i
KATA PENGANTAR
Penyusun
ii
DAFTAR ISI
COVER...............................................................................................................................i
KATA PENGANTAR.......................................................................................................ii
DAFTAR ISI......................................................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN..................................................................................................1
A. Latar Belakang.......................................................................................................1
B. Tujuan Penulisan...................................................................................................2
C. Manfaat Penulisan.................................................................................................3
D. Sistematika Penulisan............................................................................................3
A. Kesimpulan............................................................................................................27
B. Saran......................................................................................................................28
DAFTAR PUSTAKA........................................................................................................29
iii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Infark Miokard Akut (IMA) dikalangan masyarakat biasa dikenal dengan
sebutan serangan jantung. Penyakit jantung merupakan penyakit utama
penyebab kematian di dunia salah satunya Infark Miokard Akut (IMA)
(Pratiwi, 2012). Infark Miokard Akut (IMA) sangat mengkhawatirkan karena
sering berupa serangan mendadak dan tanpa ada keluhan sebelumnya
(Farissa, 2012). Infark Miokard Akut (IMA) menyebabkan ancaman hidup
yang berbahaya karena timbulnya nyeri dada umum, kolaps dan kematian
yang mendadak.Kemungkinan kematian akibat komplikasi selalu menyertai
IMA. Tujuan kolaborasi utama antara lain pencegahan komplikasi yang
mengancam jiwa atau paling tidak mengenalinya. (M.Black, Joyce,
2014).Dengan melakukan perawatan kesehatan pengurangan nyeri dada
seperti pemberian relaksasi diharapkan dapat mencegah terjadinya komplikasi
lebih buruk (Kartika, 2013).
Data dari WHO pada tahun 2012 sebesar 17,5 juta (31%) orang meninggal
dikarenakan penyakit kardiovaskuler dan penyebab kedua terbesar adalah
Infark Miokard Akut (IMA) (WHO, 2016). Di ASEAN salah satu negaranya
yakni Indonesia menduduki peringkat kedua dengan jumlah 371,0 ribu jiwa
(WHO, 2014). Penyakit kardiovaskuler menempati urutan pertama hasil Riset
Kesehatan Dasar Indonesia. Sedangkan di Jawa Timur menempati urutan ke
delapan di Indonesia (RISKESDAS, 2013). Pada penelitian sebelumnya tahun
2014 lebih dari 1 juta orang di Amerika Serikat menderita Infark Miokard
Akut (IMA), dan lebih dari 300.000 orang diperkirakan meninggal karena
Infark Miokard Nyeri yang timbul merupakan tanda yang muncul saat adanya
infarkyang disebabkan oleh iskemia yang berlangsung selama kurang lebih
30-45 menit. Iskemia terjadi akibat kebutuhan oksigen yang melebihi
kapasitas suplai oksigen oleh pembuluh darah mengalami gangguan karena
adanya sumbatan trombosis plak ateroma pada arteri koroner. Plak dapat
1
menyebabkan penyempitan arteri koroner, sehingga bisa terjadi
iskemiamiokard.Nyeri akan timbul saat manifestasi hemodinamika yang
sering terjadi yaitu peningkatan ringan tekanan darah dan denyut jantung.
Infark Miokard Akut (IMA) dapat menyebabkan disritmia, gagal jantung
kongestive dan syok kardiogenik, tromboemboli, perikarditis, ruptura
miokardium, dan aneurisma ventrikel (Price&Wilson, 2006).
Nyeri akut merupakan permasalahan utama pada pasien Infark Miokard
Akut (IMA). Nyeri merupakan suatu rasa sensorik tidak nyaman yang
sifatnya subjektif dan emosional yang tidak menyenangkan berhubungan
dengan rusaknya jaringan aktual, potensial, ataupun menggambarkan kondisi
terjadinya kerusakan. Nyeri akut merupakan nyeri yang terjadi setelah cidera
akut, penyakit atau intervensi bedah dan berawal yang cepat dengan intensitas
ringan sampai berat dalam waktu yang singkat atau kurang dari 6 bulan
(Andarmoyo, 2013). Dalam penanganan nyeri akut dapat dilakukan asuhan
keperawatan seperti manajemen nyeri dan monitor tanda-tanda vital
(Bulechek dkk, 2013). Peran perawat sebagai pemberi asuhan keperawatan
(care provider) berperan dalam melaksanakan intervensi keperawatan yakni
perawatan manajemen nyeri (Potter&Perry, 2009). Peran perawat juga
sebagai care giver untuk membantu pasien dapat melalui proses
penyembuhan dan kesehatannya kembali membaik atau sembuh dari penyakit
tertentu pada kebutuhan kesehatan klien secara holistik meliputi kesehatan
emosi, spiritual, dan sosial (Potter&Perry, 2009).
