Anda di halaman 1dari 46

KATA PENGANTAR

DAFTAR ISI
BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
B. Tujuan Penulisan Makalah
C. Sistimatika Penulisan
BAB II
KONSEP DASAR HIV AIDS
A. Anatomi Fisiologi
1) Sistem Imun

Sistem Imun (bahasa Inggris:immune system) adalah sistem perlindungan


pengaruh luar biologis yang dilakukan oleh sel dan organ khusus pada suatu organisme.
Jika system kekebalan bekerja dengan benar, system ini akan melindungi tubuh
terhadap infeksi bakteri dan virus, serta menghancurkan sel kanker dan zat asing lain
dalam tubuh. Jika system kekebalan melemah, kemampuannya melindungi tubuh juga
berkurang, sehingga menyebabkan patogen, termasuk virus yang menyebabkan demam
dan flu, dapat berkembang dalam tubuh. Sistem kekebalan juga memberikan
pengawasan terhadap sel tumor,dan terhambatnya system ini juga telah dilaporkan
meningkatkan resiko terkena beberapa jenis kanker.
Sistem kekebalan atau sistem imun adalah sistem perlindungan pengaruh luar
biologis yang dilakukan oleh sel dan organ khusus pada suatu organisme. Jika sistem
kekebalan bekerja dengan benar, sistem ini akan melindungi tubuh terhadap infeksi
bakteri dan virus, serta menghancurkan sel kanker dan zat asing lain dalam tubuh. Jika
system kekebalan melemah, kemampuannya melindungi tubuh juga berkurang,
sehingga menyebabkan patogen, termasuk virus yang menyebabkan demam dan flu,
dapat berkembang dalam tubuh. Sistem kekebalan juga memberikan pengawasan
terhadap sel tumor, dan terhambatnya sistem ini juga telah dilaporkan meningkatkan
resiko terkena beberapa jenis kanker.
Dapat disimpulkan bahwa Sistem kekebalan atau sistem imun adalah sistem
perlindungan pengaruh luar biologis yang dilakukan oleh sel dan organ khusus pada
suatu organisme.
2) Fungsi sistem imun
a. Pembentuk kekebalan tubuh
b. Penolak dan penghancur segala bentuk benda asing yang masuk ke dalam tubuh.
c. Pendeteksi adanya sel abnormal, infeksi dan patogen yang membahayakan.
d. Penjaga keseimbangan komponen dan fungsi tubuh.

3) Organ Yang Terlibat Dalam Sistem Kekebalan Tubuh


a. Organ limfatik primer
(1) Timus

Gambar a.(1). Sumsum Tulang Belakang


Suatu jaringan limfatik yang terletak di sepanjang trakea di rongga dada
bagian atas. Fungsinya memproses limfosit muda menjadi T limfosit.
(2) Sumsum tulang belakang

Gambar a. (2). Sumsum Tulang Belakang

Jaringan lunak yang ditemukan pada rongga interior tulang yang merupakan
tempat produksi sebagian besar sel darah baru. Sumsum tulang merupakan jaringan
limfatik karena memproduksi limfosit muda yang akan diproses pada timus atau
tempat-tempat lainnya untuk menjadi limfosit T atau limfosit B.
b. Organ limfatik sekunder
(1) Tonsil

Gambar b. (3). Tonsil


Jaringan lymphatic yang terdiri dari kumpulan-kumpulan limposit
.Berfungsi memproduksi lymphatic dan antibodi yang kemudian akan masuk ke
dalam cairan lymph. Tonsil terletak pada Dinding dalam nosopharynx (tonsila
pharingea ),Fosa tonsilaris di samping-belakang lidah (tonsil palatina) dan Di
bawah lidah (tonsila liqualis). Tonsil bukan merupakan kelenjar karena tidak
memiliki pembuluh lymph afferent, oleh sebab itu tonsil tidak menyaring cairan
lympha.
(2) Nodus Limfa

Gambar b. (4). Nodus Limfa

Nodus Limfa Adalah titik di sepanjang pembuluh limfa yang memiliki


ruang (sinus) yang mengandung limfosit dan makrofag. Nodus limfa berfungsi
sebagai Penyaring mikroorganisme dalam limfe ketika cairan tersebut melewati
nodus. Jadi bila jaringan terinfeksi, nodus limfatik bisa menjadi bengkak dan nyeri
bila ditekan. Apabila infeksinya ringan, imfeksi tersebut akan diatasi oleh sel-sel
nodus sehinggar nyeri serta bengkak mereda. Apabila infeksinya berat, organesme
penyebab infeksi akan menyebabkan peradangan akut dan destruksi sehingga
terbentuklah abses di dalam nodus tersebut. Apabila bakteri tidak berhasil dirusak
oleh nodus, bakteria tersebut dapat masuk ke dalam aliran limfe dan menginfeksi
sirkulasi sistemik dan menimbulkan septikemia.
4) Mekanisme pertahanan tubuh

Sistem pertahanan tubuh merupakan suatu sistem dalam tubuh yang bekerja
mempertahankan tubuh kita dari serangan suatu bibit penyakit atau patogen yang
masuk ke dalam tubuh. Berdasarkan cara mempertahankan diri dari penyakit, sistem
pertahanan tubuh digolongkan menjadi dua yaitu pertahanan tubuh spesifik dan
nonspesefik.
(a) Sistem Pertahanan Tubuh Nonspesifik
Sistem pertahanan tubuh nonspesifik adalah sistem pertahanan tubuh yang
tidak membedakan mikroorganisme patogen yang satu dengan yang lainnya,
sistem ini merupakan sistem pertahanan pertama terhadap infeksi akibat masuknya
mikroorganisme patogen atau benda-benda asing yang masuk ke dalam tubuh.
Mekanisme pertahanan non spesifik disebut juga respons imun alamiah.
Yang merupakan mekanisme pertahanan non spesifik tubuhkita adalah kulit
dengan kelenjarnya, lapisan mukosa dengan enzimnya, serta kelenjar lain dengan
enzimnya seperti kelenjar air mata. Demikian pula sel fagosit (sel makrofag,
monosit, polimorfonuklear) dan komplemen merupakan komponen mekanisme
pertahanan non spesifik.
(b) Sistem Pertahanan Tubuh Spesifik
Bila pertahanan non spesifik belum dapat mengatasi invasi mikroorganisme
maka imunitas spesifik akan terangsang. Mekanisme pertahanan spesifik adalah
mekanisme pertahanan yang diperankan oleh sel limfosit, dengan atau tanpa
bantuan komponen sistem imun lainnya seperti sel makrofag dan komplemen.
Dilihat dari caranya diperoleh maka mekanisme pertahanan spesifik disebut juga
respons imun didapat. Mekanisme Pertahanan Spesifik (Imunitas Humoral dan
Selular) Imunitas humoral adalah imunitas yang diperankan oleh sel limfosit B
dengan atau tanpa bantuan sel imunokompeten lainnya. Tugas sel B akan
dilaksanakan oleh imunoglobulin yang disekresi oleh sel plasma. Terdapat lima
kelas imunoglobulin yang kita kenal, yaitu IgM, IgG, IgA, IgD, dan IgE. Imunitas
selular didefinisikan sebagai suatu respons imun terhadap antigen yang
diperankan oleh limfosit T dengan atau tanpa bantuan komponen sistem imun
lainnya.
(c) Antibodi (Immunoglobulin)

Antibodi (bahasa Inggris:antibody, gamma globulin)adalah glikoprotein


dengan struktur tertentu yang disekresi dari pencerap limfosit-B yang telah
teraktivasi menjadi sel plasma, sebagai respon dari antigen tertentu dan reaktif
terhadap antigen tersebut. Pembagian Immunglobulin
Antibodi A (bahasa Inggris: Immunoglobulin A, IgA) adalah antibodi yang
memainkan peran penting dalam imunitas mukosis (en:mucosal immune). IgA
banyak ditemukan pada bagian sekresi tubuh (liur, mukus, air mata, kolostrum
dan susu) sebagai sIgA (en:secretoryIgA) dalam perlindungan permukaan organ
tubuh yang terpapar dengan mencegah penempelan bakteri dan virus ke membran
mukosa. Kontribusi fragmen konstan sIgA dengan ikatan komponen mukus
memungkinkan pengikatan mikroba.

