Anda di halaman 1dari 56

ASUHAN KEPERAWATAN PADA Ny.

N DENGAN DIAGNOSA MEDIS


STROKE HEMORAGIK (SH) DIRUANG BOUGENVILE
RSUD dr. DORIS SYLVANUS PALANGKA RAYA

Di susun oleh :
Nuning Pratiwie
( 2021-01-14901-048 )

YAYASAN EKAHARAP PALANGKARAYA


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN
PROGRAM STUDI NERS
TAHUN 2021/2022
LEMBAR PERSETUJUAN

Laporan ini di susun oleh :

Nama : Nuning Pratiwie


NIM : 2021-01-14901-051
Program Studi : Profesi Ners
Judul : Asuhan Keperawatan Pada Ny. N Dengan Diagnosa Medis
Stroke Hemoragik (SH) Di Ruang Bougenvile RSUD dr. Doris Sylvanus
Palangka Raya.
Telah Melakukan Asuhan Keperawatan Sebagai Persyaratan Untuk
Menyelesaikan Stase Keperawatan Medical Bedah Pada Program Studi Profesi
Ners Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Eka Harap Palangkaraya.

PEMBIMBING PRAKTIK

Pembimbing Akademik Pembimbing Lahan

Takesi Arisandi, Ners., M. Kep Dorma Simbolon, S. Kep., Ners

LEMBAR PENGESAHAN

Laporan ini di susun oleh :


Nama : Nuning Pratiwie
NIM : 2021-01-14901-051
Program Studi : Profesi Ners
Judul :Asuhan Keperawatan Pada Ny. N Dengan Diagnosa Medis
Stroke Hemoragik (SH) Di Ruang Bougenvile RSUD dr. Doris Sylvanus
Palangka Raya.
Telah Melakukan Asuhan Keperawatan Sebagai Persyaratan Untuk
Menyelesaikan Stase Keperawatan Medical Bedah Pada Program Studi Profesi
Ners Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Eka Harap Palangkaraya.

PEMBIMBING PRAKTIK

Pembimbing Akademik Pembimbing Lahan

Takesi Arisandi, Ners., M. Kep Dorma Simbolon, S. Kep., Ners

Mengetahui,
Ketua Program Studi Serjana Keperawatan

Meilita Carolina, Ners., M. Kep

KATA PENGANTAR
Puji syukur penyusun panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa Karena atas
karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan pendahuluan
yangberjudul “Laporan Pendahuluan dan Asuhan Keperawatan Pada Ny. N
Dengan Diagnosa Medis Stroke Hemoragik Diruang Bougenvile RSUD dr. Doris
Sylvanus Palangka Raya”
Penyusun menyadari tanpa bantuan dari semua pihak maka laporan studi
kasus ini tidak akan selesai sesuai dengan waktu yang diharapkan. Oleh karena
itu, pada kesempatan ini pula penyusun mengucapkan banyak terima kasih
terutama kepada:
1. Ibu Maria Adelheid Ensia, S.Pd., M.Kes selaku Ketua STIKES Eka Harap
Palangka Raya.
2. Ibu Meilitha Carolina, Ners., M.Kep selaku ketua program studi Sarjana
Keperawatan.
3. Ibu Isna Wiranti S.Kep.,Ners Selaku Koordinator Program Profesi Ners
Angkatan IX
4. Ibu Dorma Simbolon S.Kep.,Ners selaku pembimbing lahan yang telah
memberikan bantuan dalam proses penyelesaian asuhan keperawatan dan
laporan pendahuluan ini.
5. Bapak Takesi Arisandi, Ners., M. Kep selaku pembimbing akademik yang
telah memberikan bantuan dalam proses penyelesaian asuhan keperawatan
dan laporan pendahuluan ini.
6. Orang tua kami, keluarga kami, dan orang terdekat yang telah memberikan
bimbingan, motivasi dan bantuan kepada saya dalam hal material.
7. Kepada semua pihak yang telah membantu dalam menyelesaikan studi
kasus ini.
Penulis menyadari bahwa masih banyak terdapat kekurangan dalam
penulisan studi kasus ini. Oleh karena itu, penulis sangat mengharapkan kritik dan
saran dari semua pihak yang bersifat membangun untuk menyempurnaan
penulisan studi kasus ini. Akhir kata, penulis mengucapkan terima kasih dan
semoga laporan studi kasus ini bermanfaat bagi kita semua.
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR i
LEMBAR PERSETUJUAN i
LEMBAR PENGESAHAN ii
DAFTAR ISI iii
KASUS KEPERAWATAN GAWAT DARURATiv
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang 1
1.2 Rumusan Masalah 2
1.3 Tujuan Penulisan 2
1.4 Manfaat Penulisan2
BAB 2 PENDAHULUAN
2.1 Konsep Penyakit 3
2.1.1 Definisi 3
2.1.2 Anatomi dan Fisiologi 3
2.1.3Etiologi 6
2.1.4 Klasifikasi 6
2.1.5 Patofisiologi 7
2.1.6 Manifestasi Klinis 10
2.1.7 Komplikasi 10
2.1.8 Pemeriksaan Penunjang 10
2.1.9 Manifestasi Klinis 11
2.2 Manajemen Asuhan Keperawatan 13
2.2.1 Pengkajian 13
2.2.2 Diagnosa Keperawatan 14
2.2.3 Intervensi 16
2.2.4 Implementasi 18
2.2.5 Evaluasi 18
BAB 3 ASUHAN KEPERAWATAN
3.1 Pengkajian 19
3.2 Analisa Data 24
3.3 Prioritas Masalah 26
3.4 Rencana Keperawatan 27
3.5 Implentasi dan Evaluasi 29
DAFTAR PUSTAKA
BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Menurut WHO (World Health Organization) tahun 2012, kematian akibat
stroke sebesar 51% di seluruh dunia disebabkan oleh tekanan darah tinggi. Selain
itu, diperkirakan sebesar 16% kematian stroke disebabkan tingginya kadar
glukosa darah dalam tubuh. Tingginya kadar gula darah dalam tubuh secara
patologis berperan dalam peningkatan konsentrasi glikoprotein, yang merupakan
pencetus beberapa penyakit vaskuler. Kadar glukosa darah yang tinggi pada saat
stroke akan memperbesar kemungkinan meluasnya area infark karena
terbentuknya asam laktat akibat metabolisme glukosa secara anaerobik yang
merusak jaringan otak (Rico dkk, 2008).
Berdasarkan hasil Riskesdas tahun 2013, prevalensi penyakit stroke di
Indonesia meningkat seiring bertambahnya umur. Kasus stroke tertinggi yang
terdiagnosis tenaga kesehatan adalah usia 75 tahun keatas (43,1%) dan terendah
pada kelompok usia 15-24 tahun yaitu sebesar 0,2%. Prevalensi stroke
berdasarkan jenis kelamin lebih banyak laki-laki (7,1%) dibandingkan dengan
perempuan (6,8%). Berdasarkan tempat tinggal, prevalensi stroke di perkotaan
lebih tinggi (8,2%) dibandingkan dengan daerah pedesaan (5,7%). Berdasarkan
data 10 besar penyakit terbanyak di Indonesia tahun 2013, prevalensi kasus stroke
di Indonesia berdasarkan diagnosis tenaga kesehatan sebesar 7,0 per mill dan 12,1
per mill untuk yang terdiagnosis memiliki gejala stroke. Prevalensi kasus stroke
tertinggi terdapat di Provinsi Sulawesi Utara (10,8%) dan terendah di Provinsi
Papua (2,3%), sedangkan Provinsi Jawa Tengah sebesar 7,7%. Prevalensi stroke
antara laki-laki dengan perempuan hampir sama (Kemenkes, 2013).
Stroke merupakan masalah kesehatan yang utama bagi masyarakat modern
saat ini. Dewasa ini, stroke semakin menjadi masalah serius yang dihadapi hampir
diseluruh dunia. Hal tersebut dikarenakan serangan stroke yang mendadak dapat
mengakibatkan kematian, kecacatan fisik dan mental baik pada usia produktif
maupun usia lanjut (Junaidi, 2011).
1.2 Rumusan Masalah
Bagaimana asuhan keparawatan pada Ny. N dengan diagnose medis
Stroke Hemoragik (SH) diruang Bougenvile RSUD dr. Doris Sylvanus Palangka
Raya?
1.3 Tujuan
1. Mahsiswa mampu menulis latar belakang laporan pendahuluan kasus
2. Mahasiswa mampu menulis konsep dasar penyakit
3. Mahasiswa mampu menulis pemberian asuhan keperawatan
4. Mahasiswa mampu membahas kasus berdasarkan teori
1.4 Manfaat
1.4.1 Bagi penderita
Dengan penelitian ini penderita dapat menambah pengetahuannya tentang
Stemi dalam kehidupan sehari- hari dan dapat meningkatkan motivasi untuk
memeriksakan diri dalam berobat.
1.4.2 Bagi keluarga
Memberikan informasi dan saran bagi keluarga mengenai pentingnya
pengetahuan Stemi dan motivasi untuk memeriksakan diri berobat.
1.4.3 Bagi Masyarakat
Penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan bagi masyarakat
bahwa pengetahuan tentang Stemi sangat dibutuhkan.

BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep Penyakit


2.1.1 Definisi
Stroke hemoragik adalah stroke yang terjadi karena pembuluh darah di
otak pecah sehingga timbul iskhemik dan hipoksia di hilir. Penyebab stroke
hemoragi antara lain: hipertensi, pecahnya aneurisma, malformasi arteri venosa.
Biasanya kejadiannya saat melakukan aktivitas atau saat aktif, namun bisa juga
terjadi saat istirahat. Kesadaran pasien umumnya menurun (Ria Artiani, 2019).
Menurut WHO stroke adalah adanya tanda-tanda klinik yang berkembang
cepat akibat gangguan fungsi otak fokal (global) dengan gejala-gejala yang
berlangsung selama 24 jam atau lebih yang menyebabkan kematian tanpa adanya
penyebab lain yang jelas selain vaskular.
Jadi stroke hemoragik adalah pembuluh darah otak yang pecah sehingga
menghambat aliran darah yang normal dan darah merembes ke dalam suatu
daerah di otak dan kemudian merusaknya.

