Anda di halaman 1dari 15

MAKALAH KELOMPOK 5

REGULASI TENTANG PRAKTIK ABORSI DAN PERAN


PERAWAT DALAM PRAKTIK ABORSI

DISUSUN OLEH :

1. HARUM MAULIDIA NINGSIH NIM. P05120421021


2. MIA AMELIA NIM. P05120421033

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES BENGKULU
JURUSAN KEPERAWATAN PROGRAM STUDI
PROFESI NERS
TAHUN 2021
KATA PENGANTAR

Puji Syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan
rahmatNya untuk dapat menyelesaikan makalah ini dengan baik. Tanpa rahmat-
Nya mungkin penyusun tidak akan sanggup menyelesaikan dengan baik.
Makalah Keperawatan Gerontik yang berjudul tentang Regulasi Tentang
Praktik Aborsi Dan Peran Perawat Dalam Praktik Aborsi ini disusun agar
pembaca dapat mengetahui konsep Regulasi Tentang Praktik Aborsi Dan Peran
Perawat Dalam Praktik Aborsi. Diharapkan makalah ini dapat memberikan ilmu
dan wawasan yang lebih mendalam kepada pembaca tentang praktik aborsi.
Dalam penyusunan makalah ini masih banyak kekurangannya, untuk itu
penyusun mengharapkan kritik dan saran demi perbaikan yang akan datang.
Penyusun juga mengucapkan terima kasih kepada dosen pembimbing yang telah
banyak membantu mengarahkan kami agar dapat menyelesaikan makalah ini.

Bengkulu, 9 Agustus 2021

Penulis
DAFTAR ISI

HALAMAN SAMPUL
KATA PENGANTAR........................................................................... i
DAFTAR ISI.......................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang........................................................................... 1
B. Rumusan Masalah...................................................................... 1
C. Tujuan........................................................................................ 1
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Pengertian Aborsi........................................................................ 2
B. Regulasi Tentang Praktik Aborsi................................................ 3
C. Peran Perawat Dalam Praktik Aborsi......................................... 4
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan.................................................................................. 13
B. Saran............................................................................................ 13
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
B. Rumusan Masalah
C. Manfaat
BAB II
TINJAUAN TEORITIS
A. Pengertian
Dalam dunia kedokteran, dikenal istilah abortus, yaitu menggugurkan
kandungan, yang berarti pengeluaran hasil konsepsi (pertemuan sel telur dan sel
sperma) sebelum janin dapat hidup di luar kandungan. World Health
Organization (WHO) memberikan definisi bahwa aborsi adalah terhentinya
kehidupan buah kehamilan di bawah 28 minggu atau berat janin kurang dari 1000
gram. Aborsi juga diartikan mengeluarkaan atau membuang baik embrio atau
fetus secara prematur (sebelum waktunya). Istilah Aborsi disebut juga Abortus
Provokatus. Sebuah tindakan abortus yang dilakukan secara sengaja.
Secara garis besar Aborsi dapat kita bagi menjadi dua bagian; yakni Aborsi
Spontan (Spontaneous Abortion) dan Abortus Provokatus (Provocation
Abortion). Yang dimaksud dengan Aborsi Spontan yakni Aborsi yang tanpa
kesengajaan (keguguran). Aborsi Spontan ini masih terdiri dari berbagai macam
tahap yakni:
1. Abortus Iminen. Dalam bahasa Inggris diistilahkan dengan Threaten
Abortion, terancam keguguran (bukan keguguran). Di sini keguguran belum
terjadi, tetapi ada tanda-tanda yang menunjukkan ancaman bakal terjadi
keguguran.
2. Abortus Inkomplitus. Secara sederhana bisa disebut Aborsi tak lengkap,
artinya sudah terjadi pengeluaran buah kehamilan tetapi tidak komplit.
3. Abortus Komplitus. Yang satu ini Aborsi lengkap, yakni pengeluaran buah
kehamilan sudah lengkap, sudah seluruhnya keluar.
4. Abortus Insipien. buah kehamilan mati di dalam kandungan-lepas dari
tempatnya- tetapi belum dikeluarkan. Hampir serupa dengan itu, ada yang
dikenal Missed Abortion, yakni buah kehamilan mati di dalam kandungan
tetapi belum ada tanda-tanda dikeluarkan.

