ASUHAN KEPERAWATAN
PADA PASIEN DENGAN GANGGUAN SISTEM PERNAPASAN
PENYAKIT ASMA BRONKHIAL
OLEH
KELOMPOK 4
1
KATA PENGANTAR
Bismillahirrahmanirrahim
Penulis
2
DAFTAR ISI
Cover.......................................................................................................................1
KATA PENGANTAR............................................................................................2
DAFTAR ISI...........................................................................................................3
BAB I.......................................................................................................................5
PENDAHULUAN...................................................................................................5
BAB II.....................................................................................................................8
PEMBAHASAN.....................................................................................................8
2.2.1. Definisi...............................................................................................8
2.2.2. Etiologi...............................................................................................9
2.2.6. Penatalaksanaan...............................................................................22
3
2.2.1. Pengkajian........................................................................................25
2.2.3. Intervensi..........................................................................................31
BAB III..................................................................................................................35
ANALISI JURNAL..............................................................................................35
BAB IV..................................................................................................................43
4.1 Kesimpulan..............................................................................................43
4.2 Saran........................................................................................................43
DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................45
4
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Asma bronkial merupakan masalah kesehatan di seluruh dunia,
baik di negara maju maupun di Negara negara sedang berkembang. Asma
adalah penyakit jalan nafasobstruktif intermiten, reversible dimana trachea
dan bronchi berespon secara hiperaktif terhadap stimulasi tertentu.
Inflamasi kronik menyebabkan peningkatan hiperesponsif jalan nafas yang
menimbulkan gejala episodik berulang berupa wheezing, sesak nafas,dada
terasa berat dan batukbatuk terutama pada waktu malam atau dini hari.
Menurut Danusantoso, (2012) histamin mengakibatkan hipervaskularisasi
yang selanjutnya menyebabkan hipersekresi dahak yang lengket dan kental
di lumen bronkus. Hal tersebut lama-lama terjadi sumbatan sehingga
munculmasalah keperawatan bersihan jalan nafas tidak efektif dikarenakan
ketidakmampuan membersihkan sekresi atau obstruksi dari saluran napas
untuk mempertahankan bersihan jalan nafas. Jika masalah tersebut
dibiarkan maka pasien tidak dapat beraktivitas melakukan kegiatan harian
dan dapat mengalami komplikasi jika dibiarkan sehingga menurunkan
kualitas hidup.
Telah tercatatsebanyak 300 juta orang dari segala usia dan latar
belakang etnis di seluruh dunia menderita asma bronkial. Jumlah penderita
asma bronkial dikhawatirkan akan terus meningkat hingga 400 juta orang
pada tahun 2025 dan diperkirakan sebanyak 250.000 orang meninggal
setiap tahun disebabkan oleh asma bronkial(Lestari, 2014)Jumlah
penderita asma bronkial menurut riskesdas 2018 persentasi asma di
indonesia 2,4% sedangkan presentasi asma di maluku 1,3%.
Secara patofisiologi, seseorang pada asma yang alergi diduga
mempunyai kecenderungan untuk membentuk sejumlah antibody Ig.E
abnormal dalam jumlah besar, alergen bereaksi dengan antibody yang
sudah terlekat pada sel mast dan menyebabkan sel ini akan mengeluarkan
berbagai macam zat, diantaranya histamin zat anafilaksis yang bereaksi
5
lambat. Reaksi yang sama terjadi jika seseorang melakukan olahraga atau
berada dalam cuaca dingin, stres, dan kecemasan juga memicu dilepasnya
histamin dan leukotriene(Wahid, 2013)
salah satupenanganan masalah Asma bronkial adalah dengan cara
pemberian asuhan keperawatan kepada penderita Asma bronkial, oleh
karena penderita cenderung mengakibatkan terjadinya gangguan
pemenuhan kebutuhan oksigenasi yang mana keadaan tersebut dapat
mengancam kehidupan penderita sehingga pemberian asuhan keperawatan
dapat membantu menekan angka kejadian dan kematian Penderita Asma
bronkial.
6
1. Bagi klien
Menambah pengetahuan bagi klien,sehingga klien
termotivasi untuk meningkatkan derajat kesehatannya
2. Bagi keluarga
Menambah pengetahuan bagi keluarga,sehingga keluarga
dapat membantu pasien dalam tindakan mandiri yang
sederhana dalam perawatannya
3. Bagi institusi RS
Dapat meningkatkan mutu pelayanan dan bisa
memperhatikan serta memenuhi kebutuhan pasien dengan
kasus Penyakit Paru Obstruksi Kronik
4. Bagi institusi pendidikan
Dapat digunakan sebagai bahan dasar penelitian,serta dapat
memberikan intervensi yang lebih luas pada pasien
Penyakit Paru Obstruksi Kronik
7
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Konsep Penyakit Yang Terkait
2.2.1. Definisi
8
bronkial yang dapat diakibatkan oleh berbagai stimulus seperti oleh
factor biokemikal, endokrin, infeksi, otonomik, dan psikologi
(somantri 2012).