B. Tujuan
1. Tujuan Umum
Makalah ini di buat Untuk mengetahui,memahami,dan menerapkan
asuhan keperawatan infark miokard.
2. Tujuan Khusus
a. Untuk mengetahui dan memahami konsep teori infark miokard.
b. Untuk mengetahui dan memahami konsep askep infark miokard.
c. Untuk mengetahui dan memahami kasus pada infark miokard.
2
C. Manfaat
1. Menambah pengetahuan dalam pemahaman konsep teori infark miokard.
2. Menambah pemahaman mengenai konsep askep infark miokard.
3. Menambah pemahaman tentang penanganan pada kasus infark miokard.
D. Sistematika Penulisan
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
B. Tujuan
C. Manfaat
D. Sistematika Penulisan
BAB II ASKEP INFARK MIOKARD
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan
B. Saran
3
BAB II
ASKEP INFARK MIOKARD
4
Aktifitas berlebih, Emosi, Makan terlalu banyak dan
Hypertiroidisme
2. Kebutuhan oksigen miocard meningkat pada :
Kerusakan miocard, Hypertropi miocard dan Hypertensi
diastolic
3. Faktor predisposisi :
a. Faktor risiko biologis yang tidak dapat diubah :
1) Usia lebih dari 40 tahun
2) Jenis kelamin: insiden pada pria tinggi, sedangkan pada
wanita meningkat setelah menopause
3) Hereditas
4) Ras: lebih tinggi insiden pada kulit hitam
b. Faktor risiko yang dapat diubah :
1) Mayor :
Hiperlipidemia, Hipertensi, Merokok, Diabetes
Melitus, Obesitas, serta Diet tinggi lemak jenuh dan
kalori.
2) Minor :
a) In aktifitas fisik
b) Pola kepribadian tipe A (emosional, agresif,
ambisius, kompetitif).
c) Stres psikologis berlebihan ketidakadekuatan aliran
darah akibat dari penyempitan, sumbatan, arteri
koronaria akibat terjadinya aterosklerosis, atau
penurunan aliran darah akibat syok atau perdarahan.
4. Faktor risiko menurut Framingham :
a. Hiperkolesterolemia: > 275 mg/dl
b. Merokok sigaret: > 20/hari
c. Kegemukan: > 120% dari BB ideal
d. Hipertensi: > 160/90 mmHg
e. Gaya hidup monoton
5
3. Klasifkasi
Secara morfologis Infark Miokard Akut (IMA) dibedakan atas dua
jenis yaitu: Infark Miokard Akut (IMA) transmural, yang mengenai
seluruh dinding miokard dan terjadi pada daerah distribusi suatu arteri
koroner (Price, 2005) :
1. Infark Miokard Akut (IMA) sub-endokardial dimana nekrosis hanya
terjadi pada bagian dalam dinding ventrikel dan umumnya berupa
bercak-bercak dan tidak konfluens.
2. Infark Miokard Akut (IMA) sub-endokardial dapat regional (terjadi
pada distribusi satu arteri koroner) atau difus (terjadi pada distribusi
lebih dari satu arteri koroner).
Berdasarkan kelainan gelombang ST (Sudoyo, 2006) :
1. STEMI
Infark Miokard Akut (IMA) dengan elevasi segmen ST (ST elevasion
myocardialinfarcion = STEMI) merupakan bagian dari spectrum
sindrom koroner akut (SKA) yang terdiri dari angina pectoris tak
stabil, Infark Miokard Akut (IMA) tanpa elevasi ST, dan Infark
Miokard Akut (IMA) dengan elevasi ST.
2. NSTEMI
Angina pectoris tak stabil (unstable angina = UA) dan miokardakut
tanpa Elevasi ST (Non ST elevation myocardial infarction= NSTEMI)
diketahui merupakan suatu kesinambungan dengan kemiripan
patofisiologi dan gambaran klinis sehingga pada prinsipnya
penatalaksanaan keduanya tidak berbeda. Diagnose NSTEMI
ditegakan jika pasien dengan manifestasi klinis UA menunjukkan
bukti adanya nekrosis miokard berupa peningkatan biomarker jantung.
4. Patofisiologi dan WOC
Iskemia yang berlangsung lebih dari 30-45 menit akan
menyebabkan kerusakan selular yang ireversibel dan kematian otot atau
nekrosis. Bagian miokardium yang mengalami infark atau nekrosis akan
berhenti berkontraksi secara permanent. Jaringan yang mengalami infark
6
dikelilingi oleh suatu daerah iskemik yang berpotensi dapat hidup.