Antibodi D (bahasa Inggris: Immunoglobulin D, IgD) adalah sebuah


monomer dengan fragmen yang dapat mengikat 2 epitop. IgD ditemukan pada
permukaan pencerap sel B bersama dengan IgM atau sIga, tempat IgD dapat
mengendalikan aktivasi dan supresi sel B. IgD berperan dalam mengendalikan
produksi autoantibodi sel B. Rasio serum IgD hanya sekitar 0,2%.
Antibodi E (bahasa Inggris: antibody E, immunoglobulin E, IgE) adalah
jenis antibodi yang hanya dapat ditemukan pada mamalia. IgE memiliki peran
yang besar pada alergi terutama pada hipersensitivitas tipe 1. IgE juga tersirat
dalam sistem kekebalan yang merespon cacing parasit (helminth) seperti
Schistosoma mansoni, Trichinella spiralis, dan Fasciola hepatica, serta terhadap
parasit protozoa tertentu sepertiPlasmodium falciparum, dan artropoda.
Antibodi G (bahasa Inggris: Immunoglobulin G, IgG) adalah antibodi
monomeris yang terbentuk dari dua rantai berat dan rantai ringan , yang saling
mengikat dengan ikatan disulfida, dan mempunyai dua fragmen antigen-binding.
Populasi IgG paling tinggi dalam tubuh dan terdistribusi cukup merata di dalam
darah dan cairan tubuh dengan rasio serum sekitar 75% pada manusia dan waktu
paruh 7 hingga 23 hari bergantung pada sub-tipe.
Antibodi M (bahasa Inggris: Immunoglobulin M, IgM, macroglobulin)
adalah antibodi dasar yang berada pada plasma B. Dengan rasio serum 13%, IgM
merupakan antibodi dengan ukuran paling besar, berbentuk pentameris 10 area
epitop pengikat, dan teredar segera setelah tubuh terpapar antigen sebagai respon
imunitas awal (en:primary immune response) pada rentang waktu paruh sekitar 5
hari. Bentuk monomeris dari IgM dapat ditemukan pada permukaan limfosit- B
dan reseptor sel-B. IgM adalah antibodi pertama yang tercetus pada 20 minggu
pertama masa janin kehidupan seorang manusia dan berkembang secara
fitogenetik (en:phylogenetic). Fragmen konstan IgM adalah bagian yang
menggerakkan lintasan komplemen klasik.

B. Pengertian
Human Immunodeficiency Virus (HIV) merupakan penyakit kekurangan sistem
imun yang disebabkan oleh retrovirus HIV tipe 1 atau HIV tipe 2 (Copstead dan Banasik,
2012).
C. Penyebab
Acquired Immune Deficiency Syndrome (AIDS) diesbabkan oleh Human
immunodeficiency Virus (HIV), suatu retrovirus pada manusia yang termnasuk dalam
keluarga lentivirus (termasuk pula virus imunodefisiensi pada kucing, virus pada
imunodefisiensi pada kera, virus visna virus pada domba, virus anemia infeksiosa pada
kuda). Dua bentuk HIV yang berbeda secara genetik, tetapi berhubungan secara antigen,
yaitu HIV-1 dan HIV-2 yang telah berhasil diisolasi dari pendrita AIDS. Sebagian
retrovirus, viron HIV-1 berbentuk sferis dan mengandung inti berbentuk bkerucut yang
padat elektron dan dikelilingi selubung lipid yang berasal dari membran sel penjamu. Inti
virus tersebut mengandung kapsid utama protein p24, nukleukapsid protein p7 atau p9, dua
sirina genom, dan ketiga enzim virus (protease, reserve, ytranscriptase dan
integrase). Selain ketiga gen retrovirus yang baku ini HIV ini mengandung beberapa gen
lain (diberi nama misalnya tat, rev, nef, vpr dan vpu) yang mengatur sintesi serta perakitan
partikel virus yang ineksius. (Robbins,dkk, 2011).
Menurut Nursalam dan Kurniawati (2011) virus HIV menular melaluienam cara penularan,
yaitu :
a. Hubungan seksual dengan penderita HIV AIDS
Hubungan seksual secara vaginal, anal dan oral dengan penderita HIV tanpa
perlindungan bisa menu;arkan HIV. Selama hubungan seksual berlangsung, air mani,
cairan vagina, dan darah yang dapat mengenai selaput lendir, penis, dubur, atau mulut
sehingga HIV yang terdapat dalam cairan tersebut masauk kedalam aliran darah
(Nursalam 2007). Selama berhubungan bisa terjadi lesi mikro pada dinding vagina,
dubur, dan mulut yang bisa menjadi jalan HIV untuk asuk kedalam aliran darah
pasangan seksual.
b. Ibu pada bayinya
Penularan HIV dari ibu bisa terjadi pada saat kehamilan (inutero). Berdasarkan CDC
Amerika, prevelensi dari ibu ke bayi 0,01% sampai dengan 7%. Bila ibu baru terinfeksi
HIV belum ada gejala AIDS, kemungkinan bayi terinfeksi 20% sampai 30%,
sedangkan gejala AIDS sudah jelas pada ibu kemungkinan mencapai 50% (PELKESI
, 1995 ddalam Nursalam 2007). Penularan juga terjadi selama proses persalinan melalui
transfuse fetomaternal atatu kontak kulit atau membran mukosa bayi dengan darah atau
sekresi maternal saat melahirkan. ( Lili V 2004 dalam Nursalam 2007). Transmisi lain
terjadi selama periode post partum melalui ASI dari Ibu yang positif sekitar 10%.
c. Darah dan produk darah yang tercemar HIV/AIDS
Sangat cepat menular HIV karena virus langsung masuk ke pembuluh darah dan
menyebar keseluruh tubuh.
d. Pemakaian alat kesehatan yang tidak streril
Alat pemeriksaan kandungan sperti spekulum, tenakulum, dan alat – alat lainnya yang
menyentuh dara, cairan vagina atau air mani yang terinfeksi HIV, dan langsung
digunakan untuk orang lain yang tidak terinfeksi HIV bisa menularkan HIV.
e. Menggunakan jarum suntik secara bergantian
Jarum suntik yang digunakan oleh parah pengguna narkoba (Injekting Drug User -
IDU) sangat berpotensi menularkan HIV. Selain jarum suntik para pengguna IDU
secara bersam- sama menggunakan tempat penyampur, pengaduk dan gelsa pengoplos
obat, sehingga berpotensi tinggi menularkan HIV. HIV tidak menular melalui peralatan
makan, pakaian, handuk, sapu tangan, hidup serumah dengan pederita HIV/AIDS,
gigtan nyamuk, dan hubungan sosial yang lainnya.
D. Patofisiologi
Menurut Robbins, Dkk (2011) perjalanan HIV paling baik
dipahami dengan menggunakan kaidah saling mempengaruhi antara HIV
dan sistem imun. Ada tiga tahap yang dikenali yang mencerminkan
dinamika interaksi antara virus dan penjamu. (1) fase akut pada tahap
awal; (2) fase kronis pada tahap menengah; dan (3) fase kritis pada tahap
akhir.
Fase akut menggambarkan respon awal seseorang deawas yang
imunokompeten terhadap infeksi HIV. Secara klinis, hal yanmg khas
merupakan penyakit yang sembuh sendiri yang terjadi pada 50% hingga
70% dari orang dewasa selama 3-6 minggu setelah infeksi; fase ini
ditandai dengan gejalah nonspesifik yaitu nyeri tenggorokan, nilagioa,
demam, ruam, dan kadang-kadang meningitis aseptik. Fase ini juga
ditandai dengan prooduksi virus dalam jumlah besar, viremia dan
persemaian yang luas pada jaringan limfoid perifer, yang secara khas
disertai dengtan berkurangnya sel T CD4+ kembali mendekati jumlah
normal. Namun segera setelah hali itu terjadi, akan muncul respon imun
yang spesifik terhadap virus, yang dibuktikan melalui serokonversi (
biasanya dalam rentang waktu 3 hingg 17 minggu setelah pejanan) dan
munculnya sel T sitoksik CD8+ yang spesifik terhadap virus. Setelah
viremia meredah, sel T CD4+ kembali mendekati jumlah normal. Namun
berkurangnya virus dalam plasma bukan merupakan penanda berakhirnya
replikasi virus, yang akan terus berkanjut didalam magkrofak dan sel T
CD4+ jaringan.
Fase kronis, pada tahap menengah, menunjukan tahap penahanan
relatif virus. Pada fase ini, sebagaian besar sistem imun masih utuh,
tetapi replikasi virus berlanjut hingga beberapa tahun. Pada pasien tiudak
menunjukan gejala ataupn limfadenopati persisten, dsan banyak
penderita yang mengalami infeksi oportunistik ”ringan” seperti sariawan
(candida) atau herpes zoster selama fase ini replikasi virus dalam
jaringan limfoid terus berlanjut. Pergantian virus yang meluas akan
disertai dengan kehilangan sel CD4+ yang berlanjut. Namun, karena
kemampuan regenerasi imun besar, sel CD4+ akan tergantikan dengan
juumlah yang besar. Oleh karena itu penuruna sel CD4+ dalam darah
perifer hanyalah hal yang sederhana. Setelah melewati periode yang
panjang dan beragam, pertahanan mulai berkkurang, jumlah CD4+ mulai
menurun, dan jumlah CD4+ hidup yang terinfeksi oleh HIV semakin
meningkat. Linfadenopati persisten yang disertai dengan kemunculan
gejala konstitusional yang bermakna (demam, ruam, mudah lelah)
mencerminkan onset adanya deokompesasi sistem imun, peningkatan
replikasi virus, dan onset fase “kritis”.
Tahap akhir, fase kritis , ditandai dengan kehancuran pertahanna
penjamu yang sangat merugikan viremia yang nyata, srerta penyakit
kinis. Para pasien khasnya akan mengalami demam lebih dari satu bulan,
mudah lelah, penurunan berat badan, dan diare. Jumlah sel CD4+
menurun dibawah 500 sel/μL. Setelah adanya interval yang berubahubah,
para pasien mengalami infeksi oportunistik yang serius, neoplasma
sekunder, dan atau manifestasi neurologis (disebut kondisi yang
menentukan AIDS), dan pasien yang bersangkutan dikatakan telah
menderita AIDS yang sesungguhnya. Bahkan jikakondisi lazim yang
menentukan AIDS tidak muncul, pedoman CDC yanng digunakan saat
ini menentukan bahwa seseorang teerinfeksi HIV dengan jumlah sel
CD4+ kurang atau sma dengan 200/μL sebagai pengidap AIDS.
E. Manifestasi Klinik
F. Komplikasi
G. Pemeriksaan Diagnostik
H. Penatalaksanaan Medik
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN
PENYAKIT HIV AIDS
A. Konsep Asuhan Keperawatan

