PEMBIMBING:
dr. Bing Rudyanto Sp.A
Penyusun :
I GUSTI AGUNG DITYA DAMARA 2015.04.2.0066
I MADE RAYO PUTRA I. 2015.04.2.0067
IBNU FAUZI RASYIDI 2015.04.2.0068
ICASIA YUSELI KURNIA 2015.04.2.0069
IKA LUTFIYAH H. 2015.04.2.0070
Puji syukur ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena dengan rahmat
dan karunia-Nya akhirnya referat yang berjudul ASMA ini dapat
terselesaikan dengan baik dan tepat pada waktunya.
Kami menyadari jika referat ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh
karena itu, kritik dan saran tentunya kami harapkan dapat membuat referat ini
menjadi lebih baik. Semoga referat ini dapat memberikan manfaat bagi
pembaca.
Penulis
i
Daftar Isi
Kata Pengantar ................................................................................................ i
Daftar Isi .......................................................................................................... ii
Daftar Gambar .................................................................................................iv
Daftar Tabel ......................................................................................................v
Bab 1. Pendahuluan.....................................................................................1
2.2 Etiologi.................................................................................................3
2.3 Epidemiologi........................................................................................4
2.5 PATOGENESIS....................................................................................5
2.6 PATOFISIOLOGI..................................................................................9
2.8 Diagnosis...........................................................................................13
ii
2.9.4 Komponen 3 Mengontrol Faktor Kontribusi yang Memperparah
Asma 18
2.10 Prognosis........................................................................................25
Bab 3. Kesimpulan.....................................................................................26
iii
Daftar Gambar
iv
Daftar Tabel
v
Bab 1. Penda
huluan
1
tahun 2025 (WHO, 2005). Berdasarkan Riset Kesehatan Dasar pada tahun
2013, prevalensi asma nasional di Indonesia mencapai 4,5%. Artinya, dari
220 juta penduduk Indonesia terdapat 9 juta penduduk yang menderita asma.
2
Bab 2.
Tinjauan Pustaka
2.2 Etiologi
3
Berdasarkan penyebab terjadinya, asma dapat dibedakan menjadi dua
kelompok, yaitu asma ekstrinsik (alergi) dan asma intrinsik (non-alergi). Asma
ekstrinsik merupakan gejala asma yang dipicu oleh reaksi alergi. Asma
ekstrinsik dipicu oleh alergan, antara lain seperti menghirup debu, bulu
hewan peliharaan, serbuk sari, spora jamur, konsumsi obat-obatan antibiotik.
Sebagai respon terhadap alergan, tubuh mengaktifkan sistem kekebalan
tubuh dengan meningkatkan imunitas IgE. Peningkatan IgE menyebabkan
terjadinya hiperresponsif bronkus yang berlebihan sehingga terjadi inflamasi
pada saluran napas. Sedangkan asma instrinsik merupakan gejala asma
yang tidak dipicu oleh reaksi alergi. Asma intrinsik dipicu antara lain oleh
faktor cemas, olahraga, perubahan cuaca, udara dingin, udara kering, asap
dan iritan lain. Berbeda dengan asma alergi, asma non alergi tidak
melibatkan respon sistem kekebalan tubuh meskipun gejala yang dihasilkan
keduanya ialah sama, yaitu sesak napas, sesak dada, batuk dan mengi yang
terjadi akibat obstruksi dan inflamasi saluran napas. (6)
2.3 Epidemiologi
4
dibandingkan dengan kelompok umur sebelumnya, yaitu 5-14 tahun. Asma
juga lebih dominan terjadi pada perempuan dibandingkan laki-laki. (3)
Polusi udara, asap rokok, makanan cepat saji, berat lahir, rendahnya
pendidikan orangtua, ventilasi yang tidak memadai, merokok.