Ukuran infark akhir bergantung dari nasib daerah iskemik tersebut. Bila
pinggir daerah ini mengalami nekrosis maka besar daerah infark akan
bertambah besar, sedangkan perbaikan iskemia akan memperkecil daerah
nekrosis. Infark miokardium biasanya menyerang ventrikel kiri. Infark
digambarkan lebih lanjut sesuai letaknya pada dinding ventrikel.
Misalnya, infark miokardium anterior mengenai dinding anterior
ventrikel kiri. Daerah lain yang biasanya terserang infark adalah bagian
inferior, lateral, posterior, dan septum.
Otot yang mengalami infark akan mengalami serangkaian
perubahan selama berlangsungnya proses penyembuhan. Mula-mula otot
yang mengalami infark tampak memar dan sianotik akibat terputusnya
aliran darah regional. Dalam jangka waktu 24 jam timbul edema pada
sel-sel, respon peradangan disertai infiltrasi leukosit. Enzim-enzim
jantung akan terlepas dari sel-sel ini. Menjelang hari kedua atau ketiga
mulai proses degradasi jaringan dan pembuangan semua serabut nekrotik.
Selama fase ini dinding nekrotik relative tipis. Kira-kira pada minggu
ketiga mulai terbentuk jaringan parut. Lambat laun jaringan penyambung
fibrosa menggantikan otot yang nekrosis dan mengalami penebalan yang
progresif.
7
WOC Infark Miokard
8
5.
Manifestasi klinis
9
a. Nyeri dada yang tiba-tiba dan berlangsung terus-menerus, terletak di
bagian bawah sternum dan perut atas, adalah gejala utama yang
biasanya muncul.
b. Nyeri sering disertai nafas pendek, pucat, berkeringat dingin, pusing,
mual dan muntah (Brunner&Suddart, 2005).
c. Secara khas nyeri dirasakan di daerah perikardial sering dirasakan
sebagai suatu desakan, diperas, ditekan, dicekik, dan nyeri seperti
terbakar, rasanya tajam dan menekan atau sangat nyeri, nyeri terus
menerus, dan dangkal.
d. Nyeri dapat melebar ke belakang sternum sampai dada kiri, lengan kiri,
leher, rahang, atau bahu kiri.
e. Nyeri tersebut sangat sakit, seperti tertusuk-tusuk yang dapat
menjalar ke bahu dan terus ke bawah menuju lengan (biasanya
lengan kiri).
f. Pasien dengan diabetes melitus tidak akan mengalami nyeri yang
hebat karena neuropati yang menyertai diabetes dapat mengganggu
neuroreseptor (mengumpulkan pengalaman nyeri).
6. Pemeriksaan penunjang
Infark miokard klasik disertai oleh trias diagnostic yang khas (Price,
2006). Yang terdiri dari :
a. Gambaran klinis khas yang terdiri dari nyeri dada yang berlangsung
lama dan hebat, biasanya disertai mual, keringat dingin, muntah, dan
perasaan seakan-akan menghadapi ajal.
b. Meningkatnya kadar enzim-enzim jantung yang dilepaskan oleh sel-
sel miokardium yang nekrosis.
1) Enzim-enzim yang dilepaskan terdiri dari keratin, fosfokinase
(CK atau CPK), glautamat oksaloasetat transaminase (SGOT atau
GOT) dan laktat dehidrogenase (LDH).
2) Pola peningkatan enzim ini mengikuti perjalanan waktu yang
khas sesudah terjadinya infark miokardium.
10
3) Meskipun enzim ini merupakan pembantu diagnosis yang sangat
berharga, tetapi interprestasinya terbatas oleh fakta bahwa
peningkatan enzim yang terukur bukan merupakan indicator
spesifik kerusakan miokardium, terdapat proses-proses lain yang
juga dapat menyebabkan peningkatan enzim, sehingga dapat
menyesatkan interprestasi.
4) Pengukuran isoenzim, yaitu fraksi-fraksi enzim yang khas
dilepaskan oleh miokardium yang rusak, meningkatkan ketepatan
diagnosis.
5) Pelepasan isoenzim, MB-CK merupakan petunjuk enzimatik dari
infark miokardium yang paling spesifik.
c. Terlihat perubahan-perubahan pada elektrokardiografi, yaitu
gelombang Q yang nyata, elevasi segmen ST, dan gelombang T
terbalik.
1) perubahan-perubahan ini tampak pada hantaran yang terletak
diatas daerah miokardium yang mengalami nekrosis.
2) Sedang beberapa waktu segment ST dan gelombang T akan
kembali normal; hanya gelombang Q tetap bertahan sebagai bukti
elektrokardiogram adanya infark lama.
