Anda di halaman 1dari 71

LAPORAN PENDAHULUAN DAN ASUHAN KEPERAWATAN PADA

NY. R DENGAN DIAGNOSA MEDIS ARTHRITIS REUMATOID


DI PANTI WERDHA SINTA RANGKANG
KOTA PALANGKA RAYA

Disusun Oleh :
Yevin Adytia Pratama
(2021.01.14901.073)

YAYASAN STIKES EKA HARAP PALANGKA RAYA


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN
PRODI PROFESI NERS
TAHUN 2022
LEMBAR PERSETUJUAN

Saya yang bertanda tangan di bawah ini:

Nama : Yevin Adytia Pratama


NIM : 2021.01.14901.073
Program Studi : Profesi Ners
Judul : Laporan Pendahuluan Dan Asuhan Keperawatan
Pada Ny. R Dengan Diagnosa Medis Arthritis
Rheumatoid Di Panti Werdha Sinta Rangkang
Kota Palangka Raya.

Akan melaksanakan asuhan keperawatan sebagai persyaratan untuk


menyelesaikan Program Profesi Ners Stase Keperawatan Gerontik pada Program
Studi Ners Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Eka Harap Palangka Raya.

Asuhan Keperawatan ini telah disetujui oleh :

Pembimbing Akademik Pembimbing Klinik

Prinawatie, S.Kep, M.Kes., Tince Saloh, SKM.,MM


LEMBAR PERSETUJUAN

Saya yang bertanda tangan di bawah ini:

Nama : Yevin Adytia Pratama


NIM : 2021.01.14901.073
Program Studi : Profesi Ners
Judul : Laporan Pendahuluan Dan Asuhan Keperawatan
Pada Ny. R Dengan Diagnosa Medis Arthritis
Rheumatoid Di Panti Werdha Sinta Rangkang
Kota Palangka Raya.

Telah melaksanakan asuhan keperawatan sebagai persyaratan untuk


menyelesaikan Program Profesi Ners Stase Keperawatan Gerontik pada Program
Studi Ners Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Eka Harap Palangka Raya.

Asuhan Keperawatan ini telah disetujui oleh :

Pembimbing Akademik Pembimbing Klinik

Prinawatie, S.Kep, M.Kes., Tince Saloh, SKM.,MM


KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa,
atas rahmat dan karunia Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan
pendahuluan dan asuhan keperawatan yang berjudul “Laporan Pendahuluan Dan
Asuhan Keperawatan Pada Ny. R Dengan Diagnosa Medis Arthritis Rheumatoid
Di Panti Werdha Sinta Rangkang Kota Palangka Raya”. Laporan pendahuluan ini
merupakan salah satu syarat untuk lulus stase keperawatan gerontik di STIKes
Eka Harap Palangka Raya. Penulis meyadari bahwa tanpa bimbingan dan arahan
dari berbagai pihak kiranya laporan pendahuluan ini tidak akan dapat diselesaikan
dengan baik.
Dalam kesempatan ini, perkenankanlah penulis mengucapkan rasa terima
kasih dan penghargaan terkhususnya kepada:
1. Ibu Maria Adelheid Ensia, S. Pd., M. Kes selaku ketua Sekolah Tinggi Ilmu
Kesehatan Eka Harap Palangka Raya yang telah memberikan kesempatan dan
fasilitas kepada penulis untuk mengikuti Stase Keperawatan Gerontik.
2. Ibu Meilitha Carolina, Ners., M. Kep selaku Ketua Program Studi Ners yang
memberikan dukungan dalam menyelesaikan laporan ini.
3. Prinawatie, S.Kep.,M.Kes selaku pembimbing akademik di sekolah Tinggi
Ilmu Kesehatan Eka Harap Palangka Raya yang memberikan dukungan
dalam penyelesaian laporan ini.
Akhir kata, kiranya Tuhan Yang Mahsa Esa menyertai dan membalas
kebaikan mereka terhadap penulis, semoga asuhan keperawatan yang telah dibuat
ini dapat dimanfaatkan sebagaimana mestinya. Atas perhatiannya penulis ucapkan
terima kasih.

Palangka Raya, Januari 2022

Yevin Adytia Pratama


BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Meningkatnya usia harapan hidup (UHH) memberikan dampak yang
kompleks terhadap kesejahteraan lansia. Di satu sisi peningkatan UHH
mengindikasikan peningkatan taraf kesehatan warga negara. Namun di sisi lain
menimbulkan masalah masalah karena dengan meningkatnya jumlah penduduk
usia lanjut akan berakibat semakin besarnya beban yang ditanggung oleh
keluarga, masyarakat dan pemerintah, terutama dalam menyediakan pelayanan
dan fasislitas lainnya bagi kesejahteraan lansia. Hal ini karena pada usia lanjut
individu akan mengalami perubahan fisik, mental, sosial ekonomi dan spiritual
yang mempengaruhi kemampuan fungsional dalam aktivitas kehidupan sehari-
hari sehingga menjadikan lansia menjadi lebih rentan menderita gangguan
kesehatan baik fisik maupun mental.
Walaupun tidak semua perubahan struktur dan fisiologis, namun
diperkirakan setengah dari populasi penduduk lansia mengalami keterbatasan
dalam aktivitas kehidupan sehari-hari, dan 18% diantaranya sama sekali tidak
mampu beraktivitas. Berkaitan dengan kategori fisik, diperkirakan 85% dari
kelompok umur 65 tahun atau lebih mempunyai paling tidak satu masalah
kesehatan (Healthy People). Dari berbagai masalah kesehatan itu ternyata
gangguan muskuloskeletal menempati urutan kedua 14,5% setelah penyakit
kardiovaskuler dalam pola penyakit masyarakat usia >55 tahun (Household
Survey on Health, Dept. Of Health). Dan berdasarkan survey WHO di Jawa
ditemukan bahwa artritis/reumatisme menempati urutan pertama (49%) dari pola
penyakit lansia (Boedhi Darmojo, 2015). Seiring dengan meningkatnya usia
harapan hidup, jumlah populasi usia lanjut (lansia) juga meningkat. Jumlah
penduduk lansia di Indonesia lebih kurang 16 juta jiwa. Badan Kesehatan Dunia,
WHO, memperkirakan tahun 2025 jumlah lansia di Indonesia 60 juta jiwa,
mungkin salah satu terbesar di dunia. Dibandingkan dengan jantung dan kanker,
rematik boleh jadi tidak terlampau menakutkan. Namun, jumlah penduduk lansia
yang tinggi kemungkinan membuat rematik jadi keluhan favorit. Penyakit otot
dan persendian  ini sering menyerang lansia, melebihi hipertensi dan jantung,
gangguan pendengaran dan penglihatan, serta diabetes. Perubahan – perubahan
akan terjadi pada tubuh manusia sejalan dengan makin meningkatnya usia.
Perubahan tubuh terjadi sejak awal kehidupan hingga usia lanjut pada semua
organ dan jaringan tubuh.
Keadaan demikian itu tampak pula pada semua sistem muskuloskeletal dan
jaringan lain yang ada kaitannya dengan kemungkinan timbulnya beberapa
golongan reumatik. Salah satu golongan penyakit reumatik yang sering menyertai
usia lanjut yang menimbulkan gangguan muskuloskeletal terutama adalah
osteoartritis. Kejadian penyakit tersebut akan makin meningkat sejalan dengan
meningkatnya usia manusia.
Reumatik dapat mengakibatkan perubahan otot, hingga fungsinya dapat
menurun bila otot pada bagian yang menderita tidak dilatih guna mengaktifkan
fungsi otot. Dengan meningkatnya usia menjadi tua fungsi otot dapat dilatih
dengan baik. Namun usia lanjut tidak selalu mengalami atau menderita reumatik.
Bagaimana timbulnya kejadian reumatik ini, sampai sekarang belum sepenuhnya
dapat dimengerti. Reumatik bukan merupakan suatu penyakit, tapi merupakan
suatu sindrom dan golongan penyakit yang menampilkan perwujudan sindroma
reumatik cukup banyak, namun semuanya menunjukkan adanya persamaan ciri.
Menurut kesepakatan para ahli di bidang rematologi, reumatik dapat terungkap
sebagai keluhan dan/atau tanda.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang di atas maka dirumuskan masalah
“Bagaimana laporan pendahuluan dan penerapan asuhan keperawatan pada Ny. R
dengan diagnosa medis Reumathoid Arthritis?
1.3 Tujuan Penulisan
1.3.1 Tujuan umum
Tujuan umun penyusunan dan penulisan laporan adalah untuk menjelaskan
tentang asuhan keperawatan pada klien dengan diagnosa medis Reumathoid
Arthritis.
1.3.2 Tujuan khusus
1.3.2.1 Melakukan pengkajian keperawatan pada klien dengan diagnosa medis
Reumathoid Arthritis.
1.3.2.2 Menegakkan diagnosa keperawatan klien dengan diagnosa medis
Reumathoid Arthritis.
1.3.2.3 Membuat intervensi keperawatan pada klien dengan diagnosa medis
Reumathoid Arthritis.
1.3.2.4 Melakukan tindakan keperawatan pada klien dengan diagnosa medis
Reumathoid Arthritis.
1.3.2.5 Melakukan evaluasi pada klien dengan diagnosa medis Reumathoid
Arthritis.
1.3.2.6 Mampu membuat dokumentasi tindakan pada klien dengan diagnosa
medis Reumathoid Arthritis.
1.4 Manfaat Penulisan
1.4.1 Teoritis
Secara teoritis, penulisan ini bermanfaat untuk memberikan sumbangan
pemikiran mau pun sebagai rujukan referensi bagi para perawat dalam
menerapkan asuhan keperawatan pada klien dengan diagnosa medis Reumathoid
Arthritis.
1.4.2 Praktis
1.4.2.1 Bagi Profesi Keperawatan
Laporan ini dapat memberi tambahan informasi tentang asuhan
keperawatan dasar manusia pada klien dengan diagnosa medis Reumathoid
Arthritis. Dalam melakukan Asuhan Keperawatan yang paling penting adalah
membina hubungan saling percaya dengan klien.
1.4.2.2 Bagi Institusi Pendidikan
Sebagai bahan bacaan ilmiah, serta menjadi bahan atau dasar bagi mereka
yang ingin mengadakan penelitian lebih lanjut.
1.4.2.3 Mahasiswa
Hasil laporan asuhan keperawatan ini dapat menambah wawasan dan
pengetahuan serta untuk memperoleh pengalaman dalam penerapan asuhan
keperawatan dengan diagnosa medis Reumathoid Arthritis.
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Konsep Dasar Lansia
2.1.1 Definisi
Lanjut usia adalah bagian dari proses tumbuh kembang. Manusia tidak
secara tiba-tiba menjadi tua, tetapi berkembang dari bayi, anak-anak, dewasa dan
akhirnya menjadi tua. Hal ini normal, dengan perubahan fisik dan tingkah laku
yang dapat diramalkan yang terjadi pada semua orang pada saat mereka
mencapai usia tahap perkembangan kronologis tertentu. Lansia merupakan
suatu proses alami yang ditentukan oleh Tuhan Yang Maha Esa. Semua orang
akan mengalami proses menjadi tua dan masa tua merupakan masa hidup
manusia yang terakhir. Dimasa ini seseorang mengalami kemunduran fisik,
mental dan sosial secara bertahap (Azizah 2015).
Organisasi kesehatan dunia WHO (World Health Organization),
menggolongkan usia lanjut dibagi menjadi empat kriteria berikut : usia
pertengahan (middle age) ialah kelompok usia 45 sampai 59 tahun, usia lanjut
(elderly) antara 60-74 tahun, usia tua (old) antara 75-90 tahun, usia sangat tua
(very old) di atas 90 tahun (Kushariyadi 2010, hal. 2).
Menurut UU No. 13 tahun 1998 Pasal 1 Ayat 2 tentang Kesejahteraan
Lanjut Usia menyatakan bahwa lanjut usia adalah seseorang yang telah mencapai
usia 60 tahun ke atas (Maryam dkk 2014). Menurut UU no. 4 tahun 1965
pasal 1 seseorang dapat dinyatakan sebagai seorang jompo atau lanjut usia
setelah yang bersangkutan mencapai umur
5 55 tahun, tidak mempunyai atau tidak
berdaya mencari nafkah sendiri untuk keperluan hidupnya sehari-hari dan
menerima nafkah dari orang lain (Azizah 2015). Dari berbagai pengertian diatas
penulis menyimpulkan bahwa lansia merupakan suatu proses alami. Dimasa ini
seseorang mengalami kemunduran fisik, mental dan sosial secara bertahap
kondisi ini menyebabkan tidak ada lagi daya tahan tubuh terhadap suatu
penyakit.
2.1.2 Batasan Usia Lanjut
1) Pra usia lanjut (prasenilis)
Seseorang yang berusia antara 45-59 tahun.
2) Usia lanjut
Seseorang yang berusia 60 tahun atau lebih. Usia lanjut adalah tahapan masa
tua dalam perkembangan individu (usia 60 tahun ke atas). Sedangkan lanjut
usian adalah sudah berumur atau tua.
3) Usia lanjut resiko tinggi
Seseorang yang berusia 70 tahun atau lebih atau seseorang yang berusia 60
tahun atau lebih dengan masalah kesehatan.
4) Usia lanjut potensial
Usia lanjut yang masih mampu melakukan pekerjaan dan atau kegiatan yang
dapat menghasikan barang atau jasa.
5) Usia lanjut tidak potensial
Usia lanjut yang tidak berdaya mencari nafkah sehingga hidupnya
bergantung pada orang lain (Maryam dkk 2014).