1. Pengkajian

a. Identitas klien, Merupakan biodata klien yang meliputi : nama, umur, jenis kelamin,
agama, suku bangsa/ras, pendidikan, bahasa yang dipakai, pekerjaan, penghasilan
dan alamat. Serta jenis kelamin pasien
b. Keluhan utama
c. Riwayat
1) Riwayat penyakit sekarang
2) Riwayat penyakit dahulu
3) Riwayat penyakit keluarga
4) Riwayat psikososial
d. Aktivitas dan Istirahat
Gejala:
Mudah lelah, berkurangnya toleransi terhadap aktivitas biasanya, progresi
kelelahan/malaise, perubahan pola tidur
Tanda:
Kelemahan otot, menurunnya masa otot. Respons fisiologis terhadap aktivitas
seperti perubahan dalam td, frekuensi jantung, pernapasan.
e. Sirkulasi
Gejala:
Proses penyembuhan luka yang lambat (bila anemia), perdarahan lama pada
cedera (jarang terjadi)
Tanda:
Takikardia, perubahan TD postural. Menurunnya volume nadi perifer.
Pucat/sianosis; perpanjangan pengisian kapiler
f. Integritas ego
Gejala:
1) Faktor stres yang berhubungan dengan kehilangan, misal dukungan keluarga,
hubungan dengan orang lain, penghasilan, gaya hidup tertentu, dan distres
spiritual
2) Mengkuatirkan penampilan; alopesia, lesi cacat, dan menurunnya BB
3) Mengingkari diagnosa, merasa tidak berdaya, putus asa, tidak berguna, rasa
bersalah, kehilangan kontrol diri, dan depresi
Tanda:
1) Mengingkari, cemas, depresi, takut, menarik diri
2) Perilaku marah, postur tubuh mengelak, menangis, dan kontak mata yang
kurang.
3) Gagal menepati janji atau banyak janji untuk periksa dengan gejala yang sama
g. Eliminasi
Gejala:
1) Diare yang intermiten, terus menerus, sering dengan/tanpa disertai keram
abdominal.
2) Nyeri panggul, rasa terbakar saat miksi.
Tanda:
1) Feses encer dengan/tanpa disertai mukus atau darah.
2) Diare pekat yang sering.
3) Nyeri tekan abdominal.
4) Lesi/abses rektal, perianal
5) Perubahan dalam jumlah, warna, dan karakteristik urine.
h. Makanan/cairan
Gejala:
1) Tidak nafsu makan, perubahan dalam kemampuan mengenali makan,
mual/muntah.
2) Disfagia, nyeri retrosternal saat menelan.
3) Penurunan BB yang cepat atau progresif.
Tanda:
1) dapat menunjukan adanya bising usus hiperaktif
2) Penurunan BB: perawakan kurus, menurunnya lemah subkutan/masa otot.
3) Turgor kulit buruk.
4) Lesi pada rongga mulut, adanya selaput putih dan perubahan warna.
5) Kesehatan gigi/gusi yang buruk, adanya gigi yang tanggal.
6) Edema (umum, dependen)
i. Higiene
Gejala: tidak dapat menyelesaikan AKS
Tanda:
1) Memperlihatkan penampilan yang tidak rapi.
2) Kekurangan dalam banyak atau semua perawatan diri,aktivitas perawatan diri.
j. Neurosensori
Gejala:
1) Pusing/pening,sakit kepala.
2) Perubahan status mental,kehilangan ketajaman atau kemampuan diri untuk
mengatasi masalah,tidak mampu mengingat dan konsentrasi menurun.
3) Kerusakan sensasi atau indera posisi dan getaran.
4) Kelemahan otot, tremor, dan perubahan ketajaman penglihatan.
5) Kebas, kesemutan pada ekstremitas (kaki tampak menunjukan perubahan paling
awal).
Tanda:
1) Perubahan status mental dengan rentang antara kacau mental sampai dimensia,
lupa, konsentrasi buruk, tingkat kesadaran menurun, apatis, reterdasi
psikomotor/respon melambat.
2) Ide paranoid, ansietas yang berkembang bebas, harapan yang tidak realistis.
3) Timbul refleks yang tidak normal, menurunnya kekuatan otot, dan gaya berjalan
ataksia.
4) Tremor pada motorik kasar/halus, menurunnya motorik fokalis; hemiparesis,
kejang.
5) Hemoragi retina dan eksudat (renitis cmv)
k. Nyeri/kenyamanan
Gejala:
1) Nyeri umum atao lokal, sakit, rasa terbakar pada kaki.
2) Sakit kepala (keterlibatan ssp)
3) Nyeri pada pleuritis