3) Tetapi hanya 50% atau 75% pasien Infark Miokard Akut (IMA)
yang menunjukkan pemulihan elektrokardiografis klasik ini.
4) Pada 30% pasien didiagnosa dengan infark tidak terbentuk
gelombang Q (Price, 2006).
7. Penatalaksanaan
Menurut Brunner dan Suddart pada tahun 2005 tujuan
penatalaksanaan medis adalah memperkecil kerusakan jantung sehingga
mengurangi kemungkinan terjadinya komplikasi. Kerusakan jantung
diperkecil dengan cara, segera mengembalikan keseimbangan antara
kebutuhan dan suplai oksigen jantung. Terapi obat-obatan, pemberian
oksigen, dan tirah baring dilakukan secara bersamaan untuk
mempertahankan jantung. Obat-obatan dan oksigen digunakan untuk
11
meningkatkan suplai oksigen, sementara tirah baring dilakukan untuk
mengurangi kebutuhan oksigen. Tiga kelas obat-obatan yang bisa
digunakan untuk meningkatkan suplai oksigen yaitu :
b. Fasodilator
Fasodilator pilihan untuk mengurangi nyeri jantung adalah
nitrogliserin (NTG) intravena.
b. Antikoagulan
Antikoagulan heparin adalah antikoagualan pilihan untuk membantu
mempertahankan integritas jantung. Heparin memperpanjang waktu
pembekuan darah, sehingga dapat menurunkan kemungkinan
pembentukan trombus dan selanjutnya menurunkan aliran darah.
c. Trombolitik
Tujuan trombolitik adalah untuk melarutkan setiap trombus yang
telah terbentuk di arteri koroner, memperkecil penyumbata dan juga
luasnya infark. Agar efektif, obat ini harus diberikan pada awal
awitan nyeri dada. Tiga macam obat trombolitik yang terbukti
bermanfaat melarutkan trombus adalah: streptokinase, aktifator
plasminogen jaringan (t-PA = tisue plasminogen aktifator) dan
anistreplase. Pemberian oksigen. Terapi oksigen dimulai saat awitan
nyeri oksigen yang dihirup akan langsung meningkatkan saturasi
darah. efektifitas terapeutik oksigen ditentukan dengan observasi
kecepatan dan irama pertukaran pernafasan, dan pasien mampu
bernafas dengan mudah. Saturasi oksigen dalam dara secara
bersamaan diukur dengan pulsa oksimetri. Analgetik. Pemberian
analgetik dibatasi hanya untuk pasien yang tidak efektif diobati
dengan nitrat dan antikoagulan. Analgetik pilihan masih tetap morfin
sulfat yang diberikan secara intravena dengan dosis meningkat 1-2
mg.
8. Komplikasi
a. Disritmia
Komplikasi paling sering dalam Infark Miokard Akut (IMA)
12
adalah gangguan irama jantung (90%). Faktor predisposisi adalah:
1) Iskemia jaringan
2) Hipoksemia
3) Pengaruh sistem syaraf Para-Simpatis dan Simpatis
4) Asidosis laktat
5) Kelainan hemodinamik
6) Keracunan obat, dan
7) Gangguan keseimbangan elektrolit
b. Gagal jantung kongestif dan syok kardiogenik
c. Tromboemboli
d. Perikarditis
e. Ruptura miokardium
f. Aneurisma ventrikel
13
2) Keluhan Utama : Riwayat keluhan utama yang dirasakan seperti :
dyspnea, nyeri dada, pingsan, sesak nafas, merasa lemas dan cepat
lelah pulse yang tidak teratur (Manurung, 2018).
3) Riwayat kesehatan dahulu : Penyakit yang berhubungan langsung
dengan kardiovaskuler, adanya riwayat nyeri dada, nafas pendek,
penyakit jantung bawaan, stroke,pingsan, riwayat hipertensi,
merokok, DM, CHF, riwayat penyakit pernafasan kronis, pola
hidup sehat, nyeri yang hilang timbul, serangan jantung
sebelumnya, riwayat penyakit pembuluh darah, oedema
(Manurung, 2018).
4) Riwayat Pengobatan : Pengobatan yang sudah dijalani dan obat-
obatan yang dipakai selama pengobatan berlangsung. Pengkajian
pengobatan harus dituliskan nama dari obat dan kegunaan dan
efek samping dari obat tersebut (Manurung, 2018).
5) Riwayat Kesehatan keluarga : meliputi riwayat keluarga penyakit
jantung, infark mikoard , DM, stroke,hipertensi, penyakit vaskuler
perifer (Wijaya et al., 2013).