2.1.3 Tipe Usia Lanjut


Beberapa tipe pada usia lanjut bergantung pada karaker, pengalaman
hidup, lingkungan, kondisi fisik, mental, social dan ekonomi. Tipe tersebut
antara lain :
1) Tipe arif bijaksana
Kaya dengan hikmah, pengalaman, menyesuikan diri dengan perubahan
zaman, mempunyai kesibukan, bersikap ramah, rendah hati, sederhana,
dermawan, memenuhi undangan, dan menjadi panutan.
2) Tipe mandiri
Mengganti kegiatan yang hilang dengan yang baru, selektif dalam mencari
pekerjaan, teman bergaul, dan memenuhi undangan.
3) Tipe tidak puas
Konflik lahir batin menentang proses penuaan sehingga menjadi pemarah,
tidak sabar, mudah tersinggung, sulit dilayani, pengkritik, dan banyak
menuntut.
4) Tipe pasrah
Menerima dengan menunggu nasib baik, mengikuti kegiatan agama,
ringan kaki, pekerjaan apa saja dikerjakan.
5) Tipe bingung
Kaget, kehilangan kepribadian, mengasingkan diri, minder, menyesal,
pasif dan acuh tak acuh.
Tipe lain dan acuh tak acuh :

a) Tipe optimis
b) Tipe konstruktif
c) Tipe dependen
d) Tipe defenvise (bertahan)
e) Tipe militan dan serius
f) Tipe marah/frustasi (kecewa akibat kegagalan dalam melakukan sesuatu)
g) Tipe putus asa (benci pada diri sendiri)
Menurut tingkat kemandiriannya dimana dinilai ari kemampuannya untuk
melaksanakan aktifitas sehari-hari (indeks kemandirian katz), para usia lanjut
dapat digolongkan menjadi tipe :
a) Usia lanjut mandiri sepenuhnya
b) Usia lanjut mandiri dengan bantuan langsung keluarganya
c) Usia lanjut mandiri dengan bantuan secara tidak langsung
d) Usia lanjut dengan bantuan badan sosial
e) Usia las diakui njut di panti Werdha
f) Usia lanjut yang dirawat di rumah sakit
g) Usia lanjut dengan gangguan mental (Maryam dkk 2014)

2.1.4 Perubahan- Perubahan Yang Terjadi Pada Lansia


Semakin bertambahnya umur manusia, terjadi proses penuaan secara
degeneratif yang akan berdampak pada perubahan-perubahan pada diri
manusia, tidak hanya perubahan fisik, tetapi juga kognitif, perasaan, sosial dan
sexsual. (Maryam dkk 2014).
2.1.4.1 Sistem indra
Perubahan sistem penglihatan pada lansia erat kaitannya dengan
presbiopi. Lensa kehilangan elastisitas dan kaku, otot penyangga lensa
lemah, ketajaman penglihatan dan daya akomodasi dari jarak jauh atau
dekat berkurang, penggunaan kacamata dan sistem penerangan yang baik dapat
digunakan.
Sistem pendengaran presbiakusis (gangguan pada pendengaran) oleh
karena hilangnya kemampuan (daya) pendengaran pada telinga dalam, terutama
terhadap bunyi suara atau nada-nada yang tinggi, suara yang tidak jelas, sulit
dimengerti kata-kata, 50% terjadi pada usia di atas 60 tahun.
Sistem integumen pada lansia kulit mengalami atrofi, kendur, tidak elastis
kering dan berkerut. Kulit akan kekurangan cairan sehingga menjadi tipis dan
berbercak. Kekeringan kulit disebabkan atrofi glandula sebasean dan glandula
sudoritera, timbul pigmen berwarna coklat pada kulit dikenal dengan liver sport.
Perubahan kulit lebih banyak dipengaruhi oleh faktor lingkungan antara lain
angin dan matahari, terutama sinar ultra violet.
2.1.4.2 Sistem musculoskeletal
Perubahan sistem muskuloskletal pada lansia antara lain sebagai berikut:
1) Jaringan penghubung (kolagen dan elastis). Kolagen sebagai
pendukung utama pada kulit, tendon, tulang kartilago dan jaringan
pengikat mengalami perubahan menjadi bentangan yang tidak teratur.
Perubahan pada kolagen tersebut merupakan penyebab turunnya
fleksibilitas padalanis sehingga menimbulkan dampak berupa nyeri,
penurunan kemapuan untuk meningkatkan kekuatan otot, kesulitan
bergerak dari duduk ke berdiri, jongkok dan berjalan dan hambatan
dalam melakukan kegiatan sehari hari. Upaya fisioterapi untuk
mengurangi dampak tersebut adalah memberikan latihan untuk menjaga
mobilitas.
2) Kartilago jaringan kartilago pada persendian lunak dan mengalami
granulasi dan akhirnya permukaan sendi menjadi rata, kemudian
kemampuan kartilago untuk regenerasi berkurang dan degenerasi yang
terjadi cenderung kearah progresif, konsekuensinya kartilago pada
persendian menjadi rentan terhadap gesekan. Perubahan tersebut sering
terjadi pada persendian besar penumpukan berat badan. Akibatnya
perubahan itu sendi mengalami peradangan, kekakuan, nyeri,
keterbatasan gerak, dan terganggunya aktifitas sehari-hari.
3) Tulang berkurangnya kepadatan tulang setelah di obserfasi adalah
bagian dari penuaan fisiologis trabekula longitudnal menjadi tipis dan
trabekula transversal terabsorbsi kembali. Dampak berkurangya
kepadatan akan mengakibatkan osteoporosis lebih lanjut
mengakibatkan nyeri, deformitas, dan fraktur. Latihan fiik dapat
diberikan sebagai cara untuk mencegah adanya osteoporosis.
4) Otot perubahan struktur otot pada penuaan sanagt berfarias,
penuaan jumlah dan ukuran serabut otot, peningkatan jaringan
penghubung dan jaringan lemak pada otot mengakibatkan efek
negatif. Dampak perubahan morfologis pada otot adalah penurunan
kekuatan, penurunan fleksibilitas, peningkatan waktu reaksi dan
penurunan kemampuan fungsional otot. Untuk mencegah perubahan
lebih lanjut, dapat diberikan latihan untuk mempertahankan mobilitas.
5) Sendi pada lansia, jaringan ikat sekitar sendi seperti tendon, ligament
dan fasia mengalami penurunan elastisitas. Ligament dan jaringan
periarkular mengalami penurunan dayan lentur dan elastisitas. Terjadi
degenerasi, erosi, dan klasifikasi pada kartilago dan kapsul sendi. Sendi
kehilangan fleksibilitanya sehingga terjadi penurunan luas dan gerak
sendi. Kelainan tersebut dapat menimbulkan gangguan berupa
bengkak, nyeri kekakuansendi, gangguan jalan dan aktifitas
keseharian lainnya. Upaya pencegahan kerusakan sendi antara lain
dengan memberikan teknik perlindungan sendi dalam beraktifitas
2.1.4.3 Sistem kardiovaskuler
Massa jantung bertambah, ventrikel kiri mengalami hipertrofi dan
kemampuan peregangan jantung berkurang karena perubahan pada jaringan ikat
dan penumpukan hipofusi dan klasifikasi SA nude dan jaringan konduksi
berubah menjadi jaringan ikat. Konsumsi pada tingakt maksimal bekurang
sehingga kapasitas paru menurun. Latihan berguna untuk meningkatkan O²
maksimum, mengurangi tekanan darah, dan berat badan. (Padila, 2013)
2.1.4.4 Sistem respirasi
Pada penuaan terjadi perubahan jaringan ikat paru, kapasitas total paru
tetap, tetapi volume cadangan paru bertambah untuk mengompensasi kenaikan
ruang rugi paru, udara yang mengalir ke paru berkurang. Perubahan pada
otot, kartilago dan sendi torak mengakibatkan gerakan pernafasan terganggu dan
kemampuan peregangan toraks berkurang. Umur tidak berhubungan dengan
perubahan otot diafragma, apabila terjadi perubahan otot diafragma, maka otot
thoraks menjadi tidak seimbang dan menyebabkan terjadinya distorsi dinding
thoraks selama respirasi berlangsung.
Sistem kardiovaskuler mengalami perubahan seperti arteri yang kehilangan
elastisitasnya. Hal ini dapt menyebabkan peningkatan nadi dan tekanan sistolik
darah. Perubahan tekanan darah yang fisiologis mungkin benar-benar merupakan
tanda penuaan yang normal. Di dalam sistem pernafasan, terjadi pendistribusian
ulang kalsium pada tulang iga yang kehilangan bnyak kalsium dan sebaliknya,
tulang rawan kosta berlimpah kalsium. Hal ini berhubungan dengan
perubahan postural yang menyebabkan penurunan efisiensi ventilasi paru.
Berdasakan alasan ini, lansia mengalami salah satu hal terburuk yang dapat
ia lakukan yaitu istirahat di tempat tidur dalam waktu yang lam. Perubahan
dalam sistem pernapasan membuat lansi lebih rentan terhadap komplikasi
pernapasan akibat istirahat total, seperti infeksi pernafasan akibat penurunan
ventilasi paru.
2.1.4.5 Pencernaan dan Metabolisme
Perubahan yang terjadi pada sistem pencernaan, seperti penurunan
produksi sebagai kemunduran fungsi yang nyata. Kehilangan gigi penyebab
utama adalah periodendal disease yang bisa terjadi setelah umur 30 tahun,
penyebab lain meliputi kesehatan gigi yang buruk dan gizi yang buruk.
Indera pengecapan menurun adanya iritasi yang kronis, dari selaput lendir,
antropi indera pengecapan (80%), hilangnya sensitifitas dari saraf pengecap di
lidah terutama rasa tentang rasa asin, asam, dan pahit. Pada lambung, rasa lapar
menurun (sensitifitas lapar menurun), asam lambung menurun, waktu
mengosongkan menurun. (Padila, 2013). Peristaltik lemah dan biasanya timbul
konstipasi. Fungsi absobsi melemah (daya absobsi terganggu). Liver (hati) makin
mengecil dan menurunya tempat penyimpanan, berkurangnya aliran darah.
Kondisi ini secara normal, tidak ada konsekuensi yang nyata, tetapi menimbulkan
efek yang merugikan ketika diobati. Pada usia lanjut, obat- obatan dimetabolisme
dalam jumlah yang sedikit. Pada lansia perlu diketahui kecenderungan
terjadinya peningkatan efek samping, overdosis, dan reaksi yang merugikan dari
obat. Oleh karena itu, meski tidak seperti biasanya, dosis obat yang diberikan
kepada lanisa lebih kecil dari dewasa.
2.1.4.6 Sistem Perkemihan
Berbeda dengan sistem pencernaan, pada sistem perkemihan terjadi
perubahan yang signifikan. Banyak fungsi yang mengalami kemunduran,
contohnya laju filtrasi, ekskresi, dan reabsorpsi oleh ginjal. Hal ini akan
memberikan efek dalam pemberian obat pada lansia. Mereka kehilangan
kemampuan untuk mengeksresikan obat atau produk metabolisme obat. Pola
perkemihan tidak normal, seperti banyak berkemih di malam hari, sehingga
mengharuskan mereka pergi ke toilet sepanjang malam. Hal ini
menunjukkan baha inkontinensia urin meningakat.
2.1.4.7 Sistem saraf
Sistem susunan saraf mengalami perubahan anatomis dan antrofi yang
progresif pada serabut saraf lansia. Lansia mengalami penurunan koordinasi dan
kemampuan dalam melakukan aktifitas sehari-hari. Penuaan menyebabkan
penurunan presepsi sensori dan respon motorik pada susunan saraf pusat dan
penurunan reseptor proprioseptif, hal ini terjadi karena susunan saraf pusat pada
lansia mengalami perubahan morfologis dan biokimia, perubahan tersebut
mengakibatkan penurunan fungsi kognitif. Koordinasi keseimbangan, kekutan
otot, reflek, perubahan postur dan peningktan waktu reaksi. Hal ini dapat di cegah
dengan pemberian latihan koordinasi dan keseimbangan serta latihan untuk
menjaga mobilitas dan postur.
2.1.4.8 Sistem reproduksi
Perubahan sistem reproduksi lansia ditandai dengan menciutnya ovari dan
uterus. Terjadi atrofi payudara. Pada laki-laki testis masih bisa memproduksi
spermatosoa, meskipun adanya penurunan secara beransur- ansur. Dorongan
seksual menetap sampai usia 70 tahun (asal kondisi kesehatan baik), yaitu dengan
kehidupan seksual dapat diupayakan sampai masa lanjut usia. Selaput lendir
vagina menurun, permukaan menjadi halus, sekresi menjadi berkurang, dan reaksi
sifat menjadi alkali (Azizah 2015)

2.1.5 Status Kognitif/Afektif/Sosial


1. Penilaian Aktivitas Sehari-Hari/ADL
Menurut Maryam (2008), Activity of daily living skills (ADL)
merupakan suatu bentuk pengukuran kemampuan seseorang untuk melakukan
Aktivity of daily living secara mandiri. Penentuan kemandirian fungsional dapat
mengidentifikasi kemampuan dan keterbatasan klien sehingga memudahkan
pemilihan intervensi yang tepat (Padila, 2013). Instrumen yang biasa
digunakan dalam mengkaji status fungsional adalah indeks katz. Alat ini
digunakan untuk menentukan hasil tindakan dan prognosis pada lansia dan
penyakit kronis (Sunaryo et al, 2016).
1) Indeks katz
Indeks katz adalah istrument pengkajian dengan sistem penilaian yang
didasarkan pada kemampuan seseorang untuk melakukan aktivitas kehidupan
sehari-hari secara mandiri. Penentuan kemandirian fungsional dapat
mengidenfikasikan kemampuan dan keterbatasan klien sehingga memudahkan
pemilihan intervensi yang tepat (Padila, 2013).
Menurut Padila pengkajian ini menggunakan indeks kemandirian katz
untuk untuk aktivitas kehidupan sehari-hari yang berdasarkan pada evaluasi
fungsi mandiri atau bergantung dari klien dalam hal 1) makan, 2) kontinen
(BAB/BAK), 3) berpindah, 4) ke kamar kecil, 5) mandi dan berpakaian.
Penilaian dalam melakukan aktivitas kehidupan sehari-hari sebagai berikut:
Skor Kriteria

A. Kemandirian dalam hal makan, kontinen (BAB atau BAK),


berpindah, ke kamar kecil, mandi dan berpakaian.
B. Kemandirian dalam semua hal kecuali satu fungsi tersebut.