9
mengakibatkan bronkhokonstriksi dan
menimbulkansesak napas (Muttaqin, 20012).
2.2.2.3. Asma Campuran (Mixed Asma)
Merupakan bentuk asma yang paling sering.
Dikarakteristikkan dengan bentuk kedua jenis asma alergi
dan idiopatik dan nonalergi (Somantri, 2012).
10
pencetus yang paling sering menimbulkan asma bronkial.
Diperkirakan, dua pertiga penderita asma dewasa
serangan asmanya ditimbulkan oleh infeksi saluran
pernapasan.
c. Tekanan jiwa
Tekanan jiwa bukan penyebab asma tetapi pencetus
asma, karena bayak orang yang mendapat tekanan jiwa
tetapi tidak menjadi penderita asma bronkhial.Faktor ini
berperan mencetuskan serangan asma terutama pada
orang yang sedikitlabil kepribadiannya. Hal ini lebih
menonjol pada wanita dan anak-anak(Muttaqin, 2012).
Menurut Tumigolung tahun 2016, stres atau gangguan
emosidapat menjadi pencetus asma pada beberapa
individu, selain itu juga bisamemperberat serangan asma
yang sudah ada. Salah satu respon terhadap stresadalah
cemas.
Kecemasan merupakan bagian kehidupan sehari-
hari dan merupakan gejalayang normal pada manusia.
Bagi orang dengan penyesuaian yang baik,
kecemasandapat segera diatasi dan ditanggulangi.
Sedangkan bagi orang yangpenyesuaiannya kurang baik,
maka kecemasan merupakan bagian terbesar
dalamkehidupannya. Apabila penyesuaiannya tidak tepat,
akan timbul dampaknyaterhadap kesehatan jasmani dan
psikis. Stres dapat mengantarkan pada seseorangpada
tingkat kecemasan sehingga memicu dilepaskannya
histamin yangmenyebabkan penyempitan saluran napas
ditandai dengan sakit tenggorokan dansesak napas, yang
akhirnya memicu terjadinya serangan asma (Tumigolung,
G, 2016).
d. Olahraga/kegiatan jasmani yang berat
11
Sebagai penderita asma bronkhial akan mendapat
serangan asma bilamelakukan olahraga atau aktivitas
fisik yang berlebihan. Lari cepat dan bersepedaadalah
dua jenis kegiatan paling mudah menimbulkan serangan
asma. Seranganasma karena kegiatan jasmani terjadi
setelah olahraga atau aktivitas fisik yang cukup berat dan
jarang serangan timbul beberapa jam setelah olahraga.
e. Obat-obatan
Beberapa klien dengan asma bronkhial sensitif atau
alergi terhadap obat tertentu seperti penisilin, salisilat,
beta blocker, kodein, dan sebagainya.
f. Polusi udara
Klien asma sangat peka terhadap udara berdebu, asap
pabrik/ kendaraan, asap rokok, asap yang mengandung
hasil pembakaran dan oksida fotokemikal, serta bau yang
tajam (Muttaqin, 2012). Banyak studi menunjukkan
bahwa peningkatan zat-zat tertentu dari gas gabungan
kendaraan memberikan efeknegatif pada klien asma.
Dipercaya bahwa pada pasien asma terjadi
penurunanfungsi saluran napas pada pasien asma ketika
terpajar dengan polusi udara (Clark,2013).
g. Perubahan cuaca
Cuaca lembab dan hawa yang dingin sering
mempengaruhi asma, perubahancuaca menjadi pemicu
serangan asma. Kadang serangan berhubungan
asmaseperti: musim hujan, musim bunga, musim
kemarau. Hal ini berhubungandengan angin, serbuk
bunga, dan debu.
Sudah sejak dari dahulu diketahui bahwa udara
dingin dan pendinginansaluran pernapasan yang
ditimbulkan dapat merangsang ujung-ujung serabut
12
sarafsetempat ujung-ujung saraf ini kemudian akan
mengeluarkan berbagai neuro-peptida (misalnya
substance P, calcitonin gene-related peptide) yang
menyebabkan bronkokontriksi, hipervaskularisasi, dan
peningkatan permeabilitas kapiler, yang kemudian
disusul oleh edema mukosa serta hipersekresi
(Danusantoso, 2012).
h. Lingkungan kerja
Mempunyai hubungan langsung dengan sebab terjadinya
asma, hal ini berkaitan dengan dimana dia bekerja.
