
juta penduduk di dunia menderita asma. Angka kejadian asma bervariasi di
berbagai negara, tetapi terlihat kecenderungan bahwa penderita penyakit ini
meningkat jumlahnya, meskipun belakangan ini obat-obatan Asma banyak
dikembangkan. National Health Interview Survey di Amerika Serikat
memperkirakan bahwa setidaknya 7,5 juta orang penduduk negeri itu mengidap
bronkhitis kronik, lebih dari 2 juta orang menderita emfisema dan setidaknya 6,5
juta orang menderita salah satu bentuk asma. Laporan organisa kesehatan dunia
(WHO) dalam World Health Report 2000 menyebutkan, lima penyakit paru utama
merupakan 17,4% dari seluruh kematian di dunia, masing-masing terdiri dari
infeksi paru 7,2%, PPOK (Penyakit Paru Obstruksi Kronis) 4,8%, Tuberkulosis
3,0%, kanker paru/trakea/bronkus 2,1%, dan asma 0,3%.
Saat ini asma masih menunjukkan prevalensi yang tinggi. Berdasarkan data
dari WHO (2002) dan GINA (2011), diseluruh dunia diperkirakan terdapat 300
juta orang menderita asma dan tahun 2025 diperkirakan jumlah pasien asma
mencapai 400 juta. Jumlah ini dapat saja lebih besar mengingat asma merupakan
penyakit yang underdiagnosed. Buruknya kualitas udara dan berubahnya pola
hidup masyarakat diperkirakan menjadi penyebab meningkatnya penderita asma.
Berdasarkan laporan WHO Desember 2016, tercatat pada tahun 2015
sebanyak 383.000 orang meninggal karena asma. Berdasarkan laporan Riset
Kesehatan Dasar Nasional pada tahun 2018 jumlah pasien asma di Indonesia
sebesar 2,4 % (Balitbangkes 2018). Tingginya angka kasus penyakit asma dan
tingginya angka kematian penderita asma sehingga kelompok ingin mengetahui
dan membahas penyakit asma secara keseluruhan.

5
B. Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah pada makalah ini adalah apa itu penyakit Asma
secara teoritis?
C. Tujuan Penulisan
1. Agar mengetahui cara kerja paru-paru
2. Agar mengetahui definisi asma
3. Agar mengetahui jenis-jenis Penyakit Asma
4. Agar mengetahui penyebab terjadinya Asma
5. Agar mengetahui gejala Asma
6. Agar mengetahui klasifikasi asma
7. Agar mengetahui patofisiologi asma
8. Agar mengetahui diagnosis asma
9. Agar mengetahui pengendalian asma
D. Manfaat Penulisan
1. Untuk membantu peneliti-peneliti lain
2. Menambah literatur pengetahuan
3. Untuk melatih diri agar terampil dalam menulis
4. Untuk menambah wawasan

6
BAB II
TINJAUAN TEORITIS

A. CARA KERJA PARU-PARU

GAMBAR 1. Cara Kerja Paru

Paru-paru adalah organ tubuh manusia yang terdapat di dalam dada. Paru


paru ini mempunyai fungsi memasukkan oksigen dan mengeluarkan
karbondioksida.Paru-paru merupakan organ dalam sistem pernafasan dan
termasuk dalam sistem kitaran vertebrata yang bernafas. Ini berfungsi untuk
menukar oksigen dari udara dengan karbondioksida dari darah dengan bantuan
hemoglobin. Proses ini dikenali sebagai respirasi atau pernafasan. Paru-paru
terletak di dalam rongga dada (thoracic cavity), dilindungi oleh struktur tulang
selangka dan diliputi dua dinding yang dikenal sebagai pleura. Kedua lapisan ini
dipisahkan oleh lapisan udara yang dikenal sebagai rongga pleura yang berisi
cairan pleura.
Manusia menghirup udara untuk mendapatkan oksigen, namun tidak semua
yang dihirup dapat digunakan oleh tubuh, karena udara tercampur dengan
berbagai jenis gas. Pada waktu kita bernafas, paru-paru menarik udara dari ruang
tenggorokan. Saat dihembuskan, rangka tulang rusuk tertarik ke arah dalam, dan
diafragma di bawah tulang rusuk bergerak ke atas. Ketika paru-paru mengecil,

7
udara yang ada di dalam kantung udara sedikit demi sedikit terdorong ke luar
melalui batang tenggorokan.
Cara kerja paru-paru, jika oksigen sudah sampai pada bronkus, maka
oksigen siap untuk masuk ke dalam saluran paru-paru. Oksigen berdifusi lewat
pembuluh darah berupa kapiler-kapiler arteri dengan cara difusi. Kapiler-kapiler
ini terdapat pada alveolus yang merupakan cabang dari bronkiolus. Pada alveolus
ini akan terjadi pertukaran gas oksigen dengan karbondioksida. Oksigen diikat
oleh hemoglobin dalam sel-sel darah merah (eritrosit), lalu diedarkan ke seluruh
sel-sel tubuh yang nantinya akan digunakan oleh mitokondria alam respirasi
tingkat seluler untuk menghasilkan energi berupa ATP (Adenosin Triphospat).
Karbondiaoksida akan di bawa oleh kapiler vena untuk di bawa ke alveolus dan
akan dikeluarkan di alveolus melalui proses respirasi.