C. Kemandirian dalam semua hal, kecuali mandi dan satu fungsi


tambahan.
D. Kemandirian dalam semua hal, kecuali mandi,berpakaian, dan satu
fungsi tambahan.
E. Kemandirian dalam semua hal, kecuali mandi,berpakaian, ke kamar
kecil, dan satu fungsi tambahan.
Tabel Katz Indek

F. Kemandirian dalam semua hal, kecuali mandi,berpakaian, ke kamar


kecil, berpindah dan satu fungsi tambahan.
G. Ketergantungan pada keenam fungsi tersebut

Lain-lain Tergantung pada sedikitnya dua fungsi, tetapi tidak dapat


diklasifikasikan sebagai C, D, E, atau F

Keterangan:

Kemandirian berarti tanpa pengawasan, pengarahan, atau bantuan aktif dari


orang lain. Seseorang yang menolak melakukan suatu fungsi dianggap tidak
melakukan fungsi, meskipun sebenarnya mampu.
a) Mandi
Mandiri: bantuan hanya pada satu bagian mandi (seperti punggung atau
ektremitas yang tidak mampu) atau mandi sendiri sepenuhnya.
Bergantung: bantuan mandi lebih dari satu bagian tubuh, bantuan masuk dan
keluar dari bak mandi, serta tidak mandi sendiri.
b) Berpakaian
Mandiri: mengambil baju dari lemari, memakai pakaian, melepaskan
pakaian, mengancing / mengikat pakaian.
Bergantung: tidak dapat memakai baju sendiri atau hanya sebagian.
c) Ke kamar kecil
Mandiri: masuk dan keluar dari kamar kecil kemudian membersihkan genitalia
sendiri.
Bergantung: menerima bantuan untuk masuk ke kamar kecil dan
menggunakan pispot.
d) Berpindah
Mandiri: berpindah dari tempat tidur untuk duduk, bangkit dari kursi sendiri.
Bergantung: bantuan dalam naik atau turun dari tempat tidur atau kursi, tidak
melakukan satu atau lebih perpindahan
e) Kontinen
Mandiri: BAB dan BAK seluruhnya dikontrol sendiri.
Tergantung: inkontinesia persial atau total, penggunaan kateter,
pispot, enema, dan pembalut (pampers).
f) Makan
Mandiri: mengambil makanan dari piring dan menyuapinya sendiri.
Bergantung: bantuan dalam hal mengambil makanan dari piring dan
menyuapinya, tidak makan sama sekali, dan makan parenteral (NGT).
2. Short Portable Mental Status Questionnaire (SPMSQ)
Pengkajian ini digunakan untuk mendeteksi adanya tingkat keusakan
intelektual instrumen SPMSQ terdiri dari 10 pertanyaan tentang orientasi, riwayat
pribadi, memori dalam hubungannya dengan kemmapuan perawatan diri, memori
jauh dan pengetahuan maternitas. Penilaian dalam pengkajian SPMSQ adalah
nilai 1 jika rusak atau salah dan nilai 0 tidak rusak atau benar. (Aspiani, 2014)
Tabel Short Portable Mental Status Qustionnaire
SKORE PERTAN
NO JAWABAN
Benar Salah YAAN
1 Tanggal
berapa
hari ini?
2 Hari apa
sekarang
ini?
3 Apa nama
tempat
ini?
4 Berapa
nomor
rumah
anda?
5 Berapa
umur
anda?
6 Kapan
anda
lahir?
7 Siapa
presiden
Indonesia
sekarang?
8 Siapa
presiden
sebelumn
ya?
9 Siapa
nama
kecil ibu
anda?
10 Kurangi 3
dari 20
dan tetap
pengguran
gan 3 dari
setiap
angka
baru,
semua
secara
menurun?
Jumlah
kesalahan
total :
3. Mini Mental State Examination (MMSE)
Mini mental state axamination digunakan untuk menguji aspek kognitif dari
fungsi mental: orientasi, resgistrasi, perhatian, kalkulasi, ,emgingat kembali, dan
bahasa. Pemeriksaan ini bertujuan untuk melengkapi dan menilai, tetapi
tidak dapat digunakan untuk tujuan digunakan untuk tujuan diagnostik, namun
berguna untuk mengkaji kemajuan pasien.
NILAI
KLIEN PERTANYAAN
Maks
ORIENTASI
5 (Tahun, musim, Tgl, Hari, Bulan, apa sekarang?
5 Dimana kita : (Negara, bagian, Wilayah, Kota).
REGISTRASI
3 Nama 3 objek (1 detik untuk mengatakan masing-masing)
tanyakan klien ke 3 obyek setelah anda telah mengatakan. Beri 1
point untuk tiap jawaban yang benar, kemudian ulangi sampai ia
mempelajari ke 3 nya jumlahkan percobaan dan catat.
PERHATIAN & KALKULASI
5 Seri 7’s (1 point tiap benar, berhenti setelah 5 jawaban, berganti
eja kata belakang) (7 kata dipilih eja dari belakang).
MENGINGAT
3 Minta untuk mengulangi ke 3 obyek diatas, beri 1 point untuk
kebenaran.
BAHASA
9 Nama pensil & melihat (2 point)
Mengulang hal berikut tak ada jika (dan atau tetapi) 1 point.
Nilai total:
Skor
24-30 : Normal
17-33 : Probable gangguan kognitif
0-16 : Definitif gangguan kognitif

4. Inventaris Depresi Beck


Inventaris depresi beck (IDB) merupakan alat pengukuran status afektif
yang digunakan untuk membedakan jenis depresi yang mempengaruhi
suasana hati. Instrumen ini berisikan 21 karakteristis: alam perasaan,
pesemisme, rasa kegagalan, kepuasan, rasa bersalah, rasa terhukum, kecewa
terhadap seseorang, kekerasan terhadap diri sendiri, keinginan untuk
menghukum diri sendiri, keinginan untuk menangis, mudah tersinggung,
menarik diri, ketidak mampuan membuat keputusan, gambaran tubuh,
gangguan tidur, kelelahan, gangguan selera makan, kehilangan berat badan.
Selain itu berisikan 13 hal tentang gejala dan sikap yang berhubungandengan
depresi
A KESEDIHAN
3 Saya sangat sedih/tidak bahagia, dimana saya tidak dapat
menghadapinya
2 Saya galau/sedih sepanjang waktu dan tidak dapat keluar darinya
1 Saya merasa sedih/galau
0 Saya tidak merasa sedih

B PESIMISME
3 Merasa masa depan adalah sia-sia dan sesuatu tidak dapat membaik
2 Merasa tidak punya apa-apa dan memandang ke masa depan
1 Merasa kecil hati tentang masa depan
0 Tidak begitu pesimis/kecil hati tentang masa depan

C RASA KEGAGALAN
3 Merasa benar-benar gagal sebagai orang tua (suami/ istri)
2 Bila melihat kehidupan kebelakang, semua yang dapat saya lihat
kegagalan
1 Merasa telah gagal melebihi orang pada umumnya
0 Tidak merasa gagal

D KETIDAKPUASAN
3 Tidak puas dengan segalanya
2 Tidak lagi mendapat kepuasan dari apapun
1 Tidak menyukai cara yang saya gunakan
0 Tidak merasa tidak puas

E RASA BERSALAH
3 Merasa seolah sangat buruk/tidak berharga
2 Merasa sangat bersalah
1 Merasa buruk/tidak berharga sebagai bagian dari waktu yang baik
0 Tidak merasa benar-benar bersalah

F TIDAK MENYUKAI DIRI SENDIRI


3 Saya benci diri saya sendiri
2 Saya muak dengan diri saya sendiri
1 Saya tidak suka dengan diri saya sendiri
0 Saya tidak merasa kecewa dengan diri sendiri

G MEMBAHAYAKAN DIRI SENDIRI


3 Saya akan bunuh diri jika saya punya kesempatan
2 Saya punya rencana pasti tentang tujuan bunuh diri
1 Saya merasa lebih baik mati
0 Saya tidak punya pikiran tentang membahayakan diri sendiri

H MENARIK DIRI DARI SOSIAL


3 Saya telah kehilangan semua minat saya pada orang lain dan tidak
peduli pada mereka semuanya
2 Saya telah kehilangan semua minat saya pada orang lain dan
mempunyai sedikit perasaan pada mereka
1 Saya kurang berminat pada orang lain dari pada sebelumnya
0 Saya tidak kehilangan minat pada orang lain

I KERAGU-RAGUAN
3 Saya tidak dapat membuat keputusan sama sekali
2 Saya mempunyai banyak kesulitan dalam membuat keputusan
1 Saya berusaha mengambil keputusan
0 Saya membuat keputusan yang baik

J PERUBAHAN GAMBARAN DIRI


3 Merasa bahwa saya jelek/tampak menjijikan
2 Merasa bahwa ada perubahan yang permanen dalam penampilan
1 Saya khawatir saya tampak tua/tidak menarik dan ini membuat saya
tidak menarik
0 Tidak merasa bahwa saya tampak lebih buruk daripada sebelumnya

K KESULITAN KERJA
3 Tidak melakukan pekerjaan sama sekali
2 Telah mendorong diri saya sendiri dengan keras untuk melakukan
sesuatu
1 Memerlukan upaya tambahan untuk memulai melakukan sesuatu
0 Saya dapat bekerja sebaik-baiknya

L KELETIHAN
3 Saya sangat lelah untuk melakukan sesuatu
2 Saya merasa lelah untuk melakukan sesuatu
1 Saya merasa lelah dari yang biasanya
0 Saya tidak merasa lebih lelah biasanya

M ANOREKSIA
3 Saya tidak lagi punya nafsu makan sama sekali
2 Nafsu makan saya sangat buruk sekarang
1 Nafsu makan saya tidak sebaik sebelumnya
0 Nafsu makan saya tidak buruk dari biasanya
Keterangan:
0-4 : depresi tidak ada/ minimal
5-7 : depresi ringan
8-15 : depresi sedang
16+ : depresi berat

2.2 Konsep Dasar Penyakit


2.2.1 Definisi
Penyakit reumatik adalah penyakit inflamasi non- bakterial yang bersifat
sistemik, progesif, cenderung kronik dan mengenai sendi serta jaringan ikat sendi
secara simetris (Rasjad Chairuddin, Pengantar Ilmu Bedah Orthopedi, hal. 165).

Artritis reumatoid merupakan penyakit inflamasi sistemik kronis yang tidak


diketahui penyebabnya, diakrekteristikkan oleh kerusakan dan proliferasi
membran sinovial yang menyebabkan kerusakan pada tulang sendi, ankilosis, dan
deformitas. (Kusharyadi, 2010). Artritis reumatoid adalah penyakit inflamasi
sistemik yang kronis dan terutama menyerang persendian, otot-otot, tendon,
ligamen, dan pembuluh darah yang ada disekitarnya. (Kowalak, 2011).