Tanda:
1) Pembengkakan pada sendi, nyeri pada kelenjar, nyeri tekan.
2) Penurunan rentang gerak, perubahan gaya berjalan atau pincang
3) Gerak otot melindungi bagian yang sakit
l. Pernapasan
Gejala:
1) ISK sering, menetap
2) Napas pendek yang progresif
3) Batuk (mulai dari sedang sampai parah), produktif/non-produktif sputum (tanda
awal dari adanya PCP mungkin batuk spasmodik saat napas dalam)
4) Bendungan atau sesak pada dada
Tanda:
1) Takipnea, distres pernapasan
2) Perubahan pada bunyi napas/bunyi napas adventisius.
3) Sputum: kuning (pada pneumonia yang menghasilkan sputum)
m. Keamanan
Gejala:
1) Riwayat jatuh, terbakar,pingsan, luka yang lambat proses penyembuhannya.
2) Riwayat menjalani transafusi darah yang sering/berulang (mis. Hemofilia,
operasi vaskuler mayor, insiden traumatis)
3) Riwayat penyakit defisiensi imun, yakni kanker tahap lanjut.
4) Riwayat atau berulangnya infeksi dengan phs
5) Demam berulang; suhu rendah, peningkatan suhu intermiten/memuncak;
berkeringat malam
Tanda:
1) Perubahan integritas kulit; terpotong, ruam, mis. Eksema, eksantem, psoriasis,
perubahan warna, perubahan ukuran/warna mola; mudah terjadi memar yang
tidak bisa dijelaskan sebabnya.
2) Rektum, luka-luka perianal atau abses
3) Timbulnya nodul-nodul, pelebaran kelenjar limfe pada dua area tubuh atau
lebih (mis. Leher, ketiak, paha)
4) Menurunnya kekuatan umum, tekanan otot, perubahan pada gaya berjalan.
n. Seksualitas
Gejala:
1) Riwayat perilaku berisiko tinggi yakni mengadakan hubungan seksual dengan
pasangan yang positiv HIV, pasangan seksual multiple, aktivitas seksual yang
tidak terlindungi, dan seks anal.
2) Menurunnya libido, terlal sakit untuk melakukan hubungan seks.
3) Penggunaan kondom yang tidak konsisten.
4) Menggunakan pil pencegah kehamilan (meningkatkan kerentanan terhadap
virus pada wanita yang diperkirakan dapat terpajan karena peningkatan
kekeringan/friebilitas vagina)
Tanda:
1) Kehamilan atau resiko terhadp hamil
2) Genital: manifestasi kulit (mis. Herpes, kutil); rabas.
o. Interaksi sosial
Gejala:
1) Masalah yang ditimbulkan oleh diagnosis, mis. Kehilangan kerabat/orang
terdekat, teman, pendukung. Rasa takut untuk mengungkapkannya pada orang
lain, takut akan penolakkan/kehilangan pendapatan.
2) Isolasi, kesepian, teman dekat ataupun pasangan seksual yang meninggal
karena aids
3) Mempertanyakan kemampuan untuk tetap mandiri, tidak mampu membuat
rencana.
Tanda:
1) Perubahan pada interaksi keluaga/orang terdekat
2) Aktivitas yang tak terorganisasi, perubahan penyusunan tujuan.
p. Penyuluhan/pembelajaran
Gejala:
1) Kegagalan untuk mengikuti perawatan, melanjutkan perilaku berisiko tinggi
(mis. Seksual ataupun penggunaan obat-obatan iv)
2) Penggunaan/penyalahgunaann obat-obatan iv, saat ini merokok,
penyalahgunaan alkohol.
3) Pertimbangan rencana pemulangan:
4) Drg menunjukan rerata lama dirawat 10,2 hari
5) Memerlukan bantuan keuangan, obat-obatan/tindakan, perawatan kulit/luka,
peralatan/bahan; transportasi, belanja makanan dan persiapan ; perawatan diri,
prosedur keperawatan teknis, tugas perawatan/pemeliharaan rumah, perawatan
anak; perubahan fasilitas hidup.
2. Diganosan Keperawatan
Diagnosa keperawatan yang muncul adalah :

a. Resiko tinggi infeksi (kontak pasien) berhubungan dengan infeksi HIV.


b. Intolerans aktivitas berhubungan dengan kelemahan, pertukaran oksigen,
malnutrisi, kelelahan.
c. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake yang
kurang, meningkatnya kebutuhan metabolic, dan menurunnya absorbsi zat gizi.
d. Diare berhubungan dengan infeksi GI
e. Tidak efektif koping keluarga berhubungan dengan cemas tentang keadaan yang
orang dicintai.
f. Bersihan jalan napas tidak efektif berhubungan dengan penumpukan sputum
g. gangguan volume cairan berhubungan dengan diare terus-menerus
h. Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurang inpormasi tentang penyakit.
3. Intervensi

Diagnosa Perencanaan Keperawatan


Keperawatan Tujuan dan criteria hasil Intervensi Rasional
Resiko tinggi Infeksi HIV tidak 1. Anjurkan pasien 1.Pasien dan
infeksi (kontak ditransmisikan, tim atau orang keluarga mau dan
pasien) kesehatan memperhatikan penting lainnya memerlukan
berhubungan universal precautions metode informasikan ini
dengan infeksi dengan kriteriaa kontak mencegah
HIV, adanya pasien dan tim kesehatan transmisi HIV
infeksi tidak terpapar HIV, tidak dan kuman
nonopportunisitik terinfeksi patogen lain patogen lainnya. 2.Mencegah
yang dapat seperti TBC. 2. Gunakan darah transimisi infeksi
ditransmisikan. dan cairan tubuh HIV ke orang
precaution bial lain
merawat pasien.
3. Gunakan masker
bila perlu. 3.Untuk
perlindungan diri
Intolerans aktivitas Setelah diberikan askep 3 x 1. Monitor respon 1.Respon
berhubungan 24 jam diharapkan pasien fisiologis bervariasi dari
dengan berpartisipasi dalam terhadap aktivitas hari ke hari
kelemahan, kegiatan, dengan kriteria 2. Berikan bantuan
pertukaran bebas dyspnea dan takikardi perawatan yang 2.Mengurangi
oksigen, selama aktivitas. pasien sendiri kebutuhan energi
malnutrisi, tidak mampu
kelelahan. 3. Jadwalkan 3.Ekstra istirahat
perawatan pasien perlu jika karena
sehingga tidak meningkatkan
mengganggu kebutuhan
isitirahat. metabolik
Perubahan nutrisi Setelah diberikan askep x 1. Monitor 1.Intake menurun
kurang dari 24 jam diharapkan pasien kemampuan dihubungkan
kebutuhan tubuh mempunyai intake kalori mengunyah dan dengan nyeri
berhubungan dan protein yang adekuat menelan tenggorokan dan
dengan intake untuk memenuhi kebutuhan mulut
yang kurang, metaboliknya dengan 2.Menentukan data
meningkatnya kriteria mual dan muntah 2. Monitor BB, dasar
kebutuhan dikontrol, pasien makan intake dan ouput
metabolic, dan TKTP, serum albumin dan 3.Mengurangi
menurunnya protein dalam batas n ormal, 3. Atur antiemetik muntah
absorbsi zat gizi. sesuai order

