Anda di halaman 1dari 32

MAKALAH

“SATUAN ACARA PENYULUHAN ASMA BRONKIAL ”


Disusun untuk Memenuhi Tugas Perkuliahan Promosi Kesehatan dengan Dosen Pengampu :
Siti Rusdianah Jafar, SKM,. M.Kes.

Oleh :
1. Ifan Mutiara Hati
2. M. Imam Darma Putra
3. Nurafifa Mustaram
4. Muhammad Rifky

SARJANA TERAPAN PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI NERS


JURUSAN KEPERAWATAN
POLTEKKES KEMENKES MATARAM
TA 2020/2021

1
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Mahakuasa karena telah memberikan kesempatan pada
penulis untuk menyelesaikan makalah ini. Atas rahmat dan hidayah-Nya lah penulis dapat
menyelesaikan makalah yang berjudul “Satuan Acara Penyuluhan Asma Bronkial” tepat waktu.
Karya Tulis Ilmiah ini disusun guna memenuhi tugas dari Ibu Siti Rusdianah Jafar, SKM.,
M.Kes. pada mata kuliah Promosi Kesehatan. Penulis mengucapkan terima kasih sebesar-besarnya
kepada Ibu Siti Rusdianah Jafar, SKM,.M.Kes. Tugas yang telah diberikan ini dapat menambah
pengetahuan dan wawasan terkait bidang yang ditekuni penulis. Penulis juga mengucapkan terima
kasih pada semua pihak yang telah membantu proses penyusunan makalah ini.
Penulis menyadari bahwa dalam penulisan makalah ini banyak kekurangan dan jauh dari
kesempurnaan, baik dari segi penulisan maupun dari tata bahasanya. Maka dengan segala
kerendahan hati peneliti mengharapkan saran dan kritik serta masukan dari semua pihak demi
kesempurnaan makalah ini.

Mataram, 14 September 2021

Penulis

2
DAFTAR ISI

COVER.........................................................................................................................................................1
KATA PENGANTAR......................................................................................................................................2
DAFTAR ISI..................................................................................................................................................3
BAB IPENDAHULUAN..................................................................................................................................4
A. Latar Belakang.................................................................................................................................4
B. Rumusan Masalah...........................................................................................................................4
C. Tujuan Penulisan..............................................................................................................................5
BAB IIPEMBAHASAN...................................................................................................................................6
A. Definisi Asma...................................................................................................................................6
B. Klasifikasi Asma...........................................................................................................................6
C. Etiologi Asma................................................................................................................................7
D. Patofisiologi Asma..........................................................................................................................9
E. Tanda dan Gejala Asma.............................................................................................................10
F. Manifestasi Klinik Asma............................................................................................................10
G. Penatalaksanaan Asma..................................................................................................................11
I. SAP Asma......................................................................................................................................24

BAB IIIPENUTUP........................................................................................................................................30
A. Kesimpulan....................................................................................................................................30
B. Saran..............................................................................................................................................30
DAFTAR PUSTAKA.....................................................................................................................................31

3
BAB I
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Asma adalah penyakit inflamasi kronis saluran napas yang bersifat reversible dengan
ciri meningkatnya respon trakea dan bronkus terhadap berbagai rangsangan dengan
manifestasi adanya penyempitan jalan nafas yang luas dan derajatnya dapat berubah-ubah
secara spontan yang ditandai dengan mengi episodik, batuk, dan sesak di dada akibat
penyumbatan saluran napas (Henneberger dkk., 2011).

Asma mempunyai dampak yang sangat mengganggu aktivitas sehari-hari. Gejala


asma dapat mengalami komplikasi sehingga menurunkan produktifitas kerja dan kualitas
hidup (GINA, 2012). Pada penderita asma eksaserbasi akut dapat saja terjadi sewaktu-
waktu, yang berlangsung dalam beberapa menit hingga hitungan jam. Semakin sering
serangan asma terjadi maka akibatnya akan semakin fatal sehingga mempengaruhi aktivitas
penting seperti kehadiran di sekolah, pemilihan pekerjaan yang dapat dilakukan, aktivitas
fisik dan aspek kehidupan lain (Brunner & Suddard, 2002)

Tujuan perawatan asma adalah untuk menjaga agar asma tetap terkontrol yang
ditandai dengan penurunan gejala asma yang dirasakan atau bahkan tidak sama sekali,
sehingga penderita dapat melakukan aktivitas tanpa terganggu oleh asmanya. Pengontrolan
terhadap gejala asma dapat dilakukan dengan cara menghindari alergen pencetus asma,
konsultasi asma dengan tim medis secara teratur, hidup sehat dengan asupan nutrisi yang
memadai, dan menghindari stres.

B. RUMUSAN MASALAH
1. Apa yang dimaksud dengan asma?
2. Bagaimana klasifikasi asma?
3. Bagaimana etiologi asma?
4. Bagaimana patofisiologi asma?
5. Bagaimana tanda dan gejala asma?
6. Bagaimana faktor resiko asma?
7. Bagaimana manafestasi klinik asma?

4
8. Bagaimana penatalaksaan asma?

C. TUJUAN

1. Untuk mengetahui definisi asma.


2. Untuk mengetahui klasifikasi asma.
3. Untuk mengetahui etiologi asma.
4. Untuk mengetahui patofisiologi asma.
5. Untuk mengetahui tanda dan gejala asma.
6. Untuk mengetahui faktor resiko asma.
7. Untuk mengetahui manafestasi klinik asma.
8. Untuk mengetahui penatalaksaan asma.

5
BAB II
LANDASAN TEORI

A. Asma

1. Pengertian Asma

Asma adalah penyakit inflamasi kronik saluran napas yang disebabkan oleh
reaksi hiperresponsif sel imun tubuh seperti mast sel, eosinophils, dan T-
lymphocytes terhadap stimulus tertentu dan menimbulkan gejala dyspnea, whizzing,
dan batuk akibat obstruksi jalan napas yang bersifat reversibel dan terjadi secara
episodik berulang (Brunner and suddarth, 2011). Penyakit asma merupakan proses
inflamasi kronik saluran pernapasan yang melibatkan banyak sel dan elemennya.
(GINA, 2011). Asma adalah suatu penyakit dengan adanya penyempitan saluran
pernapasan yang berhubungan dengan tanggap reaksi yang meningkat dari trakea
dan bronkus berupa hiperaktivitas otot polos dan inflamasi, hipersekresi mukus,
edema dinding saluran pernapasan, deskuamasi epitel dan infiltrasi sel inflamasi
yang disebabkan berbagai macam rangsangan(Alsagaff, 2010)
Bedasarkan beberapa definisi diatas maka peneliti dapat menarik kesimpulan
Asma adalah suatu penyakit yang di tandai oleh hiperresponsif cabang
trakeobronkial terhadap berbagai rangsangan yang akan menimbulkan obstruksi
jalan nafas dan gejala pernafasan (mengi dan sesak).