B. DEFINISI
Penyakit dengan manifestasi yang heterogen yang dicirikan dengan
inflamasi kronik saluran napas. Asma umumnya ditandai dengan gejala saluran
napas seperti sesak, napas pendek, bunyi napas mengi (wheezing), batuk yang
timbul dengan intensitas yang berbeda pada waktu yang berbeda, serta adanya
keterbatasan saat ekspirasi.(GINA, 2017)
Asma sendiri berasal dari kata asthma. Kata ini berasal dari bahasa Yunani
yang memiliki arti sulit bernafas. Penyakit asma dikenal karena adanya gejala
sesak nafas, batuk, dan mengi yang disebabkan oleh penyempitan saluran nafas.
Atau dengan kata lain asma merupakan peradangan atau pembengkakan saluran
nafas yang reversibel sehingga menyebabkan diproduksinya cairan kental yang
berlebih (Prasetyo, 2010)
Asma merupakan penyakit inflamasi kronik saluran napas yang disebabkan
oleh reaksi hiperresponsif sel imun tubuh seperti mast sel, eosinophils, dan T-
lymphocytes terhadap stimuli tertentu dan menimbulkan gejala dyspnea,
whizzing, dan batuk akibat obstruksi jalan napas yang bersifat reversibel dan
terjadi secara episodik berulang (Brunner & Suddarth, 2011).

8
Menurut Prasetyo (2010) Asma, bengek atau mengi adalah beberapa nama
yang biasa kita pakai kepada pasien yang menderita penyakit asma. Asma bukan
penyakit menular, tetapi faktor keturunan (genetic) sangat punya peranan besar di
sini.
Saluran pernafasan penderita asma sangat sensitif dan memberikan respon
yang sangat berlebihan jika mengalami rangsangan atau ganguan. Saluran
pernafasan tersebut bereaksi dengan cara menyempit dan menghalangi udara yang
masuk. Penyempitan atau hambatan ini bisa mengakibatkan salah satu atau
gabungan dari berbagai gejala mulai dari batuk, sesak, nafas pendek, tersengal-
sengal, hingga nafas yang berbunyi ”ngik-ngik” (Hadibroto et al, 2006).

C. JENIS-JENIS PENYAKIT ASMA


Beberapa ahli membagi asma dalam 2 golongan besar, seperti yang dianut
banyak dokter ahli pulmonologi (penyakit paru-paru) dari Inggris, yakni:
1. Asma Ekstrinsik
Asma ekstrinsik adalah bentuk asma yang paling umum, dan
disebabkan karena reaksi alergi penderitanya terhadap hal-hal tertentu
(alergen), yang tidak membawa pengaruh apa-apa terhadap mereka yang
sehat.
Pada orang-orang tertentu, seperti pada penderita asma, sistem
imunitas bekerja lepas kendali dan menimbulkan reaksi alergi. Reaksi ini
disebabkan oleh alergen. Alergen bisa tampil dalam bentuk: mulai dari
serbuk bunga, tanaman, pohon, debu luar/dalam rumah, jamur, hingga
zat/bahan makanan. Ketika alergen memasuki tubuh pengidap alergi, sistem
imunitasnya memproduksi antibodi khusus yang disebut IgE. Antibodi ini
mencari dan menempelkan dirinya pada sel-sel batang. Peristiwa ini terjadi
dalam jumlah besar di paru-paru dan saluran pernafasan lalu
membangkitkan suatu reaksi. Batang-batang sel melepaskan zat kimia yang
disebut mediator. Salah satu unsur mediator ini adalah histamin.

9
Akibat pelepasan histamin terhadap paru-paru adalah reaksi
penegangan/pengerutan saluran pernafasan dan meningkatnya produksi
lendir yang dikeluarkan jaringan lapisan sebelah dalam saluran tersebut. 
2. Asma Intrinsik
Asma intrinsik tidak responsif terhadap pemicu yang berasal dari
alergen. Asma jenis ini disebabkan oleh stres, infeksi, dan kondisi
lingkungan seperti cuaca, kelembaban dan suhu udara, polusi udara, dan
juga oleh aktivitas olahraga yang berlebihan.
Asma intrinsik biasanya berhubungan dengan menurunnya kondisi
ketahanan tubuh, terutama pada mereka yang memiliki riwayat kesehatan
paru-paru yang kurang baik, misalnya karena bronkitis dan radang paru-
paru (pneumonia). Penderita diabetes mellitus golongan lansia juga mudah
terkena asma intrinsik.
Tujuan dari pemisahan golongan asma seperti yang disebut di atas
adalah untuk mempermudah usaha penyusunan dan pelaksanaan program
pengendalian asma yang akan dilakukan oleh dokter maupun penderita itu
sendiri. Namun dalam prakteknya, asma adalah penyakit yang kompleks,
sehingga tidak selalu dimungkinkan untuk menentukan secara tegas,
golongan asma yang diderita seseorang. Sering indikasi asma ekstrinsik dan
intrinsik bersama-sama dideteksi ada pada satu orang.

D. PENYEBAB TERJADINYA PENYAKIT ASMA


Menurut The Lung Association of Canada, ada dua faktor yang menjadi
pencetus asma, yaitu:
1. Pemicu (trigger) yang mengakibatkan mengencang atau menyempitnya
saluran pernafasan (bronkokonstriksi).
Pemicu tidak menyebabkan peradangan. Banyak kalangan kedokteran
yang menganggap pemicu dan bronkokonstriksi adalah gangguan
pernafasan akut, yang belum berarti asma, tapi bisa menjurus menjadi asma
jenis intrinsik. Gejala-gejala bronkokonstriksi yang diakibatkan oleh pemicu