2.5 PATOGENESIS
5
mensekresi interleukin-3 (UL-3) dan granulocyte macrophage colony-
stimulating factor (GM-CSF), Th1 terutama memproduksi IL-2,IF dan TNF,
Sedangkan Th2 terutama memproduksi sitokin yang terlibat dalam asma,
yaitu IL-4, IL-5, IL-9, IL-13, dan IL-16. Sitokin yang dihasilkan oleh Th2
bertanggung jawab atas terjadinya reaksi hipersensitivitas tipe lambat
ataupun cell mediated.(2)
Langkah pertama terbentuknya respons imun adalah aktivasi limfosit T
oleh antigen yang dipresentasikan oleh sel-sel aksesoris, yaitu suatu proses
yang melibatkan molekul major histocompatibility complex (MHC kelas II
pada sel T CD4+ dan MHC kelas 1 pada sel CD8+). Sel dendritic merupakan
antigen presenting cells (APC) yang utama dalam saluran respiratori. Sel
dendritic terbentuk dari prekursornya di dalam sumsum tulang, membentuk
jaringan luas, dan sel-selnya saling berhubungan pada epitel saluran
respiratori. Kemudian, sel-sel tersebut bermigrasi ke kumpulan sel-sel limfoid
di bawah pengaruh GM-CSF yaitu sitokin yang terbentuk oleh aktivasi sel
epitel, fibroblast, sel T, makrolag, dan sel mast. setelah antigen ditangkap, sel
dendritic pindah ke daerah yang banyak mengandung limfosit. Di tempat
tesebut, dengan pengaruh sitokin-sitokin lainnya, sel dendiritik menjadi
matang sebagai APC yang efektif. Sel dendritic juga mendorong polarisasis el
T nave-Th2 yang mengkoordinasi sekresi sitokin-sitokin yang termasuk
dalam klastergen Sq31-33 (IL-4 genecluster). Bagan pathogenesis asma
tersebut dapat dilihat pada Gambar 2.1.(2)
6
Gambar 2.1 Patogenesis Asma
7
respiratori dan menstimulasi saraf aferen, hipersekresi mukus, vasodilatasi,
dan kebocoran mikrovaskuler.(2)
Reaksi fase lambat dipikirkan sebagai sistem model untuk mempelajari
mekanisme inflamasi pada asma. Selama respons fase lambat dan selama
berlangsung pajanan alergen, aktivasi el-sel pada saluran respiratori
menghasilkan sitokin-sitokin ke dalam sirkulasi dan merangsang lepasnya
leukosit proinflamasi terutama eosinofil dan sel prekursornya dari sumsum
tulang kedalam sirkulasi.(2)
8
dipercaya sebagai suatu obstruksi saluran respiratori yang bersifat reversibel.
Pada sebagian besar pasien, reversibilitas yang menyeluruh dapat diamati
pada pengukuran dengan spirometri setelah diterapi dengan inhalasi steroid.
Akan tetapi, beberapa pasien asma mengalami obstruksi saluran respiratori
residual yang dapat terjadi pada pasien yang tidak menunjukkan gejala. Hal
ini menunjukkan adanya remodeling saluran respriatori. (Gambar 2.2).(2)
2.6 PATOFISIOLOGI
9
terjadi dihubungkan dengan gejala khas pada asma, yaitu batuk, sesak,
wheezing, dan hiperreaktifitas saluran respiratori terhadap berbagai
rangsangan. Batuk sangat mungkin disebabkan oleh stimulasi saraf sensoris
pada saluran respiratori oleh mediator inflamasi. Terutama pada anak, batuk
berulang dapat menjadi satu-satunya gejala asma yang ditemukan. (2)
Penyempitan saluran hrespiratori pada asma dipengaruhi oleh banyak
faktor. Penyebab utama penyempitan saluran respiratori adalah kontraksi otot
polos bronkus yang diprovokasi oleh pelepasan agonis dari sel-sel inflamasi.