Misalnya orang yang bekerja di pabrikkayu, polisi lalu
lintas. Gejala ini membaik pada waktu libur atau cuti
(Wahid,2013).
13
2.2.4. Manifestasi klinik
.2.4.1. Ringan sampai sedang: mengi/batuk tanpa distres berat, dapat
mengadakan percakapan normal, nilai aliran puncak lebih dari
50% nilai terbaik.
.2.4.1. Sedang sampai berat: mengi/batuk dengan distres, berbicara
dalam kalimat atau frasa pendek, nilai aliran puncak kurang dari
50% dan beberapa derajat desaturasi oksigen jika diukur dengan
oksimetri nadi. Didapatkan nilai saturasi antara 90-95% jika
diukur dengan oksimetri nadi perifer.
.2.4.1. Berat, mengancam nyawa: distres pernapasan berat, kesulitan
berbicara, sianosis, lelah dan bingung, usaha respirasi buruk,
sedikit mengi (silent chest) dan suara napas lemah, takipnea,
bradikardia, hipotensi, aliran pucak kurang dari 30% angka
prediksi atau angka terbaik, saturasi oksigen kurang dari 90%
jika diuku rdengan oksimetri nadi perifer (Francis, 2014).
14
2.2.5. WOC
Reaksi antigen-antibody
B1 B4 B5
B6
15
2.2.6. Pemeriksaan Diagnostik
2.2.6.1. Pemeriksaan laboratorium
1) Pemeriksaan sputum
16
2) Pemeriksaan darah
17
d) Pemeriksaan alergi menunjukkan peningkatan Ig.E pada
waktu serangan dan menurun pada saat bebas serangan
asma (Wahid, 2013).
.2.6.2. Pemeriksaan penunjang
1) Pemeriksaan radiologi
18
%3A&vet=10ahUKEwjUxLvAtd3mAhUIyzgGHRfkD
OgQMwhTKAUwBQ..i&w=512&h=618&safe=strict&
bih=657&biw=1366&q=gambar%20pemeriksaan
%20radiologi%20pada%20pasien
%20asma&ved=0ahUKEwjUxLvAtd3mAhUIyzgGHRf
kDOgQMwhTKAUwBQ&iact=mrc&uact=8.
Pada waktu serangan menunjukkan gambaran
hiperinflasi paru yakni radiolusen yang bertambah dan
peleburan rongga intercostalis, serta diafragma yang
menurun. Pada penderita dengan komplikasi terdapat
gambaran sebagai berikut (Wahid, 2013) :
a) Bila disertai dengan bronkitis, maka bercak-
bercak di hilus akan bertambah
b) Bila ada empisema (COPD), gambaran
radiolusen semakin bertambah.
c) Bila terdapat komplikasi, maka terdapat
gambaran infiltraste paru
d) Dapat menimbulkan gambaran atelektasis paru.
e) Bila terjadi pneumonia gambarannya adalah
radiolusen pada paru.
2) Pemeriksaan Tes Kulit
19
Sumber : https://www.google.com/search?
safe=strict&biw=1366&bih=657&tbm=isch&sxsrf=AC
YBGNSXd5D740RrcPGV8sIrWiiwwBN5Rw
%3A1577710468921&sa=1&ei=hPMJXtTyN4iW4-
EPl8izwA4&q=gambar+pemeriksaan+tes+kulit+pada+
pasien+asma&oq=gambar+pemeriksaan+tes+kulit+pad
a+pasien+asma&gs_l=img.3..35i39.197578.206018..20
7892...0.0..0.2219.6059.8-2j1......0....1..gws-wiz-
img.GI4D1Gy-
f7w&ved=0ahUKEwjUxLvAtd3mAhUIyzgGHRfkDOg
Q4dUDCAY&uact=5#.
Dilakukan untuk mencari faktor alergen yang dapat
bereaksi positif pada asma.
3) Elektrokardiografi
20
c) Tanda hipoksemia yaitu sinus takikardi,
SVES, VES atau terjadi depresisegmen ST
negatif.
4) Scenning paru
21
%20asma&ved=0ahUKEwj4wZP4x93mAhUTWCsKH
VoiBWoQMwiFASg3MDc&iact=mrc&uact=8
Melalui inhalasi dapat dipelajari bahwa redistribusi
udara selama serangan asma tidak menyeluruh pada
paru-paru.