2.1.2 Anatomi dan Fisiologi


2.1.2.1 Otak

Gambar 1. Anatomi otak


Berat otak manusia sekitar 1400 gram dan tersusun oleh kurang lebih 100
triliun neuron. Otak terdiri dari empat bagian besar yaitu serebrum (otak besar),
serebelum (otak kecil), brainsterm (batang otak), dan diensefalon.
Serebrum terdiri dari dua hemisfer serebri, korpus kolosum dan
korteks serebri. Masing-masing hemisfer serebri terdiri dari lobus frontalis
yang merupakan area motorik primer yang bertanggung jawab untuk gerakan-
gerakan voluntar, lobur parietalis yang berperanan pada kegiatan
memproses dan mengintegrasi informasi sensorik yang lebih tinggi
tingkatnya, lobus temporalis yang merupakan area sensorik untuk impuls
pendengaran dan lobus oksipitalis yang mengandung korteks penglihatan
primer, menerima informasi penglihatan dan menyadari sensasi warna. Serebelum
terletak di dalam fosa kranii posterior dan ditutupi oleh duramater yang
menyerupai atap tenda yaitu tentorium, yang memisahkannya dari bagian
posterior serebrum. Fungsi utamanya adalah sebagai pusat refleks yang
mengkoordinasi dan memperhalus gerakan otot,serta mengubah tonus dan
kekuatan kontraksi untuk mempertahankan keseimbangan sikap tubuh.
Bagian-bagian batang otak dari bawak ke atas adalah medula oblongata,
pons dan mesensefalon (otak tengah). Medula oblongata merupakan pusat refleks
yang penting untuk jantung, vasokonstriktor, pernafasan, bersin, batuk, menelan,
pengeluaran air liur dan muntah. Pons merupakan mata rantai penghubung yang
penting pada jaras kortikosereberalis yang menyatukan hemisfer serebri dan
serebelum. Mesensefalon merupakan bagian pendek dari batang otak yang berisi
aquedikus sylvius, beberapa traktus serabut saraf asenden dan desenden dan pusat
stimulus saraf pendengaran dan penglihatan.
Diensefalon di bagi empat wilayah yaitu talamus, subtalamus, epitalamus
dan hipotalamus. Talamus merupakan stasiun penerima dan pengintegrasi
subkortikal yang penting. Subtalamus fungsinya belum dapat dimengerti
sepenuhnya, tetapi lesi pada subtalamus akan menimbulkan hemibalismus yang
ditandai dengan gerakan kaki atau tangan yang terhempas kuat pada satu sisi
tubuh. Epitalamus berperanan pada beberapa dorongan emosi dasar seseorang.
Hipotalamus berkaitan dengan pengaturan rangsangan dari sistem susunan saraf
otonom perifer yang menyertai ekspresi tingkah dan emosi.
2.1.2.2 Nervus Cranialis
1) Nervus olvaktorius
Saraf pembau yang keluar dari otak dibawa oleh dahi, membawa
rangsangan aroma (bau-bauan) dari rongga hidung ke otak.
2) Nervus optikus
Mensarafi bola mata, membawa rangsangan penglihatan ke otak.
3) Nervus okulomotoris
Bersifat motoris, mensarafi otot-otot orbital (otot pengerak bola mata)
menghantarkan serabut-serabut saraf para simpati untuk melayani otot
siliaris dan otot iris.
4) Nervus troklearis
Bersifat motoris, mensarafi otot-otot orbital. Saraf pemutar mata yang
pusatnya terletak dibelakang pusat saraf penggerak mata.
5) Nervus trigeminus
Bersifat majemuk (sensoris motoris) saraf ini mempunyai tiga buah
cabang. Fungsinya sebagai saraf kembar tiga, saraf ini
merupakan saraf otak besar, sarafnya yaitu:
1 ) Nervus oltamikus: sifatnya sensorik, mensarafi kulit kepala bagian
depan
kelopak mata atas, selaput lendir kelopak mata dan bola mata.
2) Nervus maksilaris: sifatnya sensoris, mensarafi gigi atas, bibir
atas, palatum, batang hidung, ronga hidung dan sinus maksilaris.
3) Nervus mandibula: sifatnya majemuk (sensori dan motoris)
mensarafi otot-otot pengunyah. Serabut-serabut sensorisnya
mensarafi gigi bawah, kulit daerah temporal dan dagu.
6) Nervus abdusen
Sifatnya motoris, mensarafi otot-otot orbital. Fungsinya sebagai saraf
penggoyang sisi mata.
7) Nervus fasialis
Sifatnya majemuk (sensori dan motori) serabut-serabut motorisnya
mensarafi otot-otot lidah dan selaput lendir ronga mulut. Di
dalam saraf ini terdapat serabut-serabut saraf otonom
(parasimpatis) untuk wajah dan kulit kepala fungsinya sebagai mimik
wajah untuk menghantarkan rasa pengecap.

8) Nervus auditoris
Sifatnya sensori, mensarafi alat pendengar, membawa rangsangan dari
pendengaran dan dari telinga ke otak. Fungsinya sebagai saraf
pendengar.
9) Nervus glosofaringeus
Sifatnya majemuk (sensori dan motoris) mensarafi faring, tonsil dan
lidah, saraf ini dapat membawa rangsangan cita rasa ke otak.
10) Nervus vagus
Sifatnya majemuk (sensoris dan motoris) mengandung saraf-saraf
motorik, sensorik dan parasimpatis faring, laring, paru-paru, esofagus,
gaster intestinum minor, kelenjar-kelenjar pencernaan dalam
abdomen. Fungsinya sebagai saraf perasa.
11) Nervus asesorius
araf ini mensarafi muskulus sternokleidomastoid dan muskulus
trapezium, fungsinya sebagai saraf tambahan.
12) Nervus hipoglosus
Saraf ini mensarafi otot-otot lidah, fungsinya sebagai saraf lidah.
Saraf ini terdapat di dalam sumsum penyambung.
2.2.2.3 Sirkulasi darah otak

Gambar 2. Anatomi Pembuluh Darah Otak


Otak menerima 17 % curah jantung dan menggunakan 20 % konsumsi
oksigen total tubuh manusia untuk metabolisme aerobiknya. Otak diperdarahi
oleh dua pasang arteri yaitu arteri karotis interna dan arteri vertebralis. Dalam
rongga kranium, keempat arteri ini saling berhubungan dan membentuk sistem
anastomosis, yaitu sirkulus Willisi Arteri karotis interna dan eksterna
bercabang dari arteria karotis komunis kira-kira setinggi rawan tiroidea. Arteri
karotis interna masuk ke dalam tengkorak dan bercabang kira-kira setinggi
kiasma optikum, menjadi arteri serebri anterior dan media. Arteri serebri
anterior memberi suplai darah pada struktur-struktur seperti nukleus kaudatus
dan putamen basal ganglia, kapsula interna, korpus kolosum dan bagian-
bagian (terutama medial) lobus frontalis dan parietalis serebri, termasuk korteks
somestetik dan korteks motorik. Arteri serebri media mensuplai darah untuk
lobus temporalis, parietalis dan frontalis korteks serebri.
Arteria vertebralis kiri dan kanan berasal dari arteria subklavia sisi yang
sama. Arteri vertebralis memasuki tengkorak melalui foramen magnum, setinggi
perbatasan pons dan medula oblongata. Kedua arteri ini bersatu membentuk
arteri basilaris, terus berjalan sampai setinggi otak tengah, dan di sini
bercabang menjadi dua membentuk sepasang arteri serebri posterior. Cabang-
cabang sistem vertebrobasilaris ini memperdarahi medula oblongata, pons,
serebelum, otak tengah dan sebagian diensefalon. Arteri serebri posterior dan
cabang-cabangnya memperdarahi sebagian diensefalon, sebagian lobus
oksipitalis dan temporalis, aparatus koklearis dan organ-organ vestibular. Darah
di dalam jaringan kapiler otak akan dialirkan melalui venula-venula (yang tidak
mempunyai nama) ke vena serta di drainase ke sinus duramatris. Dari sinus,
melalui vena emisaria akan dialirkan ke vena-vena ekstrakranial.
2.1.3 Etiologi
Menurut Batticaca (2010), Stroke hemoragik umumnya disebabkan oleh
adanya perdarahan intracranial dengan gejala peningkatan tekana darah systole >
200 mmHg pada hipertonik dan 180 mmHg pada normotonik, bradikardia, wajah
keunguan, sianosis, dan pernafasan mengorok.
Penyebab stroke hemoragik, yaitu :
1. Kekurangan suplai oksigen yang menuju otak.
2. Pecahnya pembuluh darah di otak karena kerapuhan pembuluh darah
otak.
3. Adanya sumbatan bekuan darah di otak.

2.1.4 Klasifikasi
1. Berdasarkan patologi anatomi dan penyebabnya :
a) Stroke Iskemik.
a. Trancient Ischemic Attack (TIA)
b. Trombosis serebri
c. Emboli serebri
b) Stroke Hemoragik
a. Perdarahan intra serebral
b. Perdarahan subarahnoid
2. Berdasarkan stadium atau pertimbangan waktu :
a. Transcient Ischemic Attack (TIA)
b. Reversible Ischemic Neurologic Deficit (RIND)
c. Stroke in evolution atau progressing stroke
d. Completed stroke
3. Berdasarkan sistem pembuluh darah :
a. Sistem karotis
b. Sistem vertebro-basilar
4. Berdasarkan sindroma klinis yang berhubungan dengan lokasi lesi otak,
Bamford dkk mengemukakan klasifikasi stroke menjadi 4 subtipe :
a. Total Anterior Circulation Infarct (TACI)
b. Partial Anterior Circulation Infarct (PACI)
c. Posterior Circulation Infarct (POCI)
d. Lacunar Infarct (LACI)
Stroke dapat terjadi pada semua golongan usia, tetapi sebagian besar ditemukan
pada usia diatas 55 tahun. Insiden stroke pada usia 80-90 tahun adalah 300 per 10.000
penduduk, dimana mengalami peningkatan 100 kali lipat dibandingkan dengan insiden
stroke pada usia 30-40 tahun sebesar 3 per 10.000 penduduk.11 Data Riskesdas pada
tahun 2013 menunjukkan prevalensi penyakit stroke pada kelompok usia yang
didiagnosis oleh tenaga kesehatan atau dengan gejala meningkat seiring usia yaitu
tertinggi pada usia ≥75 tahun (67,0%). (Kemenkes RI, 2013).

2.1.5 Patofisiologi
Stroke hemoragik terjadi perdarahan yang berasal dari pecahnya arteri
penetrans yang merupakan cabang dari pembuluh darah superfisial dan berjalan
tegak lurus menuju parenkim otak yang di bagian distalnya berupa anyaman
kapiler. Aterosklerosis dapat terjadi dengan bertambahnya umur dan adanya
hipertensi kronik, sehingga sepanjang arteri penetrans terjadi aneurisma kecil-
kecil dengan diameter 1 mm. Peningkatan tekanan darah yang terus menerus akan
mengakibatkan pecahnya aneurisme ini, sehingga dapat terjadi perdarahan dalam
parenkim otak yang bisa mendorong struktur otak dan merembas kesekitarnya
bahkan dapat masuk kedalam ventrikel atau ke ruang intrakranial.
Perdarahan intracranial biasanya disebabkan oleh karena ruptur arteri
serebri. Ekstravasasi darah terjadi di daerah otak dan atau subaraknoid, sehingga
jaringan yang ada disekitarnya akan tergeser dan tertekan. Darah ini sangat
mengiritasi jaringan otak, sehingga dapat mengakibatkan vasospasme pada arteri
di sekitar perdarahan. Spasme ini dapat menyebar ke seluruh hemisfer otak dan
sirkulus willis. Bekuan darah yang semula lunak akhirnya akan larut dan
mengecil. Daerah otak disekitar bekuan darah dapat membengkak dan mengalami
nekrosis, karena kerja enzim-enzim maka bekuan darah akan mencair, sehingga
terbentuk suatu rongga. Sesudah beberapa bulan semua jaringan nekrotik akan
diganti oleh astrosit dan kapiler-kapiler baru sehingga terbentuk jalinan desekitar
rongga tadi. Akhirnya rongga-rongga tersebut terisi oleh astroglia yang
mengalami proliferasi.
Perdarahan subaraknoid sering dikaitkan dengan pecahnya aneurisma.
Kebanyakan aneurisma mengenai sirkulus wilisi. Hipertensi atau gangguan
perdarahan mempermudah kemungkinan terjadinya ruptur, dan sering terdapat
lebih dari satu aneurisma. Gangguan neurologis tergantung letak dan beratnya
perdarahan. Pembuluh yang mengalami gangguan biasanya arteri yang
menembus otak seperti cabang lentikulostriata dari arteri serebri media yang
memperdarahi sebagian dari 3 ganglia basalis dan sebagian besar kapsula interna.
Timbulnya penyakit ini mendadak dan evolusinya dapat cepat dan konstan,
berlangsung beberapa menit, beberapa jam, bahkan beberapa hari.
Gambaran klinis yang sering terjadi antara lain; sakit kepala berat, leher
bagian belakang kaku, muntah, penurunan kesadaran, dan kejang. 90%
menunjukkan adanya darah dalam cairan serebrospinal (bila perdarahan besar dan
atau letak dekat ventrikel), dari semua pasien ini 70-75% akan meninggal dalam
waktu 1-30 hari, biasanya diakibatkan karena meluasnya perdarahan sampai ke
system ventrikel, herniasi lobus temporalis, dan penekanan mesensefalon, atau
mungkin disebabkan karena perembasan darah ke pusat-pusat yang vital.
Penimbunan darah yang cukup banyak (100 ml) di bagian hemisfer serebri
masih dapat ditoleransi tanpa memperlihatkan gejala-gejala klinis yang nyata.
Sedangkan adanya bekuan darah dalam batang otak sebanyak 5 ml saja sudah
dapat mengakibatkan kematian. Bila perdarahan serebri akibat aneurisma yang
pecah biasanya pasien masih muda, dan 20 % mempunyai lebih dari satu
aneurisma.
Gangguan pasokan aliran darah otak dapat terjadi dimana saja di dalam
arteri-arteri yang membentuk sirkulus Willisi : arteria karotis interna dan sistem
vertebrobasilar atau semua cabang-cabangnya. Apabila aliran darah ke jaringan
otak terputus selama 15-20 menit maka akan terjadi infark atau kematian
jaringan. Akan tetapi dalam hal ini tidak semua oklusi di suatu arteri
menyebabkan infark di daerah otak yang diperdarahi oleh arteri tersebut.
Mungkin terdapat sirkulasi kolateral yang memadai di daerah tersebut. Dapat juga
karena keadaan penyakit pada pembuluh darah itu sendiri seperti aterosklerosis
dan trombosis atau robeknya dinding pembuluh darah dan terjadi peradangan,
berkurangnya perfusi akibat gangguan status aliran darah misalnya syok atau
hiperviskositas darah, gangguan aliran darah akibat bekuan atau infeksi pembuluh
ektrakranium dan ruptur vaskular dalam jaringan otak
WOC Stroke Hemoragik (SH)
2.1.6 Manifestasi Klinis
Gejala stroke hemoragik bervariasi tergantung pada lokasi pendarahan dan
jumlah jaringan otak yang terkena. Gejala biasanya muncul tiba-tiba, tanpa
peringatan, dan sering selama aktivitas. Gejala mungkin sering muncul dan
menghilang, atau perlahan-lahan menjadi lebih buruk dari waktu ke waktu.

2.1.7 Komplikasi
Stroke hemoragik dapat menyebabkan :
1) Infark Serebri
2) Gangguan otak yang berat.
3) Kematian bila tidak dapat mengontrol respons pernafasan atau
kardiovaskular.
4) Peningkatan TIK

2.1.8 Pemeriksaan Penunjang


Pemeriksaan penunjang diagnostik yang dapat dilakukan adalah :
1. Laboratorium : darah rutin, gula darah, urine rutin, cairan serebrospinal,
analisa gas darah, biokimia darah, elektolit.
2. CT scan kepala untuk mengetahui lokasi dan luasnya perdarahan dan juga
untuk memperlihatkan adanya edema, hematoma, iskemia, dan adanya
infark.
3. Ultrasonografi Doppler : mengidentifikasi penyakit arteriovena ( masalah
sistem arteri karotis ).
4. Angiografi serebral membantu menentukan penyebab stroke secara
spesifik seperti perdarahan atau obstruksi arteri.
5. MRI ( magnetic resonance imaging ) : menunjukan daerah yang
mengalami infark, hemoragik ).
6. EEG ( elektroensefalogram ) : memperlihatkan daerah lesi yang spesifik.
7. Sinar-X tengkorak : menggambarkan perubahan kelenjar lempeng pineal
daerah yang berlawanan dari masa yang meluas; klasifikasi karotis interna
terdapat pada trombosit serebral ; klasifikasi parsial dinding aneurisma
pada perdarahan subarachnoid.
2.1.9 Penatalaksanaan Medis
Adapun penatalaksanaan untuk stroke hemoragik, antara lain :
2.1.9.1 Menurunkan kerusakan iskemik cerebral
Infark cerebral terdapat kehilangan secara mantap inti central jaringan otak,
sekitar daerah itu mungkin ada jaringan yang masih bisa diselematkan,
tindakan awal difokuskan untuk menyelematkan sebanyak mungkin area
iskemik dengan memberikan O2, glukosa dan aliran darah yang adekuat
dengan mengontrol / memperbaiki disritmia (irama dan frekuensi) serta
tekanan darah.
2.1.9.2 Mengendalikan hipertensi dan menurunkan TIK Dengan meninggikan kepala
15-30 dan menghindari posisi kepala fleksi.
2.1.9.3 Pengobatan
1) Anti koagulan: Heparin untuk menurunkan kecederungan perdarahan pada
fase akut.
2) Obat anti trombotik: Pemberian ini diharapkan mencegah peristiwa
trombolitik/emobolik.
3) Diuretika : untuk menurunkan edema serebral
1.1.6.1 Penatalaksanaan Pembedahan
Endarterektomi karotis dilakukan untuk memeperbaiki peredaran darah otak.
Penderita yang menjalani tindakan ini seringkali juga menderita beberapa
penyulit seperti hipertensi, diabetes dan penyakit kardiovaskular yang luas.
Tindakan ini dilakukan dengan anestesi umum sehingga saluran pernafasan
dan kontrol ventilasi yang baik dapat dipertahankan.
2.1 Manajemen Asuhan Keperawatan
1.1.1 Pengkajian Keperawatan
Pengkajian yang sistematis meliputi pengumpulan data, analisa data dan
penentuan masalah. Pengumpulan data diperoleh dengan cara intervensi, observasi,
psikal assesment.
1. Identitas klien
Meliputi : nama, umur, jenis kelamin, status, suku, agama, alamat, pendidikan,
diagnosa medis, tanggal MRS, dan tanggal pengkajian diambil.
2. Keluhan utama
Sering menjadi alasan klien untuk meminta pertolongan kesehatan adalah
kelemahan anggota gerak sebelah badan, bicara pelo, tidak dapat berkomunikasi,
dan penurunan tingkat kesadaran.
3. Riwayat penyakit sekarang
Serangan stroke hemoragik sering kali berlangsung sangat mendadak, pada saat
klien sedang melakukan aktivitas. Biasanya terjadi nyeri kepala, mual, muntah
bahkan kejang sampai tidak sadar, disamping gejala kelumpuhan separoh badan
atau gangguan fungsi otak yang lain.
Adanya penurunan atau perubahan pada tingkat kesadaran disebabkan perubahan
di dalam intrakranial. Keluhan perubahan perilaku juga umum terjadi. Sesuai
perkembangan penyakit, dapat terjadi latergi, tidak responsif, dan koma.
4. Riwayat penyakit dahulu
Adanya riwayat hipertensi, diabetes melitus, penyakit jantung, anemia, riwayat
trauma kepala, kontrasepsi oral yang lama, penggunaan obat – obat antib
koagulan, aspirin, vasodilator, obat – obat adiktif, kegemukan. Pengkajian
pemakaian obat-obat yang sering digunakan klien, seperti pemakaian
antihipertensi, antilipidemia, penghambat beta, dan lainnya. Adanya riwayat
merokok, penggunaan alkohol dan penggunaan obat kontrasepsi oral. Pengkajian
riwayat ini dapat mendukung pengkajian dari riwayat penyakit sekarang dan
merupakan data dasar untuk mengkaji lebih jauh dan untuk memberikan tindakan
selanjutnya.
5. Riwayat penyakit keluarga
Biasanya ada riwayat keluarga yang menderita hipertensi, diabetes melitus, atau
adanya riwayat stroke dan generasi terdahulu.
6. Pemeriksaan fisik
1) Keadaan umum
Melangalami penurunan kesadaran, suara bicara : kadang mengalami gangguan
yaitu sukar dimengerti, kadang tidak bisa bicara/ afaksia. Tanda – tanda vital :
TD meningkat, nadi bervariasi.
a. B1 (breathing)
Pada inspeksi didapatkan klien batuk, peningkatan produksi sputum, sesak
napas, penggunaan obat bantu napas, dan peningkatan frekuensi pernapasan.
Pada klien dengan tingkat kesadaran compas mentis, peningkatan inspeksi
pernapsannya tidak ada kelainan. Palpasi toraks didapatkan taktil premitus
seimbang kanan dan kiri. Auskultasi tidak didapatkan bunyi napas tambahan.
b. B2 (blood)
Pengkajian pada sistem kardiovaskulardidapatkan renjatan (syok hipovolemik)
yang sering terjadi pada klien stroke. Tekanan darah biasanya terjadi
peningkatan dan dapat terjadi hipertensi masif (tekanan darah >200 mmHg.
c. B3 (Brain)
Stroke yang menyebabkan berbagai defisit neurologis, tergantung pada lokasi
lesi (pembuluh darah mana yang tersumbat), ukuran area yang perfusinya tidak
adekuat, dan aliran darah kolateral (sekunder atau aksesori). Lesi otak yang
rusak dapat membaik sepenuhnya. Pengkajian B3 (Brain) merupakan
pemeriksaan fokus dan lebih lengkap dibandingkan pengkajian pada sistem
lainnya.
d. B4 (Bladder)
Setelah stroke klien mungkin mengalami inkontinesia urine sementara karena
konfusi, ketidakmampuan mengomunikasikan kebutuhan, dan ketidakmampuan
untuk mengendalikan kandunf kemih karena kerusakan kontrol motorik dan
postural. Kadang kontrol sfingter urine eksternal hilang atau berkurang. Selama
periode ini, dilakukan kateterisasi intermiten dengan teknik steril. Inkontinesia
urine yang berlanjut menunjukkan kerusakan neurologis luas.
e. B5 (Bowel)
Didapatkan adanya keluhan kesulitan menelan, nafsu makan menurun, mual
muntah pada pasien akut. Mual sampai muntah disebabkan oleh peningkatan
produksi asam lambung sehingga menimbulkan masalah pemenuhan nutrisi.
Pola defekasi biasanya terjadi konstipasi akibat penurunan peristaltik usus.
Adanya inkontinesia alvi yang berlanjut menunjukkan kerusakan neurologis
luas.
f. B6 (Bone)
Pada kulit, jika klien kekurangan O2 kulit akan tampak pucat dan jika
kekurangan cairan maka turgor kulit akan buruk. Selain itu, perlu juga tanda-
tanda dekubitus terutama pada daerah yang menonjol karena klien stroke
mengalami masalah mobilitas fisik. Adanya kesulitan untuk beraktivitas karena
kelemahan, kehilangan sensori atau paralise/hemiplegi, serta mudah lelah
menyebabkan masalah pada pola aktivitas dan istirahat.
2) Pengkajian tingkat kesadaran
Pada klien lanjut usia tingkat kesadaran klien stroke biasanya berkisar pada
tingkat latergi, stupor, dan semikomantosa.
3) Pengkajian fungsi serebral
Pengkajian ini meliputi status mental, fungsi intelektual, kemampuan bahasa,
lobus frontal, dan hemisfer.s
4) Pengkajian saraf kranial
Umumnya terdapat gangguan nervus cranialis VII dan XII central.
5) Pengkajian sistem motorik
Hampir selalu terjadi kelumpuhan / kelemahan pada salah satu sisi tubuh.
6) Pengkajian refleks
Pada fase akut reflek fisiologis sisi yang lumpuh akan menghilang. Setelah
beberapa hari refleks fisiologi akan muncul kembali di dahului dengan refleks
patologis.
7) Pengkajian sistem sensori
Dapat terjadi hemihipertensi.

2.2 Diagnosa Keperawatan


Merupakan pernyataan yang menjelaskan status kesehatan baik aktual maupun
potensial. Perawat memakai proses keperawatan dalam mengidentifikasi dan
mengsintesa data klinis dan menentukan intervensi keperawatan untuk mengurangi,
menghilangkan, atau mencegah masalah kesehatan klien yang menjadi tanggung
jawabnya.
1. Gangguan perfusi jaringan cerebral berhubungan dengan gangguan aliran darah
sekunder akibat peningkatan tekanan intracranial. ( SDKI D.0017 )
2. Bersihan jalan napas tidak efektif yang berhubungan dengan menurunnya
refleks batuk dan menelan, imobilisasi (SDKI D.0001)
3. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan kerusakan neuromuscular
(SDKI D.0054)
4. Gangguan eliminasi urin (incontinensia urin) yang berhubungan dengan
penurunan sensasi, disfungsi kognitif, ketidakmampuan untuk berkomunikasi
(SDKI D.0040)
5. Gangguan integritas kulit/jaringan berhubungan dengan tirah baring lama
(SDKI D.0129)
6. Gangguan persepsi sensori : perabaan yang berhubungan dengan penekanan
pada saraf sensori (SDKI D.0085)
7. Difisit nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
ketidakmampuan menelan (SDKI D.0019)
8. Defisit perawatan diri berhubungan dengan hemiparese/hemiplegi (SDKI
D.0109)
9. Gangguan komunikasi verbal berhubungan dengan kehilangan kontrol otot
facial atau oral (SDKI D.0119)
2.3 Intervensi Keperawatan
Diagnosa Keperawatan Tujuan (Kriteria Hasil) Intervensi
Risiko perfusi serebral tidak efektif Setelah diberikan asuhan Manajemen Peningkatan Tekanan
keperawatan selama 1 x 7 jam, Intrakranial I.06194 hal.205
berhubungan dengan gangguan Observasi
diharapkan Perfusi jaringan otak
aliran darah sekunder akibat dapat tercapai secara optimal. 1. Idintifikasi penyebab peningkatan TIK
(mis. Lesi, gangguan metabolisme,
peningkatan tekanan intracranial Kriteria hasil :
SLKI L.0201 edema serebral).
(SDKI D.0017) 1. Kognitif : (5) 2. Monitor tanda/gejala peningkatan TIK
2. Gelisah : (1) (mis. Tekanan darah meningkat,
3. Kecemasan : (1) tekanan nadi melebar, bradikardia,
4. Demam : (1) pola napas ireguler, kesadaran
5. Kesadaran : (5) menurun)
6. Nilai rata-rata tekanan darah : 3. Monitor MAP (Mean Arterial Pressure)
(5) 4. Monitor CVP (Central Venous
Pressure), jika perlu
5. Monitor PAWP, jika perlu
6. Monitor PAP, jika perlu
7. Monitor ICP (Intra Cranial Pressure),
jika tersedia
8. Monitor CPP (Cerebral Perfusion
Pressure)
9. Monitor gelombang ICP
10. Monitor status pernapasan
11. Monitor intake dan output cairan
12. Monitor cairan serebro-spinalis
(mis.warna,konsistensi)
Terapeutik
1. Minimalkan stimulus dengan
menyediakan lingkungan yang tenang
2. Berikan posisi semi fowler
3. Hindari manuver valsava
4. Cegah terjadinya kejang
5. Hindari penggunaan PEEP
6. Hindari pemberian cairan IV hipotonik
7. Atur ventilator agar PaCO2 optimal
8. Petahankan suhu tubuh normal
Kolaborasi
1. Kolaborasi pemberian sedasi dan anti
konvulsan, jika perlu
2. Kolaborasi pemberian diuretik osmosis,
jika perlu
Bersihan jalan napas tidak efektif Setelah dilakukan tindakan Latihan Batuk Efektif I.01006 hal.142
keperawatan selama 1x7 jam Jalan Observasi
yang berhubungan dengan
nafas tetap efektif. 1. Identifikasi kemampuan batuk
menurunnya refleks batuk dan Kriteria hasil : 2. Monitor adanya retensi sputum
SLKI L.01001 3. Monitor tanda dan gejala infeksi
menelan, imobilisasi (SDKI
1. Batuk efektif : (5) saluran napas
D.0001) 2. Produksi sputum : (1) 4. Monitor input dan output cairan
3. Gelisah : (1) Terapeutik
4. Frekuensi napas : (5) 1. Atur posisi semi fowler atau fowler
5. Pola napas : (5) 2. Pasang perlak dan bengkok di pangkuan
pasien
3. Buang secret pada tempat sputum
Edukasi
1. Jelaskan tujuan dan prosedur batuk
efektif
2. Anjurkan tarik napas dalam melalui
hidung selama 4 detik,di tahan selama
2 detik,kemudian keluarkan dari mulut
dengan bibir mencucu (dibulatkan)
selama 8 detik
3. Anjurkan mengulangi tarik napas dalam
hingga 3 kali
4. Anjurkan batuk dengan kuat langsung
setelah tarik napas yang ke-3
Kolaborasi:
1. Kolaborasi pemberian mukolitik atau
ekspektoran, jika perlu
Gangguan mobilitas fisik Setelah diberikan asuhan Dukungan Ambulasi I.06171 hal.22
keperawatan 1x 7 jam diharapkan Observasi
berhubungan dengan kerusakan
mobilisasi klien mengalami 1. Identifikasi adanya nyeri atau keluhan
neuromuscular (SDKI D.0054) peningkatan. fisik lainya
Kriteria hasil: 2. Identifikasi toleransi fisik melakukan
SLKI L.05042 ambulasi
1. Pergerakan ekstermitas : (5) 3. Monitor frekuensi jantung dan tekanan
2. Kekuatan otot : (5) darah sebelum memulai ambulasi
3. Rentang gerak ROM : (5) 4. Monitor kondisi umum selama
5. Kecemasan : (1) melakukkan ambulasi
6. Kaku sendi : (1) Terapeutik
7. Gerakan terbatas : (1) 1. Fasilitasi aktivitas ambulasi dengan
8. Kelemahan fisik : (1) alat bantu
2. Fasilitasi melakukkan mobilisasi fisik,
jika perlu
3. Libatkan keluarga untuk membantu
pasien dalam meningkatkan ambulasi
Edukasi
1. Jelaskan tujuan dan prosedur ambulasi
2. Anjurkan melakukkan ambulasi dini
Gangguan eliminasi urin Setelah dilakukan tindakan Dukungan Perawatan Diri: BAK/BAB
keperawatan selama 1x7 jam I.11349 hal.37
(incontinensia urin) yang Klien mampu mengontrol Observasi
eliminasi urinnya. 1. Identifikasi kebiasaan BAK/BAB sesuai
berhubungan dengan penurunan
Kriteria hasil : usia
sensasi, disfungsi kognitif, SLKI L.04034 L.04034 2. Monitor integritas kulit pasien
1. Sensasi berkemih : (5) Terapeutik
ketidakmampuan untuk
2. Desakan berkemih : (1) 1. Buka pakaian yang diperlukan untuk
berkomunikasi (SDKI D.0040) 3. Frekuensi BAK : (5) memudahkan eliminasi
4. Karakter urine : (1) 2. Dukungan penggunaan
toilet/commode/pispot/urinal secara
konsisten
3. Jaga privasi selama eliminasi
4. Ganti pakaian pasien setelah eliminasi
jika perlu
5. Bersikan alat bantu BAK/BAB setelah
digunakan
6. Latih Bak/BAB sesuai jadwal, jika perlu
7. Sediakan alat bantu
Edukasi
1. Anjurkan BAK/BAB secara rutin
2. Anjurkan ke kamar mandi/toilet, jika
perlu
Gangguan integritas kulit/jaringan Setelah dilakukan tindakan 5. Gunakan produk berbahan ringan/alami
keperawatan selama 1x7 jam dan hipoalergik pada kulit sensitif
berhubungan dengan tirah baring
Klien mampu mempertahankan 6. Hindari produk berbahan dasar alkohol
lama (SDKI D.0129) keutuhan kulit pada kulit kering
Kriteria hasil : Edukasi
SLKI L.14125 1. Anjurkan menggunakan pelembab
1. Elastisitas : (5) 2. Anjurkan minum air yang cukup
2. Perfusi jaringan : (5) 3. Anjurkan meningkatkan asupan nutrisi
3. Kerusakan jaringan : (1) 4. Anjurkan meningkatkan asupan buah
dan sayur
5. Anjurkan menghindari terpapar suhu
ektrem
6. Anjurkan menggunakan tabir surya SPF
minimal 30 saat berada diluar rumah
7. Anjurkan mandi dan menggunakan
sabun secukupnya
Gangguan persepsi sensori : Setelah dilakukan tindakan Manajemen halusinasi I.09288 hal.178
keperawatan selama 1x7 jam Observasi
perabaan yang berhubungan dengan
diharapkan Meningkatnya 1. Monitor perilaku yang mengindikasi
penekanan pada saraf sensori (SDKI persepsi sensorik secara optimal. halusinasi
Kriteria hasil : 2. Monitor dan sesuaikan tingkat aktivitas
D.0085)
SLKI L.09083 dan stimulus lingkungan
1. Verbalisasi mendengar bisikan : 3. Monitor isi halusinasi (mis. Kekerasan
(1) atau membehayakan diri)
2. Vebalisasi melihat bayangan : Terapeutik
(1) 1. Pertahankan lingkungan yang aman
3. Verbalisasi merasakan sesuatu 2. Lakukkan tindakan keselamatanketika
melalui indra perabaan : (1) tidak dapat mengontrol perilaku
4. Verbalisasi merasakan sesuatu 3. Diskusikan perasaan dan respon
melalui indra penciuman : (1) terhadap halusinasi
5. Verbalisasi merasakan sesuatu 4. Hindari perdebatan tentang validitas
melalui indra perabaan : (1) halusinasi
Edukasi
6. Verbalisasi merasakan sesuatu
1. Anjurkan monitor sendiri situasi
melalui indra pengecapan :
terjadinya halusinansi
(1)
2. Anjurkan bicara pada orang yang
7. Perilaku halusinasi : (1)
dipercaya untuk memberi dukungan
8. Orientasi : (5)
dan umpan balik korektif terhadap
halusinasi
3. Anjurkan melakukkan distraksi
4. Anjurkan pasien dan keluarga cara
mengontrol halusinasi
Kolaborasi
1. Kolaborasi pemberian obat antipsikotik
dan antiansietas, jika perlu
Difisit nutrisi kurang dari kebutuhan Setelah dilakukan tindakan Manajemen Nutrisi I.03119 hal.200
keperawatan selama 1x7 jam Observasi
tubuh berhubungan dengan
tidak terjadi gangguan nutrisi. 1. Identifikasi status nutrisi
ketidakmampuan menelan (SDKI Kriteria hasil : 2. Identifikasi alergi dan intoleransi
D.0019) SLKI L.03030 makanan
1. Porsi makanan yang 3. Identifikasi makanan yang disukai
dihabiskan : (5) 4. Identifikasi kebutuhan kalori dan jenis
2. Kekuatan otot pengunyah : (5) makanan
3. Kekuatan otot menelan : (5) 5. Identifikasi perlunya penggunaan
4. Verbalisasi keinginan selang nasogastrik
untuk meningkatkan nutrisi : 6. Monitor asupan makanan
(5) 7. Monitor BB
5. Pengetahuan tentang pilihan 8. Monitor hasil pemeriksaan
makanan yang sehat : (5) laboratorium
6. Pengetahuan tentang pilihan Terpeutik
minuman yang sehat : (5) 1. lakukkan oral hygiene sebelum makan,
7. Nafsu makan : (5) jika perlu
8. Frekuensi makan : (5) 2. fasilitasi memerlukan pedoman diet
9. Bising usus : (5) 3. sajikan makanan secara menarik dan
suhu yang sesuai
4. berikan makanan tinggi serat untuk
mencegah konstipasi
5. berikan makanan tinggi kalori dan tinggi
protein
6. berikan suplemen makanan, jika perlu
7. hentikan pemberian makanan melalui
selang nasogastrik jika asupan oral
dapat ditoleransi
Edukasi
1. Anjurkan posisi duduk, jika perlu
2. Anjurkan diet yang diprogramkan
Kolaborasi
1. Kolaborasi pemberian medikasi
sebelum makan (mis. Pereda nyeri,
antiemetik), jika perlu
2. Kolaborasi dengan ahli gizi untuk
menuntukan jumlah kalori dan jenis
nutrien yang dibutuhkan, jika perlu
Defisit perawatan diri berhubungan Setelah dilakukan tindakan Dukungan Perawatan Diri I.11348 hal.36
keperawatan selama 1x7 jam Observasi
dengan hemiparese/hemiplegi
Kebutuhan perawatan diri klien 1. Identifikasi kebiasaan aktivitas
(SDKI D.0109) terpenuhi. perawatan diri sesuai usia
Kriteria hasil : 2. Monitor tingkat kemandirian
SLKI L.11103 3. Identifikasi kebutuhan alat bantu
1. Kemampuan mandi : (5) kebersihan diri, berpakaian, berhias,
2. Kemampuan mengenakan dan makan
pakaian (5) Terapeutik
3. Kemampuan makan : (5) 1. Sediakan lingkungan yang terapeutik
(mis. Suasana hangat, rileks, privasi)
4. Kemampuan ke toilet
2. Siapkan keperluan pribadi (mis. Parfum,
(BAB/BAK) : (5)
sikat gigi, dan sabun mandi)
5. Verbalisasi keinginan
3. Dampingi dalam melakkukan
melakukkan perawatan diri :
perawatan diri sampai mandiri
(5)
4. Fasilitasi untuk menerima keadaan
6. Minat melakukkan perawatan
diri : (5) ketergantungan
7. Mempertahankan kebersihan 5. Fasilittasi kemandirian, bantu jika
diri : (5) mampu melakukkan perawatan diri
8. Mempertahankan kebersihan 6. Jadwalkan rutinitas perawatan diri
mulut : (5) Edukasi
1. Anjurkan melakukkan perawatan diri
secara konsisten sesuai kemampuan
Gangguan komunikasi verbal Setelah diberikan asuhan Promosi Komunikasi: Defisit Bicara I.13492
keperawatan selama 1x 7 jam hal.373
berhubungan dengan kehilangan
diharapkan kerusakan komunikasi Observasi
kontrol otot facial atau oral (SDKI verbal klien dapat teratasi.
Kriteria hasil : 1. Monitor kecepatan, tekanan, kuantitas,
D.0119)
SLKI L.13118 volume, dan diksi bicara.
1. Kemampuan berbicara : (5). 2. Monitor proses kognitif, anatomis,
2. Kemampuan mendengar : (5) dan fisiologis yang berkaitan dengan
3. Kesesuaian ekspresi bicara (mis. Memori, pendengaran,
wajah/tubuh : (5) dan bahasa)
4. Kontak mata : (5) 3. Monitor frustasi, marah, depresi ata
5. Respons perilaku : (5) hal lain yang mengganggu bicara.
6. Pemahaman komunikasi : (5) 4. Identifikasi perilaku emosional dan
fisik sebagai bentuk komunikasi.
Terapeutik
1. Gunakan metode komunikasi
alternatif (mis. Menulis, mata
berkedip, papan komunikasi dengan
gambar dan huruf, isyarat tangan,
dan komputer)
2. Modifikasi lingkungan untuk
meminimalkan bantuan.
3. Ulangi apa yang disampaikan pasien.
4. Berikan dukungan psikologis
5. Gunakan juru bicara, jika perlu
Edukasi
1. Anjurkan berbicara perlahan
2. Anjurkan pasien dan keluarga proses
kognitif, anatomis, dan fisiologis yang
berhubungan dengan kemampuan
berbicara
Kolaborasi
1. Rujuk ke ahli patologi bicara
atau terapis
2.4 Implementasi Keperawatan
Pelaksanaan asuhan keperawatan merupakan realisasi dari pada rencana
tindakan yang telah ditetapkan meliputi tindakan independent, depedent,
interdependent. Pada pelaksanaan terdiri dari beberapa kegiatan, validasi,
rencan keperawatan, mendokumentasikan rencana keperawatan, memberikan
asuhan keperawatan dan pengumpulan data.
2.5 Evaluasi Keperawatan
Tahap evaluasi dalam proses keperawatan menyangkut pengumpulan data
subyektif dan obyektif yang akan menunjukkan apakah tujuan pelayanan keperawatan
sudah dicapai atau belum. Bila perlu langkah evaluasi ini merupakan langkah awal
dari identifikasi dan analisa masalah selanjutnya.
BAB 3
ASUHAN KEPERAWATAN
Berdasarakan pengkajian yang didapatkan pada Senin tanggal, 18
Oktober 2021, Pukul 12:30 wib adalah :

3.1 Pengkajian
3.1.1 Identitas Klien
Nama : Ny. N
Umur : 42 Tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Suku Bangsa : Dayak /Indonesia
Agama : Kristen
Pekerjaan : Swasta
Pendidikan : SMA
Status Perkawinan : Sudah menikah
Alamat : Jl. Tampung Penyang I
Tgl MRS : 11 Oktober 2021
Diagnosa Medis : Stroke Hemoragik
3.1.2 Riwayat Kesehatan/Perawatan
3.1.2.1 Keluhan Utama :
Keluarga mengatakan pasien sakit kepala
3.1.2.2 Riwayat Penyakit Sekarang
Keluarga mengatakan 3 hari sebelum masuk rumah sakit pasien sering
mengeluh sakit kepala saat sedang beristirahat dirumah karena sakit kepala
makin bertambah serta pasien mengalami kelemahan anggota tubuh sebelah
kiri dan mengalami gangguan bicara, lalu oleh keluarga pasien diantar ke
RSUD Doris Sylvanus Palangka Raya pada tanggal 11 Oktober 2021 jam
19.33 wib. Sesampai di IGD pasien dilakukan pemeriksaan TTV dengan TD :
190/110 mmHg, N : 110 x/menit, RR : 23 x/menit, S : 36,7 c dan kesadaran
pasien compos mentis (E4, V5,M6) lalu pasien diberikan terapi pemasangan
oksigen nasal 2 lpm, infus RL 20 tpm ditangan sebalah kanan, Inj Nicardipin
(1 x 10 mg), Inj Citicoline (1 x 125 mg) dan Inj Ondansentron (1 x 4 mg) serta
pasien di lakukan pemeriksan laboratorium. Pasien dirawat di IGD sekitar 3
jam lalu di pindahkan ke ruangan bougenvile untuk dilakukan perawatan lebih
lanjut.
3.1.2.3 Riwayat Penyakit Sebelumnya
Keluarga mengatakan pasien memiliki riwayat penyakit hipertensi, pasien
tidak pernah masuk rumah sakit sebelumnya dan tidak memiliki riwayat operasi.
3.1.2.4 Riwayat Penyakit Keluarga
Keluarga pasien mengatakan tidak ada keluarga yang memiliki riwayat
penyakit stroke hemoragik ataupun hipertensi.
Genogram keluarga

Keterangan :

: Laki-laki

: Perempuan

: Meninggal
: Meninggal
: Klien
... : Tinggal Serumah
: Hubungan Keluarga
3.1.3 Pemeriksaan Fisik
3.1.4.1 Keadaan Umum
Keadaan umum pasien tampak lemah, pasien tampak berbaring semi
fowler, bergerak terbatas, tingkat kesadaran pasien compos menthis
(E4,V5,M6), penampilan pasien tampak kurang rapi dan bersih, terpasang
oksigen nasal 2 lpm, terpasang selang NGT, terpasang infus asering 16 tpm
ditangan sebelah kanan,dan terpasang selang kateter.
3.1.3.2 Status Mental
Tingkat kesadaran compos menthis, ekspresi wajah meringis, bentuk badan
sedang, suasana hati sedih, berbicara kurang jelas , fungsi kognitif orientasi waktu
pasien dapat membedakan antara pagi, siang, malam, orientasi orang pasien dapat
mengenali keluarga maupun petugas kesehatan, orientasi tempat pasien mengetahui
bahwa sedang berada di rumah sakit. Insight baik, mekanisme pertahanan diri adaptif.
3.1.3.3 Tanda-tanda Vital
Pada saat pengkajian tanda–tanda vital, tekanan darah 180/90 mmHg, Nadi 95
x/menit, pernapasan 22 x/menit dan suhu 36,5 0C .
3.1.3.4 Pernapasan (Breathing)
Bentuk dada simetris, tidak ada sesak, type pernafasan dada dan perut,
irama pernafasan vesikuler.
3.1.3.5 Cardiovasculer (Bleeding)
Pasien merasakan sakit kepala, CRT <2 detik, ictus cordis terlihat, vena
jugularis tidak meningkat, suara jantung normal S1 lup S2 dup.
Masalah keperawatan: Risiko Perfusi Serebral Tidak Efektif
3.1.3.6 Persyarapan (Brain)
Nilai GCS Eye: 4 (membuka mata spontan), verbal: 5 (orientasi baik dapat
berbicara dengan lancar), motorik: 6 (mematuhi perintas). Total nilai GCS: 15
(Compos Mentis), reflex cahaya kanan dan kiri positif, pasien mengalami
gangguan bicara (Pelo).
Uji Syaraf Kranial : Nervus Kranial I (Olfactorius) Klien mampu mencium bau-
bauan, Nervus Kranial II (Opticus) Klien dapat melihat dengan baik, Nervus Kranial
III (Okulomotoris) Pergerakan pupil baik ketika di beri rangsangan, Nervus Kranial
IV (Troklearis) Pergerakan bola mata ke kiri/kanan baik, Nervus Kranial V
(Trigeminus) Penurunan kemampuan koordinasi mengunyah, Nervus Kranial VI
(Abdusen) Pergerakan bola mata ke arah lateral baik, Nervus Kranial VII (Fasialis)
Wajah asimetris dan otot wajah tertarik ke sisi yang sehat, Nervus Kranial VIII
(Vestibuloakustikus) Klien dapat mendengar bisikan, Nervus Kranial IX
(Glosofaringus) Klien dapat membedakan rasa pahit Nervus Kranial X (vagus)
Kemampuan menelan kurang baik, Nervus Kranial XI (asesouris) Klien dapat
menggerakan bahu, Nervus Kranial XII (hipoglosus) Klien hanya dapat menjulurkan
lidah ke sisi yang sehat. Ekstermitas atas jari ke jari positif, jari ke hidung positif.
Ekstermitas bawah tumit ke jempul kaki positif. Uji kestabilan tubuh negatif.
Keluhan lainnya: keluarga pasien mengatakan anggota badan sebelah kiri pasien
tidak bisa di gerakan dan pasien tidak dapat berbicara dengan jelas.
Masalah keperawatan : - Gangguan Mobilitas Fisik
- Gangguan komunikasi verbal
3.1.3.7 Eliminasi Uri (Bladder)
Produksi urine 850 ml perhari warna kuning bau amonia tidak ada
masalah/lancer.
3.1.3.8 Eliminasi Alvi (Bowel)
Mulut pasien terlihat normal, bibir kering, gigi tampak kotor, gusi
tidak ada peradangan, lidah tampak kotor, tonsil tidak ada peradangan, buang
air besar 2 kali/hari dengan warna kecoklatan dan konsistensi lembek, tidak
ada nyeri, dan tidak ada benjolan.
Masalah keperawatan: Defisit perawatan diri
3.1.3.9 Tulang-Otot-Integumen (Bone)
Kemampuan pergerakan sendi pasien bergerak terbatas, hemiparese sinistra,
ukuran otot simetris uji kekuatan otot kiri 1/1, kanan 5/5 dan tidak ada deformitas
tulang.
Masalah keperawatan: Gangguan Mobilitas fisik

3.1.3.10 Kulit-kulit Rambut


Klien tidak memiliki riwayat alergi obat makanan dan kosmetik, suhu
kulit hangat, warna kulit normal, turgor kulit klien baik, tekstur kulit halus,
distirbusi rambut merata, bentuk kuku simetris.
3.1.3.11 Sistem Penginderaan
Fungsi penglihatan baik, gerakan bola mata normal, selera normal
(putih), konjungtiva merah muda, kornea bening, fungsi penginderaan baik,
bentuk hidung simetris, tidak ada lesi, tidak ada nyeri tekan.
3.1.3.12 Leher Dan Kelenjar Limfe
Tidak terdapat massa, tidak terdapat jaringan parut, kelenjar limfe teraba,
kelenjar tyroid teraba, mobilitas leher bebas.
3.1.3.13 Sistem Reproduksi (Wanita)
Tidak ada kemerahan, tidak ada gatal-gatal, tidak ada pendarahan,
kebersihan uretra baik, payudara simetris, tidak ada pembekakan pada
payudara, dan puting menonjol.
3.1.4 Pola Fungsi Kesehatan
3.1.4.1 Persepsi Terhadap Kesehatan dan Penyakit :
Keluarg pasien mengatakan bahwa pasien ingin cepat sembuh, dan ingin
menjalankan aktivitas seperti biasanya.
3.1.4.2 Nutrisi dan Metabolisme
TB : 150 cm, BB sekarang 50 Kg, BB sebelum sakit 52 kg, diet cair, diet
rendah lemak, tidak ada mual dan muntah.
Pola Makan Sehari-hari Sesudah Sakit Sebelum Sakit
Frekuensi/hari 3 kali sehari 3 kali sehari
Porsi 4 x 200 ml susu 1 porsi
Nafsu makan Baik Baik
Jenis Makanan Susu sonde rendah lemak Nasi, lauk, dan
sayuran
Jenis Minuman Air putih dan susu Air putih, susu,
dan teh
Jumlah minuman/cc/24 jam 1000 cc / hari 1.500 cc / hari
Kebiasaan makan Pagi, sore, malam Pagi, sore, malam
Keluhan/masalah Nafsu makan menurun Tidak ada maslah
Masalah Keperawatan : Risiko Defisit Nutrisi
3.1.4.3 Pola istirahat dan tidur :
Keluarga pasien mengatakan pola tidur malam 8 – 9 jam dan siang 3 jam
sebelum sakit, dan saat sakit pasien mengatakan pola tidur malam + 8 jam dan siang 1
– 2 jam Masalah Keperawatan Tidak ada
3.1.4.4 Kognitif
Pasien dan keluarga sudah mengetahui penyakitnya setelah itu diberikan
penjelasan dari dokter dan tenaga medis lainya. Masalah keperawatan tidak ada
3.1.4.5 Konsep diri (Gambaran diri, ideal diri, identitas diri, harga diri, peran ) :
Pasien mengetahui bahwa dirinya seorang perempuan, keluarga pasien
mengatakan bahwa pasien ingin segera sembuh, pasien mengetahui bahwa ia seorang
istri, pasien mengetahui bahwa dia dihargai oleh keluarganya, pasien mengetahui
bahwa dia adalah seorang ibu rumah tangga. Masalah keperawatan tidak ada
3.1.4.6 Aktivitas Sehari-hari
Sebelum sakit keluarga pasien mengatakan bahwa pasien melakukan aktivitas
mandiri, namun saat sakit aktivitasnya dibantu oleh keluarga. Masalah keperawatan
: Gangguan Mobilitas Fisik
3.1.4.7 Koping –Toleransi terhadap Stress
Keluarga pasien mengatakan bila ada masalah biasanya pasien menceritakan
kepada keluarganya. Masalah keperawatan tidak ada
3.1.4.8 Nilai-Pola Keyakinan
Keluarga pasien mengatakan bahwa pasien sering beribadah sebelum sakit.
Masalah keperawatan tidak ada
3.1.5 Sosial - Spiritual
2.1.5.1 Kemampuan berkomunikasi:
Pasien tidak dapat berkomunikasi dengan baik
2.1.5.2 Bahasa sehari-hari:
Bahasa dayak / indonesia
2.1.5.3 Hubungan dengan keluarga :
Keluarga pasien mengatakan hubungan pasien dengan keluarganya baik-baik
saja
2.1.5.4 Hubungan dengan teman/petugas kesehatan/orang lain :
Hubungan pasien dengan perawat dan tim medis sangat baik, dilihat dari
pasien menerima perawatan yang datang untuk merawat dirinya
2.1.5.5 Orang berarti/terdekat :
Keluarga pasien mengatakan orang terdekat adalah anak dan keluarganya
2.1.5.6 Kebiasaan menggunakan waktu luang :
Keluarga pasien mengatakan bahwa pasien menggunakan waktu luangnya
umtuk berkumpul dengan keluarga
2.1.5.7 Kegiatan beribadah :
Keluarga pasien mengatakan sebelum sakit pasien taat dalam beribadah

3.1.6 Data Penunjang (Radiologis, Laboratorium, Penunjang Lainnya)


Parameter Hasil Nilai Normal
Glukosa – sewaktu 129 mg/dl <200 mg/dl
Ureum 24 mg/dl 21 – 53 mg/dl
Kreatinin 0,63 mg/dl 0,17 – 1,5 mg/dl
Hbs Ag ( - )/ Negatif ( - )/ Negatif
Natrium (Na) 132 mmol/L 135-148 mmol/L
Kalium (K) 3,5 mmol/L 3,5-5,3 mmol/L
Calcium (Ca) 1,07 mmol/L O,98-1,2 mmol/L
WBC 17.99 (10^3/uL) 4.50-11.00
HGB 12.7 g/dL 10.5-18.0
HCT 38.5 % 37.0-48.0
PLT 329 (10^3/uL) 150-400
3.1.7 Penatalaksanaan Medis
Nama obat Dosis Rute Kegunaan
Inf. Asering 16 Tpm IV Cairan infus yang berisi larutan dextrose
dan elektrolit yang dapat digunakan untuk
memenuhi kebutuhan glukosa dalam tubuh
ketika pasien tidak dapat meminum cairan
yang cukup atau dibutuhkan tambahan dari
luar demi menjaga keseimbangan cairan
dan elektrolit.
Inf. Manitol 3x100 ml IV Cairan infus yang digunakan untuk
mengurangi tekanan dalam otak (tekanan
intrakranial), tekanan dalam bola mata
(tekanan intraokular), dan pembengkakan
otak (cerebral edema).
Inj. Mecobalamin 3x500 mg IV Salah satu bentuk vitamin B12 yang
memiliki peran penting terhadap
pembentukan sel darah merah,
metabolisme sel tubuh, sel saraf, dan
produksi DNA.
Inj. Ceftriaxone 2x1gr IV Digunakan untuk mengobati infeksi
bakteri seperti kencing nanah (gonore) dan
infeksi bakteri lainnya. Obat ini juga
digunakan sebelum operasi untuk
mencegah infeksi. Ceftriaxone bekerja
dengan cara membunuh bakteri dan
mencegah pertumbuhannya.
Inj. Ketorolac 3x30 mg IV Ketorolac adalah obat untuk meredakan
nyeri dan peradangan. Obat ini sering
digunakan setelah operasi atau prosedur
medis yang bisa menyebabkan nyeri. 
Inj. Omeprazole 1x40 mg IV Untuk mengatsi gangguan lambung seperti
penyakit asam lambung dan tukak lambung.
Obat ini dapat mengurangi produksi asam
didalam lambung.
Inj. Kalnex 2x500 mg IV Obat yang digunakan untuk membantu
menghentikan pendarahan seperti pada
kondisi mimisan, tindakan operasi, dan
menstruasi yang berkepanjangan.
Amlodipin 1x10 mg PO Amlodipine adalah obat untuk
menurunkan tekanan darah pada kondisi
hipertensi, obat ini bekerja dengan cara
membantu melemaskan otot pembuluh
darah. Dengan begitu, pembuluh darah
akan melebar, darah dapat mengalir
dengan lebih lancar, dan tekanan darah
dapat menurun.
Candersatan 1x16 mg PO Candesartan adalah obat untuk
menurunkan tekanan darah pada
hipertensi. Obat ini juga digunakan dalam
pengobatan gagal jantung.

Palangka Raya, 18 Oktober 2021


Mahasiswa

( Nuning Pratiwie )
3.2 Analisa Data
DATA SUBYEKTIF DAN KEMUNGKINAN
MASALAH
DATA OBYEKTIF PENYEBAB
1. DS : Keluarga mengatakan Peningkatan Tekanan Risiko Perfusi
pasien sakit kepala Darah Serebral Tidak
DO : Efektif
- Pasien tampak lemas Pecahnya Pembuluh
- Pasien tampak berbaring Darah Diotak
dengan posisi kepala 30o
Tekanan Pada
- Pasien tampak lemah diatas
Jaringan Otak
tempat tidur
- Kesadaran pasien Compos Peningkatan Tekanan
Mentis (E4V5M6) nilai GCS Intrakranial
Eye: 4 (membuka mata
spontan), verbal: 5 (orientasi Gangguan Aliran
baik dapat berbicaradengan Darah Dan Oksigen
lancar), motorik: 6 (mematuhi Keotak
perintah).
- Pasien memiliki riwayat Risiko Perfusi
hipertensi Serebral Tidak
- TTV : Efektif
TD = 180/90 mmHg
N = 95x/menit
RR = 22x/menit
S = 36,5oC
- Parese Nervus Kranial XII
(hipoglosus)

2. DS : Keluarga mengatakan Hemoragik Gangguan Mobilitas


anggota tubuh sebelah kiri pasien Fisik
tidak bisa digerakan Gangguan fungsi
DO :
motorik
- Pasien tampak lemas
- Pasien tampak berbaring
dengan posisi kepala 30o Kelemahan anggota
gerak
- Pasien tampak lemah diatas
tempat tidur
Hemipareses
- Kemampuan pergerakan
sendi terbatas
Gangguan Mobilitas
- Pasien tampak tidak dapat Fisik
menggerakan anggota tubuh
sebagian
- Hemiparese sinistra
- Uji kekuatan otot
ekstremitas kiri 1/1, kanan
5/5
- Skala aktivitas 4
( memerlukan bantuan dan
pengawasan orang lain )
- TTV :
TD = 180/90 mmHg
N = 95x/menit
RR = 22x/menit
S = 36,5oC

3. DS : Keluarga mengatakan Penyumbatan pembuluh Gangguan


pasien tidak dapat berbicara darah otak oleh bekuan Komunikasi Verbal
dengan jelas darah
DO :
- Pasien tampak lemas Hipoksia sel otak
- Pasien tampak berbaring
dengan posisi kepala 30o Defisit neurologi
- Pasien tampak lemah diatas
tempat tidur Disfasia/afasia
- Kesadaran pasien Compos
Gangguan Komunikasi
Mentis (E4V5M6) nilai GCS
Verbal
Eye: 4 (membuka mata
spontan), verbal: 5 (orientasi
baik dapat berbicaradengan
lancar), motorik: 6 (mematuhi
perintah).
- Nervus Kranial XII
(hipoglosus) Klien hanya
dapat menjulurkan lidah ke
sisi yang sehat
- TTV :
TD = 180/90 mmHg
N = 95x/menit
RR = 22x/menit
S = 36,5oC
4. DS : - Resistensi Pembuluh Risiko Defisit
DO : Darah Otak Nutrisi
- Pasien tampak lemas
- Kesadaran pasien Compos Gangguan Nervus
Mentis (E4V5M6) nilai GCS Kranial IX
Eye: 4 (membuka mata (Glosofaringus)
spontan), verbal: 5 (orientasi
baik dapat berbicaradengan Kelemahan Otot
lancar), motorik: 6 (mematuhi Menelan
perintah).
- Nervus Kranial V Kesulitan Menelan
(Trigeminus) Penurunan
Nafsu Makan
kemampuan koordinasi
Menurun Asupan
mengunyah
Nutrisi Tidak
- Nervus Kranial VII
Cukup Untuk
(Fasialis) Wajah asimetris
Memenuhi
dan otot wajah tertarik ke
sisi yang sehat Kebutuhan
- Nervus Kranial XII Metabolisme
(hipoglosus) Klien hanya
Risiko Defisit Nutrisi
dapat menjulurkan lidah ke
sisi yang sehat
- Pasien tampak sulit
menelan
- Tampak terpasang NGT
- Pasien diet cair (susu sonde
rendah lemak.
5. DS : - Gangguan Fungsi Defisit Perawatan Diri
DO : Motorik
- Pasien tampak lemas
- Pasien tampak lemah diatas Gangguan Kordinasi
tempat tidur Tubuh
- Kesadaran pasien Compos
Mentis (E4V5M6) nilai GCS Hemiparesis
Eye: 4 (membuka mata
Kelemahan Otot
spontan), verbal: 5 (orientasi
baik dapat berbicaradengan
Keterbatasan Gerak
lancar), motorik: 6 (mematuhi
Fisik
perintah).
- Penampilan pasien kurang
rapi Defisit
- Wajah pasien tampak Perawatan Diri
kusam
- Tubuh pasien tampak kotor
- Gigi, gusi dan lidah tampak
kotor
- Uji kekuatan otot
ekstremitas kiri 1/1, kanan
5/5
- Skala aktivitas 4
( memerlukan bantuan dan
pengawasan orang lain )
3.3 Prioritas Masalah

1. Risiko perfusi serebral tidak efektif berhubungan dengan gangguan aliran


darah sekunder akibat peningkatan tekanan intracranial ditandai dengan
Keluarga mengatakan pasien sakit kepala, pasien tampak lemas, pasien
tampak berbaring dengan posisi kepala 30o, pasien tampak lemah diatas
tempat tidur, kesadaran pasien Compos Mentis (E4V5M6) nilai GCS Eye: 4
(membuka mata spontan), verbal: 5 (orientasi baik dapat berbicaradengan
lancar), motorik: 6 (mematuhi perintah), pasien memiliki riwayat hipertensi , TTV

: TD = 180/90 mmHg, N = 95x/menit, RR = 22x/menit, S = 36,5 oC, dan


parese nervus kranial XII (hipoglosus)
2. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan kerusakan neuromuscular
ditandai dengan keluarga mengatakan anggota tubuh sebelah kiri pasien
tidak bisa digerakan, pasien tampak lemas, pasien tampak berbaring
dengan posisi kepala 30o, pasien tampak lemah diatas tempat tidur,
kemampuan pergerakan sendi terbatas, pasien tampak tidak dapat
menggerakan anggota tubuh sebagian , hemiparese sinistra, uji kekuatan otot

ekstremitas kiri 1/1, kanan 5/5, skala aktivitas 4 ( memerlukan bantuan


dan pengawasan orang lain ) dan TTV : TD = 180/90 mmHg, N = 95x/menit,
RR = 22x/menit, S = 36,5oC.
3. Gangguan komunikasi verbal berhubungan dengan kehilangan kontrol otot
facial atau oral ditandai dengan keluarga mengatakan pasien tidak dapat
berbicara dengan jelas, pasien tampak lemas, pasien tampak berbaring
dengan posisi kepala 30o, pasien tampak lemah diatas tempat tidur,
kesadaran pasien Compos Mentis (E4V5M6) nilai GCS Eye: 4 (membuka mata
spontan), verbal: 5 (orientasi baik dapat berbicara dengan lancar), motorik: 6
(mematuhi perintah), dan nervus kranial XII (hipoglosus) Klien hanya dapat
menjulurkan lidah ke sisi yang sehat, TTV : TD = 180/90 mmHg, N =
95x/menit, RR = 22x/menit, S = 36,5oC.
4. Risiko defisit nutrisi berhubungan dengan ketidak mampuan menelan
makanan ditandai dengan pasien tampak lemas, kesadaran pasien
Compos Mentis (E4V5M6) nilai GCS Eye: 4 (membuka mata spontan), verbal: 5
(orientasi baik dapat berbicaradengan lancar), motorik: 6 (mematuhi perintah),
nervus kranial V (trigeminus) penurunan kemampuan koordinasi
mengunyah, nervus kranial VII (fasialis) wajah asimetris dan otot wajah
tertarik ke sisi yang sehat, nervus kranial XII (hipoglosus) klien hanya
dapat menjulurkan lidah ke sisi yang sehat, pasien tampak sulit menelan,
tampak terpasang NGT, pasien diet cair (susu sonde rendah lemak).
5. Defisit perawatan diri berhubungan dengan kelemahan otot ditandai dengan
pasien tampak lemas, pasien tampak lemah diatas tempat tidur,
kesadaran pasien Compos Mentis (E4V5M6) nilai GCS Eye: 4 (membuka mata
spontan), verbal: 5 (orientasi baik dapat berbicaradengan lancar), motorik: 6
(mematuhi perintah), penampilan pasien kurang rapi, wajah pasien tampak
kusam, tubuh pasien tampak kotor, gigi, gusi dan lidah tampak kotor, uji
kekuatan otot ekstremitas kiri 1/1, kanan 5/5, dan skala aktivitas 4
( memerlukan bantuan dan pengawasan orang lain ).
3.4 Rencana Keperawatan
Nama Pasien : Ny. N
Ruang Rawat : Bougenvile

Diagnosa Keperawatan Tujuan Dan Kriteria Hasil Intervensi Keperawatan Rasional


1. Risiko perfusi serebral Setelah dilakukan tindakan 1. Identifikasi penyebab TIK 1. Untuk mengetahui
tidak efektif berhubungan keperawatan selama 1 x 7 penyebab terjadi nya
dengan gangguan aliran jam diharapkan masalah peningkatan kranial
2. Monitor status pernapasan 2. Untuk mengetahui status
darah sekunder akibat gangguan perfusi jaringan
pernapasan klien dan
peningkatan tekanan serebral tidak efektif teratasi melakukkan intervensi
intracranial dengan kriteria hasil : selanjutnya.
SLKI L.0201 3. Minimalkan stimulus 3. Agar pasien merasa lebih
1. Kognitif : (5) dengan menyediakan nyaman dan tidak
2. Gelisah : (1) lingkungan yang tenang terganggu dengan
3. Kesadaran : (5) lingkungan sekitar
4. Nilai rata-rata tekanan
4. Berikan posisi semi 4. Memberikan posisi yang
darah : (5) fowler nyaman untuk dan
membantu pengembangan
paru dan mengurangi
tekanan dari abdomen pada
diafragma.
5. Kolaborasi pemberian 5. Agar mengurangi rasa
obat diuretic sakit yang pasien rasakan

2. Gangguan mobilitas fisik Setelah diberikan asuhan 1. Identifikasi toleransi fisik 1. Untuk mengetahui
berhubungan dengan keperawatan 1 x 7 jam melakukan ambulasi kemampuan tubuh pasien
kerusakan neuromuscular diharapkan mobilisasi klien dalam melakukan
mengalami peningkatan. ambulasi
Kriteria hasil: 2. Monitor kondisi umum 2. Untuk mengetahui
SLKI L.05042 selama melakukkan seberapa kuat dan
1. Pergerakan ekstermitas : ambulasi mampu pasien
(5) melakukan ambulasi
2. Kekuatan otot : (5) 3. Fasilitasi melakukkan 3. Membantu pasien agar
mobilisasi fisik
3. Rentang gerak ROM : (5) lebih mudah melakukan
4. Gerakan terbatas : (5) mobilisasi fisik
5. Kelemahan fisik : (5) 4. Libatkan keluarga untuk 4. Membantu memberikan
membantu pasien dalam dukungan kepada pasien
meningkatkan Jelaskan
tujuan dan prosedur
ambulasi 5. Agar memulihkan
5. Anjurkan melakukkan kekuatan otot otot tubuh
ambulasi dini pasien yang mengalami
kelemahan
3. Gangguan komunikasi Setelah diberikan asuhan 1. Monitor proses kognitif, 1. Melatih pasien dalam
verbal berhubungan keperawatan selama 1x 7 jam anatomis, dan fisiologis proses berbicara
dengan kehilangan diharapkan kerusakan yang berkaitan dengan
komunikasi verbal klien dapat bicara.
kontrol otot facial atau
teratasi. 2. Modifikasi lingkungan 2. Bertujuan memberikan
oral Kriteria hasil : untuk meminimalkan stimulus komunikasi
SLKI L.13118 bantuan
1. Kemampuan berbicara : (5). 3. Ulangi apa yang 3. Memperjelas apa yang
2. Kemampuan mendengar : disampaikan pasien disampaikan pasien
(5) 4. Berikan dukungan 4. Membantu pasien untuk
3. Kontak mata : (5) psikilogis lebih semangat
4. Pemahaman komunikasi : 5. Anjurkan berbicara 5. Melatih pasien berbicara
(5) perlahan dimulai dengan kata-kata
6. Ajarkan pasien dan yang mudah
keluarga proses kognitif, 6. Melatih pasien dalam
anatomis, dan fisiologis proses berbicara
yang berhubungan dengan
kempuan berbicara
4. Risiko defisit nutrisi Setelah dilakukan asuhan 1. Identifikasi perlunya 1. Penggunaan selang
berhubungan dengan keperawatan 1x7 jam penggunaan selang nasogratik dapat
ketidak mampuan diharapkan risiko defisit nasogastrik membantu terpenuhinya
menelan makanan nutrisi klien
nutrisi pasien membaik
2. Monitor asupan 2. Agar asupan makanan
dengan kriteria hasil: makanan yang dibutuhkan klien
1. Kekuatan otot menelan terpenuhi
meningkat (5) 3. Membantu menambah
2. Indeks masa tubuh 3. Berikan suplemen nafsu makan pada pasien
membaik (5) makanan
3. Frekuensi makan membaik 4. Makanan tinggi serat
4. Berikan makanan tinggi sangat dibutuhkan agar
(5) serat untuk mencegah terhindar dari konstipasi
4. Nafsu makan membaik (5) konstipasi
5. Agar dengan adanya ahli
5. Kolaborasi dengan ahli gizi gizi jumlah kalori dan
untuk menentukan jumlah nutrien yang dibutuhkan
kalori dan jenis nutrien klien terpenuhi
yang dibutuhkan
5. Defisit perawatan diri Setelah dilakukan asuhan 1. Identifikasi kebutuhan 1. Agar dengan adanya
berhubungan dengan keperawatan 1x7 jam alat bantu kebersihan kebutuhan alat bantu
diri, berpakaian, berhias, kebersihan klien dapat
kelemahan otot diharapakan defisit perawatan dan makan terjaga dan dapat
diri pasien membaik dengan melakukan perawatan diri
kritera hasil : 2. Monitor tingkat 2. Agar mengetahui tingkat
1. Minat melakukan perawatan kemandirian kemandirian klien
diri meningkat (5) 3. Sediakan lingkungan 3. Agar dengan adanya
yang terapeutik (mis. lingkungan yang nyaman
2. Mempertahankan
suasana hangat, rileks, klien dapat menjaga
kebersihan diri meningkat
privasi) kebersihan diri dengan
(5)
baik
3. Mempertahankan 4. Jadwalkan rutinitas 4. Dengan adanya jadwal
kebersihan mulut perawatan diri perawatan diri dapat
meningkat (5) 5. Dampingi dalam dilakukan dengan baik
melakukan perawatan 5. Agar dengan didampingi
diri sampai mandiri keluarga maupun
perawat, klien dapat
melalukan perawatan diri
secara mandiri
6. Fasilitasi kemandirian, 6. Agar klien memfasilitasi
bantu jika tidak mampu kemandirian dalam
melakukan perawatan perawatan diri
diri
3.5 Implementasi Dan Evaluasi Keperawata
Hari/Tanggal, Jam Implementasi Keperawatan Evalusi (SOAP) Nama Perawat
Senin, 18 Oktober 2021 Diagnosa 1 : S: Keluarga mengatakan pasien
Jam 12.30 wib 1. Mengidentifikasi penyebab TIK sakit kepala
2. Memonitor status pernapasan O:
3. Meminimalkan stimulus dengan  Pasien tampak lemas
menyediakan lingkungan yang  Pasien tampak berbaring
tenang dengan posisi kepala 30o
4. Memberikan posisi semi fowler  Pasien tampak lemah diatas
5. Berkolaborasi pemberian obat tempat tidur
diuretic  Kesadaran pasien Compos
Mentis (E4V5M6) nilai GCS Eye: Nuning Pratiwie
4 (membuka mata spontan),
verbal: 5 (orientasi baik dapat
berbicaradengan lancar),
motorik: 6 (mematuhi perintah).
 TTV :
TD = 180/90 mmHg
N = 95x/menit
RR = 22x/menit
S = 36,5oC
A : Masalah belum teratasi
P : Lanjutkan intervensi 1-5
Senin, 18 Oktober 2021 Diagnosa 2 : S : Keluarga mengatakan anggota
Jam 12.35 wib 1. Mengidentifikasi toleransi fisik tubuh sebelah kiri pasien tidak
melakukan ambulasi bisa digerakan
2. Memonitor kondisi umum selama O :
melakukkan ambulasi  Pasien tampak berbaring
3. Memfasilitasi melakukkan lemah diatas tempat tidur
mobilisasi fisik  Kemampuan pergerakan
4. Libatkan keluarga untuk sendi terbatas
membantu pasien dalam  Pasien tampak tidak dapat
meningkatkan Jelaskan tujuan
menggerakan anggota tubuh
dan prosedur ambulasi
sebagian
5. Menganjurkan melakukkan
ambulasi dini  Hemiparese sinistra
 Uji kekuatan otot ekstremitas
Nuning Pratiwie
kiri 1/1, kanan 5/5
 Skala aktivitas 4
(memerlukan bantuan dan
pengawasan orang lain )
 TTV :
TD = 180/90 mmHg
N = 95x/menit
RR = 22x/menit
S = 36,5oC
A : Masalah belum teratasi
P : Lanjutkan intervensi 1-5
Senin, 18 Oktober 2021 Diagnos 3 : S : Keluarga mengatakan pasien
Jam 12.40 wib 1. Memonitor proses kognitif, tidak dapat berbicara dengan jelas
anatomis, dan fisiologis yang O :
berkaitan dengan bicara.  Pasien tampak lemas
2. Memodifikasi lingkungan untuk  Pasien tampak berbaring
meminimalkan bantuan dengan posisi kepala 30o
3. Mengulangi apa yang  Pasien tampak lemah diatas
disampaikan pasien tempat tidur
4. Memberikan dukungan  Kesadaran pasien Compos
psikilogis Mentis (E4V5M6) nilai GCS Eye:
5. Menganjurkan berbicara perlahan 4 (membuka mata spontan),
6. Mengajarkan pasien dan keluarga verbal: 5 (orientasi baik dapat
proses kognitif, anatomis, dan
berbicara dengan lancar),
fisiologis yang berhubungan
motorik: 6 (mematuhi perintah).
dengan kempuan berbicara
 Nervus Kranial XII
(hipoglosus) Klien hanya
dapat menjulurkan lidah ke
Nuning Pratiwie
sisi yang sehat
 TTV :
TD = 180/90 mmHg
N = 95x/menit
RR = 22x/menit
SS = 36,5oC
A : Masalah belum teratasi
P : Lanjutkan intervensi 1-6
Senin, 18 Oktober 2021 Diagnosa 4 : S:-
Jam 12.45 wib 1. Mengidentifikasi perlunya O:
penggunaan selang nasogastrik - Pasien tampak lemas
2. Memonitor asupan makanan - Kesadaran pasien Compos
3. Memberikan suplemen Mentis (E4V5M6)
makanan - Pasien tampak
4. Memberikan makanan tinggi sulit menelan
- Tampak terpasang NGT
serat untuk mencegah
konstipasi - Pasien diet cair (susu sonde
5. Berkolaborasi dengan ahli gizi rendah lemak) Nuning Pratiwie
untuk menentukan jumlah kalori - IMT: TB = 155 cm (1,5 m) BB
dan jenis nutrien yang = 55 kg IMT = 22,22 (berat
dibutuhkan badan ideal).
A : Masalah belum teratasi
P : Lanjutkan intervensi 2-5

Senin, 18 Oktober 2021 Diagnosa 5 : S:-


Jam 12.50 wib 1. Mengidentifikasi kebutuhan alat O:
bantu kebersihan diri, - Pasien tampak lemas
berpakaian, berhias, dan makan - Pasien tampak lemah diatas
2. Memonitor tingkat kemandirian tempat tidur
3. Menyediakan lingkungan yang - Kesadaran pasien Compos
Mentis (E4V5M6Penampilan
terapeutik (mis. suasana hangat,
pasien kurang rapi
rileks, privasi)
- Wajah pasien tampak kusam
4. Menjadwalkan rutinitas - Tubuh pasien tampak kotor
perawatan diri - Gigi, gusi dan lidah tampak
5. Mendampingi dalam melakukan kotor
perawatan diri sampai mandiri - Uji kekuatan otot Nuning Pratiwie
6. Memfaasilitasi kemandirian, ekstremitas kiri 1/1, kanan
bantu jika tidak mampu 5/5
melakukan perawatan diri - Skala aktivitas 4
( memerlukan bantuan dan
pengawasan orang lain )
A : Masalah belum teratasi
P : Lanjutkan intervensi 1-6
DAFTAR PUSTAKA

Tim Pokja SDKI DPP PPNI Cetakan I 2016 Cetakan II 2017, Standar Diagnosis
Keperawatan Indonesia.Jakarta Selatan.Dewan Pengurus Pusat Persatuan Perawat
Nasional Indonesia.

Tim Pokja SLLKI DPP PPNI Cetakan II 2019. Standar Luaran Keperawatan
Indonesia.Jakarta Selatan Dewan Pengurus Pusat Persatuan Perawat Nasional
Indonesia.

Tim Pokja SIKI DPP PPNI Cetakan II 2019.Standar Intervensi Keperawatan


Indonesia.Jakarta Selatan Dewan Pengurus Pusat Persatuan Perawat Nasional
Indonesia.

Artikani, R. 2019 Cara Mudah Memahami dan Menghindari Hipertensi,


Jantung dan Stroke. Edisi I. Yogyakarta: CV. Dianloka.

Batticaca, F. B. 2008. Asuhan Keperawatan pada Klien dengan Gangguan


Sistem Persarafan. Jakarta: Salemba Medika.

Muttaqin, Arif. 2008. Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem


Persarafan. Jakarta : Salemba Medika

Smeltzer, S. C et.al. 2005. Brunner&Suddarth’s: Textbook of Medical Surgical


Nursing.9th. Philadelphia: Lippincott

Sudoyo, A. W dkk. 2006. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid III. Edisi IV.
FK-UI. Jakarta. Pusat penerbitan departemen ilmu penyakit dalam FK-UI

Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. Riset kesehatan dasar 2013.


Jakarta: Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan RI. 2013.

Anda mungkin juga menyukai