6) Riwayat Kesehatan Sekarang : Kelemahan, kelelahan, tidak dapat
istirahat, faktor perangsang nyeri yang spontan, kualitas nyeri :
rasa nyeri yang digambarkan dengan rasa sesak yang berat
/mencekik, lokasi, berat dan waktu nyeri, identifikasi gangguan
fungsi tubuh yang mengakibatkan
kelelahansaat/setelahmelakukanaktivitas, diaforeasi, muntah,
mual, dyspnea (Wijaya et al., 2013)
7) Aktivitas/istirahat Tanda dan gejala:
14
2. Diagnosa Keperawatan
a. Penurunan curah jantung berhubungan dengan perubahan irama
jantung.
b. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara
suplai dan kebutuhan oksigen.
c. Nyeri akut yang berhubungan dengan agen cedera biologis.
15
3. Intervensi
PERENCANAAN KEPERAWATAN
NAMA PASIEN :…………………………… UMUR : …………………………….
RUANGAN :…………………………… NO.REG : ……………………………
2. Intoleransi aktivitas berhubungan Setelah dilakukan intervensi keperawatan NIC : Manajemen Energi
dengan ketidakseimbangan antara selama 3 x 24 jam diharapkan pasien:
suplai dan kebutuhan oksigen. Aktivitas Keperawatan:
NOC: Toleransi aktivitas
1. Identifikasi gangguan fungsi tubuh yang 1. Mengengetahui keadaan yang
Dipertahankan dilevel 4 mengakibatkan kelelahan sedang dialami pasien
2. Monitor kelelahan fisik dan emosional 2. Memantau keadaan fisik pasien
Ditingkatkan di level 5 3. Monitor pola dan jam tidur 3. Pola tidur dan jam tidur yang
4. Berikan aktivitas distraksi yang
1. Meningkat tidak sesuai dapat
menenangkan
2. Cukup meningkat 5. Anjurkan tirah baring mmepengaruhi kelelahan pada
3. Sedang 6. Anjurkan melakukan aktivitas secara fiisk
4. Cukupp menurun bertahap 4. Emosional dan psikis pasien
5. Menurun 7. Ajarkan strategi koping untuk harus dilatih agar rileks
Dengan Kriteria Hasil: mengurangi kelelahan 5. Pada pasien gangguan pada
8. Anjurkan menghubungi perawat jika jantung diharapkan tidak
1. Frekuensi nadi tanda dan gejala kelelahan tidah
banyak melakukan aktivitas
2. Keluhan lelah berkurang
9. Kolaborasi dengan ahli gizi tentang cara karena akan mengganggu pada
3. Dispnea saat aktivitas
4. Dispnea setelah aktivitas meningkatkan asupan makanan. jantung
6. Tidak terkejut saat melakukan
aktifitas yang terlalu berat
7. Emosional dan psikis pasien
harus dilatih agar mengurangi
kelelahan
8. Agar diberikan tindakan yang
tepat
9. Asupan nutrisi dapat membantu
dalam mengurangi kelelahan
pada fisik
17
Setela
3. h dilakukan intervensi keperawatan selama
Nyeri akut berhubungan dengan 3 x 24 jam diharapkan pasien: NIC : Manajemen Nyeri
agen cedera biologis
NOC: Manajemen Nyeri Aktivitas Keperawatan:
1. Untuk mengatahui lokasi,
Dipertahankan di level 4 1. Lakukan pengkajian nyeri yang karakteristik, durasi, frekuensi,
meliputi lokasi, karakteristik, durasi,
intensitas atau beratya nyeri,
Ditingkatkan di level 5 frekuensi, intensitas atau beratnya
nyeri, dan faktor pencetus. dan faktor pencetus terjadinya
1. Meningkat 2. Observasi adanya petunjuk nyeri pada pasein
2. Cukup meningkat nonverbal mengenai 2. Mengetahui ketidaknyamanan
3. Sedang ketidaknyamanan. yang sedang dialami pasien
4. Cukupp menurun 3. Kendalikan faktor lingkungan yang 3. Mengendalikan faktor linkungn
5. Menurun dapat mempengaruhi respon pasien yang menyebabkan terjadinya
terhadap ketidaknyamanan.