10
cenderung timbul seketika, berlangsung dalam waktu pendek dan relatif
mudah diatasi dalam waktu singkat. Namun saluran pernafasan akan
bereaksi lebih cepat terhadap pemicu, apabila sudah ada, atau sudah terjadi
peradangan. Umumnya pemicu yang mengakibatkan bronkokonstriksi
termasuk stimulus sehari-hari seperti: perubahan cuaca dan suhu udara,
polusi udara, asap rokok, infeksi saluran pernafasan, gangguan emosi, dan
olahraga yang berlebihan.
2. Penyebab (inducer) yang mengakibatkan peradangan (inflammation) pada
saluran pernafasan.
Penyebab asma (inducer) bisa menyebabkan peradangan
(inflammation) dan sekaligushiperresponsivitas (respon yang berlebihan)
dari saluran pernafasan. Oleh kebanyakan kalangan kedokteran, inducer
dianggap sebagai penyebab asma sesungguhnya atau asma jenis ekstrinsik.
Penyebab asma (inducer) dengan demikian mengakibatkan gejala-gejala
yang umumnya berlangsung lebih lama (kronis), dan lebih sulit diatasi,
dibanding gangguan pernafasan yang diakibatkan oleh pemicu (trigger).
Umumnya penyebab asma (inducer) adalahalergen, yang tampil dalam
bentuk: ingestan, inhalan, dan kontak dengan kulit. Ingestan yang utama
ialah makanan dan obat-obatan. Sedangkan alergen inhalan yang utama
adalah tepung sari (serbuk) bunga, tungau, serpih dan kotoran binatang,
serta jamur.

E. GEJALA PENYAKIT ASMA


Frekuensi dan beratnya serangan asma bervariasi. Beberapa penderita lebih
sering terbebas dari gejala dan hanya mengalami serangan serangan sesak napas
yang singkat dan ringan, yang terjadi sewaktu-waktu. Penderita lainnya hampir
selalu mengalami batuk dan mengi (bengek) serta mengalami serangan hebat
setelah menderita suatu infeksi virus, olah raga atau setelah terpapar oleh alergen
maupun iritan. Menangis atau tertawa keras juga bisa menyebabkan timbulnya

11
gejala dan juga sering batuk berkepanjangan terutama di waktu malam hari atau
cuaca dingin.
Suatu serangan asma dapat terjadi secara tiba-tiba ditandai dengan napas
yang berbunyi (mengi, bengek), batuk dan sesak napas. Bunyi mengi terutama
terdengar ketika penderita menghembuskan napasnya. Di lain waktu, suatu
serangan asma terjadi secara perlahan dengan gejala yang secara bertahap
semakin memburuk. Pada kedua keadaan tersebut, yang pertama kali dirasakan
oleh seorang penderita asma adalah sesak napas, batuk atau rasa sesak di dada.
Serangan bisa berlangsung dalam beberapa menit atau bisa berlangsung sampai
beberapa jam, bahkan selama beberapa hari.
Gejala awal pada anak-anak bisa berupa rasa gatal di dada atau di leher.
Batuk kering di malam hari atau ketika melakukan olah raga juga bisa merupakan
satu-satunya gejala. Selama serangan asma, sesak napas bisa menjadi semakin
berat, sehingga timbul rasa cemas. Sebagai reaksi terhadap kecemasan, penderita
juga akan mengeluarkan banyak keringat.
Pada serangan yang sangat berat, penderita menjadi sulit untuk berbicara
karena sesaknya sangat hebat. Kebingungan, letargi (keadaan kesadaran yang
menurun, dimana penderita seperti tidur lelap, tetapi dapat dibangunkan sebentar
kemudian segera tertidur kembali) dan sianosis (kulit tampak kebiruan)
merupakan pertanda bahwa persediaan oksigen penderita sangat terbatas dan perlu
segera dilakukan pengobatan. Meskipun telah mengalami serangan yang berat,
biasanya penderita akan sembuh sempurna,
Kadang beberapa alveoli (kantong udara di paru-paru) bisa pecah dan
menyebabkan udara terkumpul di dalam rongga pleura atau menyebabkan udara
terkumpul di sekitar organ dada. Hal ini akan memperburuk sesak yang dirasakan
oleh penderita.
Terapi penanganan terhadap gejala ini dilakukan tergantung kepada pasien.
Terapi ini dianjurkan kepada pasien yang mempunyai pengalaman buruk terhadap
gejala asma, dan dalam kondisi yang darurat. Penatalaksanaan terapi ini dilakukan

12
di rumah penderita asma dengan menggunakan obat bronkodilator seperti: β2 -
agonist inhalasi dan glukokorti kosteroid oral (GINA, 2005).

F. KLASIFIKASI ASMA
1. Klasifikasi asma berdasarkan derajat serangannya
Tabel1. Klasifikasi Asma Berdasarkan Derajat Serangannya
Kriteria Ringan Sedang Berat
Aktivitas Dapat berjalan, Jalan terbatas, Sukar berjalan,
dapat berbaring lebih suka duduk duduk
membungkuk
ke depan
Bicara Beberapa Kalimat terbatas Kata demi kata
kalimat
Kesadaran Mungkin Biasanya Biasanya
terganggu terganggu terganggu
Retraksi otot Tidak ada Kadang kala ada Ada
nafas
Mengi Lemah sampai Keras Keras
sedang
Frekuensi nadi < 100 100-200 >200
Pulsus Tidak ada Mungkin ada Sering ada
paradoksus (<10mmhg) (10-20mmhg) (25mmhg)
APE sesudah >80% 60-80% <60%
bronkodilator
PaCO2 <45mmhg <45mmhg >45 mmhg
SaO2 >95% 91-95% <90%
Frekuensi nafas Meningkat Meningkat Sering >
30x/menit

2. Klasifikasi asma berdasarkan tingkat keparahannya


a. Intermiten
Intermitten ialah derajat asma yang paling ringan. Pada
tingkatan derajat asma ini, serangannya biasanya berlangsung secara
singkat. Dan gejala ini juga bisa muncul di malam hari dengan
intensitas sangat rendah yaitu ≤ 2x sebulan.
b. Persisten Ringan