2.2.2 Anatomi Fisiologi


Suatu artikulasi, atau persendian, terjadi saat permukaan dari dua tulang
bertemu, adanya pergerakan atau tidak bergantung pada sambungannya.
Persendian dapat diklasifikasi menurut struktur dan menurut fungsi persendian.
(Kowalak, 2011).
2.2.2.1 Klasifikasi Struktural Persendian
1) Persendian fibrosa tidak memiliki rongga sendi dan diperkokoh dengan
jaringan ikat fibrosa.
2) Persendian kartilago tidak memiliki rongga sendi dan diperkokoh dengan
jaringan kartilago.
3) Persendian sinovial memiliki rongga sendi dann diperkokoh dengan kapsul
dan ligamen artikular yang membungkusnnya.
2.2.2.2 Klasifikasi Fungsional Persendian
1) Sendi sinartrosis atau sendi mati.
a) Sutura adalah sendi yang dihubungkan dengan jaringan ikat fibrosa
rapat dan hanya ditemukan pada tulang tengkorak. Contoh sutura
adalah sutura sagital dan sutura parietal.
b) Sinkondrosis adalah sendi yang tulang-tulangnya dihubungkan dengan
kartilago hialin. Salah satu contohnya adalah lempeng epifisis
sementara antara epifisis dan diafisis pada tulang panjang seorang
anak. Saat sinkondrosis sementara berosifikasi, maka bagian tersebut
dinamakan sinostosis.
2) Amfiartrosis adalah sendi dengan pergerakan terbatas yang memungkinkan
terjadinya sedikit gerakan sebagai respons terhadap torsi dan kompresi.
a) Simfisis adalah sendi yang kedua tulangnya dihubungkan dengan
diskus kartilago, yang menjadi bantalan sendi dan memungkinkan
terjadinya sedikit gerakan. Contoh simfisis adalah simfisis pubis
antara tulang-tulang pubis dan diskus intervertebralis antar badan
vertebra yang berdekatan.
b) Sindesmosis terbentuk saat tulang-tulang yang berdekatan
dihubungkan dengan serat-serat jaringan ikat kolagen. Contoh
sindesmosis dapat ditemukan pada tulang yang terletak bersisian dan
dihubungkan dengan membran interoseus, seperti pada tulang radius
dan ulna, serts tibia dan fibula.

3) Diartrosis adalah sendi yang dapat bergerak bebas, disebut juga sendi
sinovial. Sendi ini memiliki rongga sendi yang berisi cairan sinovial, suatu
kapsul sendi (artikular) yang menyambung kedua tulang, dan ujung tulang
pada sendi sinovial dilapisi kartilago artikular.
2.2.2.3 Klasifikasi Persendian Sinovial
1) Sendi sferoidal terdiri dari sebuah tulang dengan kepala berbentuk bulat
yang masuk dengan pas ke dalam rongga berbentuk cangkir pada tulang
lain. Memungkinkan rentang gerak yang lebih besar, menuju ke tiga arah.
Contoh sendi sferoidal adalah sendi panggul serta sendi bahu.
2) Sendi engsel. Sendi ini memungkinkan gerakan kesatu arah saja dan dikenal
sebagai sendi uniaksial. Contohnya adalah persendian pada lutut dan siku.
3) Sendi kisar (pivot joint). Sendi ini merupakan sendi uniaksial yang
memungkinkan terjadinya rotasi disekitar aksial sentral, misalnya
persendian tempat tulang atlas berotasi di sekitar prosesus odontoid aksis.
4) Persendian kondiloid. Sendi ini merupakan sendi biaksial, yang
memungkinkan gerakan kedua arah disudut kanan setiap tulang. Contohnya
adalah sendi antara tulang radius dan tulang karpal.
5) Sendi pelana. Persendian ini adalah sendi kondiloid yang termodifikasi
sehingga memungkinkan gerakan yang sama. Contohnya adalah persendian
antara tulang karpal dan metakarpal pada ibu jari.
6) Sendi peluru. Sedikit gerakan ke segala arah mungkin terjadi dalam batas
prosesus atau ligamen yang membungkus persendian. Persendian semacam
ini disebut sendi nonaksial; misalnya persendian invertebrata dan persendian
antar tulang-tulang karpal dan tulang-tulang tarsal. (Kowalak, 2011).
2.2.3 Etiologi
Penyebab utama penyakit artritis reumatoid masih belum diketahui secara
pasti. Ada beberapa teori yang dikemukakan sebagai penyebab artritis reumatoid,
yaitu :
1) Infeksi Streptokkus hemolitikus dan Streptococcus non-hemolitikus.
2) Endokrin
Kecenderungan wanita untuk menderita artritis reumatoid dan sering
dijumpainya remisi pada wanita yang sedang hamil menimbulkan dugaan
terdapatnya faktor keseimbangan hormonal sebagai salah satu faktor yang
berpengaruh pada penyakit ini. Walaupun demikian karena pemberian
hormon estrogen eksternal tidak pernah menghasilkan perbaikan
sebagaimana yang diharapkan, sehingga kini belum berhasil dipastikan
bahwa faktor hormonal memang merupakan penyebab penyakit ini.
3) Autoimmun
Pada saat ini artritis reumatoid diduga disebabkan oleh faktor autoimun dan
infeksi. Autoimun ini bereaksi terhadap kolagen tipe II, faktor infeksi
mungkin disebabkan oleh karena virus dan organisme mikroplasma atau
grup difterioid yang menghasilkan antigen tipe II kolagen dari tulang rawan
sendi penderita.
4) Metabolik
5) Faktor genetik serta pemicu lingkungan
Faktor genetik dan beberapa faktor lingkungan telah lama diduga berperan
dalam timbulnya penyakit ini. Hal ini terbukti dari terdapatnya hubungan
antara produk kompleks histokompatibilitas utama kelas II, khususnya
HLA-DR4 dengan artritis reumatoid seropositif. Pengemban HLA-DR4
memiliki resiko relatif 4:1 untuk menderita penyakit ini.

2.2.4 Klasifikasi
1) Osteoartritis.
Penyakit merupakan penyakit kerusakan tulang rawan sendi yang
berkembang lambat dan berhubungan dengan usia lanjut. Secara klinis
ditandai dengan nyeri, deformitas, pembesaran sendi, dan hambatan gerak
pada sendi – sendi tangan dan sendi besar yang menanggung beban ini.
2) Artritis Rematoid.
Artritis rematoid adalah suatu penyakit inflamasi sistemik kronik dengan
manifestasi utama poliartritis progresif dan melibatkan seluruh organ tubuh.
Terlibatnya sendi pada pasien artritis rematoid terjadi setelah penyakit ini
berkembang lebih lanjut sesuai dengan sifat progresifitasnya. Pasien dapat
juga menunjukkan gejala berupa kelemahan umum cepat lelah.
3) Polimialgia Reumatik.
Penyakit ini merupakan suatu sindrom yang terdiri dari rasa nyeri dan
kekakuan yang terutama mengenai otot ekstremitas proksimal, leher, bahu
dan panggul. Terutama mengenai usia pertengahan atau usia lanjut sekitar
50 tahun ke atas.
4) Artritis Gout (Pirai).
Artritis gout adalah suatu sindrom klinik yang mempunyai gambaran
khusus, yaitu artritis akut. Artritis gout lebih banyak terdapat pada pria dari
pada wanita. Pada pria sering mengenai usia pertengahan, sedangkan pada
wanita biasanya mendekati masa menopause.

2.2.5 Patofisologi
Dari penelitian mutakhir diketahui bahwa patogenesis artritis reumatoid
terjadi akibat rantai peristiwa imunologis sebagai berikut : Suatu antigen
penyebab artritis reumatoid yang berada pada membran sinovial, akan diproses
oleh antigen presenting cells (APC) yang terdiri dari berbagai jenis sel seperti sel
sinoviosit A, sel dendritik atau makrofag yang semuanya mengekspresi
determinan HLA-DR pada membran selnya. Antigen yang telah diproses akan
dikenali dan diikat oleh sel CD4+ bersama dengan determinan HLA-DR yang
terdapat pada permukaan membran APC tersebut membentuk suatu kompleks
trimolekular. Kompleks trimolekular ini dengan bantuan interleukin-1 (IL-1) yang
dibebaskan oleh monosit atau makrofag selanjutnya akan menyebabkan terjadinya
aktivasi sel CD4+.
Pada tahap selanjutnya kompleks antigen trimolekular tersebut akan
mengekspresi reseptor interleukin-2 (IL-2) Pada permukaan CD4+. IL-2 yang
diekskresi oleh sel CD4+ akan mengikatkan diri pada reseptor spesifik pada
permukaannya sendiri dan akan menyebabkan terjadinya mitosis dan proliferasi
sel tersebut. Proliferasi sel CD4+ ini akan berlangsung terus selama antigen tetap
berada dalam lingkunan tersebut. Selain IL-2, CD4+ yang telah teraktivasi juga
mensekresi berbagai limfokin lain seperti gamma-interferon, tumor necrosis factor
b (TNF-b), interleukin-3 (IL-3), interleukin-4 (IL-4), granulocyte-macrophage
colony stimulating factor (GM-CSF) serta beberapa mediator lain yang bekerja
merangsang makrofag untuk meningkatkan aktivitas fagositosisnya dan
merangsang proliferasi dan aktivasi sel B untuk memproduksi antibodi. Produksi
antibodi oleh sel B ini dibantu oleh IL-1, IL-2, dan IL-4.
Setelah berikatan dengan antigen yang sesuai, antibodi yang dihasilkan akan
membentuk kompleks imun yang akan berdifusi secara bebas ke dalam ruang
sendi. Pengendapan kompleks imun akan mengaktivasi sistem komplemen yang
akan membebaskan komponen-komplemen C5a. Komponen-komplemen C5a
merupakan faktor kemotaktik yang selain meningkatkan permeabilitas vaskular
juga dapat menarik lebih banyak sel polimorfonuklear (PMN) dan monosit ke
arah lokasi tersebut. Pemeriksaan histopatologis membran sinovial menunjukkan
bahwa lesi yang paling dini dijumpai pada artritis reumatoid adalah peningkatan
permeabilitas mikrovaskular membran sinovial, infiltrasi sel PMN dan
pengendapan fibrin pada membran sinovial.

Fagositosis kompleks imun oleh sel radang akan disertai oleh pembentukan
dan pembebasan radikal oksigen bebas, leukotrien, prostaglandin dan protease
neutral (collagenase dan stromelysin) yang akan menyebabkan erosi rawan sendi
dan tulang. Radikal oksigen bebas dapat menyebabkan terjadinya depolimerisasi
hialuronat sehingga mengakibatkan terjadinya penurunan viskositas cairan sendi.
Selain itu radikal oksigen bebas juga merusak kolagen dan proteoglikan rawan
sendi. Prostaglandin E2 (PGE2) memiliki efek vasodilator yang kuat dan dapat
merangsang terjadinya resorpsi tulang osteoklastik dengan bantuan IL-1 dan TNF-
b. Rantai peristiwa imunologis ini sebenarnya akan terhenti bila antigen penyebab
dapat dihilangkan dari lingkungan tersebut. Akan tetapi pada artritis reumatoid,
antigen atau komponen antigen umumnya akan menetap pada struktur persendian,
sehingga proses destruksi sendi akan berlangsung terus. Tidak terhentinya
destruksi persendian pada artritis reumatoid kemungkinan juga disebabkan oleh
terdapatnya faktor reumatoid. Faktor reumatoid adalah suatu autoantibodi
terhadap epitop fraksi Fc IgG yang dijumpai pada 70-90 % pasien artritis
reumatoid. Faktor reumatoid akan berikatan dengan komplemen atau mengalami
agregasi sendiri, sehingga proses peradangan akan berlanjut terus. Pengendapan
kompleks imun juga menyebabkan terjadinya degranulasi mast cell yang
menyebabkan terjadinya pembebasan histamin dan berbagai enzim proteolitik
serta aktivasi jalur asam arakidonat. Masuknya sel radang ke dalam membran
sinovial akibat pengendapan kompleks imun menyebabkan terbentuknya pannus
yang merupakan elemen yang paling destruktif dalam patogenesis artritis
reumatoid. Pannus merupakan jaringan granulasi yang terdiri dari sel fibroblas
yang berproliferasi, mikrovaskular dan berbagai jenis sel radang. Secara
histopatologis pada daerah perbatasan rawan sendi dan pannus terdapatnya sel
mononukleus, umumnya banyak dijumpai kerusakan jaringan kolagen dan
proteoglikan.
2.2.6 WOC ARTRITIS REUMATOID
Inflamasi non bacterial disebabkan oleh infesi
endokrin,autoimun,metabolic dan faktor
genetik,serta faktor lingkungan

ARTRITIS REUMATOID

B1 B2 B3 B4 B5 B6

Inflamasi akut Inflamasi akut Penekanan pada saraf Parastesia Iritasi mukosa
nervus lambung Sinovial Kelainan pada
tulang
Pada saluran respiratory Aktivitas
Perubahan suhu tubuh Neuropati terganggu Erosi mukosa
Hiperemia dan
pembengkakan Erosi tulang dan
Respiratory terganggu kerusakan pada
Demam Kelemahan Cairan masuk Gangguan tulang rawan
otot adekuat lambung Nekrosis dan
kerusakan sel
MK.Pola Napas Tidak MK.Hipertemi dalam
Efektif Instabilitas dan
Parastesia MK.Resiko MK.Risiko Defisit deformitas sendi
ketidakseimbangan Nurisi
Cairan MK.Nyeri Akut
MK.Gangguan
Pola Tidur Perubahan bentuk
tubuh pada tulang
dan sendi

MK.Gangguan
Identitas Diri &
Gangguan Citra
Tubuh
2.2.7 Manifestasi Klinis
Jika pasien artritis reumatoid pada lansia tidak diistirahatkan, maka penyakit
ini akan berkembang menjadi empat tahap : (Kowalak, 2011).

1) Terdapat radang sendi dengan pembengkakan membran sinovial dan


kelebihan produksi cairan sinovial. Tidak ada perubahan yang bersifat
merusak terlihat pada radiografi. Bukti osteoporosis mungkin ada.