4. Rencanakan diet 4.Meyakinkan


dengan pasien bahwa makanan
dan orang penting sesuai dengan
lainnya. keinginan pasien
Diare Setelah diberikan askep 3 x 1. Kaji konsistensi 1.Mendeteksi
berhubungan 24 jam pasien merasa dan frekuensi adanya darah
dengan infeksi GI nyaman dan menngontrol feses dan adanya dalam feses
diare, komplikasi minimal darah. 2.Hipermotiliti
dengan kriteria perut lunak, 2. Auskultasi bunyi mumnya dengan
tidak tegang, feses lunak dan usus diare
warna normal, kram perut
hilang,
3. Atur agen 3.Mengurangi
antimotilitas dan motilitas usus,
psilium yang pelan,
(Metamucil) emperburuk
sesuai order perforasi pada
4. Berikan ointment intestinal
A dan D, vaselin 4.Untuk
atau zinc oside menghilangkan
distensi
Tidak efektif Setelah diberikan askep 3 x 1. Kaji koping 1.Memulai suatu
koping keluarga 20 diharapkan keluarga atau keluarga hubungan dalam
berhubungan orang penting lain terhadap sakit bekerja secara
dengan cemas mempertahankan suport pasein dan konstruktif dengan
tentang keadaan sistem dan adaptasi terhadap perawatannya keluarga.
perubahan akan
yang orang kebutuhannya dengan 2. Biarkan keluarga 2.Mereka tak
dicintai. kriteria pasien dan keluarga mengungkapkana menyadari bahwa
berinteraksi dengan cara perasaan secara mereka berbicara
yang konstruktif verbal secara bebas
3. Ajarkan kepada
keluaraga tentang 3.Menghilangkan
penyakit dan kecemasan tentang
transmisinya. transmisi melalui
kontak sederhana.
Gangguan volume Setelah diberikan askep 3 x 1.Pantau TTV 1.Indikator dari
cairan 24 jam diharapkan volume Catat peningkatan volume cairan
berhubungan cairan kembali adekuat suhu dan durasi sirkulasi
dengan diare terus- dengan kriteria hasil: demam.
menerus Membran mukosa lembab, 2.Berikan kompres 2.Meningkatkan
turgor kulit baik, tanda- hangat sesuai kebutuhan
tanda vital stabil, haluran indikasi dan metabolime dan
urine adekuat pertahankan diaforesis yang
pakaian tetap berlebihan yang
kering jika terjdi dihubungkan
demam dengan demam
dalam
meningkatkan
kehilangan
cairan tak kasat
3. Kaji turgor kulit, mata
membran mukosa, 3.Indikator tidak
dan rasa haus langsung dari
4. Ukur input dan status cairan
output cairan 4.Mengetahui
keseimbangan
dalam tubuh
5.Kolaborasi 5.Untuk membantu
pemberian obat- menurunankan
obatan antidiarea jumlah dan
keenceran feses
Kurang Setelah diberikan askep 1. Berikan waktu 1.Mengetahui
pengetahuan selama 2x24 jam diharapkan kepada pasien untuk sejauh mana
berhubungan menyatakan mengerti menanyakan apa ketidak tahuan
dengan kurang tentang kondisi, yang tidak di ketahui pasien tentang
inpormasi tentang pemeriksaan diagnostik, tentang penyakitnya.
penyakit rencana pengobatan, dan penyakitnya.
tindakan perawatan diri
2. Kaji ulang proses
preventif dengan criteria
penyakit dan
hasil :
harapan yang akan
2.Memberikan
1. Klien mengetahui datang
pengetahuan dasar
tentang
dimana pasien
penyakit,pencegahan
dapat membuat
dan pengobatanya
pilihan
3.Berikan informasi beradasarkan
tentang: sumber informasi.
infeksi, tindakan
3.Pengetahuan apa
untuk mencegah
yang diharapkan
penyebaran,
dapat mengurangi
jelaskan pemberian
ansietas dan
antibiotik,
membantu
pemeriksaan
mengembankan
diagnostik: tujuan,
kepatuhan klien
gambaran singkat,
terhadap rencan
persiapan ynag
terapetik.
dibutuhkan sebelum
pemeriksaan,
perawatan sesudah
pemeriksaan.

4.Anjurkan pasien
untuk
menggunakan obat
yang diberikan,
minum sebanyak
kurang lebih
delapan gelas per
hari.
4.Pasien sering
menghentikan obat
5.Berikan
mereka, jika tanda-
kesempatan
tanda penyakit
kepada pasien
mereda. Cairan
untuk
menolong
mengekspresikan
membilas ginjal.
perasaan dan
masalah tentang
rencana
pengobatan.

5.Untuk
mendeteksi isyarat
indikatif
kemungkinan
ketidakpatuhan
dan membantu
mengembangkan
penerimaan
rencana terapeutik.
B. Pendidikan Kesehatan Pencegahan pada HIV/AIDS

1. Pencegahan Primer

Pencegahan primer dilakukan sebelum seseorang terinfeksi HIV. Hal ini


diberikan pada seseorang yang sehat secara fisik dan mental. Pencegahan ini tidak
bersifat terapeutik; tidak menggunakan tindakan yang terapeutik; dan tidak
menggunakan identifikasi gejala penyakit. Pencegahan ini meliputi dua hal, yaitu:
a. Peningkatan kesehatan, misalnya: dengan pendidikan kesehatan reproduksi tentang
HIV/AIDS; standarisasi nutrisi; menghindari seks bebas; secreening, dan
sebagainya.

b. Perlindungan khusus, misalnya: imunisasi; kebersihan pribadi; atau pemakaian


kondom.

2. Pencegahan Sekunder

Pencegahan sekunder berfokus pada Orang dengan HIV/AIDS (ODHA) agar


tidak mengalami komplikasi atau kondisi yang lebih buruk. Pencegahan ini dilakukan
melalui pembuatan diagnosa dan pemberian intervensi yang tepat sehingga dapat
mengurangi keparahan kondisi dan memungkinkan ODHA tetap bertahan melawan
penyakitnya. Pencegahan sekunder terdiri dari teknik skrining dan pengobatan penyakit
pada tahap dini. Hal ini dilakukan dengan menghindarkan atau menunda keparahan
akibat yang ditimbulkan dari perkembangan penyakit; atau meminimalkan potensi
tertularnya penyakit lain.
3. Pencegahan Tersier

Pencegahan tersier dilakukan ketika seseorang teridentifikasi terinfeksi


HIV/AIDS dan mengalami ketidakmampuan permanen yang tidak dapat disembuhkan.
Pencegahan ini terdiri dari cara meminimalkan akibat penyakit atau ketidakmampuan
melalui intervensi yang bertujuan mencegah komplikasi dan penurunan kesehatan.
Kegiatan pencegahan tersier ditujukan untuk melaksanakan rehabilitasi, dari
pada pembuatan diagnosa dan tindakan penyakit. Perawatan pada tingkat ini ditujukan
untuk membantu ODHA mencapai tingkat fungsi setinggi mungkin, sesuai dengan
keterbatasan yang ada akibat HIV/AIDS.
Tingkat perawatan ini bisa disebut juga perawatan preventive, karena di
dalamnya terdapat tindak pencegahan terhadap kerusakan atau penurunan fungsi lebih
jauh. Misalnya, dalam merawat seseorang yang terkena HIV/AIDS, disamping
memaksimalkan aktivitas ODHA dalam aktivitas sehari-hari di masyarakat, juga
mencegah terjadinya penularan penyakit lain ke dalam penderita HIV/AIDS;
Mengingat seseorang yang terkena HIV/AIDS mengalami penurunan imunitas dan
sangat rentan tertular penyakit lain.