2. Klasifikasi Asma
Menurut GINA, Tahun 2011 Klasifikasi asma berdasarkan tingkat keparahnya
dibagi menjadi empat yaitu :
a. Step 1 (Intermitten)
Gejala perhari ≤ 2X dalam seminggu. Nilai PEF normal dalam kondisi
serangan asma. Exacerbasi: Bisa berjalan ketika bernapas, bisa mengucapkan
kalimat penuh. Respiratory Rate (RR) meningkat. Biasanya tidak ada gejala
retraksi iga ketika bernapas. Gejala malam ≤ 2X dalam sebulan. Fungsi paru PEF
atau PEV1 Variabel PEF ≥ 80% atau <20 %.
b. Step 2 (Mild intermitten)
Gejala perhari ≥ 2X dalam seminggu, tapi tidak 1X sehari. Serangan asma
6
diakibatkan oleh aktivitas. Exaserbasi: Membaik ketika duduk, bisa
mengucapkan kalimat frase, RR meningkat, kadang- kadang menggunakan
retraksi iga ketika bernapas. Gejala malam ≥ 2X dalam sebulan. Fungsi paru PEF
atau PEV1 Variabel PEF ≥ 80% atau 20% – 30%.
c. Step 3 (Moderate persistent)
Gejala perhari bisa setiap hari, Serangan asma diakibatkan oleh aktivitas.
Exaserbasi: Duduk tegak ketika bernapas, hanya dapat mengucapkan kata per
kata, RR 30x/menit, Biasanya menggunakan retraksi iga ketika bernapas. Gejala
malam ≥ 1X dalam seminggu. Fungsi paru PEF atau PEV 1 Variabel PEF 60% -
80% atau > 30%.

d. Step 4 (Severe persistent)


Gejala perhari, Sering dan Aktivitas fisik terbatas. Eksacerbasi: Abnormal
pergerakan thoracoabdominal. Gejala malam Sering. Fungsi paru PEF atau PEV1
Variabel PEF ≤ 60% atau > 30%.
Diambil dari GINA (2005). Global Strategy for Asthma Management and
Prevention, www.ginasthma.com; Lewis, Heitkemper, Dirksen (2000). Medical-
Surgical Nursing. St. Louis, Missouri: Mosby ; Wong (2003). Nursing Care of
Infants and Children. St. Louis, Missauri:Mos.
Brunner & suddarth (2002) menyampaikan asma sering di rincikan
sebagai alergik, idiopatik, nonalergik atau gabungan, yaitu :
a. Asma alergik
Disebabkana oleh alergen atau alergen-alergen yang dikenal (misal: serbuk
sari, binatang, amarah dan jamur ) kebanyakan alergen terdapat di udara
dan musiman. Pasien dengan asma alergik biasanya mempunyai riwayat
keluarga yang alergik dan riwayat masa lalu ekzema atau rhinitis alergik,
pejanan terhadap alergen pencetus asma.
b. Asma idiopatik atau nonalergik
Asma idiopatik atau nonalergik tidak ada hubungan dengan alergen
spesifik faktor-faktor, seperti comand cold, infeksi traktus respiratorius,
latihan, emosi, dan polutan lingkungan yang dapat mencetuskan
rangsangan. Agen farmakologis seperti aspirin daalergen anti inflamasi
non steroid lainya, pewarna rambut dan agen sulfit (pengawet makanan
juga menjadi faktor). Serangan asma idiopatik atau nonalergik menjadi
lebih berat dan sering sejalan dengan berlalunya waktu dapat berkembang
7
menjadi bronkitis kronis dan empizema.
c. Asma gabungan
Adalah asma yang paling umum. Asma ini mempunyai karakteristik dari
bentuk alergik maupun bentuk idiopatik atau nonalergik.
3. Etiologi

Ada beberapa hal yang merupakan faktor presdiposisi dan presipitasi timbulnya
serangan asma menurut Baratawidjaja (2000) yaitu :
a. Faktor presdiposisi
Berupa genetik dimana yang diturunkan adalah bakat alerginya, meskipun belum
diketahui bagaimana cara penurunanya yang jelas. Penderita denganpenyakit alergi
biasanya mempunyai keluarga dekat juga yang menderita menyakit alergi. Karena
adanya bakat alergi ini, penderita sangat mudah terkena penyakit asma jika
terpapar dengan faktor pencetus. Selain itu hipersensitifitas saluran pernafasan
juga bisa di turunkan.
b. Faktor presipitasi
1) Alergen
Dimana alergen dapat dibagi menjadi 3 jenis, yaitu:

a) Inhalan yaitu yang masuk melalui salura pernafasan misalnya debu, bulu
binantang, serbuk bunga, spora jamur, bakteri dan polusi.
b) Ingestan yaitu yang masuk melalui mulut misalnya makanan dan obat
obatan.
c) Kontaktan yaitu yang masuk melalui kontak denga kulit misalnya
perhiasan, logam dan jam tangan.
2) Perubahan cuaca
Cuaca lembab dan hawa penggunungan yang dingin sering
mempengaruhi asma. Atsmosfir yang mendadk dingin merupakan faktor
pemicu terjadinya serangan asma. Kadang kadang serangan berhubungan
dengan musim, seperti musim hujan, musim kemarau, musim bunga. Hal ini
berhubungan dengan arah angin serbuk bunga dan debu.
3) Stress
Stress atau gangguan emosi menjadi pencetus serangan asma, selain
itu juga bisa memperberat serangan asma yang sudah ada. Disamping gejala
asma yang timbul harus segera diobati penderita asma yang alami stress perlu
diberi nasehat untuk menyelesaiakan masalah pribadinya. Karena juka
8
stresnya belum diatasi maka gejala asma belum bisa diobati.
4) Lingkungan kerja
Mempunyai hubungan langsung dengan sebab terjadinya serangan
asma. Hal ini berkaitan dengan dimana dia bekerja. Misalnya orang yang
bekerja di laboratorium hewan, industri tekstil, pabrik asbes atau polisi lalul
intas. Gejala ini membaik pada waktu libur atau cuti.
5) Olah raga atau aktivitas yang berat
Sebagian besar penderita asma akan mendapat serangan asma jika
melakukan aktifitas jasmani atau olahraga yang berat. Lari cepat paling
mudah menimbulkan serangan asma. Serangan asma karena aktifitas biasanya
terjadi segera setelah selesai aktifitas tersebut.
Menurut NANDA (2013) etiologi asma adalah dari :
a) Lingkungan, yaitu berupa aspa dan rokok
b) Jalan napas, yaitu berupa spasme inhalasi asap, perokok,pasif, sekresi
yang tertahan, dan sekresi di bronkus.
c) Fisiologi, yaitu berupa inhalasi dan penyakit paru obstruksi kronik.
4. Patofisiologi
Corwin (2000) berpendapat bahwa pada penderita asma, terjadi
bronkokonsentriksi. Proses bronkokonsentriksi ini diawali dengan proses
hypersensitivitas yang distimulasi agent fisik seperti suhu dingin, debu, serbuk
tanamana dan lainya. Asma juga dapat terjadi karena adanya stimulasi agent psikis
seperti kecemasan dan rasa takut. Pada suatu serangan asma otot-otot polos dari
bronki mengalami kejang dan jaringan yang melapisi saluran udara mengalami
pembengkakan karena adanya peradangan dan pelepasan lendir ke dalam saluran
udara.
Hal ini memperkecil diameter dari saluran udara (disebut bronkokonstriksi) dan
penyempitan ini menyebabkan penderita harus berusaha sekuat tenaga supaya dapat
bernafas. Sel-sel tertentu didalam saluran udara (terutama sel mast) diduga
bertanggung jawab terhadap awal terjadinya penyempitan ini. Sel mast di sepanjang
bronki melepaskan bahan seperti histamin dan leukotrien yang menyebabkan
terjadinya konstraksi otot polos, peningkatan pembentukan lender dan perpindahan sel
darah putih tertentu ke bronki.
Sel mast mengeluarkan bahan tersebut sebagai respon terhadap sesuatu yang
mereka kenal sebagai benda asing (alergen), seperti serbuk sari, debu halus yang