2) Secara radiologis, kerusakan tulang pipih atau tulang rawan dapat dilihat.
Pasien mungkin mengalami keterbatasan gerak tetapi tidak ada deformitas
sendi.

3) Jaringan ikat fibrosa yang keras menggantikan pannus, sehingga


mengurangi ruang gerak sendi. Ankilosis fibrosa mengakibatkan penurunan
gerakan sendi, perubahan kesejajaran tubuh, dan deformitas. Secara
radiologis terlihat adanya kerusakan kartilago dan tulang.

4) Ketika jaringan fibrosa mengalami kalsifikasi, ankilosis tulang dapat


mengakibatkan terjadinya imobilisasi sendi secara total. Atrofi otot yang
meluas dan luka pada jaringan lunak seperti medula-nodula mungkin terjadi.

Pada lansia artritis reumatoid dapat digolongkan ke dalam tiga kelompok,


yaitu :
1) Kelompok 1
Artritis reumatoid klasik. Sendi-sendi kecil pada kaki dan tangan sebagian
besar terlibat. Terdapat faktor reumatoid, dan nodula-nodula reumatoid yang
sering terjadi. Penyakit dalam kelompok ini dapat mendorong ke arah
kerusakan sendi yang progresif.
2) Kelompok 2
Termasuk ke dalam klien yang memenuhi syarat dari American
Rheumatologic Association untuk artritis reumatoid karena mereka
mempunyai radang sinovitis yang terus-menerus dan simetris, sering
melibatkan pergelangan tangan dan sendi-sendi jari.
3) Kelompok 3
Sinovitis terutama memengaruhi bagian proksimal sendi, bahu dan panggul.
Awitannya mendadak, sering ditandai dengan kekuatan pada pagi hari.
Pergelangan tangan pasien sering mengalami hal ini, dengan adanya
bengkak, nyeri tekan, penurunan kekuatan genggaman, dan sindrome karpal
tunnel. Kelompok ini mewakili suatu penyakit yang dapat sembuh sendiri
yang dapat dikendalikan secara baik dengan menggunakan prednison dosis
rendah atau agens antiinflamasi dan memiliki prognosis yang baik.

2.2.8 Komplikasi
Kelainan sistem pencernaan yang sering dijumpai adalah gastritis dan ulkus
peptik yang merupakan komplikasi utama penggunaan obat antiinflamasi
nonsteroid (OAINS) atau obat pengubah perjalanan penyakit (disease modifying
antirheumatoid drugs, DMARD) yang menjadi faktor penyebab morbiditas dan
mortalitas utama pada artritis reumatoid.

2.2.9 Pemeriksaan Penunjang


Faktor Reumatoid : positif pada 80-95% kasus.
1) Fiksasi lateks: Positif pada 75 % dari kasus-kasus khas.
2) Reaksi-reaksi aglutinasi : Positif pada lebih dari 50% kasus-kasus khas.
3) LED : Umumnya meningkat pesat ( 80-100 mm/h) mungkin kembali
normal sewaktu gejala-gejala meningkat
4) Protein C-reaktif: positif selama masa eksaserbasi.
5) SDP: Meningkat pada waktu timbul prosaes inflamasi.
6) JDL : umumnya menunjukkan anemia sedang.
7) Ig ( Ig M dan Ig G); peningkatan besar menunjukkan proses autoimun
sebagai penyebab AR.
8) Sinar X dari sendi yang sakit : menunjukkan pembengkakan pada jaringan
lunak, erosi sendi, dan osteoporosis dari tulang yang berdekatan
( perubahan awal ) berkembang menjadi formasi kista tulang, memperkecil
jarak sendi dan subluksasio. Perubahan osteoartristik yang terjadi secara
bersamaan.
9) Scan radionuklida : identifikasi peradangan sinovium
10) Artroskopi Langsung : Visualisasi dari area yang menunjukkan
irregularitas/ degenerasi tulang pada sendi
11) Aspirasi cairan sinovial : mungkin menunjukkan volume yang lebih besar
dari normal: buram, berkabut, munculnya warna kuning ( respon inflamasi,
produk-produk pembuangan degeneratif ); elevasi SDP dan lekosit,
penurunan viskositas dan komplemen ( C3 dan C4 ).
12) Biopsi membran sinovial : menunjukkan perubahan inflamasi dan
perkembangan panas.
Kriteria diagnostik Artritis Reumatoid adalah terdapat poli- arthritis yang
simetris yang mengenai sendi-sendi proksimal jari tangan dan kaki serta menetap
sekurang-kurangnya 6 minggu atau lebih bila ditemukan nodul subkutan atau
gambaran erosi peri-artikuler pada foto rontgen.
Kriteria Artritis rematoid menurut American Reumatism Association (ARA)
adalah:
1) Kekakuan sendi jari-jari tangan pada pagi hari (Morning Stiffness).
2) Nyeri pada pergerakan sendi atau nyeri tekan sekurang-kurangnya pada
satu sendi.
3) Pembengkakan ( oleh penebalan jaringan lunak atau oleh efusi cairan )
pada salah satu sendi secara terus-menerus sekurang-kurangnya selama 6
minggu.
4) Pembengkakan pada sekurang-kurangnya salah satu sendi lain.
5) Pembengkakan sendi yanmg bersifat simetris.
6) Nodul subcutan pada daerah tonjolan tulang didaerah ekstensor.
7) Gambaran foto rontgen yang khas pada arthritis rheumatoid
8) Uji aglutinnasi faktor rheumatoid
9) Pengendapan cairan musin yang jelek
10) Perubahan karakteristik histologik lapisan sinovia gambaran histologik
yang khas pada nodul.
Berdasarkan kriteria ini maka disebut :
1) Klasik : bila terdapat 7 kriteria dan berlangsung sekurang-kurangnya
selama 6 minggu
2) Definitif : bila terdapat 5 kriteria dan berlangsung sekurang-kurangnya
selama 6 minggu.
3) Kemungkinan rheumatoid : bila terdapat 3 kriteria dan berlangsung
sekurang-kurangnya selama 4 minggu.

2.2.10 Penatalaksanaan Keperawatan


1) Pendidikan
Pendidikan yang diberikan meliputi pengertian, patofisiologi (perjalanan
penyakit), penyebab dan perkiraan perjalanan (prognosis) penyakit ini,
semua komponen program penatalaksanaan termasuk regimen obat yang
kompleks, sumber-sumber bantuan untuk mengatasi penyakit ini dan
metode efektif tentang penatalaksanaan yang diberikan oleh tim kesehatan.
Proses pendidikan ini harus dilakukan secara terus-menerus.
2) Istirahat
Merupakan hal penting karena reumatik biasanya disertai rasa lelah yang
hebat. Walaupun rasa lelah tersebut dapat saja timbul setiap hari, tetapi ada
masa dimana penderita merasa lebih baik atau lebih berat. Penderita harus
membagi waktu seharinya menjadi beberapa kali waktu beraktivitas yang
diikuti oleh masa istirahat.
3) Latihan Fisik dan Termoterapi

Latihan spesifik dapat bermanfaat dalam mempertahankan fungsi sendi.


Latihan ini mencakup gerakan aktif dan pasif pada semua sendi yang sakit,
sedikitnya dua kali sehari. Obat untuk menghilangkan nyeri perlu diberikan
sebelum memulai latihan. Kompres panas pada sendi yang sakit dan
bengkak mungkin dapat mengurangi nyeri. Latihan dan termoterapi ini
paling baik diatur oleh pekerja kesehatan yang sudah mendapatkan latihan
khusus, seperti ahli terapi fisik atau terapi kerja. Latihan yang berlebihan
dapat merusak struktur penunjang sendi yang memang sudah lemah oleh
adanya penyakit.
2.2.11 Penatalaksanaan Medis
1) Penggunaan OAINS

Obat Anti Inflamasi Non Steroid (OAINS) umum nya diberikan pada
penderita AR sejak masa dini penyakit yang dimaksudkan untuk mengatasi
nyeri sendi akibat inflamasi yang seringkali dijumpai walaupun belum
terjadi proliferasi sinovial yang bermakna. Selain dapat mengatasi inflamasi,
OAINS juga memberikan efek analgesik yang sangat baik. OAINS terutama
bekerja dengan menghambat enzim siklooxygenase sehingga menekan
sintesis prostaglandin. Masih belum jelas apakah hambatan enzim
lipooxygenase juga berperanan dalam hal ini, akan tetapi jelas bahwa
OAINS berkerja dengan cara:

a) Memungkinkan stabilisasi membran lisosomal.

b) Menghambat pembebasan dan aktivitas mediator inflamasi (histamin,


serotonin, enzim lisosomal dan enzim lainnya).

c) Menghambat migrasi sel ke tempat peradangan.

d) Menghambat proliferasi seluler.

e) Menetralisasi radikal oksigen.

f) Menekan rasa nyeri

2) Penggunaan DMARD

Terdapat terdapat dua cara pendekatan pemberian DMARD pada


pengobatan penderita AR. Cara pertama adalah pemberian DMARD tunggal
yang dimulai dari saat yang sangat dini. Pendekatan ini didasarkan pada
pemikiran bahwa destruksi sendi pada AR terjadi pada masa dini penyakit.
Cara pendekatan lain adalah dengan menggunakan dua atau lebih DMARD
secara simultan atau secara siklik seperti penggunaan obat obatan
imunosupresif pada pengobatan penyakit keganasan. digunakan untuk
melindungi rawan sendi dan tulang dari proses destruksi akibat artritis
reumatoid. Beberapa jenis DMARD yang lazim digunakan untuk
pengobatan AR adalah:

a) Klorokuin : Dosis anjuran klorokuin fosfat 250 mg/hari


hidrosiklorokuin 400 mg/hari. Efek samping bergantung pada dosis
harian, berupa penurunan ketajaman penglihatan, dermatitis
makulopapular, nausea, diare, dan anemia hemolitik.

b) Sulfazalazine : Untuk pengobatan AR sulfasalazine dalam bentuk


enteric coated tablet digunakan mulai dari dosis 1 x 500 mg / hari,
untuk kemudian ditingkatkan 500 mg setiap minggu sampai mencapai
dosis 4 x 500 mg. Setelah remisi tercapai dengan dosis 2 g / hari, dosis
diturunkan kembali sehingga mencapai 1 g /hari untuk digunakan dalam
jangka panjang sampai remisi sempurna terjadi.

c) D-penicillamine : Dalam pengobatan AR, DP (Cuprimin 250 mg atau

Trolovol 300 mg) digunakan dalam dosis 1 x 250 sampai 300 mg/hari

kemudian dosis ditingkatkan setiap dua sampai 4 minggu sebesar 250

sampai 300 mg/hari untuk mencapai dosis total 4 x 250 sampai 300

mg/hari.

3) Operasi

Jika berbagai cara pengobatan telah dilakukan dan tidak berhasil serta
terdapat alasan yang cukup kuat, dapat dilakukan pengobatan pembedahan.
Jenis pengobatan ini pada pasien AR umumnya bersifat ortopedik, misalnya
sinovektoni, artrodesis, total hip replacement, memperbaiki deviasi ulnar,
dan sebagainya.
2.3 Manajemen Asuhan Keperawatan
2.3.7 Pengkajian
Pengkajian merupakan langkah awal dalam proses keperawatan yang harus
dilakukan secara sistematis agar dapat memberikan asuhan keperawatan
yang tepat untuk klien. Adapun beberapa hal yang perlu dikaji adalah
sebagai berikut:
1. Identitas Umum
Yang perlu diketahui disini meliputi; nama,alamat, umur, jenis
kelamin, agama/suku, warga Negara, bahasa yang digunakan,
penanggung jawab/orang yang bisa dihubungi (nama, alamat,
hubungan dengan klien), cara masuk, alasan masuk, tanggal masuk,
diagnosa medic, dan lain sebagainya.
2. Pengkajian Fungsional Gordon
a. Persepsi dan Penanganan Kesehatan
1) Apakah pernah mengalami sakit pada sendi-sendi
2) Riwayat penyakit yang pernah diderita sebelumnya
3) Riwayat keluarga dengan RA
4) Riwayat keluarga dengan penyakit autoimun
5) Riwayat infeksi virus, bakteri, parasit dll
b. Nutrisi – Metabolic
1) Jenis, frekuensi, jumlah makanan yang dikonsumsi (makanan
yang banyak mengandung pospor(zat kapur), vitamin dan
protein)
2) Riwayat gangguan metabolic
c. Eliminasi
1) Adakah gangguan pada saat BAB dan BAK?
d. Aktivitas dan Latihan
1) Kebiasaan aktivitas sehari-hari sebelum dan sesudah sakit
2) Jenis aktivitas yang dilakukan
3) Rasa sakit/nyeri pada saat melakukan aktivitas
4) Tidak mampu melakukan aktifitas berat
e. Tidur – Istirahat
1) Apakah ada gangguan tidur?
2) Kebiasaan tidur sehari
3) Terjadi kekakuan selama 1/2-1 jam setelah bangun tidur
4) Adakah rasa nyeri pada saat istirahat dan tidur?
f. Kognitif-persepsi
1) Adakah nyeri sendi saat digerakan atau istirahat?
g. Persepsi diri – Konsep diri
1) Adakah perubahan pada bentuk tubuh (deformitas/kaku sendi)?
2) Apakah pasien merasa malu dan minder dengan penyakitnya
h. Peran – Hubungan
1) Bagaimana hubungan dengan keluarga?
2) Apakah ada perubahan peran pada klien?
i. Seksualitas dan Reproduksi
1) Adakah gangguan seksualitas?
j. Koping - Toleransi Stress
1) Adakah perasaan takut, cemas akan penyakit yang diderita?
k. Nilai Kepercayaan
1) Agama yang dianut?
2) Adakah gangguan beribadah?
3) Apakah klien menyerahkan sepenuhnya penyakitnya kepada
Tuhan