Dengan Kriteria Hasil: ketidaknyamanan pasien
4. Ajarkan penggunaan teknik non
farmakologis 4. Membantu memulikan keadaan
1. Tanda dan gejala nyeri
5. Anjurkan pasien untuk istirahat/tidur pasien dengan teknik non
2. Strategi untuk mengontrol nyeri
3. Pembatasan aktivitas yang adekuat untuk membantu farmakologis
4. Teknik relaksasi yang efektif penurunan nyeri. 5. Memberikan waktu untuk
6. Kolaborasi pemberian analgesik pasien beristirahat/tidur
Melaporkan nyeri yang terkontrol untuk menurunkan nyeri. 6. Memberikan obat pereda nyeri
7. Informasikan kepada anggota
keluarga mengenai strategi non yang sedang dialami pasien
farmakologi yang sedang digunakan 7. Memberitahukan kepada pihak
untuk mendorong keluarga dapat keluarga untuk membatu
terlibat dalam perawatan pasien. proses meredakan nyeri yang
18
sedang dialami pasien
19
C. Contoh Kasus Infark Miokard
1. Pengkajian
a. Pengkajian kasus
Studi kasus yang dilakukan di RSUD Prof. Dr. W. Z. Johannes
Kupang. Pada tanggal 27-30 mei 2019 di ruangan ICCU. Pasien
yang dirawat berinisial Tn. M berusia 67 tahun, jenis kelamin laki-
laki, agama Kristen protestan, pekerjaan pensiunan PNS, pendidikan
terakhir sarjana, alamat Bakunase, No register 513460, masuk rumah
sakit pada tanggal 25 mei 2019 dengan diagnosa ST Evelasi Miokard
Infark (STEMI) Inferior, sumber informasi dari pasien, keluarga dan
catatan perawatan.
Hasil pengkajian pada tanggal 26 mei 2019 jam 19:00
didapatkan hasil, keluhan utama saat masuk Tn. M mengatakan nyeri
dada menjalar ke leher, nyeri timbul saat melakukan aktivitas seperti
miring kiri kanan, skala nyeri 3, nyeri berlangsung selama ± 2-5
menit. Tn. M mengatakan tubuh terasa lemas.
Sebelum sakit Tn. M mengatakan memiliki riwayat hipertensi
tidak terkontrol (diit, minum obat, kontrol) sejak10 tahun terakhir
dan memiliki kebiasaan merokok sejak masih muda dengan
menghabiskan 10 batang rokok/hari. Riwayat kesehatan keluarga Tn.
M mengatakan tidak ada anggota keluarga yang mengalami penyakit
yang sama.
b. Pengkajian Primer
1) Airways (jalan napas) : tidak ada sumbatan jalan napas atau jalan
napas Tn. M bebas
2) Breathing (pernapasan) : Tn M tidak sesak napas, tidak
menggunakan otot tambahan, frekuensi pernapasan 20 x/menit,
irama teratur, bunyi napas vesikuler
3) Circulation : Nadi 78x/menit, irama teratur, denyut nadi kuat,
20
TD 120/70 mmHg, ekstremitas hangat, warna kulit kemerahan,
pasien mengatakan nyeri dada, karakteristik nyeri menyebar ke
leher, CRT < 3 detik, tidak oedema, turgor kulit baik, mukosa
mulut kering
4) Disability : tingkat kesadaran composmentis, GCS E4M6V5
(total: 15), pupil isokor, reflek terhadap cahaya positif
c. Pengkajian Sekunder
Musculoskeletal : kekuatan otot 5, ADL (Activity of Daily
Living) dibantu oleh perawat dan keluarga, Kebutuhan nutrisi :
Pasien mengatakan makan 3x sehari dengan menghabiskan 1 porsi
penuh dengan diit lemak jantung, Kebutuhan cairan: oral air putih ±
1500 cc/24 jam, parenteral terpasang infuse NaCl 0,9% 500 cc/24
jam. Pola eliminasi buang air kecil : Pasien terpasang kateter, jumlah
urine output 700cc/7 jam, warna kuning jernih, tidak ada rasa sakit
saat BAK. BAB : pasien mengeluh belum BAB sejak 25 mei 2019,
tidak ada diare, bising usus 10x/menit, perkusi abdomen pekak,
palpasi teraba masa pada kuadran kanan bawah, intoksikasi: tidak
ada riwayat alergi terhadap makanan, gigitan binatang, alkohol, zat
kimia dan obat-obatan. Pola istirahat dan tidur : Pasien mengatakan
tidak terganggu.
Hasil pemeriksaan di dapatkan hasil pemeriksaan EKG 12 lead :
II,III, aVF gelombang ST elevasi (infark inferior). Didapatkan juga
hasil pemeriksaan laboratorium leukosit meningkat dengan hasil
13.71 10^3/ul (normal 4.0 – 10.0 10^3/ul) , troponin I meningkat
dengan hasil 17.34 ug/L (< 0.60 ug/L). Selama dalam proses
perawatan Tn. M.N.M mendapatkan terapi infus NaCl 0,9% 7
tpm/IV, ranitidine 2x1 ampul/IV, aspilet 80mg-0- 0/oral, clopidogrel
0-0-75 mg/oral, simvastatin 0-0-20 mg/ oral, captopril 3x12,5
21
mg/oral, alprazolam 0,5 mg -0-0-1 / oral, laxadin sirup 3 x C II,
arixtra 2,5 mg/SC.
2. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan ditegakkan berdasarkan data-data yang dikaji
dimulai dengan menetapkan masalah, penyebab, dan data pendukung.
Masalah keperawatan yang ditemukan adalah:
22
3. Intervensi
Dalam tahap perencanaan ada tujuan dan kriteria hasil, dan rencana
keperawatan yang akan dibuat adalah :
23
curah jantung atau memprovokasi serangan jantung; dorong
peningkatan aktivitas bertahap ketika kondisi sudah distabilkan
(misalnya., dorong aktivitas yang lebih ringan atau waktu yang lebih
singkat dengan waktu istirahat yang sering dalam melakukan
aktivitas); instruksikan pasien tentang pentingnya untuk segera
melaporkan bila merasakan nyeri dada; evaluasi episode nyeri dada
(intensitas, lokasi, radiasi, durasi dan faktor yang memicu serta
meringan nyeri dada); monitor EKG, adakah perubahan segmen ST
sebagaimana mestinya; lakukan penilaian komprehensif pada
sirkulasi perifer (misalnya., cek nadi perifer, edema, pengisian ulang
kapiler, warna ekstremitas dan suhu ekstremitas) secara rutin sesuai
kebijakan; monitor tanda-tanda vital secara rutin; monitor nilai
laboratorium yang tepat (enzim jantung dan nilai elektrolit);
kolaborasi pemberian obat antiaritmia.
3. Konstipasi berhubungan dengan gangguan fungsional (perubahan
lingkungan saat ini), NOC : Eliminasi usus setelah dilakukan
tindakan keperawatan, pasien mampu mengeluarkan feses dengan
kriteria hasil : kemudahan dalam BAB; tidak teraba masa, tidak
kembung, perkusi abdomen tidak pekak dengan rencana
keperawatan yang akan dilakukan adalah Manajemen konstipasi
dengan aktivitas-aktivitas monitor tanda dan gejala konstipasi;
dukung peningkatan asupan cairan dan buah-buahan jika tidak ada
kontraindikasi; kolaborasi dengan ahli gizi untuk pemberian diit
tinggi serat; kolaborasi pemberian laksatif.
4. Implementasi
Implementasi dilakukan sesuai dengan intervensi yang telah dibuat.
Tindakan keperawatan dimulai pada tanggal 27 mei 2019 jam 09.00
WIB.
24
1. pada diagnosa pertama nyeri akut berhubungan dengan agen cedera
biologis (iskemik) dilakukan tindakan keperawatam yaitu :
melakukan pengkajian nyeri secara komprehensif, mengobservasi
tanda-tanda nonverbal nyeri seperti wajah tampak meringis dan
memegangi area yang nyeri, mengajarkan teknik relaksasi napas
dalam pada pasien, menganjurkan pasien untuk melaporkan segera
jika merasakan nyeri, dan membatasi pengunjung dan komunikasi.
Pada tanggal 28 mei 2019 pada jam 11.00 WIB dilakukan tindakan
keperawatan yaitu : melakukan pengkajian nyeri secara
komprehensif, menganjurkan pasien untuk melakukan teknik
relaksasi jika merasakan nyeri, menganjurkan pasien untuk
melaporkan segera jika merasa nyeri, dan membatasi pengunjung.
Pada tanggal 29 mei 2019 pada jam 09.00 WIB dilakukan tindakan
keperawatan yaitu : melakukan pengkajian nyeri secara
komprehensif, menganjurkan pasien untuk melakukan teknik
relaksasi bila merasakan nyeri, menganjurkan pasien untuk
melaporkan segera jika merasakan nyeri dan membatasi pengunjung
serta membatasi komunikasi pasien.
2. Pada diagnosa kedua intoleransi aktivitas berhubungan dengan
ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan oksigen pada
tanggal 27 mei 2019 pada 09.00 WIB dengan tindakan keperawatan
yang dilakukan yaitu : mengukur vital sign, melakukan penilaian
sirkulsi perifer, menganjurkan pasien untuk melakukan aktivitas
secara bertahap sesuai dengan kondisi, menganjurkan pasien untuk
mengikuti aturan pengobatan sesuai instruksi, memonitor hasil
pemeriksaan EKG. Pada tanggal 28 mei 2019 pada jam 11.00
tindakan keperawatan yang dilakukan adalah mengukur vital sign
pasien, melakukan penilaian pada sirkulasi perifer, menganjurkan
pasien untuk melakukan aktivitas secara bertahap sesuai kondisi,
25
menganjurkan pasien untuk mengikuti aturan pengobatan sesuai
instruksi, dan memonitor hasil perekaman EKG. Pada tanggal 29 mei
2019 di mulai pada jam 09.00 WIB dengan tindakan keperawatan
yang dilakukan adalah mengukur vital sign pasien, melakukan
penilaian pada sirkulasi perifer, menganjurkan pasien untuk
melakukan aktivitas secara bertahap sesuai kondisi, menganjurkan
pasien untuk mengikuti aturan pengobatan sesuai instruksi, dan
memonitor hasil perekaman EKG.