9
terdapat di dalam rumah atau bulu binatang. Tetapi asma juga bisa terjadi pada
beberapa orang tanpa alergi tertentu. Reaksi yang sama terjadi jika orang tersebut
melakukan olah raga atau berada dalam cuaca dingin. Stres dan kecemasan juga bisa
memicu dilepaskanya histamin dan leukotrien.
5. Tanda dan Gejala Asma
Gejala asma sering timbul pada waktu malam dan pagi hari. Gejala yang di
timbulkan berupa batuk-batuk pada pagi hari, siang hari, dan malam hari, sesak
napas/susah bernapas, bunyi saat bernapas (whezzing atau mengi) rasa tertekan di
dada, dan gangguan tidur karena batuk atau sesak napas atau susah bernapas. Gejala
ini terjadi secara reversibel dan episodik berulang (Brunner & Suddarth, 2011)
Gejala asma dapat diperburuk oleh keadaan lingkungan, seperti berhadapan
dengan bulu binatang, uap kimia, perubahan temperature, debu, obat (aspirin, beta-
blocker), olahraga berat, serbuk, infeksi sistem respirasi, asap rokok dan stress
(GINA, 2004). Gejala asma dapat menjadi lebih buruk dengan terjadinya komplikasi
terhadap asma tersebut sehingga bertambahnya gejala terhadap distress pernapasan
yang di biasa dikenal dengan Status Asmaticus (Brunner & Suddarth, 2011).
Status Asmatikus yang dialami penderita asma dapat berupa pernapasan whizing,
ronchi ketika bernapas (adanya suara bising ketika bernapas), kemudian bisa berlanjut
menjadi pernapasan labored (pepanjangan ekshalasi), perbesaran vena leher,
hipoksemia, respirasi alkalosis, respirasi sianosis, dyspnea dan kemudian berakhir
dengan tachypnea. Namun makin besarnya obstruksi di bronkus maka suara whizing
dapat hilang dan biasanya menjadi pertanda bahaya gagal pernapasan (Brunner &
Suddarth, 2011).
Begitu bahayanya gejala asma (Dahlan, 1998). Gejala asma dapat mengantarkan
penderitanya kepada kematian seketika, sehingga sangat penting sekali penyakit ini
dikontrol dan di kendalikan untuk kepentingan keselamatan jiwa penderitanya
(Sundaru, 2008; Dahlan, 1998).

6. Faktor Risiko Asma

Berkembangnya asma merupakan interaksi antara faktor pejamu (host faktor) dan
faktor lingkungan. Faktor pejamu disini termasuk predisposisi genetik yang
mempengaruhi berkembangnya asma yaitu genetik asma, alergik (atopi),
hipereaktiviti atau hiperesponsif bronkus, jenis kelamin dan ras.
Faktor lingkungan mempengaruhi individu dengan kecenderungan atau

10
predisposisi asma, untuk berkembang menjadi asma, yang menyebabkan terjadinya
eksaserbasi dan gejala asma yang menetap. Beberapa hal/kondisi yang termasuk
dalam faktor lingkungan, yaitu: alergen, sensitisasi lingkungan kerja, asap rokok,
polusi udara, infeksi pernapasan, diet, status sosio ekonomi dan besarnya keluarga
(Mangunegoro, 2004).
7. Manifestasi klinik

Gejala klasik pada asma bronchial ini adalah sesak napas, mengi (whezzing),
batuk, sebagian penderita nyeri dada. Pada serangan asma yang lebih berat gejala-
gejala yang timbul adalah sianosis, gangguan kesadaran, hiperventilasi dada,
tachicardi dan pernafasan dangkal. Gejala gejala yang umum pada penderita asma
menurut Crockett (2001) diantarnya (a) Sering pilek, sinusitis, bersin, mimisan,
amandel, sesak, suara serak, (b) pembesaran kelenjar dileher dan kepala bagian
belakang bawa, (c) Sering lebam kebiruan pada kaki atau tangan seperti bekas
terbentur , kulit timbul bisul, kemerahan, bercak putihdan bekas hitam seperti tergigit
nyamuk, (d) Sering menggosok mata, hidung dan telinga berlebihan, (e) Nyeri otot
dan tulang belulang malam hari, (i) Sering kencing, (g) Gangguan saluran pencernaan
antara lain gastroesofageal reflek, sering muntah, nyeri perut, sariawan, lidah sering
putih atau kotor, nyeri gusi atau gigi, mulut berbau, air liur berlebihan dan bibir
kering, (h) Sering buang air besar (>2 kali/hari), sulit buang air besar (obstipasi),
kotoran bulat kecil hitam seperti kotoran kambing, keras, sering buang angin, (i)
Kepala, telapak kaki atau tangan sering teraba hangat atau dingin, (j) Sering
berkeringat berlebih, (k) mata gatal, timbul bintik di kelopak mata, mata sering
berkedip, (l) Gangguan hormonal berupa tumbuh rambut berlebih di kaki dan tangan,
keputihan dan (m) sering sakit kepala dan migran.
8. Penatalaksanaan Asma

a. Pengendalian asma
Manajemen pengendalian asma terdiri dari 6 (enam) tahapan yaitu sebagai
berikut:
1) Pengetahuan
Memberikan pengetahuan kepada penderita asma tentang keadaan
penyakitnya dan mekanisme pengobatan yang akan dijalaninya kedepan
(GINA, 2005).
2) Monitor
Memonitor asma secara teratur kepada tim medis yang menangani
11
penyakit asma. Memonitor perkembangan gejala, hal- hal apa saja yang
mungkin terjadi terhadap penderita asma dengan kondisi gejala yang
dialaminya beserta memonitor perkembangan fungsi paru (GINA, 2005).
3) Menghindari Faktor Resiko
Hal yang paling mungkin dilakukan penderita asma dalam mengurangi
gejala asma adalah menhindari faktor pencetus yang dapat meningkatkan
gejala asma. Faktor resiko ini dapat berupa makanan, obat-obatan, polusi, dan
sebagainya (GINA, 2005).
b. Pengobatan Medis Jangka Panjang
Pengobatan jangka panjang terhadap penderita asma, dilakukan berdasarkan
tingkat keparahan terhadap gejala asma tersebut. Pada penderita asma intermitten,
tidak ada pengobatan jangka panjang. Pada penderita asma mild intermitten,
menggunakan pilihan obat glukokortikosteroid inhalasi dan didukung oleh
Teofilin, kromones, atau leukotrien. Dan untuk asma moderate persisten,
menggunakan pilihan obat β-agonist inhalsi dikombinasikan dengan
glukokortikoid inhalasi, teofiline atau leukotrien. Untuk asma severe persisten, β2-
agonist inhalasi dikombinasikan dengan glukokortikosteroid inhalasi, teofiline dan
leukotrien atau menggunakan obat β2 agonist oral (GINA, 2005).
Berikut penjelasan tentang obat-obat pengontrol asma (Controller):
1) Glukokortikosteroid Inhalasi