2.3.8 Diagnosa Keperawatan


1) Pola napas tidakefektif berhubungan dengan inflamasi akut pada respiratory.
Hal 26.D.0005
2) Hipertermi berhubungan dengan inflamasi akut Hal 26.D.0005
3) Gangguan pola tidur berhubungan dengan parastesia. Hal 126.D.0055
4) Resiko ketidakseimbangan cairan berhubungan dengan cairan masuk
adekuat. Hal 87.D.0036
5) Resiko deficit nutrisi berhubungan dengan iritasi mukosa lambung. Hal.
81.D.0032
6) Nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera fisiologis (mis.inflamasi,
iskemia, neoplasma) Hal 172.D.0077
7) Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan penurunan kekuatan otot.
Hal 124. D.0054
INTERVENSI KEPERAWATAN

Diagnosa Keperawatan Tujuan (Kriteria hasil) Intervensi

1. Pola napas tidakefektif Luaran Utama : Status Sirkulasi (SLKI: L.02016 hal. Intervensi Utama : Latihan Pernapasan
berhubungan dengan 127) (SIKI: I.01007 hal. 146)
Observasi:
Inflamasi akut pada Setelah diberikan asuhan keperawatan selama 1x4 jam 1. Monitor frekuensi, irama dan kedalaman
respiratory. Hal diharapkan klien mampu bernapas dengan efektif. napas, dan meningkatkan relaksasi dan
rasa nyaman
26.D.0005 Kriteria hasil yang diharapkan : Teraupetik:
1. Saturasi oksigen (score 5:meningkat) 2. Posisikan klien nyaman dan rileks
3. Sediakan tempat yang tenang
2. Bunyi napas tambahan (score 5: menurun) 4. Tempatkan satu tangan di dada dan satu
3. Pucat (score 5:menurun) tangan diperut
Edukasi:
Jelaskan manfaat dan konsekuensi perilaku
yang diharapkan
2. Hipertermi Luaran Utama : Kapasitas Adaptif Intrakranial Intervensi Utama : Manajemen Hipertemia
berhubungan dengan (SLKI: L.01004 hal.95) (SIKI: I.15506 hal. 181)
inflamasi akut Hal Setelah diberikan asuhan keperawatan selama 1x4 jam Observasi:
26.D.0005 diharapkan klien tekanan darah kembali normal. 1. Monitor suhu tubuh
Kriteria hasil yang diharapkan : Terapeutik:
1. Tekanan darah (score 5: membaik) 2. Sediakan lingkumgan yang dingin
2. Pola napas (score 5: membaik) 3. Longgarkan atau lepaskan pakaian
3. Tekanan nadi (score 5: membaik) 4. Berikan cairan oral
Edukasi:
5. Anjurkan tirah baring
Kolaborasi:
6. Kolaborasi pemberian cairan dan elektrolit
intravena, jiika perlu
3. Gangguan pola tidur Luaran Utama : Pola Tidur (SLKI: L.05045 hal. 96) Intervensi Utama : Perawatan Sirkulasi
berhubungan dengan Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1x4 jam (SIKI: I.05174 hal. 48)
parastesia. Hal diharapkan pola tidur normal dengan kriteria hasil: Observasi:
126.D.0055 1. Identifikasi pola aktivitas dan tidur
1. Keluhan sulit tidur (Score 1: Menurun)
Terapeutik:
2. Keluhan pola tidur berubah (Score 1: Menurun)
2. Batasi waktu tidur siang, jika perlu
3. Keluhan tidak puas tidur (Score 1: Menurun)
3. Tetapkan jadwal tidur rutin
4. Fasilitasi menghilangkan stress sebelum
tidur
Edukasi:
5. Jelaskan pentingnya tidur cukup selama
sakit
6. Anjurkan menepati kebiasaan waktu tidur
4. Resiko Luaran Utama : Keseimbangan Cairan (SLKI: Intervensi Utama : Manajemen Cairan
ketidakseimbangan L.03020 hal. 41) (SIKI: I.03098 hal. 159)
cairan berhubungan Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1x4 jam Observasi:
dengan cairan masuk diharapkan cairan terpenuhi dengan kriteria hasil: 1. Monitor status dehidrasi
adekuat. Hal 87.D.0036 1. Asupan cairan (score 5: meningkat ) 2. Monitor berat badan harian
2. Dehidrasi (score 5:menurun ) Terapeautik:
3. Kelembapan membrane mukosa (score 5:meningkat ) 3. Catat intake dan output dan hitung balans
cairan 24 jam
4. Berikan asupan cairan, sesuai kebutuhan
Kolaborasi:
5. Kolaborasi pemberian diuretic, jika perlu

5. Resiko deficit nutrisi


berhubungan dengan Luaran Utama : Nafsu Makan (SLKI: L.03024 hal. Intervensi Utama : Edukasi Nutrisi (SIKI:
iritasi mukosa lambung. 68) I.12395 hal. 72)
Observasi:
Hal. 81.D.0032 Setelah diberikan asuhan keperawatan selama 1x4 jam
1. Periksa status gizi, status alergi, program
diharapkan kebutuhan nutrisi terpenuhi dengan kriteria diet
hasil : Terapeutik:
2. Jadwalkan pendidikan kesehatan sesuai
1. Asupan makanan ( score 5: meningkat) kesepakatan
Edukasi:
2. Keinginan makan ( score 5: meningkat)
3. Jelaskan pada keluarga alergi makanan
3. Asupan nutrisi ( score 5: meningkat) 4. Ajarkan cara melaksanakan diet sesuai
program
5. Ajarkan pasien dan keluarga memantau
kondisi status klien

6. Nyeri akut berhubungan


dengan agen pencedera Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1x4 jam Intervensi Utama : Manajemen Nyeri
(SIKI: I.08243 hal. 201)
fisiologis di harapkan nyeri dapat teratasi dengan kriteria hasil :
O:
(mis.inflamasi, iskemia, Luaran Utama : Tingkat nyeri (SLKI:L.08066 1. Identifikasi lokasi karakteristik, durasi, frek
uensi, kualitas, intensitas nyeri
neoplasma) Hal hal.145)
2. Identifikasi pengetahuan dan keyakinan
172.D.0077 1. Keluhan nyeri cukup menurun dengan skor 4 tentang nyeri
Observasi karakteristik nyeri, skala nyeri,
2. Meringis cukup menurun dengan skor 4
sifat nyeri, lokasi nyeri, penyebarannya.
3. Gelisah cukup menurun dengan skor 4 T:
3. Berikan Teknik nonfarmakologis untuk
Luaran Tambahan : Kontrol Nyeri (SLKI:L.08066
mengurangi rasa nyeri.
hal.58 E:
4. Jelaskan penyebab, periode dan pemicu
1. Keluhan nyeri berkurang dengan skor 4
nyeri
2. Klien mampu memahami penyebab, periode dan K:
6. Kolaborasi pemberian analgetik
pemicu dari nyeri tersebut dengan skor 4
3. Klien mampu melakukan Teknin non farmalogis yang
telah dilakukan dengan skor 4

7. Gangguan mobilitas fisik


berhubungan dengan
penurunan kekuatan otot. Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1x4 jam Intervensi Utama : Dukungan Ambulasi
di harapkan Gangguan mobilitas fisik meningkat dengan (SIKI: I.06171 hal. 82)
Hal 124. D.0054
kriteria hasil : 1. Identifikasi nyeri ata adanya cidera pisik
lainya.
1. Pergerakan eksternitas meningkat dengan skor 4
2. Identifikasi toleransi fisik melakukan
2. Kekuatan otot meningkat dengan skor 4 ambulasi
3. Rentang gerak (ROM) meningkat dengan skor 4 3. Monitor frekuensi jantung dan tekanan
4. Nyeri menurun dengan skor 4 darah sebelum memulai ambulasi
5. Kecemasan menurun dengan skor 4 4. Monitor kondisi umum selama melakukan
6. Kaku sendi menurun dengan skor 4 ambulasi.
7. Gerakan tidak terkoordinasi menurun dengan skor 4 T:
1. Fasilitas aktivitas dan prosedur ambulasi
8. Gerakan terbatas dengan skor 4
2. Fasilitas melakukan mobilisasi
9. Kelamahan fisik dengan skor 4 3. Libatkan keluarga untuk membantu pasien
dalam meningkatkan ambulasi
E:
1. Jelaskan tujuan dan prosedur
2. Anjurkan melakukan ambulasi dini
2.3.9 Implementasi Keperawatan
Implementasi adalah fase ketikan perawata menerapkan/ melaksanakan
rencana tindakan yang telah ditentukan dengan tujuan kebutuhan pasien terpenuhi
secara optimal.

2.3.10 Evaluasi Keperawatan


Evaluasi merupakan langkah terakhir dari proses keperawatan dengan cara
melakukan identifikasi sejauh mana tujuan dari rencana keperawatan tercapai atau
tidak. Dalam melakukan evaluasi perawat seharusnya memiliki pengetahuan dan
kemampuan dalam memahami respon terhadap intervensi keperawatan,
kemampuan menggambarkan kesimpulan tentang tujuan yang dicapai serta
kemampuan dalam menghubungkan tindakan keperawatan pada kriteria hasil.
Pada tahap evaluasi ini terdiri dari dua kegiatan yaitu kegiatan yang dilakukan
dengan mengevaluasi selama proses perawatan berlangsung atau menilai dari
respon klien disebut evaluasi proses, dan kegiatan melakukan evaluasi dengan
target tujuan yang diharapkan disebut sebagai evaluasi hasil.
BAB 3
ASUHAN KEPERAWATAN

Tanggal Pengkajian: Rabu, 19 Janurari 2022


1.1 Data Biografi
Nama : Ny. R,Tempat & Tanggal Lahir : Buntok 04 September 1935, Usia : 87
tahun, Golongan darah : A, Pendidikan terakhir : SD, Agama : Kristen, Status
perkawinan : Kawin, TB/BB : 150 Cm/45 kg, Penampilan : Cukup rapi, Alamat :
Tangkiling , Orang terdekat yang dihubungi : Ny. N Telp 081255xxxxxx, Hubungan
dengan lansia: Adalah pengurus panti, Alamat : Tangkiling
1.2 Riwayat Keluarga
Susunan Anggota Keluarga
Hubungan
No Nama J/K Pendidikan Pekerjaan Keterangan
keluarga

1 Tn. A L Ayah SD Swasta Meninggal

2 Ny. R P Ibu SD IRT Hidup

3 Nn. E P Anak S1 Mahasiswa Hidup

4 Nn. H P Anak SMA Pelajar Hidup

Genogram

Ket :
: Pasien
: Perempuan
: Laki-laki

Ny. R mengatakan bahwa dirinya memiliki 2 orang anak perempuan


1.3 Riwayat Pekerjaan
Pekerjaan saat ini :-
Alamat Pekerjaan :-
Berapa jarak dari rumah :-
Alat Transportasi :-
Sumber Pendapatan dan Kecukupan :-
1.4 Riwayat Lingkungan Hidup (Denah)
Tipe tempat tinggal Ny. R permanen, jumlah kamar 1 kamar, kondisi tempat
tinggal cukup bersih, pencahayaan baik, ventilasi cukup dan tidak pengap, jumlah
orang yang tinggal 1 orang yaitu Ny. R
1.5 Riwayat Rekreasi
Klien sering berada di rumah, hobby memasak, kegiatan Ny. R dirumah
yaitu menjalani aktivitas sehari-hari.
1.6 Sistem Pendukung
Perawat jarak dari wisma ke klinik panti werdha sinta rangkang 50 meter,
klinik berobat tresna werdha rangkang, pelayanan kesehatan bila sakit di klinik,
makanan yang dihantarkan berupa nasi, lauk, sayuran, perawat sehari-hari
melakukan pemeriksaan kesehatan seperti pemeriksaan tanda-tanda vital dan
menanyakan keluhan pasien.
1.7 Diskripsi Kekhususan
Kebiasaan di rumah selalu berdoa sebelum dan sesudah melakukan kegiatan
1.8 Status Kesehatan
1) Status kesehatan umum selama setahun yang lalu : Klien mengatakan belum
ada masuk rumah sakit selama berada di panti sintha rangkang.
2) Status kesehatan umum selama 5 tahun yang lalu : Klien mengatakan belum
ada masuk rumah sakit selama lima tahun yang lalu.
3) Keluhan Utama:
P: nyeri timbul akibat peradangan sendi
Q: nyeri dirasa seperti di tusuk-tusuk
R: rasa nyeri di bagian lutut kaki
S: dengan skala nyeri (4)
T: nyeri terasa saat beraktivitas banyak
Pemahaman & Penatalaksanaan Masalah Kesehatan : Pasien mengatakan
tidak tau tentang penyakit yang dideritanya
Masalah Keperawatan : Defisit Pengetahuan
Obat-obatan
No Nama Obat Dosis Keterangan
1. Recolfar 0,5 mg oral
2. Meloxicam 7,5 mg oral