13
Persisten ringan ialah derajat asma yang tergolong ringan. Pada
tingkatan derajat asma ini, gejala pada sehari-hari berlangsung lebih
dari 1 kali seminggu, tetapi kurang dari atau sama dengan 1 kali sehari
dan serangannya biasanya dapat mengganggu aktifitas tidur di malam
hari.
c. Persisten Sedang
Persisten sedang ialah derajat asma yang tergolong lumayan
berat. Pada tingkatan derajat asma ini, gejala yang muncul biasanya di
atas 1 x seminggu dan hampir setiap hari. Serangannya biasanya dapat
mengganggu aktifitas tidur di malam hari.
d. Persisten Berat
Persisten berat ialah derajat asma yang paling tinggi tingkat
keparahannya. Pada tingkatan derajat asma ini, gejala yang muncul
biasanya hampir setiap hari, terus menerus, dan sering kambuh.
Membutuhkan bronkodilator setiap hari dan serangannya biasanya
dapat mengganggu aktifitas tidur di malam hari.

G. PATOFISIOLOGI ASMA
Abnormalitas imunologis utama pada asthma adalah respon imun tipe 2
yaitu sekresi sitokin tipe 2. Kelebihan sekresi sitokin tipe 2 pada saluran napas
bagian bawah akan merangsang hipersensitivitas yang dimediasi oleh IgE.
Bagaimana mekanisme atopi maupun infeksi virus pada saluran napas
menginisiasi respon imun tipe 2 belum sepenuhnya dipahami. Stimulus ekternal
seperti oksidan (asap rokok, polutan), aeroalergen, dan infeksi terutama virus
dapat mengaktifkan sel epitel. Aktivasi sel epitel memicu pelepasan sitokin,
kemokin, mediator lipid, nitrit oksida, dan oksigen reaktif. Sitokin utama yang
dilepaskan adalah IL-25, IL-33, dan thymic stromal lymphopoietin (TSLP) yang
menginisiasi respon imun tipe 2.
IL-25, IL-33, dan TSLP yang dilepaskan oleh sel epitel menginduksi sel
inflamasi masuk saluran napas dan mengaktifkan dan memobilisasi sel dendritik.

14
Sel dendritik merupakan sel imun yang khusus menggunakan MHC (Major
Histocompatibility Complex) kelas II untuk memediasi sel T-helper berespon
terhadap protein asing seperti alergen.
Secara singkat kaskade abnormalitasnya adalah:
1. Aktivasi sel epitel
2. Sel inflamasi masuk ke saluran napas
3. Terjadi respon remodelling pada epitel dan matriks subepitelial
Pada asthma persisten diduga terjadi fiksasi sistem imun aberan dalam
bentuk epigenetik yakni metilasi DNA atau modifikasi asam amino post
translasional. Perilaku sel tersebut menurun ke sel berikutnya. Akibat perubahan
epigenetik menetap pada sel-sel yang membelah, sel-sel tersebut mengalami
perubahan yang stabil dalam bentuk fenotip tanpa disertai perubahan pada
genotip. Perubahan epigenetik biasanya terjadi pada masa pre natal atau segera
saat setelah kelahiran.
Mekanisme eksaserbasi akut pada asthma merupakan perburukan oleh
obstruksi saluran napas akibat spasme otot saluran napas, edem saluran napas, dan
obstruksi luminal oleh mukus. Virus terutama rhinovirus merupakan faktor
penyebab eksaserbasi yang paling sering. Pada eksaserbasi akan terjadi perubahan
lapisan epitel yang meningkatkan penyimpanan musin, dan otot polos saluran
napas menjadi hipereaktif sehingga terjadi edem dan spasme.

Gambar 2: Patofisiologi eksaserbasi asthma.

15
Patofisiologi eksaserbasi asthma. Sumber: Openi, 2012.

Saluran nafas yang sudah mengalami remodelling mengalami inflamasi dan


reaksi hiperresponsif akibat pemicu (terutama virus). Inflamasi dan reaksi
hiperresponsif ini kemudian menyebabkan obstruksi yang umumnya hanya akan
pulih secara parsial.

H. DIAGNOSIS ASMA
Diagnosis asma ditegakkan bila dapat dibuktikan adanya obstruksi jalan
nafas yang reversibel. Dari anamnesis didapatkan adanya riwayat penyakit/gejala :
1. Bersifat episodik, reversibel dengan atau tanpa pengobatan.
2. Gejala berupa batuk, sesak nafas, rasa beratdi dada, dan berdahak.-gejala
timbul/memburuk di malam hari.
3. Respons terhadap pemberian bronkodilator. Selain itu melalui anamnesis
dapat ditanyakan mengenai riwayat keluarga (atopi), riwayat alergi/atopi,
penyakit lain yang memberatkan, perkembanganpenyakit dan pengobatan.
Adapun beberapa tanda dan gejala yang dapat meningkatkan kecurigaan
terhadap asma adalah :
1. Di dengarkan suara mengi (wheezing) yang sering pada anak-anak. Apabila
didapatkan pemeriksaan dada yang normal, tidak dapat mengeksklusi
diagnosis sama, apabila terdapat :
Memiliki riwayat dari:

16
a. Batuk, yang memburuk dimalam hari
b. Mengi yang berulang
c. Kesulitan bernafas
d. Sesak nafas yang berulang
2. Keluhan terjadi dan memburuk saat malam
3. Keluhan terjadi atau memburuk saat musim tertentu
4. Pasien juga memiliki riwayat eksema, hay fever, atau riwayat keluarga asma
atau penyakit atopi
5. Keluhan terjadi atau memburuk apabila terpapar :
a. Bulu binatang
b. Aerosol bahan kimia
c. Perubahan temperatur
d. Debu tungau
e. Obat-obatan (aspirin,beta bloker)
f. Beraktivitas
g. Serbuk tepung sari
h. Infeksi saluran pernafasan
i. Rokok
j. Ekspresi emosi yang kuat
6. Keluhan berespon dengan pemberian terapi anti asma
Dari pemeriksaan fisik didapatkan adanya tanda-tanda obstruksi saluran
nafas dan tanda yang khas adalah adanya mengi pada auskultasi. Namunpada
sebagian penderita dapat ditemukan suara nafas yang normal pada auskultasi
walaupun pada pengukuran faal paru telah terjadi penyempitan jalan nafas.
Pengukuran faal paru dilakukan untuk menilai obstruksi jalan nafas,
reversibiliti kelainan faal paru, variabiliti faal paru, sebagai penilaian tidak
langsung hiper-responsif jalan nafas. Pemeriksaan faal paru yang standar adalah
pemeriksaan spirometri dan peak expiratory flow meter(arus puncak
ekspirasi).Pemeriksaan lain yang berperan untuk diagnosis antara lain uji
provokasi bronkus dan pengukuran status alergi. Uji provokasi bronkus

17
mempunyai sensitivitas yang tinggi tetapi spesifisitas rendah. Komponen alergi
pada asma dapat diidentifikasi melalui pemeriksaan uji kulit atau pengukuran IgE
spesifikserum, namun cara ini tidak terlalu bernilai dalam mendiagnosis asma,
hanya membantu dalam mengidentifikasi faktor pencetus.

I. PENGENDALIAN ASMA
Manajemen pengendalian asma terdiri dari 6 (enam) tahapan yaitu sebagai
berikut:
1. Pengetahuan
Memberikan pengetahuan kepada penderita asma tentang keadaan
penyakitnya dan mekanisme pengobatan yang akan dijalaninya kedepan
(GINA, 2005).
2.      Monitor
Memonitor asma secara teratur kepada tim medis yang menangani
penyakit asma. Memonitor perkembangan gejala, hal-hal apa saja yang
mungkin terjadi terhadap penderita asma dengan kondisi gejala yang
dialaminya beserta memonitor perkembangan fungsi paru (GINA, 2005).
3.      Menghindari Faktor Resiko
Hal yang paling mungkin dilakukan penderita asma dalam
mengurangi gejala asma adalah menhindari faktor pencetus yang dapat
meningkatkan gejala asma. Faktor resiko ini dapat berupa makanan, obat-
obatan, polusi, dan sebagainya (GINA, 2005).
4.      Pengobatan Medis Jangka Panjang
Pengobatan jangka panjang terhadap penderita asma, dilakukan
berdasarkan tingkat keparahan terhadap gejala asma tersebut. Pada penderita
asma intermitten, tidak ada pengobatan jangka panjang. Pada penderita
asma mild intermitten, menggunakan pilihan obat glukokortikosteroid
inhalasi dan didukung oleh Teofilin, kromones, atau leukotrien. Dan untuk
asma moderate persisten, menggunakan pilihan obat β.
Berikut penjelasan tentang obat-obat pengontrol asma (Controller):

18
a. Glukokortikosteroid Inhalasi
Jenis obat ini digunakan selama satu bulan atau lebih untuk
mengurangi gejala inflamasi asma. Obat ini dapat meningkatkan
fungsi paru, mengurangi hiperresponsive dan mengurangi gejala asma
dan meningkatkan kualitas hidup (GINA, 2005).Obat ini dapat
menimbulkan kandidiasisorofaringeal, menimbulkan iritasi pada
bagian saluran napas atas dan dapat memberikan efek sistemik,
menekan kerja adrenal atau mengurangi aktivitas osteoblast (GINA,
2005).
b. Glukokortikosteroid Oral
Mekanisme kerja obat dan fungsi obat ini sama dengan obat
kortikosteroid inhalasil. Obat ini dapat menimbulkan hipertensi,
diabetes, penekanan kerja hipothalamus-pituitary dan adrenal, katarak,
glukoma, obaesitas dan kelemahan (GINA, 2005).
c. Kromones (Sodium Cromogycate dan Nedocromyl Sodium)
Obat ini dapat menurunkan jumlah eosin bronchial pada gejala
asma. Obat ini dapat menurunkan gejala dan menurunkan reaksi
hiperresponsive pada imun nonspecific. Obat ini dapat menimbulkan
batuk-batuk pada saat pemakaian dengan bentuk formulasi
powder (GINA, 2005).
d. β2-Agonist Inhalasi
Obat ini berfungsi sebagai bronkodilator selama 12 jam setelah
pemakaian. Obat ini dapat mengurangi gejala asma pada waktu
malam, meningkatkan fungsi paru. Obat ini dapat menimbulkan
tremor pada bagian musculoskeletal, menstimulasi kerja
cardiovascular dan hipokalemia (GINA, 2005).
e. β2-Agonist Oral
Obat ini sebagai bronkodilator dan dapat mengontrol gejala
asma pada waktu malam. Obat ini dapat menimbulkan anxietas,