Yang termasuk agonis adalah histamin, triptase, prostaglandin D2 dan
leukotriene C4 dari sel mast, neuropeptide dari saraf aferen setempat, dan
asetilkolin dari saraf eferen postganglionic. Kontraksi otot polos saluran
respiratori diperkuat oleh penebalan dinding saluran respiratori akibat edema
akut, infiltrasi sel-sel inflamasi dan remodeling, hyperplasia dan hipertrofi
kronik otot polos, vaskular, dan sel-sel sekretori, serta deposisi matriks pada
dinding saluran respiratori. Selain itu, hambatan saluran respiratori juga
bertambah akibat produksi secret yang banyak, kental, dan lengket oleh sel
goblet dan kelenjar submukosa, protein plasma yang keluar melalui
mikrovaskular bronkus, dan debris selular.(2)
Pada anak, sebagaimana pada orang dewasa, perubahan patologis
pada bronkus (airway remodeling) terjadi pada saluran respiratori. Inflamasi
dicetuskan oleh berbagai faktor, termasuk allergen, virus, olahraga, dll. Faktor
tersebut juga menimbulkan respons hiperreaktivitas pada saluran respriatori
penderita asma. Inflamasi dan hiperreaktivitas menyebabkan
obstruksisaluran respiratori. Meskipun perubahan patofisiologis yang
berkaitan dengan asma pada umumnya reversibel, penyembuhan sebagian /
parsial dapat terjadi.(2)
10
Mekanisme yang bertanggung jawab terhadap reaktivitas yang berlebihan
atau hiperreaktivitas ini belum diketahui. Akan tetapi, kemungkinan
berhubungan dengan perubahan otot polos saluran respriatori (hiperplasi dan
hipertrofi) yang terjadi secara sekunder, yang menyebabkan perubahan
kontraktilitas. Selain itu, inflamasi dinding saluran respriatori terutama daerah
peribronkial dapat memperberat penyempitan saluran respiratori selama
kontraksi otot polos.(2)
Hiperreaktivitas bronkus secara klinis sering diperiksa dengan
memberikan stimulus aerosol histamin atau metakolon yang dosisinya
dinaikkan secara progresif, kemudian dilakukan pengukuran perubahan
fungsi paru (PFR atau FEV1). Provokasi/stimulus lain seperti latihan fisis,
hiperventilasi, udara kering, aerosol garam hipertonik, dan adenosine tidak
mempunyai efek langsung terhadap otot polos (tidak seperti histamin dan
metakolin) tetapi dapat merangsang pelepasan mediator dari sel mast, ujung
serabut saraf, atau sel-sel lain pada saluran respiratori. Dikatakan hiperreaktif
bila dengan cara pemberian histamin didapatkan penurunan FEVI 20% pada
konsenstrasi histamin kurang dari 8 mg%.(2)
11
Tabel 2-1 Derajat penyakit Asma
12
Tabel 2-2 Derajat Seranga Asma
2.8 Diagnosis
Anamnesis
Anamnesis meliputi adanya gejala yang episodik,
gejala berupa batuk, sesak napas, mengi, rasa berat di dada dan
13
variabilitas yang berkaitan dengan cuaca. Faktor faktor yang
mempengaruhi asma, riwayat keluarga dan adanya riwayat alergi.
PemeriksaanFisik
Pemeriksaan fisik pada pasien asma tergantung dari derajat obstruksi
saluran napas. Tekanan darah biasanya meningkat, frekuensi
pernapasan dan denyut nadi juga meningkat, ekspirasi memanjang
disertai ronki kering / wheezing.
Pemeriksaan Lab
Pemeriksaan IgE dan eosinofil total. Bila terjadi peningkatan nilai
normal dapat menunjang diagnosis.