Sedangkan Aborsi Provokatus (sengaja) masih terbagi dua bagian kategori besar
yakni Abortus Provokatus Medisinalis dan Abortus Provokatus Kriminalis
(kejahatan). Kita hanya khusus melihat Abortus Provokatus Medisinalis yang
terdiri dari:

1. Dilatation dan Curettage


Jenis ini dilakukan dengan cara memasukkan semacam pacul kecil ke dalam
rahim, kemudian janin yang hidup itu dipotong kecil-kecil, dilepaskan dari
dinding rahim dan dibuang keluar. Umumnya akan terjadi banyak
pendarahan, cara ini dilakukan terhadap kehamilan yang berusia 12-13
minggu.
2. Suction (Sedot)
Dilakukan dengan cara memperbesar leher rahim, lalu dimasukkan sebuah
tabung ke dalam rahim dan dihubungkan dengan alat penyedot yang kuat,
sehinggi bayi dalam rahim tercabik-cabik menjadi kepingan-kepingan kecil,
lalu disedot masuk ke dalam sebuah sebuah botol.
3. Peracunan dengan garam
Jenis ini dilakukan pada janin yang berusia lebih dari 16 minggu, ketika
sudah cukup banyak cairan yang terkumpul di sekitar bayi dalam kantung
anak dan larutan garam yang pekat dimasukkan ke dalam kandungan itu.
4. Histeromi atau bedah Caesar
Jenis ini dilakukan untuk janin yang berusia 3 bulan terakhir dengan cara
operasi terhadap kandungan.
5. Prostaglandin
Jenis ini dilakukan dengan cara memakai bahan-bahan kimia yang
dikembangkan Upjohn Pharmaccutical Co. Bahan-bahan kimia ini
mengakibatkan rahim ibu mengerut, sehingga bayi yang hidup itu mati dan
terdorong keluar.