19
meningkatkan kerja jantung, dan menimbulkan tremor pada
bagianmuskuloskeletal (GINA, 2005).
f. Teofiline
Obat ini digunakan untuk menghilangkan gejala atau
pencegahan asma bronkial dengan merelaksasi secara langsung otot
polos bronki dan pembuluh darahpulmonal. Obat ini dapat
menyebabkan efek samping berupa mual, muntah, diare, sakit kepala,
insomnia daniritabilitas. Pada level yang lebih dari 35 mcg/mL
menyebabkan hperglisemia, hipotensi, aritmia jantung, takikardi,
kerusakan otak dan kematian.
g. Leukotriens
Obat ini berfungsi sebagai anti inflamasi. Obat ini berfungsi
untuk mengurangi gejala termasuk batuk, meningkatkan fungsi paru
dan menurunkan gejala asma (GINA, 2005).
Berikut penjelasan tentang obat-obat meringankan (reliever) asma:
a. β2-Agonist Inhalasi
Obat ini bekerja sebagai bronkodilator. Obat ini digunakan
untuk mengontrol gejala asma,variabilitas peak flow, hiperresponsive
jalan napas. Obat ini dapat menstimulasi kerja jantung, tremor
ototskeletal dan hipokalemia (GINA, 2005).
b. β2-Agonist Oral
Obat ini sebagai bronkodilator. Obat ini dapat menstimulasi
kerja jantung, tremor otot skeletal dan hipokalemia (GINA, 2005).
c. Antikolinergic
Obat ini sebagai bronkodilator. Obat ini dapat meningkatkan
fungsi paru. Obat ini dapat menyebabkan mulut kering dan
pengeluaran mucus (GINA, 2005).
5.      Metode Pengobatan Alternative
Metode pengobatan alternative ini sebagian besar masih dalam
penelitian. Buteyko merupakan salah satu pengobatan alternative yang

20
terbukti dapat menurunkan ventilasi alveolar terhadap hiperventilasi paru
penderita asma, selain itu memperbaiki gejala yang ditimbulkan
asma. Buteyko ini merupakan tehnik bernapas yang dirancang khusus untuk
penderita asma dengan prinsip latihan tehnik bernapas dangkal (GINA,
2005).
6.      Terapi Penanganan Terhadap Gejala
Terapi ini dilakukan tergantung kepada pasien. Terapi ini dianjurkan
kepada pasien yang mempunyai pengalaman buruk terhadap gejala asma,
dan dalam kondisi yang darurat. Penatalaksanaan terapi ini dilakukan di
rumah penderita asma dengan menggunakan obat bronkodilator seperti: β2 -
agonist inhalasi dan glukokortikosteroid oral (GINA, 2005).
7.      Pemeriksaan Teratur
Penderita asma disarankan untuk memeriksakan kesehatannya secara
teratur kepada tim medis. Pemeriksaan teratur berfungsi untuk melihat
perkembangan kemampuan fungsi paru (GINA, 2005).
Dalam penatalaksanaan asma, pola hidup sehat sangat dianjurkan.
Pola hidup sehat akan sangat membantu proses penatalaksanaan asma.
Dengan pemenuhan nutrisi yang memadai, menghindari stress, dan olahraga
atau yang biasa disebut latihan fisik teratur sesuai toleransi tubuh (The
Asthma Foundation of Victoria, 2002).
Pemenuhan nutrisi yang memadai dan menghindari stress akan
menjaga penderita asma dari serangan infeksi dari luar yang dapat
memperburuk asma dengan tetap menjaga kestabilan imunitas tubuh
penderita asma (The Asthma Foundation of Victoria, 2002).
Latihan fisik dapat membuat tubuh menjadi lebih bugar, sehingga
tubuh tidak menjadi lemas. Latihan fisik dapat merubah psikologis penderita
asma yang beranggapan tidak dapat melakukan kerja apapun, anggapan ini
dapat memperburuk keadaan penderita asma. Sehingga dengan latihan fisik,
kesehatan tubuh tetap terjaga dan asupan oksigen dapat ditingkatkan sejalan

21
dengan peningkatan kemampuan latihan fisik (The Asthma Foundation of
Victoria, 2002).

J. ASUHAN KEPERAWATAN
1. Pengkajian
a. PengkajianPrimer
1) Airway: adanya sumbatan jalan napas oleh adanya penumpukan
sekret akibat kelemahan refleksbatuk
2) Breathing: pasien dapat bernapas spontan atau tidak, pernapasan
yang sulit atau tidak teratur, suara napas terdengar
ronchi/aspirasi, ada cedera pada dada atau tidak, saturasi
oksigen
3) Ciculation: Peningkatan tekanan darah, penurunan frekuensi
nadi, peningkatan pernapasan, hentikan perdarahan, perhatikan
adanya cedera abdomen atau dada
4) Disability: periksa GCS
5) Ekposure: memberikan ruangan atau ektra selimut bila pasien
kedinginan.
b. Pengkajian Sekunder
1) Riwayat kesehatan sekarang Keluhan utama adalah sesaknapas
2) Riwayat kesehatandahulu
Adanya riwayat sesak napas, terkena debu,dingin, panas.
3) Riwayat kesehatankeluarga
Adakah keluarga yang menderita hipertensi atau penyakit
lainnya, sakit asma
4) Anamnesa AMPLE
A (Alergies): adanya alergi obat atau tidak
M (Medikasi): obat yang dikonsumsi sebelumnya P (Paint):
nyeri yang dirasakan
L (Last Meal): diit terakhir yang dimakan

22
E (Event of injury): ada tidaknya luka/trauma
5) Pemeriksaan head to toe
a) Keadaanumum
Kesadaran,Tanda vital: tekanan darah, frekuensi nadi,
peningkatan pernapasan
b) Pemeriksaanintegument
(1) Kulit: jika kekurangan O2 kulit tampak
pucat/sianosis, jika kurang cairan maka turgor kulit
jelek. Kuku: perlu dilihat adanya clubbing finger,
cyanosis
(2) Rambut: umumnya tidak ada kelainan
c) Pemeriksaan kepalaleher
(1) Muka: adanya pernapasan cuping hidung,adakah
perdarahan dari hidung,telinga
(2) Leher: adakah kaku kuduk, ada trauma/luka
d) Pemeriksaandada
Suara napas kadang terdengar ronchi, wheezing,
pernapasan tidak teratur akibat penurunan refleks batuk
dan menelan,perdarahan
e) Pemeriksaan abdomen
Didapatkan penurunan / peningkatan peristaltik usus, dan
kadang kembung, adanya luka, perdarahan
f) Pemeriksaan inguinal, genetalia dan anus
Kadang terdapat inkontinensia atau retensio urin, melena
g) Pemeriksaan ekstermitas
Susah digerakkan

2. DiagnosaKeperawatan
a. Ketidak efektifan bersihan jalan napas berhubungan dengan
peningkatan produksi mukus,bronchospasme.