Selain hal-hal tersebut, pendekatan yang dapat digunakan dalam upaya


pencegahan penularan infeksi HIV/AIDS adalah penyuluhan untuk mempertahankan
perilaku tidak beresiko. Hal ini bisa dengan menggunakan prinsip ABCDE yang telah
dibakukan secara internasional sebagai cara efektif mencegah infeksi HIV/AIDS lewat
hubungan seksual. ABCDE ini meliputi:
A = abstinensia , tidak melakukan hubungan seks terutama seks berisiko tinggi
dan seks pranikah.
B = be faithful, bersikap saling setia dalam hubungan perkawinan atau
hubungan tetap.
C = condom, cegah penularan HIV dengan memakai kondom secara benar dan
konsisten untuk para penjaja seksual.
D = drugs, hindari pemakaian narkoba suntik.
E = equipment, jangan memakai alat suntik bergantian.
Sedangkan Untuk mencegah penularan HIV dari ibu hamil kepada bayinya
dapat dilakukan dengan pemberian obat antiretroviral azidotimidin (AZT), dan
menghindari proses kelahiran pervagina atau melalui seksio sesaria. Selain itu bayi
juga dianjurkan untuk diberikan susu formula bukan ASI dari ibu yang positif HIV.
Terakhir, pendekatan agama bagi sebagian besar masyarakat juga merupakan
pendekatan yang penting. Sebab, dengan meningkatkan ajaran agama dan nilai budaya
diharapkan perilaku hubungan seks berisiko dapat dikurangi termasuk di kalangan
muda mudi, sehingga angka pertumbuhan HIV dapat menurun.

A. Pendidikan kesehatan pencegahan primer, sekunder dan tersier pada masalah gangguan
penginderaan sistem pendengaran dan penghidu
B. Persiapan, pelaksanaan dan paska pemeriksaan diagnostik dan dan laboratorium pada
masalah gangguan penginderaan sistem pendengaran dan penghidu
C. Hasil-hasil penelitian tentang penatalaksnaan gangguan gangguan penginderaan sistem
pendengaran dan penghidu
D. Trend dan issue terkait gangguan penginderaan sistem pendengaran dan penghidu
E. Peran dan fungsi perawat
F. Fungsi advokasi perawat pada kasus gangguan penginderaan sistem pendengaran dan
penghidu pada pasien dewasa.
BAB IV

ASUHAN KEPERAWATAN KASUS DENGAN PENYAKIT HIV AIDS

A. Analisa kasus

Seorang laki – laki berusia 37 tahun bernama Tn. A kerumah sakit RSUB. Tn. A mengeluh
mencret sejak 1 bulan yang lalu, malam keringat dingin dan kadang demam serta tubuh terasa
lemah. Diare tak terkontrol tanpa merasakan sakit perut penyebab tidak diketahui, dengan
faktor yang memperberat adalah bila bergerak dan usaha yang dilakukan adalah diam. Berat
badan pasien 40 kg,TD : 110/70 mmHg,Nadi : 120 x/ menit, HR : 22 x/ menit, Suhu : 37,8oC.
Pasien tampak lemah, kurus, dan pucat.

B. Pengkajian
1. Identitas pasien.
Nama :Tn. A
Umur : 37 Tahun
Jenis kelamin : Laki-laki
Suku/bangsa : Banten/Indonesia.
Agama : Islam
Status perkawinan : Belum kawin
Pendidikan/pekerjaan : SMA
Bahasa yang digunakan : Indonesia
Alamat : Jl. Garuda

2. Alasan masuk rumah sakit


a) Alasan dirawat : mencret sejak 1 bulan yang lalu, malam keringat dingin dan
kadang demam serta tubuh terasa lemah.
b) Keluhan utama : Diare tak terkontrol tanpa merasakan sakit perut penyebab
tidak diketahui, dengan faktor yang memperberat adalah bila bergerak dan
usaha yang dilakukan adalah diam.
3. Riwayat kesehatan
a. Riwayat kesehatan sebelum sakit ini
Pasien sebelumnya tidak pernah sakit serius kecuali batuk dan pilek.
b. Riwayat kesehatan sekarang
Sejak 12 tahun, yang lalu pasien mengkonsumsi obat putaw dengan cara suntik.
Karena menggunakan obat terlarang akhirnya dikucilkan oleh saudara-saudaranya.
Klien memakai obat karena merasa terpukul akibat ditinggal menginggal ibunya.
Sejak 1 bulan yang lalu klin mencret-mencret 3-5 kali sehari. Sejak 15 hari yang
lalu mencretnya makin keras dan tak terkontrol.
c. Riwayat kesehatan keluarga
Kedua orang tua sudah meninggal, tidak ada anggota keluarga yang menderita
penyakit yang sama. Tidak ada penyakit bawaan dalam keluarga klien.

4. Pola aktivitas sehari – hari


Aktivitas sehari-hari Pre-masuk rumah sakit Di rumah sakit
A. Makan dan minum
Pola makan 3 kali/hari
1. Nutrisi Pola makan tidak teratur, bubur, namun tidak ada
tetapi tidak ada napsu napsu makan, nyeri saat
makan, terutama jika menelan, makan hanya
sudah memakai obat. 1/2 porsi.

2. Minum Minum air putih dengan Minum air putih 2-3


jumlah tidak tentu kadang gelas dan teh hangat 2-3
minuman keras. gelas.
B. Eliminasi Mencret 5 X/hari,, seperti Mencret dengan
lendir, tidak bercampur frekuensi 5-7 X/hari,
darah dan berbau. BAK 2 encer, tidak ada isi
X hari dan tidak ada tanpa diikuti sakit perut
kelainan. dan BAK 2 X/hari serta
tidak ada kelainan.
C. Istirahat dan tidur Pasien tidak bisa istirahat Pasien istirahat di
dan tidur karena terus tempat tidur saja. Pasien
keluar memcret serta tidak bisa istirahat dan
perasaan tidak menentu tidur karena terus keluar
akibat tidak dapat putaw mencret serta perasaan
sejak 20 hari. tidak menentu akibat
tidak dapat putaw sejak
20 hari.
D. Aktivitas Pasien sebagai guide Pasien mengatakan tidak
freelance sejak sebulan bisa melakukan
tidak bekerja. aktivitasnya karena
lemah, merasa tidak
berdaya dan cepat lelah.
Pasien partial care.
E. Kebersihan diri Jarang dilakukan. Mandi dibantu petugas,
dan menggosok gigi
dilakukan di tempat
tidur. Hambatan dalam
melakukan kebersihan
diri adalah lemah .
F. Rekreasi Tidak ada, hanya dengan Hanya ingin bercerita
memakai putaw. dengan petugas.