Pemeriksaan Penunjang
Uji fungsi paru dengan spirometri atau peak flow meter. Diagnosis
asma dapat ditegakkan bila didapatkan :
Variasi pada PFR (peak flow meter) atau FEV1 (forced
expiratory volume 1 second) 15%
Peningkatan 15% pada PFR atau FEV1 setelah pemberian
inhalasi bronkodilator
Penurunan 20% pada PFR atau FEV1 setelah provokasi
bronkus
14
Gambar 2.3 Alur Diagnosa Asma pada Anak
15
optimal.(2) Secara lebih rinci, tujuan yang ingin dicapai adalah sebagai
berikut :(3)
16
Gambar 2.4 Komponen - komponen tatalaksana Asma
17
Klasifikasi keparahan asma dan terkontrol didasarkan pada resiko dan
gangguan. Dalam menentukan tingkat keparahan asma, gangguan terdiri dari
frekuensi munculnya gejala pada pasien, penggunaan SABA sebagai reliever,
kemampuan pasien untuk melakukan aktivitas dan evaluasi obstruksi dengan
spirometri pada anak dengan usia 5 tahun atau lebih. Resiko menunjukkan
perkembangan eksaserbasi asma. Manajemen asma akan optimal melalui
rawat jalan tiap 2 6 minggu.(1)
18
allergen di rumah, mengurangi paparan allergen di rumah mampu
mengurangi gejala asma, medikasi, AHR, keparahan eksaserbasi dan
penyakit yang persisten. Allergen di rumah yang sering ditemui adalah
paparan seperti bulu dari hewan peliharaan atau hama ( tikus) dan allergen
dalam rumah seperti tungau, kecoak, dan jamur. Paparan lain seperti rokok,
asap dari pembakaran kayu dan arang, debu, bau menyengat, dan polusi
udara bisa memicu timbulnya asma. Eliminasi atau meminimalkan paparan
bisa mengurangi gejala asma, tingkat keparahan, dan jumlah medikasi yang
akan diberikan ke pasien.
19
Gambar 2.5 Tatalaksana farmakologis Asma pada Anak
Obat asma dapat dibagi menjadi dua kelompok besar yaitu obat
pereda (reliever) dan obat pengendali (controller). Ada yang menyebut obat
pereda sebagai obat pelega atau obat serangan. Obat ini digunakan untuk
meredakan serangan atau gejala asma bila sedang timbul. Bila serangan
sudah teratasi dan gejala tidak ada lagi, maka pemakaian obat dihentikan. (2)
20
steroid anti-inflamasi inhalasi atau sistemik, antileukotrien, kombinasi steroid-
agonis 2 kerja panjang, teofilin lepas lambat dan anti-imunoglobulin E. (2)
Inhalasi - Agonis kerja cepat ( SABA )
Karena onsetnya dari aksi obat ini cepat, efektif dan mempunyai
durasi 4 - 6 jam, SABA (albuterol, levalbuterol, terbutaline, pirbuterol)
adalah obat pilihan utama untuk gejala asma akut dan untuk
mencegah bronkospasme akibat olahraga. - Agonis menyebabkan
bronkodilasi dengan menginduksi relaksasi otot polos bronkus,
mengurangi permeabilitas vaskular dan edema saluran nafas, dan
meningkatkan mucociliary clearance. Levalbuterol, atau r - isomer dari
albuterol, diikuti dengan takikardi dan tremor yang sedikit, dimana bisa
menganggu pada beberapa pasien asma. Penggunaan - Agonis
diikuti dengan peningkatan resiko kematian pada pasien asma. Ini
menjadi masalah utama pada beberapa pasien dengan asma yang
selalu menggunakan SABA untuk memperbaiki keadaan asma
mereka, dibandingkan menggunakan kontroler sebagai tindakan
preventif.(1)
Agen Antikolinergik
Sebagai bronkodilator, agen antikolinergik ( ipratropium bromide
) lebih kurang potensial dibandingkan - Agonis. Ipratropium inhalasi
digunakan terutama untuk pengobatan asma serangan berat. Saat
digunakan kombinasi dengan albuterol, ipratropium bisa meningkatkan
fungsi paru dan mengurangi angka anak yang masuk rumah sakit
karena asma. Ipratropium adalah formulasi antikolinergik pilihan untuk
anak karena efek samping pada sistem saraf pusat yang sedikit dan
tersedia dalam bentuk MDI ataupun nebulizer.(1)
21
2. Obat jangka panjang ( obat kontroler )
Steroid inhalasi(2)
22
kemasan memberikan hasil pengobatan yang lebih baik dibandingkan
steroid inhalasi dan agonis 2 kerja panjang dalam sediaan terpisah.