23
b. Ketidak efektifan pola napas berhubungan dengan keletihan otot
pernapasan dan deformitas dinding dada.
c. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan ketidak
seimbangan perfusi-ventilasi. .
d. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara
suplai oksigen dengan kebutuhan.
3. Perencanaan Keperawatan
No Diagnosa Tujuan dan Intervensi (NIC)
Keperawatan Kriteria Hasil
(NOC)
1 Ketidak Setelah - Auskultasi suara napas
mendapatkan sebelum dan sesudah suction
efektifan
perawatan 1 x 24 - Informasikan pada keluarga
bersihan jalan jam diharapkan tentang suction
jalan napas - Minta klien untuk napas
napas
kembali bersih dalam sebelum suction
berhubungan NOC:
- Beri oksigen melalui nasal
dengan - Respiratory untuk memfasilitasi suction
status:
peningkatan - Gunakan alat yang steril
ventilation
setiap melakukan tindakan
produksi - Respiratory
- Monitor status oksigen pasien
status: airway
mukus, - Hentikan suction dan beri
patency
oksigen bila menunjukkan
bronchospasm
tanda bradikardi
Kriteria Hasil:
e. Airway Management
- Mendemonstra 1. Buka jalan napas
si kan batuk menggunakan tehnik chin lift
efektif dan atau jaw trust bila perlu
suara napas posisikan pasien untuk
yang bersih, memaksimalkan ventilasi
tidak cyanosis, 2. Identifikasi bila perlu
tidak dispnea dilakukan pemasangan jalan
- Menunjukkan napas buatan
jalan napas 3. Pasang mayo bila perlu
yang paten
4. Lakukan fisioterapi dada
( irama napas,
bila perlu
frekuensi
5. Keluarkan sekret
napas dalam
dengan batuk efektif atau
rentang normal
suction
tidak ada suara

24
napas 6. Auskultasi suara napas catat
abnormal adanya suara napas
tambahan
7. Monitor respirasi dan saturasi
oksigen
2 Ketidak Setelah Airway Management
mendapatkan
efektifan pola 1. Posisikan pasien untuk
perawatan 1 x
memaksimalkan jalan napas
napas 24 jam
2. Identifikasi pasien
diharapka pola
berhubungan perlunya pemasangan jalan
napas kembali
napasbuatan
dengan normal
3. Pasang mayo bila perlu
NOC:
keletihan otot
4. Keluarkan sekret
- Respiratory
pernapasan dengan batuk atau suction
status:
5. Auskultasi suara napas
dan ventilation
6. Monitor respirasi dan
- Respiratory
deformitas status O2
status:
Oxygen Therapy
dinding dada. airwaypatency
- Vital sign 1. Bersihkan hidung,
status mulut bila ada sekret
2. Pertahankan jalan
KriteriaHas napas yang paten
il: 3. Monitor aliran oksigen
- Mendemonstra
sikan batuk
efektif dan
suara napas
yang bersih,
tidak ada
sianosis dan
dispnea
- Menunjukkan
jalan napas
yang paten
- Tanda vital
dalam batas
normal sesuai
usia
3 Gangguan Setelah Airway Management
mendapatkan 1. Buka jalan nafas, gunakan
pertukaran gas
perawatan 1 x 24 teknik chin lift atau utter
berhubungan jam diharapkan thrust bila perlu
pertukaran gas da 2. Posisikan pasien untuk

25
dengan n status pernapasa memaksimalkan ventilasi
n 3. Identifikasi pasien perlunya
kelebihan
membaik; ventilas pemasangan alat jalan nafas
pengeluaran i tidak buatan
bermasalah. 4. Pasang mayo bila perlu
karbondioksid
NOC Label: 5. Lakukan fisioterapi dada jika
a didalam - Respiratory perlu
Status : 6. Keluarkan sekret dengan
membran
Gasexchange batuk atau suction
kapiler alveoli - Respiratory 7. Auskultasi suara nafas, catat
Status :ventilati adanya suara tambahan
on 8. Lakukan suction pada mayo
- Vital Sign 9. Berikan bronkodilator bila
Status perlu
10. Berikan pelembab udara
Kriteria Hasil : 11. Atur intake untuk
- Mendemonstras cairan mengoptimalkankesei
ikan peningkata mbangan.
n ventilasi dan 12. Monitor respirasi dan
oksigenasi yang position O2
adekuat Respiratory Monitoring
- Memelihara 1. Monitor rata – rata,
kebersihan paru kedalaman, irama danusaha
paru dan bebas respirasi
dari tanda tanda 2. Catat pergerakan dada,amati
distress pernafa kesimetrisan, penggunaan
san otot tambahan, retraksi
- Mendemonstras ototsupraclavicular dan
ikan intercostal
batuk efektif 3. Monitor suara nafas, seperti
dan suara dengkur
nafasyang 4. Monitor pola nafas :
bersih, tidak ada bradipena,
cyanosis dan takipenia,kussmaul,
dyspneu hiperventilasi, cheyne stokes,
(mampu biot
mengeluarkan 5. Catat lokasi trakea
sputum, mampu 6. Monitor kelelahan otot
bernafas dengan diagfragma(gerakan
mudah, tidak paradoksis)
ada pursed lips) 7. Auskultasi suara nafas, catat
- Tanda tanda area penurunan / tidak
vital dalam adanya ventilasi dan
rentang normal suaratambahan