5. Psikososial.
a. Psikologis
Pasien belum tahu penyakit yang dialaminya, klien hanya merasa ditelantarkan oleh
teman dan keluarganya. Klien punya kaka di Bandung, tetapi sejak lama tidak
berkomunikasi.Klien tidak percaya dengan kondisinya sekarang. Mekanisme
koping pasrah. Klien ingin diperlakukan manusiawi. Klien pada tanggal 14-1-2002
bermaksud melakukan bunuh diri dengan menjatuhkan diri dari lantai II akibat
merasa tidak berguna lagi.
b. Sosial
sejak 12 tahun sudah berkomunikasi dengan keluarga sejak ayah dan ibunya
meninggal, teman-temanya sebagian pemakai putaw yang sekarang entah dimana.
c. Spiritual
Pada waktu sehat jarang sekali ke masjid.

6. Pemeriksaan Fisik
A. Tanda – tanda vital
Keadaan umum : Pasien tampak lemah, kurus, dan pucat
Kesadaran : Compos Mentis
Tekanan darah : 110/70 mmHg
Nadi : 120 x/ mnt
Pernafasan : 22 x/ mnt
Suhu badan : 37,8oC
Berat badan : 40 kg
B. Head to toe :
1) Kepala
Bentuk bulat, dan ukuran normal, kulit kepala nampak kotor dan berbau,
Rambut ikal, nampak kurang bersih.
2) Mata (penglihatan)
Ketajaman penglihatan dapat melihat, konjungtiva anemis, refleks cahaya mata
baik, tidak menggunakan alat bantu kacamata.
3) Hidung (penciuman).
Bentuk dan posisi normal, tidak ada deviasi septum, epistaksis, rhinoroe,
peradangan mukosa dan polip. Fungsi penciuman normal.
4) Telinga (pendengaran).
Serumen dan cairan, perdarahan dan otorhoe, peradangan, pemakaian alat bantu,
semuanya tidak ditemukan pada pasien. Ketajaman pendengaran dan fungsi
pendengaran normal.
5) Mulut dan gigi.
Ada bau mulut, perdarahan dan peradangan tidak ada, ada karang gigi/karies.
Lidah bercak-bercak putih dan tidak hiperemik serta tidak ada peradangan pada
faring.
6) Leher.
Kelenjar getah bening tidak membesar, dapat diraba, tekanan vena jugularis tidak
meningkat, dan tidak ada kaku kuduk/tengkuk.
7) Thoraks.
Pada inspeksi dada simetris, bentuk dada normal. Auskultasi bunyi paru normal.
Bunyi jantung S1 dan S2 tunggal. Tidak ada murmur.
8) Abdomen.
Inspeksi tidak ada asites, palpasi hati dan limpa tidak membesar, ada nyeri tekan,
perkusi bunyi redup, bising usus 14 X/menit.
9) Repoduksi
Penis normal, lesi tidak ada.
10) Ekstremitas
Klien masih mampu duduk berdiri dan berjalan sedikit, tetapi cepat lelah.
Ektremitas atas kanan terdapat tatoo dan pada tangan kiri tampak tanda bekas
suntikan.
11) Integumen.
Kulit keriput, pucat, akral hangat.

7. Pemeriksaan Penunjang
A. Laboratorium :
Hb : 8,7
Leukosit : 8,8
Trombosit : 208
PCV : 0,25

Terapi
Diet TKTP
RL 14 X/mnt
Cotimoxazol : 2 X II tab
Corosorb : 3 X 1 tab
Valium : 3 X 1 tab

8. Klasifikasi Data

Data Subyektif Data Obyektif

 Pasien mengatakan lemah,  Keadaan umum :Pasien


cepat lelah, bila melaukan tampak lemah, kurus, dan pucat
aktivitas, terbatas. Kesadaran : Compos Mentis
 Pasien mengatakan kadang TD : 110/70 mmHg
demam. N : 120 x/ mnt
 Pasien mengatakan tidak ada R : 22 x/ mnt
nafsu makan, saat menelan SB : 37,8oC
sakit, mengatakan tidak bisa BB : 40 kg
menghabiskan porsi yang  Turgor masih baik, inkontinensia
disiapkan alvi, BAB encer, membran mukosa
 Pasien mengatakan diare sejak kering, bising usus meningkat 20
1 bulan yang lalu, mengatakan X/menit
menceret 5-7 kali/hari, kadang  Lemah, 4 hari tidak makan, mulut
demam dan keringat pada kotor, lemah, holitosis, lidah ada
malam hari, minum 2-3 bercak-bercak keputihan, Hb
gelas/hari 8,7g/dl, pucat, konjungtiva anemis
 Klien merasa diasingkan oleh
keluarga dan teman-temannya,
klien tidak punya uang lagi,
klien merasa frustasi karena
tidak punya teman dan merasa
terisolasi.

9. Analisa Data

Data Penyebab Masalah

Ds :
Pasien mengatakan kadang
demam

Do :
Keadaan umum : Pasien
tampak lemah, kurus, dan
Immunocompromised Resiko Infeksi
pucat

Kesadaran : Compos Mentis


TD : 110/70 mmHg
N : 120 x/ mnt
R : 22 x/ mnt
SB : 38,oC

Ds : Resiko tinggi

Diare intake cairan terhadap kekurangan


Pasien mengatakan diare
volume cairan
sejak 1 bulan yang lalu,
mengatakan menceret 5-7
kali/hari, kadang demam dan
keringat pada malam hari,
minum 2-3 gelas/hari.

Do :
Turgor masih baik,
inkontinensia alvi, BAB
encer, membran mukosa
kering, bising usus
meningkat 20 X/menit
Ds :

Pasien mengatakan tidak ada


nafsu makan, saat menelan
sakit, mengatakan tidak bisa
menghabiskan porsi yang
disiapkan. Perubahan nutrisi
Intake yang tidak adekuat kurang dari
Do :
Lemah, 4 hari tidak makan, kebutuhan tubuh

mulut kotor, lemah,


holitosis, lidah ada bercak-
bercak keputihan, Hb
8,7g/dl, pucat, konjungtiva
anemis
Ds :
Klien merasa diasingkan
oleh keluarga dan teman-
temannya, klien tidak punya
uang lagi, klien merasa
frustasi karena tidak punya
teman dan merasa terisolasi.
Harga diri rendah Resiko bunuh diri
Minta dipanggilkan Pastur.
Do :
Mencoba melakukan
percobaan bunuh diri
tanggal 14-1-2016, dengan
berusaha menceburkan diri
dari lantai II.

10. Diagnosa Keperawatan berdasarkan Prioritas


A. Resiko tinggi terhadap kekurangan volume cairan b.d kehilangan yang
berlebihan, diare berat
B. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d intake yang tidak adekuat
C. Resiko infeksi b.d immunocompromised
D. Resiko bunuh diri b.d harga diri rendah

11. Intervensi Keperawatan


Rencana Keperawatan
Diagnosa
No.
Keperawatan Tujuan Intervensi Rasional

1 Resiko tinggi terhadap Keseimbangan  Monitor tanda-  Volume cairan


kekurangan volume cairan dan tanda dehidrasi. deplesi merupakan
cairan b.d kehilangan elektrolit
yang berlebihan, diare dipertahankan komplikasi dan
berat, ditandai dengan : dengan kriteria  Monitor intake dapat dikoreksi.
intake seimbang dan ouput
Ds : output, turgor  Melihat kebutuhan
normal, membran  Anjurkan untuk cairan yang masuk
Pasien mengatakan
mukosa lembab, minum peroral dan keluar.
diare sejak 1 bulan
kadar urine
yang lalu, mengatakan
normal, tidak diare  Sebagai
menceret 5-7 kali/hari,
setelh 3 hari  Atur pemberian kompensasi akibat
kadang demam dan
perawatan. infus dan peningkatan
keringat pada malam
eletrolit : RL 20 output.
hari, minum 2-3
tetes/menit.
gelas/hari.
 Memenuhi
Do :
 Kolaborasi kebutuhan intake
Turgor masih baik,
pemberian yang peroral yang
inkontinensia alvi,
antidiare tidak terpenuhi.
BAB encer, membran
antimikroba
mukosa kering, bising
 Mencegah
usus meningkat 20
kehilangan cairan
X/menit
tubuh lewat diare
(BAB).