3. Methylprednisolone 8 mg oral

1.9 Aktivitas Sehari-Hari


Indeks Katz Ny. R adalah indeks katz : (kemandirian dalam semua aktivitas
hidup sehari-hari seperti melakukan aktivitas di wisma, berpindah, kekamar kecil,
berpakaian dan mandi), oksigenasi : pernafasan normal RR 21x/menit, cairan dan
elektrolit : minum ±1,5- 2 Liter/hari, nutrisi eliminasi : makan 3x/hari, aktivitas :
aktivitas sehari-hari mandiri, istirahat dan tidur : istirahat cukup 6-7 jam/hari,
personal hygiene : badan bersih dan rapi, seksual : normal
1.10 Psikologis
Konsep Diri : Gambaran diri : Pasien mengenal dirinya, Ideal diri : pasien
ingin cepat sembuh dari penyakit yang diderita, Identitas diri : Pasien adalah
seorang perempuan, Harga diri : Pasien kurang diperhatikan oleh keluarganya
Peran : Pasien ibu rumah tangga, Emosi : Stabil, Adaptasi : Baik, Mekanisme
Pertahanan Diri : Baik.
1.11 Keadaan Umum
Composmenthis, Pupil isokor GCS 4 (Spontan) 5 (Orientasi baik) 6
(Menurut Perintah) Tanda-Tanda Vital TD 130/80 mmHg N 86 x/menit RR 21
x/menit S 36,5°C
Sistem Kardiovaskuler : Tekanan darah Klien 130/80 mmHg
Sistem Pernafasan : RR 21x/menit type pernapasan perut, irama
pernapasan teratur, tidak ada kesulitan bernafas
tidak ada usaha dengan menggunakan otot bantu
pernafasan, tidak ada pernafasan cuping hidung.
Sistem Integumen : Kulit elastis dan warna kulit coklat
Sistem Perkemihan : 4x sehari
Sistem Muskuluskeletal : Kedua kaki dan tangan Ny. R tampak sejajar dan
sama besar dan panjang. Kemampuan mengubah
posisi baik, pergerakan kedua tangan dan kaki
baik, kekuatan otot baik, tetapi kaki kanan dan
persendian klien sering merasa linu dan
kesemutan. Ekstrimitas atas 5/5 Ekstrimitas
bawah 4/4
Masalah Keperawatan : Nyeri akut
Sistem Endokrin : Ny. R mengatakan tidak ada Riwayat penyakit
diabetes, dan klien tidak ada penyakt gondok atau
hipotirioid
Sistem Persyarafan : Tidak ada cidera kepala
Sistem Penglihatan : Klien tidak menggunakan kaca mata
Sistem Pendengaran : Dapat mendengar dengan baik
Sistem Pengecapan : Dapat mengecap dengan baik
Sistem Penciuman : Dapat mencium bau minyak kayu putih dengan
baik

1.12 Status Kognitif/Afektif/Sosial


Short Portable Mental Status Questionnaire (SPMSQ) Baik, Mini Mental
State Exam (MMSE) 29 Inventaris Depresi Beck 0 (Depresi tidak ada) APGAR
keluarga 10
INDEKS KATZ
Indeks Kemandirian Pada Aktivitas kehidupan Sehari-hari

Nama klien : Ny. R Tanggal : 19 Januari 2021


Jenis kelamin : P / 87 Tahun TB/BB :150cm/45kg
Agama : Kristen Gol darah : A
Pendidikan : SD
Alamat : Tangkiling
Skor Kriteria

A Kemandirian dalam hal makan, kontinen, berpindah,


ke kamar kecil, berpakaian dan mandi.
B Kemandirian dalam semua aktivitas hidup sehari-hari,
kecuali satu dari fungsi tersebut
C Kemandirian dalam semua aktivitas hidup sehari-hari,
kecuali mandi, dan satu fungsi tambahan
D Kemandirian dalam semua aktivitas hidup sehari-hari,
kecuali mandi, berpakaian dan satu fungsi tambahan
E Kemandirian dalam semua aktivitas hidup sehari-hari,
kecuali mandi, berpakaian, kekamar kecil dan satu
fungsi tambahan
F Kemandirian dalam semua aktivitas hidup sehari-hari,
kecuali mandi, berpakaian, kekamar kecil, berpindah dan
satu fungsi tambahan
G Ketergantungan pada ke enam fungsi tersebut
Lain-lain Tergantung pada sedikitnya dua fungsi, tetapi tidak
dapat di klasifikasikan sebagai C, D, E Atau F
SHORT PORTABLE MENTAL STATUS QUESTIONNAIRE
(SPMSQ)
Penilaian ini untuk mengetahui fungsi intelektual lansia
Nama klien : Ny. R Tanggal : 19 Januari 2022
Jenis kelamin : P / 87 Tahun TB/BB :150cm/45kg
Agama : Kristen Gol darah : A
Pendidikan : SD
Alamat : Tangkiling
SKORE
NO PERTANYAAN JAWABAN
+ -
1 Tanggal berapa 18 Januari

hari ini? 2022
2 Hari apa sekarang Rabu

ini?
3 Apa nama tempat Wisma Saya

ini?
4 Berapa nomor Wisma 8
-
rumah anda?
5 Berapa umur 87 tahun

anda?
√ 6 Kapan anda lahir? 1935
7 Siapa presiden Jokowi Dodo
√ Indonesia
sekarang?
8 Siapa presiden Sukarno
-
sebelumnya?
9 Siapa nama kecil
√ Marie
ibu anda?
10 Kurangi 3 dari 20 17, 14, 11, 8,
- dan tetap 5 ,2
penggurangan 3
dari setiap angka
baru, semua
secara menurun?
√ Jumlah Ringan
kesalahan total :
3
Keterangan:
1. Kesalahan 0-2  Fungsi intelektual utuh
2. Kesalahan 3-4  Kerusakan intelektual ringan
3. Kesalahan 5-7  Kerusakan intelektual sedang
4. Kesalahan 8-10  Kerusakan intelektual berat

MINI MENTAL STATE EXAMINATION (MMSE)


Menguji Aspek – Kognitif Dari Fungsi Mental

NILAI
KLIEN PERTANYAAN
Maks
ORIENTASI
5 4 (Tahun, musim, Tgl, Hari, Bulan, apa sekarang?
5 5 Dimana kita : (Negara, bagian, Wilayah, Kota).
REGISTRASI
3 3 Nama 3 objek (1 detik untuk mengatakan masing-masing)
tanyakan klien ke 3 obyek setelah anda telah mengatakan. Beri 1
point untuk tiap jawaban yang benar, kemudian ulangi sampai ia
mempelajari ke 3 nya jumlahkan percobaan dan catat.
PERHATIAN & KALKULASI
5 5 Seri 7’s (1 point tiap benar, berhenti setelah 5 jawaban, berganti
eja kata belakang) (7 kata dipilih eja dari belakang).
MENGINGAT
3 3 Minta untuk mengulangi ke 3 obyek diatas, beri 1 point untuk
kebenaran.
BAHASA
9 9 Nama pensil & melihat (2 point)
Mengulang hal berikut tak ada jika (dan atau tetapi) 1 point.
30 Nilai total : 29

KETERANGAN :
Mengkaji tingkat kesadaran klien sepanjang kontinum dengan hasil :
Composmenthis

Nilai Maksimum 30 (Nilai 21/Kurang indikasi ada kerusakan kognitif perlu


penyelidikan lanjut)
INVENTARIS DEPRESI BECK
(Penilaian Tingkat Depresi Lansia Dari Beck Dan Decle, 1972)
Nama klien : Ny. R Tanggal : 19 Januari 2022
Jenis kelamin : L / 87 Tahun TB/BB : 150cm/45kg.
Agama : Islam Gol darah : A
Pendidikan : SD
Alamat : Tangkiling

URAIAN
A KESEDIHAN
3 Saya sangat sedih/tidak bahagia, dimana saya tidak dapat
menghadapinya
2 Saya galau/sedih sepanjang waktu dan tidak dapat keluar
darinya
1 Saya merasa sedih/galau
0 Saya tidak merasa sedih

B PESIMISME
3 Merasa masa depan adalah sia-sia dan sesuatu tidak
dapat membaik
2 Merasa tidak punya apa-apa dan memandang ke masa
depan
1 Merasa kecil hati tentang masa depan
0 Tidak begitu pesimis/kecil hati tentang masa depan

C RASA KEGAGALAN
3 Merasa benar-benar gagal sebagai orang tua (suami/
istri)
2 Bila melihat kehidupan kebelakang, semua yang dapat
saya lihat kegagalan
1 Merasa telah gagal melebihi orang pada umumnya
0 Tidak merasa gagal
D KETIDAKPUASAN
3 Tidak puas dengan segalanya
2 Tidak lagi mendapat kepuasan dari apapun
1 Tidak menyukai cara yang saya gunakan
0 Tidak merasa tidak puas

E RASA BERSALAH
3 Merasa seolah sangat buruk/tidak berharga
2 Merasa sangat bersalah
1 Merasa buruk/tidak berharga sebagai bagian dari waktu
yang baik
0 Tidak merasa benar-benar bersalah

F TIDAK MENYUKAI DIRI SENDIRI


3 Saya benci diri saya sendiri
2 Saya muak dengan diri saya sendiri
1 Saya tidak suka dengan diri saya sendiri
0 Saya tidak merasa kecewa dengan diri sendiri

G MEMBAHAYAKAN DIRI SENDIRI


3 Saya akan bunuh diri jika saya punya kesempatan
2 Saya punya rencana pasti tentang tujuan bunuh diri
1 Saya merasa lebih baik mati
0 Saya tidak punya pikiran tentang membahayakan
diri sendiri

H MENARIK DIRI DARI SOSIAL


3 Saya telah kehilangan semua minat saya pada orang lain
dan tidak peduli pada mereka semuanya
2 Saya telah kehilangan semua minat saya pada orang lain
dan mempunyai sedikit perasaan pada mereka
1 Saya kurang berminat pada orang lain dari pada
sebelumnya
0 Saya tidak kehilangan minat pada orang lain

I KERAGU-RAGUAN
3 Saya tidak dapat membuat keputusan sama sekali
2 Saya mempunyai banyak kesulitan dalam membuat
keputusan
1 Saya berusaha mengambil keputusan
0 Saya membuat keputusan yang baik

J PERUBAHAN GAMBARAN DIRI


3 Merasa bahwa saya jelek/tampak menjijikan
2 Merasa bahwa ada perubahan yang permanen dalam
penampilan
1 Saya khawatir saya tampak tua/tidak menarik dan ini
membuat saya tidak menarik
0 Tidak merasa bahwa saya tampak lebih buruk
daripada sebelumnya

K KESULITAN KERJA
3 Tidak melakukan pekerjaan sama sekali
2 Telah mendorong diri saya sendiri dengan keras untuk
melakukan sesuatu
1 Memerlukan upaya tambahan untuk memulai melakukan
sesuatu
0 Saya dapat bekerja sebaik-baiknya
L KELETIHAN
3 Saya sangat lelah untuk melakukan sesuatu
2 Saya merasa lelah untuk melakukan sesuatu
1 Saya merasa lelah dari yang biasanya
0 Saya tidak merasa lebih lelah biasanya

M ANOREKSIA
3 Saya tidak lagi punya nafsu makan sama sekali
2 Nafsu makan saya sangat buruk sekarang
1 Nafsu makan saya tidak sebaik sebelumnya
0 Nafsu makan saya tidak buruk dari biasanya
Keterangan:
0-4 : depresi tidak ada/ minimal
5-7 : depresi ringan
8-15 : depresi sedang
16+ : depresi berat
APGAR KELUARGA DENGAN LANSIA
Alat Skrining Singkat Yang Dapat Digunakan Untuk Mengkaji
Fungsi Social Lansia