3. Pada diagnosa ketiga adalah konstipasi berhubungan dengan
perubahan ligkungan saat ini pada tanggal 27 mei 2019 dimulai pada
jam 09.00 tindakan keperawatan yang dilakukan yaitu :
mengobservasi tanda dan gejala konstipasi, menganjurkan pasien
untuk minum air putih yang cukup ± 1500 cc/hari, menganjurkan
keluarga untuk memberikan ekstra buah seperti papaya dan pisang,
kolaborasi dengan tim gizi untuk pemberian makanan yang tinggi
serat, dan melayani pemberian obat oral laxadine syrup sesuai
instruksi. Pada tanggal 28 mei 2019 dimulai pada 11.00 WIB dengan
tindakan keperawatan yang dilakukan yaitu : mengobservasi tanda
dan gejala konstipasi, menganjurkan pasien untuk minum air putih
yang cukup ± 1500 cc/hari, menganjurkan keluarga untuk
memberikan ekstra buah seperti papaya dan pisang, kolaborasi
dengan tim gizi untuk pemberian makanan yang tinggi serat, dan
melayani pemberian obat oral laxadine syrup sesuai instruksi. pada
29 mei 2019 dimulai pada 09.00 wita dengan tindakan keperawatan
yang dilakukan yaitu : mengobservasi tanda dan gejala konstipasi,
menganjurkan pasien untuk minum air putih yang cukup ± 1500
cc/hari, menganjurkan keluarga untuk memberikan ekstra buah
seperti papaya dan pisang, kolaborasi dengan tim gizi untuk
26
pemberian makanan yang tinggi serat, dan melayani pemberian obat
oral laxadine syrup sesuai instruksi.
27
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
28
B. Saran
29
DAFTAR PUSTAKA
30
Budiman, Fentia dkk. (2015). Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Tingkat
Kecemasan pada Pasien Infark Miokard Akut di Ruangan CVCU RSUP
Prof.DR.R.D. Kandou Manado. <https://ejournal.unsrat.ac.id/index.php/j
kp/articel/view/10139/9725> dilihat 13 Januari 2018
Bullechek. (2013). Nursing Intervention Classification (NIC). Missouri : Elsevier.
Bullechek. (2013). Nursing Outcomes Classification (NOC). Missouri :
Elsevier.
Gustiyani, Risa dkk. (2016). Pengalaman Perawat dalam Penanganan Pasien
Penyakit Kardiovaskuler dengan AMI (Akut Miokard Infark)di IGD RSU dr.
Soediran Mangun Sumarso Wonogiri. <http://digilib.stikeskusumahus
ada.ac.id/files/disk1/33/01-gdl-risagustiy-1631-1-artikel-6.pdf> dilihat 12
Januari 2018
Herdman & Kamitsuru. (2015). Diagnosis Keperawatan Definisi & Klasifikasi.
Jakarta : EGC.
ICME, Stikes. (2017). Buku Panduan Penyusunan Karya Tulis Ilmiah : Studi
Kasus. Jombang : Stikes Icme.
Muttaqin, Arif. (2008). Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem
Kardiovaskuler. Banjarmasin : Salemba Medika.
Nursalam. 2014. Metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan. Jakarta Selatan :
Salemba Medika
Price, Sylvia A. & Wilson, Lorraine M. (2006). Pathofisiologi Edisi 6. Jakarta :
EGC.
SDKI DPP PPNI, Tim Pokja. (2016). Standart Diagnosis Keperawatan Indonesia
Edisi 1. Jakarta Selatan : Dewan Pengurus Pusat.
Sunaryo, Tri & Lestari, Siti. (2014). Pengaruh Relaksasi Benson Terhadap
Penurunan Skala Nyeri Dada Kiri Pada Pasien Acut Miokardial Infark di RS
Dr Moewardi Surakarta tahun 2014. <http://jurnal.poltekkes-
solo.ac.id/index.php/Int/article/viewFile/138/128> dilihat pada tanggal 11
Januari 2018
Wijaya, A.S & Putri, Y.M. (2013). Keperawatan Medikal Bedah 1. Yogyakarta :
Nuha Medika.
Wijaya, A.S & Putri, Y.M. (2013). Keperawatan Medikal Bedah 2. Yogyakarta :
Nuha Medika.
31