2 Perubahan nutrisi Setelah satu 4 hari  Monitor  Mengetahui jenis


kurang dari kebutuhan perawatan pasien kemampuan makanan yang
tubuh b.d intake yang mempunyai intake mengunyah dan lebih cocok
tidak adekuat ditandai kalori dan protein menelan.
dengan : yang adekuat  Untuk
Ds : untuk memenuhi  Monitor intake membandingkan
kebutuhan dan ouput. kebutuhan dengan
Pasien mengatakan metaboliknya suplai sehingga
tidak ada nafsu makan, dengan kriteria  Rencanakan diet diharapkan tidak
saat menelan sakit, pasien makan, dengan pasien terjadi kurang
mengatakan tidak bisa serum albumin dan dan orang nutrisi
menghabiskan porsi protein dalam penting
yang disiapkan. batas normal, lainnya.Anjurkan  Untuk mengurangi
Do : menghabiskan oral hygiene kotoran dalam
porsi yang sebelum makan. mulut yang dapat
Lemah, 4 hari tidak
disiapkan, tidak menurunkan nafsu
makan, mulut kotor,
nyeri saat menelan,  Anjurkan untuk makan.
lemah, holitosis, lidah
mulut bersih. beri makanan
ada bercak-bercak
ringan sedikit
keputihan, Hb 8,7g/dl,
tapi  Untuk mengatasi
pucat, konjungtiva
sering.Timbang penurunan keluhan
anemis
TB/BB makan

3 Resiko infeksi b.d Pasien akan bebas  Monitor tanda-  Untuk pengobatan
immunocompromised infeksi tanda infeksi dini
ditandai dengan : oportunistik dan baru.
Ds : komplikasinya
Pasien mengatakan dengan kriteria tak  gunakan teknik  Mencegah pasien
kadang demam ada tanda-tanda aseptik pada terpapar oleh
Do : infeksi baru, lab setiap tindakan kuman patogen
tidak ada infeksi invasif. Cuci yang diperoleh di
Keadaan umum :
oportunis, tanda tangan sebelum rumah sakit.
Pasien tampak lemah,
vital dalam batas meberikan
kurus, dan pucat
normal, tidak ada tindakan.  Mencegah
Kesadaran : Compos
luka atau eksudat. bertambahnya
Mentis
 Anjurkan pasien infeksi
TD : 110/70 mmHg
metoda
N : 120 x/ mnt
mencegah
R : 22 x/ mnt terpapar terhadap  Mempertahankan
SB : 37,8oC lingkungan yang kadar darah yang
patogen. terapeutik.

 Atur pemberian
antiinfeksi sesuai
order
4 Resiko bunuh diri b.d Setelah 4 hari klien  Waspada pada  Karena tanda
harga diri rendah tidak setiap ancaman tersebut sebagai
ditandai dengan : membahayakan bunuh diri tanda
Ds : dirinya sendiri permintaan
Klien merasa secara fisik.  Jauhkan semua tolong
diasingkan oleh benda berbahaya
keluarga dan teman- dari lingkungan  Untuk
temannya, klien tidak klien mencegah
punya uang lagi, klien penggunaan
merasa frustasi karena  Observasi secara benda tersebut
tidak punya teman dan ketat untuk tindakan
merasa terisolasi. bunuh diri
Minta dipanggilkan
Pastur.  Observasi jika  Untuk
Do : klien minum mencegah jika
obat ditemukan
Mencoba melakukan
gejala perilaku
percobaan bunuh diri
bunuh diri
tanggal 14-1-2016,
dengan berusaha  Komunikasikan
 Obat
menceburkan diri dari kepedulian
mengandung
lantai II. perawat kepada
antidepresan
klien.
dapat
mengurangi
 Waspada jika perilaku bunuh
tiba-tiba menjadi diri klien.
tenang dan
tampak tentram  Untuk
meningkatkan
 Dukung perilaku harga diri klien
positif klien.
 Karena hal
tersebut
merupakan
suatu cara
mengelabui
petugas.

 Meningkatkan
harga diri klien

12. Implementsi

No. Tanggal/jam Tindakan Paraf


Diagnosis
1 10-01-2019/  Memonitor tanda-tanda Ns. Ani
08.00 – 24.00 dehidrasi.

 Memonitor intake dan ouput


 menganjurkan untuk minum
peroral

 mengatur pemberian infus dan


eletrolit : RL 20 tetes/menit.

Kolaborasi pemberian antidiare


antimikroba

2 21-08-2019/  Memoonitor kemampuan Ns. Izza


08.00 – 24.00 mengunyah dan menelan.

 Memonitor intake dan ouput.

 Merencanakan diet dengan


pasien dan orang penting
lainnya.Anjurkan oral hygiene
sebelum makan.

 Menganjurkan untuk beri


makanan ringan sedikit tapi
sering.Timbang TB/BB

3 21-08-2019/  Memonitor tanda-tanda infeksi Ns. Feby


08.00 – 24.00 baru.

 Menggunakan teknik aseptik


pada setiap tindakan invasif.
Cuci tangan sebelum meberikan
tindakan.
 Menganjurkan pasien metoda
mencegah terpapar terhadap
lingkungan yang patogen.

 Mengatur pemberian antiinfeksi


sesuai order

4 21-08-2019/  Mewaspadai pada setiap Ns. Ica


08.00 – 24.00 ancaman bunuh diri

 Menjauhkan semua benda


berbahaya dari lingkungan klien

 Mengobservasi secara ketat

 Mengobservasi jika klien


minum obat

 Mengomunikasikan kepedulian
perawat kepada klien.

 Mewaspadai jika tiba-tiba


menjadi tenang dan tampak
tentram
 Memberikan dukungan perilaku
positif klien.
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
DAFTAR PUSTAKA
APLIKASI Asuhan Keperawatan berdasarkan diagnosa medis & NANDA NICNOC.
Edisi revisi jilid 1,2,3. (2015) .

Dyasmita. 2015. Konsep Dasar Asuhan Keperawatan HIV.


https://www.scribd.com/doc/285471499/Konsep-Dasar-Asuhan-Keperawatan-Hiv. (
akses 8 februari 2020).

Kumar,Cotran,Robbins.2011. Buku Ajar Patologi Jakarta: EGC

Kuswiyanto. 2015. Buku Ajar Virology untuk Analis Kesehatan. Jakarta. Penerbit Buku
Kedokteran EGC .

Pearce, Evelyn C. 2011 Anatomi dan Fisiologi Untuk Paramedis. Jakarta : Gramedia.

Tresnaning, Ayu. . Definisi, etiologi, penularan, prefentif primer, sekunder, dan tersier.
https://www.academia.edu/8914574/defenisi . (akses 7 Febuari 2020).

Smeltzerth dan Bare (2013) Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Vol.3. Jakarta: EGC

Anda mungkin juga menyukai