5) Spirometri
22
bHeM&tbnid=RDkTvXvK7YbAyM
%3A&vet=10ahUKEwjv48bUyd3mAhUNbn0KHU
kgDH0QMwhPKAEwAQ..i&w=960&h=720&safe
=strict&bih=657&biw=1366&q=gambar
%20pemeriksaan%20spirometri%20pada%20pasien
%20asma&ved=0ahUKEwjv48bUyd3mAhUNbn0K
HUkgDH0QMwhPKAEwAQ&iact=mrc&uact=8
Menunjukkan adanya obstruksi jalan nafas reversible,
cara cepat diagnosis asma adalah melihat respon
pengobatan dengan bronkodilator. Pemeriksaan
spirometri dilakukan sebelum atau sesudah pemberian
aerosol bronkodilator (inhaler dan nebuliser),
peningkatan FEV1 atau FCV sebanyak lebih dari 20%
meunjukan diagnosis asma. Tidak adanya respon
aerosol bronkodilator lebih dari 20%. Pemeriksaan ini
berfungsi untuk menegakkan Diagnosis Keperawatan,
melihat berat obstruksi dan efek pengobtan banyak
penderita tanpa keluhan pada pemeriksaan ini
enunjukkan adanya obstruksi.
2.2.7. Penatalaksanaan
2.2.7.1. Farmakologi
1) Bronkhodilator
Bronkodilator adalah obat yang melebarkan saluran
nafas. Terbagi menjadi dua golongan :
a) Adrenergik (adrenalin dan efedrin) misalnya
terbutalin/Bricasama
Obat golongan simpatomimetik tersedia
dalam bentuk tablet, sirup, suntikandan
semprotan (Metered dose inhaler) ada yang
berbentuk hirup (ventolindiskhaler dan
23
bricasma turbuhaler) atau cairan
bronkhodilator (Alupent, Nerotecbrivasma
sets ventolin) yang oleh alat khusus diubah
menjadi aerosol (partikelsangat halus) untuk
selanjutnya dihirup (Wahid, 2013).
b) Santin/Teofilin (amiofilin)
Pemberian Aminophilin secara intravena
dosis awal 5-6 mg/kg BBdewasa/anak-anak,
disuntikan perlahan-lahan dalam 5-10 menit.
untuk dosispenunjang 0,9 mg/kg BB/jam
secara infus. Efek samping TD menurun bila
tidakperlahan-lahan.
2) Ketolifen
Mempunyai efek pencegahan terhadap asma dan
diberikan dalam dosis 2 kali mg/hari.
Keuntungannya adalah dapat diberikan secara oral
3) Kortiokosteroit
Jika pemberian obat-obat bronkhodilatator tidak
menunjukkan perbaikan,dilanjutkan dengan
pengobatan kortikosteroid. 200 mg hidrokortison
atau dengan dosis 3-4 mg/kg BB intravena sebagai
dosis permulaan dapat diulang 2-4 jam secara
parenteral sampai serangan akut terkontrol, dengan
diikuti pemberian 30-60 mg prednison atau dengan
dosis 1-2 mg/kg BB/hari secara oral dalam
dosisterbagi, kemudian dosis dikurangi secara
bertahap.
4) Pemberian oksigen
Gambar 2.9
Melalui kanul hidung dengan kecepatan aliran
O2 2-4 liter/menit dan dialirkan melalui air untuk
24
memberi kelembaban. Obat Ekspektoran seperti
Gliserolguayakolat dapat juga digunakan untuk
memperbaiki dehidrasi, maka masukan cairan
peroral dan infus harus cukup, sesuai dengan prinsip
rehidrasi,antibiotic diberikan bila ada infeksi.
2.2.7.2. Non Farmakologi
1) Menghindari faktor pencetus. Klien perlu diajarkan
untuk menghindari dan mengurangi faktor pencetus,
seperti menghindari alergen, polusi udara,olahraga
jasmani yang berat atau aktivitas yang berat (Wahid,
2013) .
2) Penyuluhan. Berguna untuk meningkatkan
pengetahuan klien tentang asma sehingga klien
mengerti dan paham faktor-faktor pencetus dan cara
penanganan (Wahid, 2013).
3) Fisioterapi dada, dapat digunakan untuk
mempermudah pengeluaran mukus.Dapat dilakukan
dengan teknik postural drainase, perkusi, dan vibrasi
dada(Yasmara, 2016).
25
2.2 Konsep Asuhan Keperawatan
2.2.1. Pengkajian
1) Keluhan Utama
Keluhan utama yang timbul pada klien dengan asma
bronkial adalah dispnea(bisa sampai berhari-hari atau
bertahan berbulan-bulan), batuk, dan mengi (pada
beberapa kasus lebih banyak paroksismal) (Somantri,
2012).
2) Riwayat penyakit sekarang
Klien dengan serangan asma datang mencari pertolongan
dengan keluhan,terutama sesak napas yang hebat dan
mendadak disertai batuk, kemudian diikuti dengan
gejala-gejala lain yaitu : Wheezing, Penggunaan otot
bantu pernafasan,Kelelahan, gangguan kesadaran,
sianosis serta perubahan tekanan darah. Perlujuga dikaji
kondisi awal terjadinya serangan (Wahid, 2013).
3) Riwayat penyakit dahulu
Penyakit yang pernah diderita pada masa-masa dahulu
seperti infeksi saluran nafas atas, sakit tenggorokan,
amandel, sinusitis, polip hidung. Riwayat serangan asma
frekuensi, waktu, alergen-alergen yang dicuriga sebagai
pencetus serangan serta riwayat pengobatan yang
dilakukan untuk meringankan gejala asma (Wahid,
2013).
26
otot bantu pernapasan, sianosis, batuk dengan lendir lengket,
danposisi istirahat klien (Muttaqin, 2012).
b. B1 (Breathing)
1) Inspeksi
Pada klien asma terlihat adanya peningkatan usaha
dan frekuensi pernapasan, batuk produktif serta
penggunaan otot bantu pernapasan. Inspeksi dada
terutama untuk melihat postur bentuk dan
kesimetrisan, adanya peningkatan diameter
anteroposterior, retraksi otot-otot interkostalis, sifat
dan irama pernapasan, dan frekuensi pernapasan.
2) Palpasi
Pada palpasi biasanya kesimetrisan, ekspansi, dan
taktil fremitus normal.
3) Perkusi
Pada perkusi di dapatkan suara normal sampai
hipersonor sedangkan diafragma menjadi datar dan
rendah.
4) Auskultasi
Terdapat suara vesikuler yang meningkat disertai
dengan ekspirasi lebih dari 4 detik atau lebih dari 3
kali inspirasi dengan bunyi napas tambahan terutama
wheezing pada akhir ekspirasi (Muttaqin, 2008).
c. B2 (Blood)
Biasanya akan terjadi takikardi, tensi meningkat, sianosis,
dan diafores
d. B3 (Brain)
Pada pasien dengan serangan asma biasanya gelisah, cemas,
bahkan dapat terjadi penurunan kesadaran (Wahid, 2013).
27
e. B4 (Bladder)
Pengukuran volume output urine perlu dilakukan karena
berhubungan dengan intake cairan. Oleh karena itu, perawat
perlu memonitor ada tidaknya oliguria, karena hal tersebut
merupakan tanda awal dari syok (Muttaqin, 2008).Pada
klien dengan hiperventilasi akan kehilangan cairan melalui
penguapan dantubuh berkompensasi dengan penurunan
produksi urin (Wahid, 2013)
f. B5 (Bowel)
Pada klien dengan sesak napas,sangat potensial terjadi
kekurangan pemenuhan kebutuhan nutrisi, hal ini karena
terjadi dipsnea saat makan, laju metabolisme, serta
kecemasan yang dialami klien
(Muttaqin,2008). Dalam keadaan hiposia juga
mengakibatkan penurunan motilitas pada gester sehingga
memperlambat pengosongan lambung yang menyebabkan
penurunan nafsu makan (Wahid, 2013).
g. B6 (Bone)
Pada klien yang mengalami hipoksia penggunaan otot bantu
nafas yang lama menyebabkan kelelahan. Selain itu hipoksia
menyebabkan metabolisme anaerob sehingga terjadi
penurunan ATP (Wahid, 2013).
28
3) Defisit nutrisi berhubungan dengan
ketidakmampuan menelan makanan
4) Intoleransi aktifitas berhubungan dengan
ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan
oksigen
5) Gangguan eliminasi urine berhubungan dengan
penurunan kapasitas kandung kemih
29
paru
3. Bunyi napas normal
Tanda-tanda vital
dalam rentang normal
3. Defisit nutrisi Setelah dilakukan Promosi berat badan 1. Untuk memfasilitasi
pening katan berat
berhubungan dengan tindakan keperawatan 1. Promosi berat badan
badan maupun minat
2. Konseling nutrisi
kurangnya asupan selama 1x24 jam, di makan dengan mem
3. Manajemen nutrisi
berikan makanan
makanan harapkan masalah 4. Pemantauan nutrisi
secara me narik
gangguan deficit 2. Untuk memberikan
bimbingan dalam
nutrisi dapat teratasi
melakukan
dengan KH : modifikasi asupan
nutrisi.Menyarankan
1. Mampu
makanan yang baik
mengidentifikasi
sesuai dengan selera
kebutuhan nutrisi
klien
2. Tidak ada tanda-
3. Untuk mengelola
tanda mal nutrisi
asupan nutrisi yang
3.Tidak terjadi
seimbang Untuk
penurunan berat badan mengumpulkan dan
menganalisis data