Jenis obat ini digunakan selama satu bulan atau lebih untuk mengurangi
gejala inflamasi asma. Obat ini dapat meningkatkan fungsi paru, mengurangi
hiperresponsive dan mengurangi gejala asma dan meningkatkan kualitas hidup
(GINA, 2005). Obat ini dapat menimbulkan kandidiasis orofaringeal,
menimbulkan iritasi pada bagian saluran napas atas dan dapat memberikan
efek sistemik, menekan kerja adrenal atau mengurangi aktivitas osteoblast
(GINA, 2005).
2) Glukokortikosteroid Oral
Mekanisme kerja obat dan fungsi obat ini sama dengan obat
kortikosteroid inhalasil. Obat ini dapat menimbulkan hipertensi, diabetes,
penekanan kerja hipothalamus-pituitary dan adrenal, katarak, glukoma,
obaesitas dan kelemahan (GINA, 2005).
3) Kromones (Sodium Cromogycate dan Nedocromyl Sodium)
Obat ini dapat menurunkan jumlah eosin bronchial pada gejala asma.
12
Obat ini dapat menurunkan gejala dan menurunkan reaksi hiperresponsive
pada 2-agonist inhalsi dikombinasikan dengan glukokortikoid inhalasi,
teofiline atau leukotrien. Untuk asma severe persisten, β2-agonist inhalasi
dikombinasikan dengan glukokortikosteroid inhalasi, teofiline dan leukotrien
atau menggunakan obat β2 agonist oral (GINA, 2005). imun nonspecific. Obat
ini dapat menimbulkan batuk-batuk pada saat pemakaian dengan bentuk
formulasi powder (GINA, 2005).

4) Β2-Agioinst Inhalasi
Obat in berfungsi sebagai bronkodilator selama 12 jam setelah
pemakaian. Obat ini dapat mengurangi gejala asma pada waktu malam,
meningkatkan fungsi paru. Obat ini dapat menimbulkan tremor pada bagian
musculoskeletal, menstimulasi kerja cardiovascular dan hipokalemia (GINA,
2005).
5) B2-Agonist Oral
Obat ini sebagai bronkodilator dan dapat mengontrol gejala asma pada
waktu malam. Obat ini dapat menimbulkan anxietas, meningkatkan kerja
jantung, dan menimbulkan tremor pada bagian muskuloskeletal (GINA, 2005).
6) Teofiline
Obat ini digunakan untuk menghilangkan gejala atau pencegahan asma
bronkial dengan merelaksasi secara langsung otot polos bronki dan pembuluh
darah pulmonal. Obat ini dapat menyebabkan efek samping berupa mual,
muntah, diare, sakit kepala, insomnia dan iritabilitas. Pada level yang lebih
dari 35 mcg/mL menyebabkan hperglisemia, hipotensi, aritmia jantung,
takikardi, kerusakan otak dan kematian (Depkes RI, 2007).
7) Leukotriens
Obat ini berfungsi sebagai anti inflamasi. Obat ini berfungsi untuk
mengurangi gejala termasuk batuk, meningkatkan fungsi paru dan menurunkan
gejala asma (GINA, 2005).

Berikut penjelasan tentang obat-obat meringankan (Reliever) asma:


a) β2- Agoinst Inhalasi
Obat ini bekerja sebagai bronkodilator. Obat ini digunakan untuk
mengontrol gejala asma, variabilitas peak flow, hiperresponsive jalan
napas. Obat ini dapat menstimulasi kerja jantung, tremor otot skeletal dan
hipokalemia (GINA, 2005).
13
b) Β2- Agionst Oral
Obat ini sebagai bronkodilator. Obat ini dapat menstimulasi kerja
jantung, tremor otot skeletal dan hipokalemia (GINA, 2005).
c) Antikolinergic
Obat ini sebagai bronkodilator. Obat ini dapat meningkatkan fungsi
paru. Obat ini dapat menyebabkan mulut kering dan pengeluaran mucus
(GINA, 2005).
c. Metode Pengobatan Alternative
Metode pengobatan alternative ini sebagian besar masih dalam penelitian.
Buteyko merupakan salah satu pengobatan alternative yang terbukti dapat
menurunkan ventilasi alveolar terhadap hiperventilasi paru penderita asma, selain
itu memperbaiki gejala yang ditimbulkan asma. Buteyko ini merupakan tehnik
bernapas yang dirancang khusus untuk penderita asma dengan prinsip latihan
tehnik bernapas dangkal (GINA, 2005).
Slow deep breathing adalah metode bernapas yang frekuensi bernapas
kurang dari 10 kali permenit dengan fase ekshalasi yang panjang (Breathesy,
2007). Slow deep breathing adalah gabungan dari metode nafas dalam (deep
breathing) dan napas lambat sehingga dalam pelaksanaan latihan pasien
melakukan nafas dalam dengan frekuensi kurang dari atau sama dengan 10 kali
permenit. Latihan napas dalam dan lambat secara teratur akan meningkatkan
respons saraf parasimpatis dan penurunan aktivitas saraf simpatik, meningkatkan
fungsi pernafasan dan kardiovaskuler, mengurangi efek stres, dan meningkatkan
kesehatan fisik dan mental (Velkumary & Madanmohan, 2004; Kiran, Behari,
Venugopal, Vivekanandhan & Pandey, 2005; Larson & Jane, 2004).
Penelitian Telles dan Desiraju (1991) menunjukkan bahwa pengaturan
pernapasan dalam dan lambat menyebabkan penurunan secara signifikan
konsumsi oksigen. Teknik pernapasan dengan pola yang teratur juga dapat
dilakukan untuk relaksasi, manajemen stres, kontrol psikofisiologis dan
meningkatkan fungsi organ (Ritz & Roth, 2003; Kwekkeboom, 2005; Lane &
Arcinesgas, 2007; Geng & Ikiz, 2009).