26
8. Tentukan kebutuhan suction
denganmengauskultasi
crakles dan ronkhi pada
jalannapas utama
9. Auskultasi suara paru setelah
tindakan untuk mengetahui
hasilnya.
4 Intoleransi Setelah dilakukan NIC:
tindakan keperawatan 1) Observasi adanya pembatasan
aktivitas
selama 1 x 24 jam klien dalam melakukanaktivitas
berhubungan diharapkan pasien 2) Kaji adanya faktor yang
bertoleransi menyebabkan kelelahan
dengan
terhadap aktivitas 3) Monitor pasien akan adanya
ketidak NOC : kelelahan fisik dan emosisecara
- Self Care : berlebihan
seimbangan
ADLs 4) Monitor
antara suplai - Toleransi respon kardivaskuler terhadap ak
aktivitas tivitas (takikardi, disritmia,
oksigen
- Konservasi sesak nafas, diaporesis,
dengan eneergi pucat,perubahan hemodinamik)
5) Monitor pola tidur dan
kebutuhan. Kriteria Hasil : lamanya tidur/istirahat pasien
- Berpartisipasi d 6) Kolaborasikan dengan Tenaga
alam aktivitas Rehabilitasi Medik dalam
fisiktanpa disertai merencanakan progran terapi
peningkatan yang tepat.
tekanandarah, nadi 7) Bantu klien
dan RR untuk mengidentifikasi
- Mampu aktivitas yang mampu
melakukan dilakukan
aktivitas 8) Bantu untuk memilih aktivitas
seharihari konsisten yang sesuaidengan
(ADLs) secara kemampuan fisik, psikologi dan
mandiri sosial
- Keseimbangan 9) Bantu untuk mendpatkan alat
aktivitas bantuan aktivitas seperti kursi
danistirahat roda, krek.
10) Bantu
untuk mengidentifikasi
aktivitas yang disukai
11) Bantu klien untuk membuat
jadwal latihan diwaktu
luang.

27
4. Evaluasi
Evaluasi adalah perbandingan yang sistematik dan terencana tentang
keresahan klien dengan berdasarkan tujuan yang telah ditetapkan Dalam
evaluasi tujuan terdapat 3 alternatif yaitu:
a. Tujuan tercapai
Klien menunjukkan perubahan dengan standart yang telah ditetapkan.
b. Tujuan tercapai sebagian
Klien menunjukkan perubahan sebagian sesuai standart yang telah
ditetapkan.
c. Tujuan tidak tercapai
Klien tidak menunjukkan perubahan dan kemajuan sama sekali.

28
BAB  III
PENUTUP

A. KESIMPULAN
       Asma merupakan penyakit inflamasi kronik saluran napas yang
disebabkan oleh reaksi hiperresponsif sel imun tubuh seperti mast sel, eosinophils,
dan T-lymphocytes terhadap stimuli tertentu dan menimbulkan gejala
dyspnea, whizzing, dan batuk akibat obstruksi jalan napas yang bersifat reversibel
dan terjadi secara episodik berulang.
Beberapa ahli membagi asma dalam 2 golongan besar, seperti yang dianut
banyak dokter ahli pulmonologi (penyakit paru-paru) dari Inggris, yakni: asma
ekstrinsik, asma intrinsik.
Menurut The Lung Association of Canada, ada dua faktor yang menjadi
pencetus asma, yaitu: pemicu (trigger) dan penyebab (inducer).
Klasifikasi asma berdasarkan tingkat keparahan penyakit (derajat asma)
yaitu:  intermiten, persisten ringan, persisten sedang, dan persisten berat.
Manajemen pengendalian asma terdiri dari 6 (enam) tahapan yaitu sebagai
berikut: pengetahuan, monitor, menghindari faktor resiko, pengobatan medis
jangka panjang, metode pengobatan alternative, terapi penanganan terhadap
gejala dan pemeriksaanteratur.
B. SARAN
       Dengan disusunnya makalah ini mengharapkan kepada semua pembaca
agar dapat menelaah dan memahami apa yang telah terulis dalam makalah ini
sehingga sedikit banyak bisa menambah pengetahuan pembaca. Disamping itu
saya juga mengharapkan saran dan kritik dari para pembaca sehinga kami bisa
berorientasi lebih baik pada makalah kami selanjutnya.

29
DAFTAR PUSTAKA

Hamid Q. Pathogenesis of Small Airways in Asthma. Respiration. 2012;84(1):4–11.


Available from: http://www.karger.com/DOI/10.1159/000339550
Holgate ST. Pathophysiology of asthma: What has our current understanding taught us
about new therapeutic approaches? J Allergy Clin Immunol. 2011 Apr
13;128(3):495–505. Available from: http://dx.doi.org/10.1016/j.jaci.2011.06.052
Muchid, dkk. (2007, September). Pharmaceutical care untuk penyakit asma.
Diakses 12 September 2021 dari Direktorat Bina Farmasi Komunitas
Dan Klinik Depkes RI:http://125.160.76.194 /bidang/yanmed/farmasi/
Pharmaceutical/ASMA.pdf
Tanjung, D. (2003). Asuhan Keperawatan Asma Bronkial. Diakses 12 September 2021
dari USU digital library:
Woodruff PG, Bhakta NR, Fahy J V. Asthma: Pathogenesis and Phenotypes. In:
Broaddus VC, Mason RJ, Ernst JD, King Jr TE, Lazarus SC, Murray JF, et al.,
editors. Murray & Nadel’s Textbook of Respiratory Medicine. 6th ed.
Philadelphia: Elsevier Saunders; 2016. p. 713–30.

30
31

Anda mungkin juga menyukai