yang berarti
yang ber kaitan
dengan asupan dan
gizi
4. Intoleransi aktifitas Setelah dilakukan Menejemen energy 1. Memfasilitasi
tindakan keperawatan aktivitas fisik untuk
berhubungan dengan 1. Promosi latihan fisik
selama 1x24 jam, di mempertahankan
2. Terapi aktivitas
ketidakseimbangan harapkan masalah atau meningkatkan
3. Dukungan tidur
intole ransi aktivitas ke tingkat kebugaran
antara suplai dan
dapat teratasi dengan dan kesehatan yang
kebutuhan oksigen KH : lebih tinggi
1. Mampu melakukan 2. Untuk
aktivitas sehari-hari mengembalikan
secara mandiri keter libatan
2. TTV normal aktivitas individu
3. Energy psikomotor dengan
Status respirasi : menggunakan
aktivitas
pertukaran gas dan
fisik,kognitif,social
ventilasi adekuat dan spiritual
3. Untuk memfasilitasi
siklus tidur dan
terjaga yang teratur
30
5. Gangguan eliminasi Setelah dilakukan Menejemen eliminasi
urine berhubungan tindakan keperawatan urine
dengan penurunan selama 1x24 jam, 1. Identifikasi factor 1. Untuk mengetahui
kapasitas kandung diharapkan masalah tanda dan gejala tanda dan gejala
kemih gangguan eliminasi retensi atau retensi atau
urine dapat teratasi inkontinensia urine inkontinensia urine
dengan KH : 2. Catat waktu-waktu 2. Mengetahui berapa
1. Produksi urine dan haluaran frekusensi urine
dalam batas berkemih yang keluar
normal 3. Ajarkan tanda dan 3. Edukasi tanda dan
gejala infeksi gejala infeksi saluran
saluran kemih kemih
4. Kolaborasi 4. Untuk membantuh
pemberian obat dalam proses
supositoria uretra penyembuhan
.2.3. Intervensi
31
No Diagnosa Tujuan Intervensi Rasional
Keperawatan
1. Tidak Pencapaian bersihan MANDIRI 1. Beberapa darajat
efektifnya jalan nafas dengan 1. Auskultasi spasme bronkus
bersihan jalan kriteria hasil sebagai bunyi nafas, catat terjadi dengan
nafas berikut: adanya bunyi nafas, obstruksi jalan nafas
berhubungan 1. Mempertahankan ex: mengi. dan dapat atau tidak
dengan ganguan jalan nafas paten 2. Kaji/pantau di manifestasikan
suplai oksigen dengan bunyi frekuensi pernafasan, adanya nafas
(bronkospasme), nafas bersih atau catat rasio adversities.
penumpukan jelas. inspirasi/expirasi. 2. Tachipnea biasanya
secret secret 2. Menunjukan 3. Catat adanya ada pada beberapa
kental perilaku untuk derajat dispnea, derajat dan dapat di
memperbaiki ansietas, distress temukan pada
bersihan jalan pernafasan penerimaan atau
nafas misalnya penggunaan obat selama stress/adanya
batuk efektif dan bantu. proses infeksi akut.
mengeluarkan 4. Tempatkan 3. Disfunsi pernafasan
secret. posisi yang nyaman adalah variable yang
pada pasien. tergantung pada tahap
Contoh; proses aakut yang
Tinggikan kepala menimbulkan
tempat tidur, duduk perawatan di rumah
pada sandaran tempat sakit.
tidur. 4. Peninggian kepala
5. Pertahankan tempat tidur untuk
polusi lingkungan memudahkan fungsi
minimum pernafasan dengan
Contoh: debu,asapdll. menggunakan
6. Tingkatkan masukan gravitasi.
cairan sampai 5. Pencetus tipe alergi
32
dengan 3000 ml/hari pernafasan dapat
sesuai toleransi mentriger episode
jantung memberikan akut.
air hangat. 6. Hidrasi membantu
7. Berikan obat sesuai untuk menurunkan
dngan indikasi kekentalan secret,
bronkodilator. penggunaan cairan
hangat dapat
menurunkan
kekentalan secret,
penggunaan cairan
hangat dapat
menurunkan spasme
bronkus.
7. Merileksasikan otot
halus dan
menurunkan spasme
jalan nafas, mengi,
dan produksi mukosa
33
sianosis atau pernafasan.
tanda hipoksia 3. memaksimalkan
lain. bernafas dan
3. Pasien dapat menurunkan kerja
melakukan nafas.
pernafasan
dalam.
3. Gangguan Perbaikan MANDIRI 1. Sianosis mungkin
pertukaran gas pertukaran gas 1. kaji/awasi secara perifer atau sentral
berhubungan dengan kriteria hasil rutin kulit dan keabu-abuan dan
dengan ganguan sebagai berikut: membrane mukosa sianosis sentral
suplai oksigen 1. Perbaikan 2. palpasi fremitus. mengindikasikan
(bronkuspasme) 2. pentilasi 3. Awasi tanda-tanda beratnya
perbaikan oksigen vital dan irama hipoksemia.
jaringan adekuat. jantung. 2. Penurunan getaran
vibrasi diduga
Kolaborasi adanya pengumpulan
Berikan oksigen cairan/udara.
tambahan sesuai 3. Tachicardi,distrimia,
dengan indikasi hasil dan perubahan
AGDA dan toleransi tekanan darah dapat
pasien menunjukan efek
hipoksemia sistemik
pada fungsi jantung.
Dapat memperbaiki atau
mencegah
memburuknya hipoksia.
4. Resiko tinggi Tidak terjadinya MANDIRI 1. Demam dapat terjadi
terhadap infeksi infeksi dengan 1. Awasi suhu karena infeksi dan
berhubungan kriteria hasil sbb: 2. Diskusikan adekuat atau dehidrasi.
dengan tidak 1. Mengidentifikasi kebutuhan nutrisi. 2. Malnutrisi dapat
34
adekuat imunitas ikan interfensi mempengaruhi
untuk mencegah Kolaborasi kesehatan umum dan
atau menurunkan Dapatkan specimen menurunkan tahanan
resiko infeksi. sputum dengan batuk terhadap infeksi.
Perubahan pola atau pengisapan untuk Untuk
hidup untuk pewarnaan mengidentifikasikan
meningkatkan dram,kultur/sensitifitas. organisme penyebab
lingkungan yang dan kerentanan terhadap
nyaman. berbagai anti microbial.
35
BAB III
ANALISIS JURNAL
Tabel 3.1 : jurnal “ Pengaruh Progressive Muscle Relaxation Terhadap Aliran
Puncak Ekspirasi Klien Dengan Asma Bronkial di Poli Spesialis Paru B Rumah
Sakit Paru Kabupaten Jember ”.
36
Dengan Modalitas Infra Merah, Chest Fisioterapi Dan
Latihan Progressive Muscle Relaxation Di BBKPM
Surakarta/Rizza Mustafa dan Ade Irma Nahdliyyah (2019)
Desain Interview dan observasional
Sampel Seorang pasien penyakit asma bronhkial
Variabel Latihan Progressive Muscle Relaxation dan Fisioterapi
Intervensi Tindakan Penatalaksanaan fisioterapi dengan modalitas Infra
merah, Chest Fisioterapi dan Progressive Muscle Relaxation
pada penderita Asma Bronchiale yang dilakukan sebanyak
lima kali.
Analisis Analisa data dilakulan dengan obserasi hasil tindakan
perawatan Infra merah, Chest Fisioterapi dan latihan
Progressive Muscle Relaxation pada penderita Asma
Bronchial.
Hasil Dari hasil yang telah diperoleh, dapat disimpulkan dengan
perawatan fisioterapi pada kondisi Asma bronkial dengan
menggunakan Inframerah, Fisioterapi Dada dan Latihan
Relaksasi Otot Progresif (PMR) dapat membantu
mengurangi masalah yang timbul pada kondisi asma
bronkial.
Table 3.3 : “Pengaruh Latihan Relaksasi Progresif Untuk Mencegah Kekambuhan
Asma Bronhkial”
37
Fenoterol Terhadap Saturasi OKsegen / Velentina B.M
Lumbantobing (2017).
Desain Pretest-Posttest control group design
Sampel 16 responden dibagi menjadi 2 kelompok, yaitu
ipratropium 8 responden dan fenoterol 8 responden
Variable Ipratropim dan Fenoterol terhadap saturasi oksigen dan
terapi nebulizer
Intervensi 1. Menganalisa hasil prestest dan posttest dari masing-
masing kelompok
2. Membandingkan hasil penelitian kedua kelompok
Analisis Analisa data menggunakan uji statistik independent
sample T-Test dengan a = 0,005
Hasil Hasil uji independent sample T-Test diperoleh p-value
0,001 ≤ a 0,005. Hasil rata-rata peningkatan SpO 2 pada
terapi ipratropium adalah 3,750 sedangakan pada terapi
fenoterol adalah 5,357, sehingga dapat dikatakan bahwa
rata-rata peningkatan SpO2 pada terapi fenoterol lebih
tinggi daripada terapi ipratropium.
Tabel 3.5 : jurnal “Pengaruh Teknik Pernapasan Buteyko Terhadap ACT (Asthma
Control Test)”
38
(19,79 ± 1,47) dengan skor ACT pada minggu III (17,50
± 1,78), minggu II (12,64 ± 1,82), minggu I (9,57 ±
1,59), dan pada pretest (7,64 ± 1,82).
Tabel 3.6 : jurnal “Perbandingan Latihan Napas Buteyko dan Upper Body
Exerase Terhadap Arus Puncak Ekspirasi Pada Pasien Dengan Asma Bronkial”
39
Intervensi 1. Kelompok perlakuan 1 diberikan latihan aerobik 3
kali seminggu selama 8 minggu untuk mengetahui
peningkatan paru.
2. Kelompok perlakuan 2 diberikan penambahan
Pursed Lip Abdominal Breathing pada latihan
aerobik 3 kali seminggu selama 8 minggu untuk
mengetahui peningkatan kapasitas paru.
Analisis Analisis data diperooleh dengan deskriptif karakteristik
sampel, uji normative dengan Wilk Test, uji
homogenitas data dengan Levens Test.
Hasil Menunjukan hasil uji perbandingan nilai rerata kapasitas
fungsi paru antara Pursed Lip Abdominal Breathing dan
latihan aerobik dengan latihan aerobic saja, kelompok
perlakuan 1 dan perlakuan 2 pada skor post test
menunjukan nilai rerata FVC kelompok I 78,88±2,45%
dan FEVI 74,92±1,68% dan nilai FVC p =0,002 (p<0,05
) dan FEVI 0,002.
Tabel 3.8 : jurnal “Peningkatan Nilai Peak Expiratory Flow Rate (PEFR) Pasien
Asma Bronkial Dengan Metode Pranayama”
40
PEFR dan frekuensi kekambuhan asma.
Analisis Analisis bivariate dilakuakn untuk menetahui perbedaan
nilai PEFR dan frekuensi kekambuhan asma [ada saat
pre test dan post test dengan uji statistic dependent
sampel t-test (paired t-test) dengan a (taraf kesalahan)
sebesar 5%.
Hasil Hasil menunjukan bahwa sebagian besar responden 90%
mengalami peningkatan nilai PEFR setelah melakukan
intervensi pranayama breathing.
Tabel 3.9 : jurnal “Pengaruh Infra Red dan Terapi Latihan Terhadap Penderita
Asma Bronkial”.
41
Kapasitas fungsional, dan Kualitas Hidup Penderita
Asma Bronkial / Sitti Nurun Nikmah (2014).
Desain Quasi eksperiment
Sampel 20 orang perempua penderita penyakit asma bronchial
alergi terkontrol.
Variable Pernapasan diafragma dan Incentive Spirometry.
Intervensi 1. Bagi 2 kelompok yaitu kelompok 1 dan kelompok 2
2. Kelompok 1 melakukan latihan dengan alat
volumetric incentive spirometry dan kelompok 2
melakukan latihan pernapasan diafragma
3. Latihan dilakukan dirumah selama 8 minggu
sebanyak 5 kali setiap hari, setiap latihan dilakukan
10 set denan istirahat 15 detik.
Analisis Hasil analisis menunjukan bahwa karakteristik kedua
kelompok sunjek penelitian relative homogen.
Hasil Hasil uji t independen menunjukkan bahwa latihan
incentive spirometry lebih efektif dibandingkan dengan
pernapasan diafragma dalam meningkatkan FEV1
(6,19±2,63 vs 0,40±0,33 % prediksi), jarak tempuh
(229,07±21,84 vs 140,69±16,91 m) dan memperbaiki
SGRQ (nilai total 1.036,51±341,14 vs 360,09±182,10).
42
BAB IV
KESIMPULAN DAN SARAN
4.1 Kesimpulan
4.2 Saran
43
Setelah penulis melakukan studi kasus, penulis mengalami beberapa
hambatan dalam penulisan ini. Namun, dengan bantuan dari berbagai
pihak penulis mampu menyelesaikan karya tulis ilmiah ini tepat pada
waktunya. Demi kemajuan selanjutnya maka penulis
menyarankankepada :
1. Perawat.
Sebagai tim kesehatan yang paling sering berhubungan dengan
pasien sangat perlu meningkatkan pengetahuan dan ketrampilan agar
mampu merawat pasien secara komprehensif dan optimal. Mampu
memberikan informasi untuk kesejahteraan pasien. Terkait dengan
masalah kesehatan yang dialami.
2. Rumah sakit ( bidang pelayanan ).
Penulis mengharapkan untuk meningkatkan mutu pelayanan
kesehatan kepada pasien. Khususnya dalam bidang keperawatan,
guna meningkatkan pelayanan atau asuhan keperawatan yang lebih
optimal.
44
DAFTAR PUSTAKA
Nurarif, Amin Huda,dkk.2015.Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan
Diagnosa Medis Nic-Noc Edisi Revisi Jilid 1.Jogjakarta:Mediaction
Jogja.
45
Paru Penderita Asma Bronkial” dalam Fakultas Kedokteran Universitas
Udayana, Bali (pdf).
46