B. Latihan Pernafasan (deep breathing exercise)


1. Pengertian deep breathing

14
Slow deep breathing adalah metode bernapas yang frekuensi bernapas kurang
dari 10 kali permenit dengan fase ekshalasi yang panjang (Breathesy, 2007). Slow
deep breathing adalah gabungan dari metode nafas dalam (deep breathing) dan napas
lambat sehingga dalam pelaksanaan latihan pasien melakukan nafas dalam dengan
frekuensi kurang dari atau sama dengan 10 kali permenit.
2. Indikasi deep breathing exercise
Terapi deep breathing exercise diidentifikasikan untuk mengobati Penyakit-
penyakit yang dapat dikontrol bahkan disembuhakn dengan terapi pernapasan:
a. Gangguan saluran pernapasan (asma bronkiale, pulmonary distonia)
b. Gangguan pencernaan (maag/gastritis, perut kembung, dan susah buang air besar)
c. Gangguan pada system reproduksi
d. Sakit perut pada saat mentruasi.
e. Mentruasi tidak teratur
f. Sulit tidur (imsonia)
g. Gangguan pada pembulu darah
h. Batu saluran kencing

3. Cara melakukan deep breathing exercise


Langkah-langkah dalam latihan slow deep breathing, menurut University of
Pittsburgh Medical Center, (2003).
a. Atur pasien dengan posisi duduk
b. Kedua tangan pasien diletakkan di atas perut
c. Anjurkan melakukan napas secara perlahan dan dalam melalui hidung dan tarik
napas selama 3 detik, rasakan abdomen mengembang saat menarik napas
d. Tahan napas selama 3 detik
e. Kerutkan bibir, keluarkan melalui mulut dan hembuskan napas secara perlahan
selama 6 detik. Rasakan abdomen bergerak ke bawah.
f. Ulangi langkah 1 sampai 5 selama 15 menit.
g. Latihan slow deep breathing dilakukan dengan frekuensi 3 kali sehari.

4. Manfaat dan Tujuan Latihan Penapasan deep breathing exercise


Latihan pernapasan juga merupakan salah satu penunjang pengobatan asma
karena keberhasilan pengobatan asma tidak hanya ditentukan oleh obat asma yang
dikonsumsi, namun juga faktor gizi dan olah raga. Bagi penderita asma, olah raga

15
diperlukan untuk memperkuat otot-otot pernapasan. Latihan pernapasan bertujuan
untuk:
a. Melatih cara bernafas yang benar.
b. Melenturkan dan memperkuat otot pernafasan.
c. Melatih ekspektorasi yang efektif.
d. Meningkatkan sirkulasi.

e. Mempercepat asma yang terkontrol.

f. Mempertahankan asma yang terkontrol.


g. Kualitas hidup lebih baik.
Menurut Wara kushartanti (2002) program latihan yang dirancang bagi
penderita asma pada dasarnya menitik beratkan pada latihan pernapasan yang
bertujuan untuk:
a. Meningkatkan efisiensi fase ekspirasi
b. Mengurangi aktivitas dada bagian atas
c. Mengajarkan pernapasaan diafragma
d. Merelakskan otot yang tegang
e. Meningkatkan fleksibilitas otot intercostalis, pectoralis, scalenius, dan trapezius
Di dalam suatu system pernapasan pada waktu frekuensi pernapasan menurun
maka kapasitas tidal dan kapasitas vital akan meningkat. Pada meditasi terjadi
relaksasi sempurna dari otot-otot tertentu dan kunci utama keberhasilan senam
pernapasan adalah keteraturan dan kepatuhan melakukan latihan pernafasan tersebut
(Laurentia, 2009).
Ada beberapa fungsi terapi pernapasan adalah:
a. Mengatur keseimbangan seluruh fungsi organ tubuh
b. Meningkatkan daya tahan terhadap suatu penyakit
c. Memulihkan organ tubuh yang mengalami disfungsional.
d. Mengatur keseimbangan cairan tubuh, aktivitas hormaon, aktivitas enzim, dan laju
metabolisme.
e. Mempelancar peredaran darah secara sistemik.
f. Meningkatkan kemampuan gerak tubuh.
g. Meningkatkan ketenangan batin dan percaya diri.
h. Defensive (pertahanan diri)
Napas dalam lambat dapat menstimulasi respons saraf otonom melalui
16
pengeluaran neurotransmitter endorphin yang berefek pada penurunan respons saraf
simpatis dan peningkatkan respons parasimpatis. Stimulasi saraf simpatis
meningkatkan aktivitas tubuh, sedangkan respons parasimpatis lebih banyak
menurunkan ativitas tubuh atau relaksasi sehingga dapat menurukan aktivitas
metabolik (Velkumary & Madanmohan, 2004). Stimulasi saraf parasimpatis dan
penghambatan stimulasi saraf simpatis pada slow deep breathing juga berdampak pada
vasodilatasi pembuluh darah otak yang memungkinkan suplay oksigen otak lebih
banyak sehingga perfusi jaringan otak diharapkan lebih adekuat (Denise, 2007;
Downey, 2009).
Jerath, Edry, Barnes, (2006) mengemukakan bahwa mekanisme penurunan
metabolisme tubuh pada pernapasan lambat dan dalam masih belum jelas, namun
menurut hipotesanya napas dalam dan lambat yang disadari akan mempengaruhi
sistem saraf otonom melalui penghambatan sinyal reseptor peregangan dan arus
hiperpolarisasi baik melalui jaringan saraf dan non-saraf dengan mensinkronisasikan
elemen saraf di jantung, paruparu, sistem limbik, dan korteks serebri. Selama inspirasi,
peregangan jaringan paru menghasilkan sinyal inhibitor atau penghambat yang
mengakibatkan adaptasi reseptor peregangan lambat atau slowly adapting stretch
reseptors (SARs) dan hiperpolarisasi pada fibroblas. Kedua penghambat impuls dan
hiperpolarisasi ini dikenal untuk menyinkronkan unsur saraf yang menuju ke modulasi
sistem saraf dan penurunan aktivitas metabolik yang merupakan status saraf
parasimpatis.
Penelitian Telles dan Desiraju (1991) menunjukkan bahwa pengaturan
pernapasan dalam dan lambat menyebabkan penurunan secara signifikan konsumsi
oksigen. Teknik pernapasan dengan pola yang teratur juga dapat dilakukan untuk
relaksasi, manajemen stres, kontrol psikofisiologis dan meningkatkan fungsi organ
(Ritz & Roth, 2003; Kwekkeboom, 2005; Lane & Arcinesgas, 2007; Geng & Ikiz,
2009). Latihan napas dalam dan lambat secara teratur akan meningkatkan respons
saraf parasimpatis dan penurunan aktivitas saraf simpatik, meningkatkan fungsi
pernafasan dan kardiovaskuler, mengurangi efek stres, dan meningkatkan kesehatan
fisik dan mental (Velkumary & Madanmohan, 2004; Kiran, Behari, Venugopal,
Vivekanandhan & Pandey, 2005; Larson & Jane, 2004).

