QURROTUL A’YUN
201710300511039
B. Etiologi
1. Penyebab MDS
Penyebab MDS tidak diketahui, tetapi studi menunjukkan, bahwa ada faktor-faktor risiko
tertentu, terkait dengan terjadinya penyakit.
2. Faktor-faktor risiko sindrom myelodysplastic
Faktor-faktor lain, bahwa mungkin meningkatkan kemungkinan mengembangkan MDS
termasuk:
Kehadiran anggota keluarga dengan MDS;
Sindrom genetik tertentu:
Sindrom Down:
Fanconi Anemia;
Neutropenia bawaan;
Riwayat Keluarga gangguan trombosit;
Paparan dosis besar radiasi;
Paparan bahan kimia tertentu, seperti benzena;
Dampak dari pestisida;
Terapi radiasi atau kemoterapi untuk pengobatan kanker;
Merokok.
C. Tanda Gejala
Ciri umum yang bisa ditemukan pada MDS ini adalah turunya kadar HB atau trombosit
atau bahkan leukosit serta eritrosit yang terkadang jauh melampaui jumlah normalnya.
Namun untuk lebih memastikan seseorang terkena MDS atau bukan haruslah melalui
pemeriksaan sumsum tulang belakang (BMP), dimana pada pemeriksaan ini dapat
diketahui kelainan kelainan bentuk sel serta perubahan perubahan pada eritrosit dan
neutrophil.
D. Patofisiologi
MDS berkembang ketika mutasi klonal mendominasi disumsum tulang, menekan sel induk
sehat. Mutasi klonal dapat terjadi akibat predisposisi genetik atau dari kerusakan sel induk
hematopoietik yang disebabkan oleh paparan terhadap salah satu dari berikut ini:
kemoterapi sitotoksik, radiasi, infeksi virus, bahan kimia genotoksik (misalnya benzena).
MDS dapat diklasifikasikan sebagai primer atau sekunder terhadap penanganan kanker lain
yang agresif, dengan paparan radiasi, agen alkilasi, atau inhibitor topoisomerase II; Hal ini
juga terjadi pada pasien dengan transplantasi sumsum tulang autologous. Pada tahap awal
MDS, penyebab utama sitopeni adalah peningkatan apoptosis (kematian sel terprogram).
Seiring perkembangan penyakit dan berubah menjadi leukemia, mutasi gen lebih lanjut
terjadi, dan proliferasi sel leukemia menguasai sumsum sehat.
E. Tanda gejala
Kelelahan.
Sesak napas.
Pucat akibat anemia.
Mudah memar atau berdarah yang tidak biasa.
Bintik-bintik merah di bawah kulit yang disebabkan oleh perdarahan.
Sering kena infeksi
F. Komplikasi
Anemia.
Perdarahan sulit berhenti akibat rendahnya trombosit (trombositopenia)
Sering mengalami infeksi akibat rendahnya sel darah putih matang.
Berkembang menjadi leukemia akut (kanker darah)
G. Pemeriksaan Penunjang
Diperkenalkan pada tahun 1997, IPSS diciptakan untuk menerjemahkan risiko
pengembangan penyakit pasien dari deskripsi yang luas ke dalam standar objektif. IPSS
mengidentifikasi tiga faktor penyakit pasien berikut:
1. The percentage of marrow leukemic blast cells (blasts).
2. The type of chromosomal changes, if any, in the marrow cells (cytogenetics).
3. The presence of one or more cytopenias (decrease in the number of cells circulating in
the blood)
Diagnosis Diferensial yang perlu dipertimbangkan sebagai diagnosis differensial adalah
penyakit lain yang memiliki gejala pansitopenia. Penyakit yang memiliki gejala
pansitopenia adalah fanconi’s anemia, paroxysmal nocturnal hemoglobinuria (PNH),
myelodysplastic syndrome (MDS), myelofibrosis, aleukemic leukemia, dan pure red cell
aplasia. Pemeriksaan sumsum tulang belakang (BMP) dilakukan untuk mendiagnosa suatu
penyakit yang berhubugan dengan kelaian sumsum tulang.
H. Penatalaksanaan
Terapi utama adalah hindari pemaparan lebih lanjut terhadap agen penyebab. Tetapi sering
sulit untuk mengetahui penyebab karena etiologinya yang tidak jelas atau idiopatik.
Terapi suportif diberikan sesuai gejala yaitu: (1) anemia, (2) neutropenia, dan (3)
trombositopenia.
1. Pada anemia. Pada anemia berikan tranfusi packed red cell jika hemoglobin kurang dari
7g/dl, berikan sampai hb 9-10 g/dl1. Pada pasien yang lebih muda mempunyai toleransi
kadar hemogoblin sampai 7-8g/dl; untuk pasien yang lebih tua kadar hemoglobin dijaga
diatas 8g/dl4.
2. Pada neutropenia. Pada neutropenia jauhi buah-buahan segar dan sayur, fokus dalam
menjaga perawatan higienis mulut dan gigi, cuci tangan yang sering. Jika terjadi infeksi
maka identifikasi sumbernya, serta berikan antibiotik spektrum luas sebelum
mendapatkan kultur untuk mengetahui bakteri gram positif atau negatif. Tranfusi
granulosit diberikan pada keadaan sepsis berat kuman gram negatif, dengan netropenia
berat yang tidak memberikan respon terhadap pemberian antibiotik.
3. Pada trombositopenia. Pada trombositopenia berikan tranfusi trombosit jika terdapat
pendarahan aktif atau trombosit kurang dari <20.000/mm.
Terapi jangka panjang terdiri dari: (1) Terapi imunosupresif, dan (2) terapi transplantasi
sumsum tulang.
1. Terapi transplantasi sumsum tulang lebih direkomendasikan sebagai terapi pertama,
dengan donor keluarga yang sesuai. Maka karena itu, terapi imunosupresif
direkomendasikan pada pasien: (a) lebih tua dari 40 tahun, walaupun rekomendasi
berdasarkan dokter dan faktor pasiennya, (b) tidak mampu mentoleransi transplantasi
sumsum tulang karena masalah penyakit atau usia tua, (c) tidak mempunyai donor yang
sesuai, (d) akan diterapi tranplantasi sumsum tulang, tetapi sedang menunggu untuk
donor yang sesuai, dan (e) memilih terapi imunosupresif setelah menimbang faktor
resiko dan manfaat dari semua pilihan terapi.
2. Terapi imunosupresif adalah dengan pemberian anti lymphocyte globuline (ALG) atau
anti thymocyteglobulin (ATG), kortikosteroid, siklosporin yang bertujuan untuk
menekan proses imunologik. ALG dapat bekerja meningkatkan pelepasan haemopoetic
growth factor. Sekitar 40%70% dari kasus memberi respon terhadap pemberian ALG.
Terapi ATG dapat menyebabkan reaksi alergi, dengan pasien mengalami demam,
athralgia, dan skin rash sehingga sering diberikan bersamaan dengan kortikosteroid.
Siklosporin menghambat produksi interleukin-2 oleh sel-T serta menghambat
ploriferasi sel-T dari respon oleh interleukin-2. Pasien yang diterapi dengan siklosporin
membutuhkan perawatan khusus karena obat dapat menyebabkan disfungsi ginjal dan
hipertensi serta perlu diawasi hubungan interaksi dengan obat lainnya.
Adapun pengobatan pada MDS ini umumnya hanya sebatas mengatasi gejala gejala yang
timbul saja seperti tranfusi darah jika kadar hb menurun drastis, juga tranfusi trombosit jika
kadarnya juga turun. Namun pada tingkat lanjut pengobatan bisa dengan menggunakan
sitostatika jenis Dacogen, Lenalidomide oral atau Hydroxyurea (Hydrea). Menjaga pola
hidup sehat dengan memperbaiki pola makan serta tidak terlalu banyak melakukan aktifitas
aktifitas yang berat konon dapat menyembuhkan penyakit ini atau minimal menjaga
penyakit ini agar tidak berkembang menjadi leukemia akut.
I. Pathway
Myelodisplastic
syndrome (MDS)
Komposisi darah
jauh dibawah
normal
Herdman T.H and Komitsuru. S. 2014. Nanda Internasional Nursing Diagnosis, Definition and
Clasification 2015-2017. EGC. Jakarta
Jane Bain, Barbara. (2014). Hematologi: Kurikulum inti. Barbara Jane Bain; Alih Bahasa,
Anggraini Iriani, dkk. Jakarta: EGC.
Nurarif, Amin Huda & Kusuma, Hardi. 2013. Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan
Diagnosa Medis & NANDA NIC NOC Jilid 2. Jakarta:EGC
What are the key statistics about myelodysplastic syndromes? American Cancer Society.
Available.
at http://www.cancer.org/cancer/myelodysplasticsyndrome/detailedguide/myelodysplasticsyndro
mes-key-statistics. Accessed: Mei, 23. 2017