Antileukotrien(2)
23
Eliminasi teofilin lepas lambat bervariasi antar individu sehingga pada
penggunaan jangka lama kadar teofilin dalam plasma perlu dimonitor.
Efek samping teofilin lepas lambat bisa berupa mual, muntah,
anoreksia, sakit kepala, palpitasi, takikardi, aritimia, nyeri perut, dan
diare. Efek samping muncul pada pemberian dosis tinggi, di atas
10mg/kgBB/hari.
24
2.10 Prognosis
Batuk dan wheezing berulang terjadi pada 35% anak usia sebelum
sekolah. Kurang lebih sepertiga berlanjut menjadi asma persisten pada anak
- anak, dan kurang lebih dua pertiga membaik sendiri saat beranjak usia
remaja. Keparahan asma pada usia 7 sampai 10 tahun diprediksi menjadi
asma persisten pada dewasa. Anak dengan asma serangan sedang hingga
berat dan fungsi paru yang menurun diperkirakan menyebabkan asma
persisten pada dewasa. Anak dengan asma serangan ringan dan fungsi paru
yang normal diperkirakan akan membaik, biasanya menjadi asma periodik;
bagaimanapun remisi komplit pada anak usia jarang terjadi. (1)
25
Bab 3. Kesi
mpulan
Asma adalah penyakit saluran respiratori dengan dasar inflamasi
kronik yang mengakibatkan obstruksi dan hiperaktivitas saluran respiratori
dengan derajat bervariasi. Asma terjadi karena inflamasi kronik,
hiperensponsif dan perubahan struktur akibat penebalan dinding bronkus
(remodeling) saluran respiratori yang berlangsung kronik bahkan sudah ada
sebelum munculnya gejala asma. Manifestasi klinis asma dapat berupa
batuk, wheezing, sesak napas, dada tertekan yang timbul secara kronik dan
atau berulang , reversibel, cenderung memberat pada malam hari, dan
biasanya timbul jika ada pencetus. Tatalaksana pasien asma terdiri dari 4
komponen yaitu assessment dan monitoring asma, mengedukasi pasien dan
keluarga tentang penyakit asma dan kemampuan merawat diri sendiri,
identifikasi dan manajemen factor presipitasi dan kondisi komorbid yang
memperparah asma serta pemilihan medikasi untuk kebutuhan pasien. Obat
asma dapat dibagi menjadi dua kelompok besar yaitu obat pereda (reliever)
dan obat pengendali (controller). prognosis asma yaitu batuk dan wheezing
berulang terjadi pada 35% anak usia sebelum sekolah. Kurang lebih
sepertiga berlanjut menjadi asma persisten pada anak - anak, dan kurang
lebih dua pertiga membaik sendiri saat beranjak usia remaja. Keparahan
asma pada usia 7 sampai 10 tahun diprediksi menjadi asma persisten pada
dewasa.
26
Daftar Pustaka
4. https://epidemiologystudentforum.wordpress.com/2015/05/
5. https://www.google.co.id/url?
sa=t&rct=j&q=&esrc=s&source=web&cd=7&cad=rja&uact=8&sqi=2&
ved=0ahUKEwiDk_ek9tfPAhUHOo8KHaORApYQFghCMAY&url=http
%3A%2F%2Feprints.undip.ac.id
%2F44849%2F2%2FNormaridaSoraya_22010110120137_Bab1KTI.pdf
&usg=AFQjCNFqdlkvg2VgXJUHtatOGkF2Bkzrtw&sig2=unyBsONi-
2NbKrf7xWR6Mg&bvm=bv.135475266,d.c2I
6. http://wilayah1.ismki.org/hari-asma-sedunia-2016/
27