C. Arus Puncak Ekspirasi (APE)

17
1. Pengertian
Arus puncak ekspirasi (APE) adalah jumlah aliran udara maksimal yang dapat
dicapai saat ekspirasi paksa dalam waktu tertentu (Bagian Pulmonologi FKUI, 2005).
Arus puncak ekspirasi adalah metode sederhana, noninvasif, dan ekonomis untuk
mengetahui kecepatan dan kekuatan dari ekspirasi, dengan satuan liter permenit,
dengan ekspirasi paksa dari kapasitas total paru. Ini biasa digunakan untuk mendeteksi
fungsi paru yang berhubungan dengan penyempitan saluran nafas. Pengukuran ini
khususnya diperlukan bagi pasien yang tidak mampu mendeteksi obstruksi saluran
pernafasan. (Zapletal,2003). Angka normal APE untuk laki laki dewasa sekitar 500-
700 L/menit, sedangakan untuk wanita dewasa berkisar antara 380-500 L/menit (Jain,
et al, 1998). Pemeriksaan APE bertujuan untuk mengukur secara objektif arus udara
pada saluran nafas besar (Rasmin, et al, 2001), sehingga dapat dipakai untuk
mengetahui kenaikan tahanan saluran nafas, yang memberikan gambaran tentang
obstruksi saluran nafas (Rahmatullah, 1999).
Pengukuran Arus Puncak Ekspirasi (APE) dengan Peak Flow Meter merupakan
pemeriksaan yang sangat sederhana (PDPI, 2006) yang dapat memberikan peringatan
dini adanya penurunan fungsi paru (Siregar, 2008). Agar pemeriksaan dapat
dikerjakan dengan baik dan benar maka pemeriksa memberikan contoh terlebih dahulu
(Alsagaff dan Mangunnegoro, 1993), selanjutnya penderita disuruh melakukan
ekspirasi sekuat tenaga melalui alat tersebut (Yunus, 1993). Pengukuran arus puncak
ekspirasi tergantung pada otot thoracoabdominal dan tingkat stres dari subjek
dievaluasi, dan karena memerlukan ekspirasi maksimal. (Barcala,2008)
Hasil pengukuran APE dalam bentuk angka dibandingkan dengan nilai APE
prediksi yang dibuat sesuai jenis kelamin, usia,tinggi badan, yang diinterpretasikan
dengan sistem zona ’traffic light’. Zona hijau bila nilai APE 80%-100% dibandingkan
nilai prediksi, mengindikasikan fungsi paru baik. Zona kuning 50%-80% menandakan
mulai terjadinya penyempitan saluran respiratorik, dan zona merah ≤ 50% berarti
saluran respiratorik besar telah menyempit (Sheikh et al., 2000).
Data peak flow yang dapat menggambarkan tanda-tanda peringatan dini untuk
suatu penyakit yang dalam beberapa kasus mungkin menunjukkan penurunan fungsi
paru-paru 1-3 hari sebelum gejala pernapasan lain menjadi jelas. Tinggi badan, jenis
kelamin dan usia merupakan hal yang dapat menunjukkan hasil perkiraan dari nilai
peak flow. (Febriana et.al, 2009).
Pengukuran fungsi saluran pernapasan, dengan peak flow meter sebelum

18
penggunaan obat, perlu dilakukan untuk mengetahui derajat keparahan penyakit asma
yang sedang dialami seorang pasien asma.
2. Kecenderungan pasien dengan asma
Pada penyakit obstruksi saluran napas, biasanya penderita mengalami
kesukaran pada waktu ekspirasi, sebab kecenderungan menutupnya saluran napas
sangat meningkat dengan adanya tekanan positif dalam dada selama ekspirasi. Hal ini
tidak terjadi pada saat inspirasi oleh karena tekanan negatif pleura pada inspirasi akan
mendorong terbukanya saluran napas saat alveoli mengembang. Dengan demikian
udara akan mudah masuk paru tetapi terperangkap di dalam paru (Guyton dan Hall,
2008).

3. Tujuan dilakukan pengukuran APE


Pada pasien asma nilai APE cenderung menurun, hal ini di sebabkan karena
Pada asma mandiri pengukuran APE dapat digunakan untuk membantu pengobatan
seperti (DEPKES RI, 2007):
1) Mengetahui apa yang membuat asma memburuk
2) Memutuskan apa yang akan dilakukan bila rencana pengobatan berjalan baik
3) uMemutskan apa yang akan dilakukan jika dibutuhkan
penambahan atau penghentian obat
4) Memutuskan kapan pasien meminta bantuan medis/dokter/IGD

4. Indikasi Pengukuran APE


Pengukuran peak flow meter Perlu dilakukan pada pasien dengan asma sedang
sampai berat. Pengukuran Arus Puncak Ekspirasi (APE) dengan Peak Flow Meter ini
dianjurkan pada (DEPKES RI, 2007) :
a. Penanganan serangan akut di gawat darurat, klinik, praktek dokter dan oleh pasien
di rumah.
b. Pemantauan berkala di rawat jalan, klinik dan praktek dokter.
c. Pemantauan sehari-hari di rumah, idealnya dilakukan pada asma persisten usia di
atas > 5 tahun, terutama bagi pasien setelah perawatan di rumah sakit, pasien yang
sulit/tidak mengenal perburukan melalui gejala padahal berisiko tinggi untuk
mendapat serangan yang mengancam jiwa.

5. Faktor yang mempengaruhi Nilai APE


Jenis kelamin, umur, tinggi badan, berat badan, dan body surface area,
19
merupakan Faktor-faktor yang mempengaruhi Arus Puncak Ekspirasi (APE), pada
detik pertama mempengaruhi force expiratory volume dan force vital capacity.
(Meenakshi et.al, 2012)
1) Jenis kelamin
Sesudah pubertas anak laki laki menunjukan kapasitas faal paru yang
lebih besar dari pada perempuan. Kapasitas vital rata- rata pria dewasa muda
lebih kurang 4,6 liter dan permpuan muda kurang lenih 3,1 liter, meskipun
nilai-nilai jauh lebih besar pada beberapa orang dengan berat badan sama
(Antarudin, 2003)
2) Umur
Faal paru pada masa anak-anak bertambah atau meningkat volumenya dan
mencapai maksimal pada usia 9-21 tahun, setelah usia itu faal paru terus
menurun sesuai dengan bertambahnya usia (Yunus, 2003). Pada keadaan
normal, nilai Arus Puncak Ekspirasi (APE) berbanding terbalik dengan umur
(Widiyanti, 2008)
3) Tinggi Badan
Tinggi badan mempunyai korelasi positif APE. Artinya, bertambahnya tinggi
seseorang, APE akan bertambah besar (Alsagaff, 1993)

6. Cara pengukuran Arus Puncak Ekspirasi


a. Spirometer
Spirometer suatu metode sederhana untuk mempelajari pertukaran udara
paru-paru adalah mancatat volume udara yang bergerak ke dalam dan ke luar paru-
paru disebut spirometer. Sebuah alat spirometer terdiri dari sebuah silinder yang
berada dalam sebuah ruangan berisi air yang keseimbangannya dapat diatur
melalui suatu pemberat. Dalam selinder terdapat campuran udara pernafasan
biasanya udara atau O2, suatu tabung yang menghubungkan mulut dengan ruang
udara. Karena nafas masuk dan ke luar ruang udara maka silinder terangkat/naik
dan turun, dan suatu grafik akan terlihat pada kertas yang terdapat pada silinder
yang berputar. Untuk memudahkan menjelaskan berbagai kejadian pertukaran
udara paru- paru maka udara dalam paru-paru telah dibagi menjadi 4 volume dan 4
kapasitas.
b. Peak Flow Meter
Peak Flow Meter suatu alat yang sederhana, ringkas, mudah dibawa, murah,
serta mudah penggunaannya dapat dipakai untuk memeriksa Peak Expiratory
20
Flow Rate (PEFR). Peak Expiratory Flow Rate merupakan salah satu parameter
yang diukur pada spirometri yaitu kecepatan aliran udara maksimal yang terjadi
pada tiupan paksa maksimal yang dimulai dengan paru pada keadaan inspirasi
maksimal(Oceandy D, 1995)
Prinsip kerja peak meter alat ini hanya dapat mengukur APE, tetapi sudah
memadai untuk melakukan pemantauan penyakit paru obstruktif seperti asma atau
melakukan uji tapis massal. Pengukuran dapat dilakukan penderita sendiri atau
dibantu orang lain. Sampai saat ini, alat aku yang di pakai untuk pengukuran APE
ini adalah wright peak flow meter yang di rancang oleh BM Wright dan CB
McKerrow (1959). Cara kerja alat ini berdasarkan azaz mekanika, dimana deras
arus udara di ukur dengan gerakan piston yang terdorong oleh arus udara yang di
tiupkan melalui pipa penuip. Piston akan mendorong jarum penunjuk (marker).
Karena piston dikaitkan dengan sebuah pegas, maka setelah arus berhenti, oleh
gaya tarik balik (recoil) piston tertarik kedudukan semula dan jarum penunjuk
tertingal pada titik jangkauan piston terjauh. Nilai APE di baca pada titik jarum
penunjuk tersebut.
Peak flow meter ini tidak hanya dapat digunakan di rumah sakit maupun di
klinik saja, tetapi dapat juga digunakan di rumah ataupun di kantor untuk
membantu mendiagnosis asma dan evaluasi respon terapi. Lebih lanjut peak flow
meter dapat memberikan peringatan lebih awal terhadap pasien jika terjadi
perubahan pada fungsi sistem pernapasan. APE ini memiliki nilai yang
dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu tinggi badan, umur dan jenis kelamin.

Tahapan melakukan pengukuran APE sebagai berikut :


1. Bila memerlukan, pasang mouthpiece ke ujung peak flow meter
2. Penderita berdiri atau duduk dengan punggung tegak dan pegang peak
flow meter dengan posisi horisontal (mendatar) tanpa menyentuh atau
mengganggu gerakan marker. Pastikan marker berada pada posisi skala
terendah (nol).
3. Penderita menghirup napas sedalam mungkin, masukkan mouthpiece ke
mulut dengan bibir menutup rapat mengelilingi mouthpiece, dan buang
napas sesegera dan sekuat mungkin.
4. Saat membuang napas, marker bergerak dan menunjukkan angka pada
skala, catat hasilnya.
5. Kembalikan marker pada posisi nol lalu ulangi langkah 2-4 sebanyak 3
21
kali, dan pilih nilai paling tinggi. Bandingkan dengan nilai terbaik
pasien tersebut atau nilai prediksi.

Rentang nilai APE:

1) Zona hijau (normal) Nilai antara 80-100%

2) Zona kuning (hati hati) Nilai antara 50-79%

3) Zona merah (darurat) Nilai kurang dari 50%.

22
D. Kerangka teori

Farmakologi
Peningkata n respirasi rate
Bronkodilator
Teofiline
Glukokortikost eroid inhalasi

Bronkokontrik si
Faktor presipitasi
Alergen
Perubahan cuaca
Stress Penurunan peak flow rate/ AP
Lingkungan Timbul serangan
Aktivitas asma

Peningkatan pembentukan lendir/sekret

Non farmakologi
Sesak nafas
Deep breathing exercise

Gambar 2.1. Kerangka Teori Penelitian (Corwin, 2000)

23
Kerangka Konsep Penelitian
 

Penurunan peak flow rate atau Arus puncak ekspirasi (APE).


Deep
Breathing
Exercise

Farmakologi

Bronkodilator
Teofiline
Glukokortikos teroid inhalasi

Gambar 2.2. Kerangka Konsep Penelitian

H. Hipotesis Penelitian

Hipotesis adalah suatu kesimpulan sementara atau jawaban sementara dari suatu
penelitian (Notoatmodjo, 2010). Berdasarkan kerangka teori dan kerangka konsep diatas
dapat dirumuskan suatu Hipotesis penelitian ini yaitu : Deep breathing exercise effektif
meningkatkan Arus puncak ekspirasi (APE).
SATUAN ACARA PENYULUHAN PENYAKIT ASMA

Pokok Bahasan : Kesehatan Lingkungan


Sub Pokok Bahasan : Penyakit Asma
Sasaran : Keluarga Tn H
Target : An. B

Hari / Tanggal : Kamis, 20 Maret 2014

Waktu : 10.30 –  11.00 WIB


Tempat : Rumah Tn H

I.   LATAR BELAKANG
24
Berdasarkan pengkajian di keluarga Tn H didapatkan data bahwa kesehatan
 lingkungan merupakan masalah yang kurang dipahami oleh sebagian besar

masyarakat dan kurang mendapatkan perhatian.

Adanya permintaan penyuluhan kesehatan mengenai kesehatan lingkungan


merupakan momentum yang sesuai untuk menyampaikan informasi mengenai

 penyakit-penyakit akibat lingkungan yang tidak memenuhi syarat kesehatan.

II.   TUJUAN

a. Tujuan Umum

Setelah mengikuti penyuluhan kesehatan,keluarga Tn H mampu


memahami tentang penyakit asma.
 b.  Tujuan Khusus
Setelah mengikuti penyuluhan kesehatan selama 1 x 30 menit diharapkan
warga dapat
1)  Memahami pengertian, tanda dan gejala dan penyebab penyakit asma

2)   Memahami pertolongan pertama bagi penderita asma

3)   Memahami cara pencegahan kekambuhan penyakit asma


III.   Strategi Penyampaian

a.   Metode

Ceramah dan Tanya jawab

 b.  MEDIA

Leaflet,Flip chart

IV.   MATERI
a.   Isi Materi

1. Pengertian, tanda dan gejala asma

2. Cara pencegahan kekambuhan asma

V.   Kegiatan pendidikan kesehatan

No Kegiatan Penyuluhan Target Waktu


1 Pembukaan Individu Keluarga 5 menit
25
TN. H
  Salam

 Perkenalan

 Menjelaskan tujuan
penyuluhan dan
kontrakwaktu penyuluhan

2 Kegiatan Inti Individu Keluarga 10 menit

 Menjelaskan tentang TN. H


pengertian dan klasifikasi
penyakit asma
 Menjelaskan tentang
penyebab asma
 Menjelaskan tentang tanda
dan gejala asma
 Menjelaskan tentang cara
mengatasi asma

3 Individu Keluarga 15 menit


Penutup
TN. H
 Menanyakan kembai
pengertian,
jenis,penyebab,tanda dan
gejala serta cara pencegahan
asma

 Menyimpulkan bersama
sama hasil kegiatan
penyuluhan

 Salam peutup

VI.   EVALUASI

a.   Evaluasi struktur

1.  SAP sudah di buat dan di koreksi

2.  Leaflet sudah di buat dan di koreksi

3.  Materi penyuluhan sudah di kuasai

26
 b.  Evaluasi pelaksanaan
 
1.  Pelaksanaan sesuai waktu yang telah di tetapkan 2.  Keluarga
aktif bertanya
3.   Keluarga mendengarkan dengan perhatian

4.   Keluarga dapat memahami pengertian,jenis,penyebab, tanda


dan gejala,cara mengatasi asma
c.  Evaluasi hasil

1. Keluarga dapat menyebabkan pengertian dan klasifikasi asma


2. Keluarga dapat menyebabkan penyebab asma,
3. Keluarga dapat menyebabkan tanda dan gejala asma

4. Keluarga dapat menyebabkan cara pencegahan asma

VII.   Materi Penyuluhan


a.   Pengertian dan klasifikasi asma
 b.  Penyebab asma
c.  Panda dan gejala asma
d.  Para pencegahan asma

27
ASMA
 
Pengertian

Asma adalah penyakit sukar bernapas yang ditandai adanya penyempitan


saluran napas, napas mencuit-cuit atau bengek.. Asma bersifat refersibel.
Asma terjadi ketika  bronchi mengalami inflamasi dan hiperresponsif.
Penyakit ini menyebabkan  penyempitan pada saluran nafas sehihngga
menimbulkan kesulitan bernafas. Asma adalah penyakit obstruksi saluran
peranfasana yang bersifat refersibel dan berbeda dari obstruksi saluran
peranafasan lain seperti pada penyakit empisema maupun
 bromnkitis kronis yang bersifat ireversibel dan kontinyu.

Etiologi

Etiologi asma mungkin merupakan reaksi alergi yang sering terjadi pada
pasien dengan umur kurang dari 30 tahun. Namun, munculnya asma pada
pasien dengan menyebabkan asma antara lain yaitu beberapa bahan iritan
seperti debu-debu yang  beterbangan, asap, produk pembersih atau bau. Pemicu
tambahan lainnya adalah udara dingin, infeksi saluran peranfasan atas atau
bawah dan stres.

Paofisiologi

Patofiiologi asma diawali dengan reaksi inflamasi pada slauran peranfasan


yang memicu terjadinya perubahan patofisiologi yang berupa bronki menjadi
hiperresponsif dna terjadi bronkospasme. Sehingga mengganggu proses
pertukaran udara dan ventilasi. Kebanyakan pasien berupaya mengatasi
penyakit asma dengan  baik. Namun begitu, pasien yang mengidap penyakit
asma perlu diangani secara serius karena reaksi asma bisa mengarah pada gagal
nafas dan akhirnya menyebabkan kematian.

Tanda dan Gejala


Tanda dan gejala asma meliputi batuk (krok-krok, krek-krek), dispnea,
wheezing, hiperventilasi (salah satu gejala awal), pusing-pusing, kebiruan di

28
mulut dan sekitarnya, perasaan yang merangsang, skait kepala, nausea,
 
penigkatan nafas pendek, kecemasan, diaporesis, dan kelelahan, dan gejala
meningkat pada malam dan dini hari.

Tingkat keparahan dari serangan asma tergantung pada tingkat obstruksi


pada saluran peranfasan, kadar saturasi oksigen, pembawaan pola pernafasan,
perubahan status mental, dna bagaimana tanggapan penderita terhadap
pernafasannya. Tanda- tanda buruk dari perubahan status mental biasanya
meliputi hal-hal berikut : kurang istirahat yang makin meningkat kemudian
diikuti dengan atau gampang mengantuk.

Ketika orang tersebut jatuh akibat kelelahan yang amat sangat, maka kondisi
kritis ini seirng mengarah pada aggal nafas akut. Beberapa penderita
memliki penurunan reaksi asma yang lambat. Tetapi ada beberapa yang cepat,
misalnya dalam hitungan menit. Oleh karena itu, waktu bukanlah parameter
yang etrbaik utnuk mennetukan apakah perlu memamnggil dokter dulu atau
mencari pertolongan darurat secepat mungkin. Sehingga semua indikator yang
disebutkan diatas perlu mendapatkan perhatian yang semestinya.

Penyebab kekambuhan asma


Kekambuhan asma terjadi karena terpapar faktor pencetus, yaitu :

 Emosi ( keadaan sedih, banyak pikiran, kaget)   Cuaca ( hujan, udara
dingin, udara terlalu panas) 

 Infeksi ( flu, nyeri tenggorokan) 

 Udara kotor ( asap dapur, asap rokok, asap obat nyamuk ,debu rumah,
kapuk, bulu kucing, kecoa, dll) 

 Makanan (coklat, kacang tanah, es, bumbu masak, tomat, minyak


goreng, dll)  

Ada 3 hal yang terjadi pada saluran napas:

 Otot dinding saluran napas mengerut  

 Dinding saluran napas membengkak 

 Saluran napas terisi banyak lendir  

29
 

Cara pencegahan Kekambuhan asma

 Hindari faktor pencetus  

 Bina suasana hormonis dalam keluarga 



 Mengenal gejala awal serangan Asma dan selalu tersedia obat.  

Pentalaksanaan

Manajemen terapeutik difokuskan pada aturan pengobatan, penyuluhan


ekstensif bagi pasien dan keluarganya mengenai penanganan penyakit asma,
perubahan gaya hidup dan terapi pernafasan. Sedangkan terapi obat yang
terus dijalani meliputi bronchodilator, b-adrenergic, pereda sakit,
methylxanthines, dan kortikosteroid.

30
  BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan

Asma bronchial adalah suatu penyakit gangguan jalan nafas obstruktif intermiten yang bersifat
reversibel, ditandai dengan adanya periode bronkospasme, peningkatan respon trakea dan
bronkus terhadap berbagai rangsangan yang menyebabkan penyempitan jalan nafas.
Berdasarkan penyebabnya, asma bronkhial dapat diklasifikasikan menjadi 3 tipe, yaitu :
Ekstrinsik (alergik), Intrinsik (non alergik) ,Asma gabungan.

B. Saran

Diharapkan penelitian ini memberikan masukan bagi profesi dalam mengembangkan


perencanaan keperawatan yang akan dilakukan tentang upaya pencegahan dengan tingkat
kekambuhan pada penderita Asma Bronkiale

31
DAFTAR PUSTAKA
 
Dainur, 1992, Materi-materi Pokok Ilmu Kesehatan Masyarakat, Widya
Medika, Jakarta

 Notoatmojoyo, S, 2003, Ilmu Kesehatan Masyarakat, Rineka Cipta, Jakarta


Setyono, Joko; 2001, Keperawatan Medikal Medah, Salemba Medika,
Jakarta

32

Anda mungkin juga menyukai