Nama klien : Ny. R Tanggal : 19 Januari 2022


Jenis kelamin : L / 51 Tahun TB/BB : 150cm/45kg.
Agama : Kristen Gol darah : A
Pendidikan : SD
Alamat : Tangkiling
No Uraian Fungsi Skore
1 Saya puas bahwa ADAPTATION 2
saya dapat kembali
pada keluarga
(teman-teman) saya
untuk membantu
pada waktu sesuatu
menyusahkan saya
2 Saya puas dengan PARTNERSHIP 2
cara keluarga
(teman-teman) saya
mebicarakan sesuatu
dengan saya dan
mengungkapkan
masalah dengan saya
3 Saya puas dengan GROWTH 2
cara keluarga
(teman-teman) saya
menerima dan
mendukung
keinginan saya untuk
melakukan aktivitas/
arah baru
4 Saya puas dengan AFFECTION 2
cara keluarga
(teman-teman) saya
mengekspresikan
afek dan berespons
terhadap emosi-
emosi saya seperti
marah, sedih/
mencintai.
5 Saya puas dengan RESOLVE 2
cara teman-teman
saya dan saya
menyediakan waktu
bersama-sama.
Penilaian: TOTAL 10
Pertanyaan-pertanyaan yang di
jawab:
 Selalu: skore 2
 Kadang-kadang: skore 1
 Hampir tidak pernah: skore 0
ANALISA DATA
OBYEKTIF DAN DATA
INTERPRESTASI MASALAH
No SUBYEKTIF
(Etiologi) (Problem)
(sign/symptom)
1 DS : Sinovili Nyeri akut
Klien mengatakan nyeri pada
persendian pada lutut, nyeri dirasa
Hiperemia dan
saat klien duduk diam, namun pembengkakan
rasa nyeri hilang saat klien
beraktifitas, rasa nyeri seperti
Nekrosis dan kerusakan
kaku pada daerah persendian
dalam ruang sendi
dengan skala nyeri (4) sedang dan
dirasa hilang timbul tidak pasti.
DO : Nyeri akut
- Lutut kana pasien tampak
bengkak
- Pasien tampak meringis
- Pasien tampak memegang lutut
bagian kanan
TTV
- TD : 130/80 mmHg
- N : 86x/menit
- R : 21x/menit
- S : 36,5◦C
2 DS : Kurang terpapar Defisit Pengetahuan
informasi
klien mengatakan tidak tau
penyakit apa yang didertanya dan
baru pertamakali ini terkena
penyakit ini. Ketidaktahuan
menentukan sumber
DO : informasi
- Klien tampak bingung saat
ditanya
- Klien Pasien tampak kurang Defisit Pengetahuan
tepapar informasi
- Ketidakmampuan menemukan
sumber informasi
PRIORITAS MASALAH

1. Nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera fisiologis (mis.inflamasi,


iskemia, neoplasma) ditandai dengan lutut kanan pasien tampak bengkak,
pasien tampak meringis, pasien tampak memegang lutut bagian kanan, TD
: 130/80 mmHg, N : 86x/menit, RR : 21x/menit, S : 36,5◦c, diagnosa
medis : Arthritis Reumathoid

2. Defisit pengetahuan berhubungan dengan kurang terpapar informasi


ditandai dengan dengan klien tampak bingung saat ditanya, pasien tampak
kurang tepapar informasi, ketidakmampuan menemukan sumber informasi
RENCANA TINDAKAN

Diagnosa Keperawatan Tujuan (Kriteria hasil) Intervensi

1. Nyeri akut berhubungan Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1x4 jam Intervensi Utama : Manajemen Nyeri
dengan agen pencedera di harapkan nyeri dapat teratasi dengan kriteria hasil : (SIKI: I.08243 hal. 201)
fisiologis (mis.inflamasi, Luaran Utama : Tingkat nyeri (SLKI:L.08066 O:
1. Identifikasi lokasi karakteristik, durasi, frek
iskemia, neoplasma) Hal hal.145)
uensi, kualitas, intensitas nyeri
172.D.0077 1. Keluhan nyeri cukup menurun dengan skor 4 2. Identifikasi pengetahuan dan keyakinan
2. Meringis cukup menurun dengan skor 4 tentang nyeri
3. Gelisah cukup menurun dengan skor 4 Observasi karakteristik nyeri, skala nyeri,
Luaran Tambahan : Kontrol Nyeri (SLKI:L.08066 sifat nyeri, lokasi nyeri, penyebarannya.
hal.58 T:
1. Keluhan nyeri berkurang dengan skor 4 3. Berikan Teknik nonfarmakologis untuk
mengurangi rasa nyeri.
2. Klien mampu memahami penyebab, periode dan
E:
pemicu dari nyeri tersebut dengan skor 4 4. Jelaskan penyebab, periode dan pemicu
3. Klien mampu melakukan Teknin non farmalogis yang nyeri
telah dilakukan dengan skor 4 K:
5. Kolaborasi pemberian analgetik
Diagnosa Keperawatan Tujuan (Kriteria hasil) Intervensi

2. Defisit pengetahuan SLKI.L.12111.Hal 146 Intervensi Utama : Edukasi Kesehatan


(SIKI: I.12383 hal. 65)
berhubungan dengan kurang Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1x4 jam
di harapkan Defisit pengetahuan teratasi kriteria hasil : O:
terpapar informasi. Hal 246. 1. Identifikasi kesiapan dan kemampuan
1. Kemampuan menjelaskan pengetahuan tentang suatu
menerima informasi
D.0111 topik cukup meningkat dengan skor 4 T:
2. Perilaku sesuai dengan pengetahuan cukup meningkat 2. Sediakan materi dan media Pendidikan
dengan skor 4 Kesehatan
3. Verbalisasi minat dalam belajar cukup meningkat 3. Jadwalkan pendidikan Kesehatan sesuai
dengan skor 4 kesepakatan
4. Berikan kesempatan untuk bertanya
E:
5.Jelaskan factor risiko yang dapat
mempengaruhi kesepakatan
6. Ajarkan perilku hidup bersih dan sehat
IMPLEMENTASI KEPERAWATAN
Diagnosa Keperawatan Implementasi Evaluasi Tanda Tangan
Perawat
1. Nyeri akut berhubungan 1. Mengidentifikasi lokasi karakteristik, durasi,  S : Klien mengatakan nyeri pada persendian pada
dengan agen pencedera frekuensi, kualitas, intensitas nyeri lutut, nyeri dirasa saat klien duduk diam, namun

fisiologis (mis.inflamasi, 2. Mengidentifikasi pengetahuan dan rasa nyeri hilang saat klien beraktifitas, rasa nyeri
iskemia, neoplasma) Hal keyakinan tentang nyeri seperti kaku pada daerah persendian dengan skala
nyeri (4) sedang dan dirasa hilang timbul tidak
172.D.0077 3. Mengobservasi karakteristik nyeri, skala
pasti.
nyeri, sifat nyeri, lokasi nyeri, penyebarannya.
4. Memberikan Teknik nonfarmakologis untuk O : Yevin Adytia Pratama
mengurangi rasa nyeri.
- Lutut kanan pasien masih bengka
5. Menjelaskan penyebab, periode dan pemicu
- Pasien tampak masih meringis
nyeri
A : Masalah nyeri akut belum teratasi
6. Berkolaborasi pemberian analgetik
Recolfar 0,5 mg, meloxicam 7,5 mg, P : Lanjutkan intervensi 1,2,3,4,5,6
methylprednisolone 8 mg

2. Defisit pengetahuan 1. Mengidentifikasi kesiapan dan kemampuan S : Klien mengatakan sudah paham tentang
berhubungan dengan menerima informasi penyakit yang dideritanya
kurang terpapar 2. Menyediakan materi dan media Pendidikan
O:
informasi. Hal 246. Kesehatan
D.0111 3. Menjadwalkan pendidikan Kesehatan sesuai - Diberikannya pendidikan kesehatan
Kesepakatan tentang penyakit rematik kepada klien
4. Berikan kesempatan untuk bertanya - Klien tampak tidak bingung lagi
5. Mengajarkan perilku hidup bersih dan sehat - Klien sudah bisa menjawab ketika ditanya
tentang penyakitnya

A : Masalah defisit pengetahuan teratasi

P : Intervensi dihentikan
BAB 4
PEMBAHASAN

4.1 Pengkajian
Pengkajian merupakan tahap pertama yang dilakukan dalam proses
keperawatan yang meliputi pemeriksaan fisik dengan metode head to toe dan
pengumpulan informasi yang diperoleh dari wawancara dengan pasien, keluarga
pasien, melakukan observasi, catatan keperawatan dan pemeriksaan fisik.
Penyakit reumatik adalah penyakit inflamasi non- bakterial yang bersifat
sistemik, progesif, cenderung kronik dan mengenai sendi serta jaringan ikat sendi
secara simetris (Rasjad Chairuddin, Pengantar Ilmu Bedah Orthopedi, hal. 165)

4.2 Diagnosa Keperawatan


Diagnosa keperawatan merupakan suatu keputusan klinis yang diberikan
kepada pasien mengenai respon individu.
Berdasarkan teori diagnosa keperawatan yang muncul ada 2 yaitu :
1. Nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera fisiologis.
2. Defisit pengetahuan berhubungan dengan kurang terpapar informasi
Dari hasil di lapangan diagnosa keperawatan nyeri akut berhubungan
dengan agen pencedera fisiologis. yang ada di teori diangkat, karena saat
pengkajian klien mengatakan nyeri pada persendiran lutut, nyeri dirasa saat klien
duduk diam, namun rasa nyeri hilang saat klien beraktifitas, rasa nyeri seperti
kaku pada daerah persendian dengan skala nyeri 4 (sedang) dan nyeri dirasa
hilang timbul tidak pasti. Untuk diagnosa keperawatan. Dan untuk diagnosa
defisit pengetahuan berhubungan dengan kurang terpapar informasi, karena saat
pengkajian pasien tampak menanyakan tentang penyakitnya, pasien tampak
bingung saat ditanya tentang penyakitnya dan pasien tampak kurang terpapar
informasi.

4.3 Intervensi Keperawatan


Intervensi keperawatan diartikan sebagai suatu dokumentasi penulisan
tangan dalam menyelesaikan masalah, tujuan dan intervensi. Berdasarkan teori
dan fakta dilapangan tidak terdapat perbedaan dalam intervensi keperawatan
karena intervensi keperawatan secara teori dapat diterapkan dalam intervensi
keperawatan di lapangan.

4.4 Implementasi Keperawatan


Implementasi merupakan suatu perwujudan dari perencanaan yang sudah
disusun pada tahap perencanaan sebelumnya. Berdasarkan fakta dilapangan,
implementasi keperawatan yang diberikan sesuai dengan intervensi keperawatan
yang telah ditetapkan. Hal ini dimaksudkan agar tujuan dari asuhan keperawatan
dapat tercapai sesuai dengan kriteria hasil yang telah ditentukan

4.5 Evaluasi Keperawatan


Evaluasi merupakan tahap akhir dari tahapan proses keperawatan. Evaluasi
dilakukan berdasarkan kriteria yang telah ditetapkan sebelumnya dalam
perencanaan, membandingkan hasil tindakan keperawatan yang telah dilakukan
dengan tujuan yang telah ditetapkan sebelumnya dan menilai efektifitas proses
keperawatan mulai dari tahap pengkajian, perencanaan dan pelaksanaan. Dari
hasil di lapangan, evaluasi menunjukkan hasil : masalah yang teratasi, maka
perawat tetap mempertahankan intervensi yang sesuai dan atau juga tidak
melanjutkan intervensi untuk jangka waktu tertentu selama masalah tidak muncul
atau tidak ada lagi
BAB 5
PENUTUP

5.1 Kesimpulan
Lansia adalah seseorang yang telah mencapai usia 60 tahun ke atas. Menua
atau menjadi tua adalah suatu keadaaan yang terjadi di dalam kehidupan
manusia. Proses menua merupakan proses sepanjang hidup, tidak hanya dimulai
dari suatu waktu tertentu, tetapi dimulai sejak permulaan kehidupan. Menjadi tua
merupakan proses alamiah yang berarti seseorang telah melalui tiga tahap
kehidupan, yaitu anak, dewasa dan tua (Siti Kholifah, 2016).
Penyakit reumatik adalah penyakit inflamasi non- bakterial yang bersifat
sistemik, progesif, cenderung kronik dan mengenai sendi serta jaringan ikat sendi
secara simetris (Rasjad Chairuddin, Pengantar Ilmu Bedah Orthopedi, hal. 165).
Artritis reumatoid merupakan penyakit inflamasi sistemik kronis yang tidak
diketahui penyebabnya, diakrekteristikkan oleh kerusakan dan proliferasi
membran sinovial yang menyebabkan kerusakan pada tulang sendi, ankilosis, dan
deformitas. (Kusharyadi, 2010).

5.2 Saran
Berdasarkan hasil asuhan keperawatan lansia yang dilakukan dilapangan,
perawat diharapkan dalam melakukan asuhan keperawatan hendaknya
berdasarkan teori dan juga evidence base practice, agar dapat menentukan
tindakan yang tepat dengan kebutuhan pasien demi tercapainya tujuan asuhan
keperawatan lansia yang sesuai dengan kriteria hasil yang diharapkan, dan hal ini
juga diharapakan dapat meningkatkan kualitas pelayanan klinik keperawatan.

DAFTAR PUSTAKA
Azizah,Lilik Ma’rifatul.  Keperawatan Lanjut Usia. Edisi 1. Garaha Ilmu.
Yogyakarta. 2011

Kushariyadi. Asuhan Keperawatan pada Klien Lanjut Usia. Salemba Medika.


Jakarta. 2010

Mubaraq, Chayatin, Santoso. Ilmu Keperawatan Komunitas Konsep Dan Aplikasi.


Salemba Medika. Jakarta. 2011

Stanley, Mickey. Buku Ajar Keperawatan Gerontik. Alih Bahasa; Nety Juniarti,
Sari Kurnianingsih. Editor; Eny Meiliya, Monica Ester. Edisi 2. EGC.
Jakarta. 2014

Tamher, S. Noorkasiani. Kesehatan Usia Lanjut dengan Pendekatan Asuhan


Keperawatan. Salemba Medika. Jakarta. 2011

Kowalak. 2011. Buku Ajar Patofisiologi. EGC : Jakarta


.
Kushariyadi. 2010. Asuhan Keperawatan pada Klien Lanjut Usia. Salemba
Medika : Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai