Anda di halaman 1dari 12

PROPOSAL DESAIN INOVATIF

PENGARUH PEMBERIAN TERAPI RELAKSASI OTOT PROGRESIF


TERHADAP PENURUNAN TEKANAN DARAH PADA
PENDERITA HIPERTENSI

Oleh
Puji Indah Lestari
P1337420921214

KEMENTRIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


POLITEKBIK KESEHATAN KEMENKES SEMARANG
JURUSAN KEPERAWATAN SEMARANG
PROGRAM STUDI PROFESI NERS
SEMARANG
2022
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Menurut Joint National Committee on Prevention, Detection, Evaluation, and
Treatmenton High Blood Pressure VII (JNCVII), hampir satu miliar penduduk dunia
atau1dari 4orang dewasa mengidap hipertensi (Prasetyaningrum, 2014). Menurut National
Basic Health Survey (2013) dalam Kartika (2014) prevalensi hipertensi di Indonesia pada
usia 35-44 tahun adalah 24,8%,usia 45- 54 tahun sebanyak 35,6%,usia 55-64 tahun
45,9%,usia 65-74 tahun57,6% dan usia lebih dari 75 tahun adalah 63,8%.
Salah satu pengobatan hipertensi yang dapat dilakukan yaitu dengan cara terapi
komplementer. Salah satu bentuk terapi komplementer adalah terapi relaksasi otot
progresif.Teknik relaksasi otot progresif adalah teknik relaksasi otot dalam yang tidak
memerlukan imajinasi, kekuatan atau sugesti ( Maria T.A.J.K , dkk. 2017)
Relaksasi otot progresif adalah latihan untuk mendapatkan sensasi rileks dengan
menegangkan suatu kelompok otot dan menghentikan tegangan (Mashudi, 2010). Hasil
penelitian lain didukung oleh Valentine, dkk. (2014) ,di dapatkan hasil bahwa dengan
relaksasi otot progresif terbukti tekanan darah pada penderita hipertensi dapat menurun.
Penelitian lain oleh Patel, dkk.(2012) juga menunjukkan adanya penurunan tekanan darah
pada penderita hipertensi essensial dengan dilakukannya relaksasi otot progresif
Latihan relaksasi otot progresif mudah dilakukan dan dapat memberikan rasa
nyaman, tenang, dan rileks pada tubuh (Sulidah, 2016). Relaksasi otot progresif memiliki
beberapa manfaat antara lain dapat mengurangi ketegangan otot, mengurangi tingkat stres
dan kecemasan, meningkatkan toleransi terhadap aktivitas sehari-hari, meningkatkan
imunitas, sehingga status fungsional, dan kualitas hidup meningkat (Tyani, 2015).

B. Tujuan
1. Tujuan umum
Untuk mengetahui pengaruh terapi relaksasi otot progresif terhadap penurunan
tekanan darah penderita hipertensi.

2. Tujuan khusus
a. Menggambarkan tekanan darah seblum dan sesudah intervensi pada Latihan
relaksasi otot progresif
b. Menganalisis efektivitas penurunan tekanan darah setelah Latihan relaksasi otot
progresif.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi
1. Hipertensi
a. Pengertian
Hipertensi merupakan masalah kesehatan global yang perlu ditanggani secara
serius karena angka prevalensi dan tingkat keganasan yang tinggi yaitu berupa
kecacatan maupun kematian. Hipertensi diderita oleh orang dari berbagai sub-sub
kelompok, hal ini membuktikan bahwa penderita hipertensi sangat heterogen
(Dewi & Familia, 2010).
b. Etiologi
Berdasarkan penyebab hipertensi dibagi menjadi 2 golongan (Ardiansyah M.,2012)
1. Hipertensi primer (esensial)
Hipertensi primer adalah hipertensi esensial atau hiperetnsi yang 90%
tidak diketahui penyebabnya. Beberapa faktor yang diduga berkaitan dengan
berkembangnya hipertensi esensial diantaranya :
a) Genetik Individu dengan keluarga hipertensi memiliki potensi lebih tinggi
mendapatkan penyakit hipertensi.
b) Jenis kelamin dan usia Lelaki berusia 35-50 tahun dan wanita yang telah
menopause berisiko tinggi mengalami penyakit hipertensi.
c) Diit konsumsi tinggi garam atau kandungan lemak. Konsumsi garam yang
tinggi atau konsumsi makanan dengan kandungan lemak yang tinggi secara
langsung berkaitan dengan berkembangnya penyakit hipertensi.
d) Berat badan obesitas Berat badan yang 25% melebihi berat badan ideal
sering dikaitkan dengan berkembangnya hipertensi.
e) Gaya hidup merokok dan konsumsi alkohol Merokok dan konsumsi alkohol
sering dikaitkan dengan berkembangnya hipertensi karena reaksi bahan
atau zat yang terkandung dalam keduanya.
2. Hipertensi sekunder
Hipertensi sekunder adalah jenis hipertensi yang diketahui penyebabnya.
Hipertensi sekunder disebabkan oleh beberapa penyakit, yaitu :
a) Coarctationaorta, yaitu penyempitan aorta congenital yang mungkin terjadi
beberapa tingkat pada aorta toraksi atau aorta abdominal. Penyembitan
pada aorta tersebut dapat menghambat aliran darah sehingga terjadi
peningkatan tekanan darah diatas area kontriksi.
b) Penyakit parenkim dan vaskular ginjal. Penyakit ini merupakan penyakit
utama penyebab hipertensi sekunder. Hipertensi renovaskuler berhubungan
dengan penyempitan.
c) satu atau lebih arteri besar, yang secara langsung membawa darah ke ginjal.
Sekitar 90% lesi arteri renal pada pasien dengan hipertensi disebabkan oleh
aterosklerosis atau fibrous dyplasia (pertumbuhan abnormal jaringan
fibrous). Penyakit parenkim ginjal terkait dengan infeksi, inflamasi, serta
perubahan struktur serta fungsi ginjal.
d) Penggunanaan kontrasepsi hormonal (esterogen). Kontrasepsi secara oral
yang memiliki kandungan esterogen dapat menyebabkan terjadinya
hipertensi melalui mekanisme renin-aldosteron-mediate volume expantion.
Pada hipertensi ini, tekanan darah akan kembali normal setelah beberapa
bulan penghentian oral kontrasepsi.
e) Gangguan endokrin. Disfungsi medulla adrenal atau korteks adrenal dapat
menyebabkan hipertensi sekunder. Adrenalmediate hypertension
disebabkan kelebihan primer aldosteron, kortisol, dan katekolamin.
f) Kegemukan (obesitas) dan malas berolahraga.
g) Stres, yang cenderung menyebabkan peningkatan tekanan darah untuk
sementara waktu.
h) Kehamilan
i) Luka bakar
j) Peningkatan tekanan vaskuler
k) Merokok
c. Manifestasi klinik
Menurut Tambayong (dalam Nurarif A.H., & Kusuma H., 2016), tanda dan gejala
pada hipertensi dibedakan menjadi :
1) Tidak ada gejala Tidak ada gejala yang spesifik yang dapat dihubungkan
dengan peningkatan tekanan darah, selain penentuan tekanan arteri oleh dokter
yang memeriksa. Hal ini berarti hipertensi arterial tidak akan pernah
terdiagnosa jika tekanan darah tidak teratur.
2) Gejala yang lazim Seing dikatakan bahwa gejala terlazim yang menyertai
hipertensi meliputi nyeri kepala dan kelelahan. Dalam kenyataanya ini
merupakan gejala terlazim yang mengenai kebanyakan pasien yang mencari
pertolongan medis.
Beberapa pasien yang menderita hipertensi yaitu :
a) Mengeluh sakit kepala, pusing
b) Lemas, kelelahan
c) Sesak nafas
d) Gelisah
e) Mual
f) Muntah
g) Epistaksis
h) Kesadaran menurun
d. Patofisiologi
1) Perubahan Anatomi dan Fisiologi Pembuluh Darah Tekanan darah arteri
meningkat saat jantung memompa darah dengan kekuatan yang lebih besar
karena dinding arteri yang dilalui menebal, kaku dan sempit. Dinding
pembuluh darah menjadi tebal dan kaku biasanya terjadi pada orang lanjut usia
karena aterosklerosis yang berkembang secara perlahan Aterosklerosis terjadi
karena penumpukan plak disebabkan endothelium (lapisan sel pada dinding
dalam arteri) mengalami kerusakan. Plak yang menyebabkan aterosklerosis
terdiri dari kolesterol, substansi lemak, kalsium, produk sampah seluler, dan
fibrin. Plak akan memperkecil lumen pembuluh darah dan menyebabkan
penyumbatan yang dapat menganggu aliran darah. Hal tersebut menyebabkan
suplai oksigen dari arteri ke organ atau bagian tubuh tertentu berkurang.
Pembuluh darah yang sempit jika dipaksa agar darah dapat melaluinya
menyebabkan tekanan darah naik (Padila, 2013).
2) Sistem Renin-Angiostenin Ginjal merupakan organ tubuh yang juga berperan
penting dalam mengontrol tekanan darah. Ginjal mengatur volume cairan
ekstraseluler dan sekresi renin. Jika volume cairan dan jumlah natrium dalam
tubuh meningkat, maka ginjal membutuhkan tekanan darah yang tinggi untuk
membuangnya (Triyanto, 2014)
3) Sistem Saraf Simpatis Sistem saraf simpatis merupakan bagian dari sistem
saraf otonom, dimana sistem saraf ini bekerja mengatur jaringan dan organ
tubuh yang tidak disadari. Seseorang dengan hipertensi sangat sensitif terhadap
norepinefrin, meskipun tidak diketahui dengan jelas mengapa hal tersebut
terjadi. Korteks adrenal juga mensekresi kortisol dan steroid lainnya, yang
dapat memperkuat respon vasokonstriktor pada pembuluh darah.
Vasokonstriksi yang mengakibatkan penurunan aliran darah ke ginjal
menyebabkan pelepasan renin. Pada saat terjadi vasokonstriksi, tekanan darah
juga dapat meningkat dimana arteriola atau arteri kecil mengalami
penyempitan untuk sementara karena adanya hormon atau rangsangan saraf
pada tubuh (Padila, 2013)

2. Terapi relaksasi otot progresif


Relaksasi otot progresif adalah memusatkan perhatian pada suatu aktifitas otot,
dengan mengidentifikasi otot yang tegang kemudian menurunkan ketegangan dengan
melakukan teknik relaksasi untuk mendapatkan perasaan rileks (Purwanto, 2013 dalam
Tyani, 2015).
Terapi relaksasi otot progresif bermanfaat untuk menurnkan resistensi perifer dan
menaikan elastisitas pembuluh darah. Otot-otot dan peredaran darah akan lebih
sempurna dalam mengabil dan mengedarkan oksigen serta relaksasi otot progresif
dapat bersifat vasodilator yang efeknya memperlebar pembuluh darah dan dapat
menurunkan tekanan darah secara langsung. Relaksasi otot progresif ini menjadi
metode relaksasi yang tidak memerlukan imajinasi, tidak ada efek samping, mudah
dilakukan, membuat tubuh dan pikiran terasa tenang dan rileks. Latihan ini dapat
membantu mengurangi ketegangan otot, stress, menurunkan tekanan darah,
meningkatkan toleransi terhadap aktivitas sehari-hari, meningkatkan imunitas,
sehingga status fungsional, dan kualitas hidup meningkat ( Maria T.A.J.K , dkk. 2017).
Relaksasi otot progresif suatu gerakan yang diberikan pada lansia dengan
menegangkan dan melemaskan otot-otot dari kelompok otot wajah hingga kaki, selama
20 menit dilakukan seminggu 3 kali pagi dan sore hari dalam waktu 2 minggu secara
berturutturut. Kegiatan dilakukan bersama-sama di puskesmas. Untuk nilai pre-test
responden diukur tekanan darah 5 menit sebelum dilakukan relaksasi otot progresif
dan pengukuran tekanan darah post-test 5 menit setelah selesai dilakukan relaksasi otot
progresif. Setiap latihan relaksasi otot progresif ada fase pemanasan, inti, dan
pendinginan, sehingga responden dengan tekanan darah > 160 mmHg, tetap bisa
mengikuti dengan pengawasan. Analisis data dilakukan dengan mengambil nilai rata-
rata pre-test dan post test.

B. Manajemen
1. Posisikan klien dengan nyaman
2. Kolaborasi dengan keluarga klien
3. Keamanan dan kenyamanan lingkungan

C. Teknik/cara
Terapi relaksasi otot progresif
a. Anjurkan pasien untuk posisi berbaring atau duduk bersandar. (sandaran pada kaki dan
bahu).
b. Bimbing pasien untuk melakukan latihan nafas dalam dan menarik nafas melalui
hidung dan menghembuska dari mulut seperti bersiul.
c. Kepalkan kedua telapak tangan, lalu kencangkan bisep dan lengan bawah selama lima
sampai tujuh detik. Bimbing klien ke daerah otot yang tegang, anjurkan klien untuk
merasakan, dan tegangkan otot sepenuhnya kemudian relaksasi 12-30detik.
d. Kerutkan dahi ke atas pada saat yang sama, tekan kepala mungkin ke belakang, putar
searah jarum jam dan kebalikannya, kemudian anjurkan klien untuk mengerutkan otot
seperti kenari, yaitu cemburut, mata di kedip – kedipkan, monyongkan kedepan, lidah
di tekan kelangit - langit dan bahu dibungkukan selama lima sampai tujuh detik.
Bimbing klien ke daerah otot yang tegang, anjurkan klien untuk memikirkan rasanya,
dan tegangkan otot sepenuhnya kemudian relaks selama 12-30detik.
e. Lengkungkan punggung kebelakang sambil menarik nafas napas dalam, dan keluar
lambung, tahan, lalu relaks. Tarik nafas dalam, tekan keluar perut, tahan, relaks.
f. Tarik kaki dan ibu jari ke belakang mengarah ke muka, tahan, relaks. Lipat ibu jari
secara serentak, kencangkan betis paha dan bokong selama lima sampai tujuh detik,
bimbing klien ke daerah yang tegang, lalu anjurkan klien 10 merasakannya dan
tegangkan otot sepenuhnya, kemudian relaks selama 12-30detik.
g. Selama melakukan teknik relaksasi, catat respons nonverbal klien. Jika klien menjadi
tidak nyaman, hentikan latihan, dan jika klien terlihat kesulitan, relaksasi hanya pada
bagian tubuh. Lambatkan kecepatan latihan latihan dan berkonsentrasi pada bagian
tubuh yang tegang.

BAB III
METODOLOGI

A. Topik
Manajemen Nyeri
B. Sub topic
Terapi relaksasi otot progresif
C. Pelaksana
Puji Indah Lestari
D. Tujuan umum
Untuk mengetahui pengaruh terapi relaksasi otot progresif terhadap penurunan tekanan
darah penderita hipertensi.
E. Tujuan khusus
1. Menggambarkan tekanan darah seblum dan sesudah intervensi pada Latihan relaksasi
otot progresif
2. Menganalisis efektivitas penurunan tekanan darah setelah Latihan relaksasi otot
progresif.
D. Waktu
Hari/ tanggal : Selasa, 24 Mei 2022
Jam : 09:00 WIB
E. Tempat
Rumah Tn.A
F. Setting
Di Kursi
G. Media/ alat yang digunakan
1. Kursi
2. Sphygmomanometer

J. Prosedur operasional Tindakan yang dilakukan


SOP TERAPI RELAKSASI OTOT PROGRESIF
Definisi Relaksasi otot progresif adalah mengidentifikasi otot yang tegang
kemudian menurunkan tegangan dengan melakukan teknik
relaksasi untuk mendapatkan perasaan rileks
Tujuan Meningkatkan kebugaran, mengatasi insomnia, meningkatkan
konsentrasi, mengatasi kelelahan, menurunkan spasme otot, serta
membangun emosi energy positif dari emosi energy negative
Indikasi 1. Pasien yang mengalami hipertensi
2. Pasien yang sering mengalami stress
3. Pasien dengan kecemasan
4. Pasien yang mengalami insomnia dan depresi
kontraindikasi Pasien yang mengalami keterbatasan gerak total (tidak bisa
menggerakkan badannya)
Prosedur kerja Fase orientasi
1. Lakukan kebersihan tangan sesuai dengan SOP
2. Sampaikan maksud dan tujuan tindakan.
3. Jelaskan langkah dan prosedur tindakan.
4. Kontrak waktu dengan pasien.
5. Tanyakan kesiapan pasien sebelum tindakan dilakukan.
6. Berikan privasi untuk pasien jika pasien membutuhkan.

Tahap kerja
1. Anjurkan pasien untuk posisi berbaring atau duduk bersandar.
(sandaran pada kaki dan bahu).
2. Bimbing pasien untuk melakukan latihan nafas dalam dan menarik
nafas melalui hidung dan menghembuska dari mulut seperti
bersiul.
3. Kepalkan kedua telapak tangan, lalu kencangkan bisep dan lengan
bawah selama lima sampai tujuh detik. Bimbing klien ke daerah
otot yang tegang, anjurkan klien untuk merasakan, dan tegangkan
otot sepenuhnya kemudian relaksasi 12-30 detik.
4. Kerutkan dahi ke atas pada saat yang sama, tekan kepala mungkin
ke belakang, putar searah jarum jam dan kebalikannya, kemudian
anjurkan klien untuk mengerutkan otot seperti kenari, yaitu
cemburut, mata di kedip – kedipkan, monyongkan kedepan, lidah
di tekan kelangit - langit dan bahu dibungkukan selama lima
sampai tujuh detik. Bimbing klien ke daerah otot yang tegang,
anjurkan klien untuk memikirkan rasanya, dan tegangkan otot
sepenuhnya kemudian relaks selama 12-30detik.
5. Lengkungkan punggung kebelakang sambil menarik nafas napas
dalam, dan keluar lambung, tahan, lalu relaks. Tarik nafas dalam,
tekan keluar perut, tahan, relaks.
6. Tarik kaki dan ibu jari ke belakang mengarah ke muka, tahan,
relaks. Lipat ibu jari secara serentak, kencangkan betis paha dan
bokong selama lima sampai tujuh detik, bimbing klien ke daerah
yang tegang, lalu anjurkan klien 10 merasakannya dan tegangkan
otot sepenuhnya, kemudian relaks selama 12-30 detik.
7. Selama melakukan teknik relaksasi, catat respons nonverbal klien.
Jika klien menjadi tidak nyaman, hentikan latihan, dan jika klien
terlihat kesulitan, relaksasi hanya pada bagian tubuh. Lambatkan
kecepatan latihan latihan dan berkonsentrasi pada bagian tubuh
yang tegang.

Fase terminasi
Kaji respon klien terhadap teknik relaksasi, dan perubahan tingkat
nyeri pada pasien.

K. Referensi
Dewi. S & Familia. D. 2010. Hidup bahagia dengan hipertensi. Jogjakarta: A+ Plus Books.

Padila. 2013. Asuhan Keperawatan Penyakit Dalam. Yogyakarta: Nuha Medika

Triyanto, Endang. 2014. Pelayanan Keperawatan Bagi Penderita Hipertensi Secara

Terpadu. Yogyakarta: Graha Ilmu

Dewi, S. dan Familia. 2010. Hidup Bahagia Bersama Hipertensi. A Plus Books: Jakarta

Anda mungkin juga menyukai