B. Penyebab Aborsi
Karakteristik ibu hamil dengan abortus yaitu:
a. Umur
Dalam kurun reproduksi sehat dikenal bahwa usia aman untuk
kehamilan dan persalinan adalah 20-30 tahun. Kematian maternal pada
wanita hamil dan melahirkan pada usia di bawah 20 tahun ternyata 2-5
kali lebih tinggi daripada kematian maternal yang terjadi pada usia 20-
29 tahun. Kematian maternal meningkat kembali sesudah usia 30-35
tahun. Ibu-ibu yang terlalu muda seringkali secara emosional dan fisik
belum matang, selain pendidikan pada umumnya rendah, ibu yang
masih muda masih tergantung pada orang lain.
Keguguran sebagian dilakukan dengan sengaja untuk
menghilangkan kehamilan remaja yang tidak dikehendaki. Keguguran
sengaja yang dilakukan oleh tenaga nonprofesional dapat
menimbulkan akibat samping yang serius seperti tingginya angka
kematian dan infeksi alat reproduksi yang pada akhirnya dapat
menimbulkan kemandulan. Abortus yang terjadi pada remaja terjadi
karena mereka belum matured dan mereka belum memiliki sistem
transfer plasenta seefisien wanita dewasa.
Abortus dapat terjadi juga pada ibu yang tua meskipun mereka
telah berpengalaman, tetapi kondisi badannya serta kesehatannya
sudah mulai menurun sehingga dapat memengaruhi janin intra uterine.
b. Jarak hamil dan bersalin terlalu dekat
Jarak kehamilan kurang dari 2 tahun dapat menimbulkan
pertumbuhan janin kurang baik, persalinan lama dan perdarahan pada
saat persalinan karena keadaan rahim belum pulih dengan baik. Ibu
yang melahirkan anak dengan jarak yang sangat berdekatan (di bawah
dua tahun) akan mengalami peningkatan risiko terhadap terjadinya
perdarahan pada trimester III, termasuk karena alasan plasenta previa,
anemia dan ketuban pecah dini serta dapat melahirkan bayi dengan
berat lahir rendah.
a. Paritas ibu
Anak lebih dari 4 dapat menimbulkan gangguan pertumbuhan
janin dan perdarahan saat persalinan karena keadaan rahim biasanya
sudah lemah. Paritas 2-3 merupakan paritas paling aman ditinjau dari
sudut kematian maternal. Paritas 1 dan paritas tinggi (lebih dari 3)
mempunyai angka kematian maternal lebih tinggi. Lebih tinggi paritas,
lebih tinggi kematian maternal. Risiko pada paritas 1 dapat ditangani
dengan asuhan obstetrik lebih baik, sedangkan risiko pada paritas
tinggi dapat dikurangi atau dicegah dengan keluarga berencana.
Sebagian kehamilan pada paritas tinggi adalah tidak direncanakan.
b. Riwayat Kehamilan yang lalu
Menurut Malpas dan Eastman kemungkinan terjadinya abortus
lagi pada seorang wanita ialah 73% dan 83,6%. Sedangkan, Warton
dan Fraser dan Llewellyn Jones memberi prognosis yang lebih baik,
yaitu 25,9% dan 39% (Wiknjosastro, 2007).
C. Regulasi Tentang Praktik Aborsi
Pelanggaran terhadap aborsi yang dilakukan menyangkut beberapa
undang-undang yang dapat menjerat tindakan human trafficking seperti
dibawah ini:
Menurut KUHP dinyatakan bahwa ibu yang melakukan aborsi, dokter atau
bidan atau dukun yang membantu melakukan aborsi, dan orang yang
mendukung terlaksananya aborsi akan mendapat hukuman.
Pasal 229
1. Barang siapa dengan sengaja mengobati seorang wanita atau
menyuruhnya supaya diobati, dengan diberitahukan atau ditimbulkan
harapan, bahwa karena pengobatan itu hamilnya dapat digugurkan,
diancam dengan pidana penjara paling lama empat tahun atau denda
paling banyak empat puluh ribu
2. Jika yang bersalah, berbuat demikian untuk mencari keuntungan, atau
menjadikan perbuatan tersebut sebagai pencarian atau kebiasaan, atau
jika dia seorang tabib, bidan atau juru obat, pidananya dapat ditambah
sepertiga.
3. Jika yang bersalah, melakukan kejahatan tersebut, dalam menjalani
pekerjaannya maka dapat dicabut haknya untuk melakukan pekerjaan
Pasal 346
Seorang wanita yang sengaja menggugurkan atau mematikan
kandungannya atau menyuruh orang lain untuk itu, diancam dengan
pidana penjara paling lama empat tahun.
Pasal 347
1. Barang siapa dengan sengaja menggugurkan atau mematikan
kandungan seorang wanita tanpa persetujuan, diancam dengan pidana
penjara paling lama dua belas tahun.
2. Jika perbuatan itu menyebabkan matinya wanita tersebut, dikenakan
pidana penjara paling lama lima belas tahun.
Pasal 348
1. Barang siapa dengan sengaja menggugurkan atau mematikan
kandungan seseorang wanita dengan persetujuannya, diancam dengan
pidana penjara paling lama lima tahun enam bulan.
2. Jika perbuatan tersebut mengakibatkan matinya wanita tersebut,
dikarenakan pidana penjara paling lama tujuh tahun.
Pasal 349
Jika seorang dokter, bidan atau juru obat membantu melakukan kejahatan
yang tersebut pasal 346, ataupun melakukan atau membantu melakukan
salah satu kejahatan yang diterangkan dalam pasal 347 dan 348, maka
pidana yang ditentukan dalam pasal itu dapat ditambah dengan sepertiga
dan dapat dicabut hak untuk menjalankan pencaharian dalam mana
kejahatan dilakukan.
Pasal 535
Barang siapa secara terang-terangan mempertunjukkan suatu sarana untuk
menggugurkan kandungan, maupun secara terang-terangan atau tanpa
diminta menawarkan, ataupun secara terang-terangn atau dengan
menyiarkan tulisan tanpa diminta, menunjuk sebagai bisa didapat, sarana
atau perantaraan yang demikian itu, diancam dengan kurungan paling lama
tiga bulan atau denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah.

Dari rumusan pasal-pasal tersebut diatas dapat ditarik kesimpulan:


a. Seorang wanita hamil yang sengaja melakukan abortus atau ia
menyuruh orang lain, diancam hukuman empat tahun.
b. Seseorang yang sengaja melakukan abortus terhadap ibu hamil, dengan
tanpa persetujuan ibu hamil tersebut diancam hukuman 12 tahun, dan
jika ibu hamil itu mati diancam 15 tahun
c. Jika dengan persetujuan ibu hamil, maka diancam hukuman 5,5 tahun
penjara dan bila ibu hamil tersebut mati diancam hukuman 7 tahun
penjara.
d. Jika yang melakukan dan atau membantu melakukan abortus tersebut
seorang dokter, bidan atau juru obat (tenaga kesehatan) ancaman
hukumannya ditambah sepertiganya dan hak untuk praktek dapat
dicabut.
Dalam KUHP ini tidak diberikan penjelasan mengenai pengertian
kandungan itu sendiri dan memberikan arti yang jelas mengenai aborsi dan
membunuh (mematikan) kandungan. Dengan demikian kita mengetahui
bahwa KUHP hanya mengatur mengenai aborsi provocatus kriminalis,
dimana semua jenis aborsi dilarang dan tidak diperbolehkan oleh undang-
undang apapun alasannya. Pengaturan abortus provocatus didalam KUHP
yang merupakan warisan zaman Belanda bertentangan dengan landasan
dan politik hokum yaitu “melindungi segenap bangsa Indonesia dan
untuk memajukan kesejahteraan umum berdasarkan Pancasila dan UUD
1945 karena melarang aborsi provokatus tanpa pengecualian”. Hal ini
dirasa sangat memberatkan kalangan medis yang terpaksa harus
melakukan aborsi provokatus untuk menyelamatkan jiwa si ibu yang
selama ini merupakan pengecualian diluar undang-undang.
Contohnya adalah berlakunya Pasal 349 KUHP, jika pasal ini
diterapkan secara mutlak, maka para Dokter, Bidan, Perawat, dan Tenaga
Medis lainnya dapat dituduh melanggar hukum dan mendapat ancaman
pidana penjara. Padahal bisa saja mereka melakukan aborsi provokatus
untuk menyelamatkan nyawa sang ibu. Oleh karena itu dibutuhkan untuk
suatu peraturan perundang-undangan yang baru yang mengandung aspek
perlindungan hokum yang tinggi bagi para tenaga medis dalam
menjalankan kewajibannya. Kebutuhan akan peraturan perundang-
undangan baru tersebut dipenuhi dalam Undang-undang Nomor 36 Tahun
2009 tentang Kesehatan.
Pada perkembangannya peraturan mengenai aborsi provokatus atau
aborsi kriminalis dapat dijumpai dalam Undang-undang Nomor 36 Tahun
2009 tentang Kesehatan. Jika pada Pasal 299 dan 346 – 349 KUHP tidak
ada diatur masalah aborsi provokatus (khususnya hukum pidana)hanya
bersifat mengatur dan eksplikasitif (menjelaskan). Asas ini berfungsi
untuk menjelaskan berlakunya Pasal 75 – 77 ketika harus dikonfrontasikan
dengan pasal-pasal KUHP yang mengatur masalah abortus provocatus
Pembaharuan Undang – Undang Kesehatan yaitu UU No.36 tahun 2009
Tentang Kesehatan, dijelaskan pula tentang aborsi.
Pasal 75
1. Setiap orang dilarang melakukan aborsi.
2. Larangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dikecualikan
berdasarkan:
a. Indikasi kedaruratan medis yang dideteksi sejak usia dini
kehamilan, baik yang mengancam nyawa ibu dan/atau janin, yang
menderita penyakit genetik berat dan/atau cacat bawaan, maupun
yang tidak dapat diperbaiki sehingga menyulitkan bayi tersebut
hidup di luar kandungan; atau
b. kehamilan akibat perkosaan yang dapat menyebabkan trauma
psikologis bagi korban perkosaan;
3. Tindakan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) hanya dapat dilakukan
setelah melalui konseling dan/atau penasehatan pra tindakan dan
diakhiri dengan konseling pasca tindakan yang dilakukan oleh
konselor yang kompeten dan berwenang.
4. Ketentuan lebih lanjut mengenai indikasi kedaruratan medis dan
perkosaan, sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3) diatur
dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 76
Aborsi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 75 hanya dapat dilakukan:
a. Sebelum kehamilan berumur 6 (enam) minggu dihitung dari hari
pertama haid terakhir, kecuali dalam hal kedaruratan medis;
b. oleh tenaga kesehatan yang memiliki keterampilan dan kewenangan
yang memiliki sertifikat yang ditetapkan oleh menteri;
c. dengan persetujuan ibu hamil yang bersangkutan;
d. dengan izin suami, kecuali korban perkosaan; dan
e. penyedia layanan kesehatan yang memenuhi syarat yang ditetapkan
oleh Menteri.
Pasal 77
Pemerintah wajib melindungi dan mencegah perempuan dari aborsi
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 75 ayat (2) dan ayat (3) yang tidak
bermutu, tidak aman, dan tidak bertanggung jawab serta bertentangan
dengan norma agama dan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Pasal 194
Setiap orang yang dengan sengaja melakukan aborsi tidak sesuai dengan
ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 75 ayat (2) dipidana dengan
pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan denda paling banyak
Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah)

Melihat rumusan Pasal 75 Undang-undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang


Kesehatan tampaklah bahwa dengan jelas undang-undang tersebut
melarang aborsi kecuali untuk jenis aborsi provocatus therapeuticus
(aborsi yang dilakukan untuk melnyelamatkan jiwa si ibu dan/atau
janinnya). Dalam dunia kedokteran abortus provocatus medicinalis dapat
dilakukan jika nyawa si ibu terancam bahaya maut dan juga dapat
dilakukan jika anak yang akan lahir diperkirakan mengalami cacat berat
dan diindikasikan tidak dapat hidup diluar kandungan, misalnya: janin
menderita kelainan ectopia kordalis (janin yang akan dilahirkan tanpa
dinding dada sehingga terlihat jantungnya), rakiskisis (janin yang akan
lahir dengan tulang punggung terbuka tanpa ditutupi kulit), maupun
anensefalus (janin akan dilahirkan tanpa otak besar). Dalam undang-
undang kesehatan juga telah mengatur mengenai aborsi yang dilakukan
oleh korban perkosaan yang diindikasikan dapat menyebabkan trauma
psikis bagi si ibu. Jika dalam undang-undang kesehatan yang lama tidak
dimuat secara khusus mengenai aborsi terhadap korban perkosaan
sehingga menimbulkan perdebatan dan penafsiran diberbagai kalangan.
Dengan adanya undang-undang kesehatan yang baru maka hal tersebut
tidak diperdebatkan lagi mengenai kepastian hukumnya karena telah
terdapat pasal yang mengatur secara khusus.
Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan bahwa Pasal
75 Undang-undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan mengatur
mengenai aborsi provokatus yang diperbolehkan di Indonesia, yakni
abortus provocatus atau indikasi medis atau medicinalis. Apabila ditelaah
lebih jauh, kedua peraturan tersebut berbeda satu sama lain. KUHP
mengenal larangan aborsi provokatus tanpa kecuali, termasuk abortus
provocatus medicinalis atau abortus provocatus therapeutics. Tetapi
Undang-undang Nomor 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan justru
memperbolehkan terjadinya abortus provocatus medicinalis dengan
spesifkasi therapeutics. Dalam konteks hokum pidana, terjadilah
perbedaan antara perundang-undangan yang lama (KUHP) dengan
peraturan perundang-undangan yang baru. Padahal peraturan perundang-
undangan disini berlaku asas “lex posteriori derogate legi priori”. Asas ini
beranggapan bahwa jika diundangkan peraturan baru dengan tidak
mencabut peraturan lama yang mengatur materi yang sama dan keduanya
saling bertentangan satu sama lain, maka peraturan yang baru itu
mengalahkan atau melumpuhkan peraturan yang lama. Dengan demikian
Pasal 75 Undang-undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan
yang mengatur tentang abortus provocatus medicinalis tetap dapat berlaku
di Indonesia meskipun sebenarnya aturan berbeda dengan rumusan aborsi
provokatus kriminalis menurut KUHP.
D. Peran Perawat Dalam Praktik Aborsi
Menyikapi tindakan aborsi, seorang perawat profesional sebagai pemberi
layanan keperawatan pada masyarakat, memiliki peran penting dalam
mengupayakan tindakan-tindakan pemberantasan tindakan aborsi illegal atau
setidaknya tidak ikut-ikutan melakukan praktik aborsi illegal karena tergiur
rupiah.
Perawat harus memiliki prinsip yang teguh untuk menolak membantu proses
aborsi yang tidak diperbolehkan walaupun dengan imbalan yang fantastis. Melalui
multiperannya, perawat dapat ikut membantu mencegah penyebaran tindakan
aborsi ilegal.
Perawat dapat memunculkan perannya sebagai educator dalam penyuluhan
mengenai aborsi pada masyarakat, Kurangnya pengetahuan masyarakat akan
bahaya aborsi membuat mereka tidak mengetahui dampak seriusnya tidak hanya
berdampak dengan kesehatan, namun akan berurusan dengan hukum dan agama.
Sebagai collabolator bersama ahli kesehatan dalam penyampaian pendidikan
kesehatan, Pendidikan kesehatan tentang reproduksi pada remaja merupakan hal
yang penting agar masyarakat sejak dini memiliki pengetahuan yang
komprehensif terhadap kesehatan alat reproduksinya. Kurangnya pengetahuan
terkait kesehatan reproduksi akan berpengaruh negative terhadap remaja dalam
merespon fengsi reproduksinya. Seorang perawat bahkan dapat berkecimpung
dalam dunia hukum sekaligus sebagai researcher yang berkontribusi dalam
pembuatan atau revisi undang-undang yang tegas terkait aborsi dan ikut
menegakkan hukum tersebut.
Sebenarnya, dengan berbagai fungsi peran yang dimiliki, perawat dapat
menembus pada berbagai sendi kehidupan masyarakat dalam membantu
pemerintah mencerdaskan masyarakat mengenai aborsi serta ikut berupaya
mencegah peningkatan tindakan aborsi illegal.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
B. Saran
DAFTAR PUSTAKA
Hanafiah, Jusuf. (2009). Etika Kedokteran & Hukum Kesehatan. Cetakan I.
Jakarta: EGC.

Kitab undang-undang hukum pidana. Hawa dan AHWA, 2018.


Indonesia, R. (2009). Undang-undang Republik Indonesia nomor 36 tahun 2009
tentang Kesehatan. Jakarta Republik Indonesia

Leveno, et al. (2004). Obstetri Williams: Panduan Ringkas. Edisi XXI.


Diterjemahkan oleh Brahm U. Pendit dari Williams Manual of Obstetrics. Jakarta:
EGC.

Yolanda C. Asuhan Keperawatan Kepada Remaja. 2019

Anda mungkin juga menyukai