Anda di halaman 1dari 26

LAPORAN PENDAHULUAN ASKEP ASTHMA BRONCIALE

DI SUSUN UNTUK MEMENUHI TUGAS PRAKTIK KLINIK

MATA KULIAH KEPERAWATAN DASAR II

Dosen Pembimbing :

Wiwid Yuliastuti, S.Kep, Ners, M.Kep

Oleh :

SINDI DWI AMBAR WATI

(A1R19031)

PROGRAM STUDI D3 KEPERAWATAN

STIKES HUTAMA ABDI HUSADA TULUNGAGUNG

TAHUN AJARAN 2020/2021


LEMBAR PENGESAHAN
LAPORAN PENDAHULUAN ASKEP ASTHMA BRONCIALE

DI SUSUN UNTUK MEMENUHI TUGAS PRAKTIKUM KEPERAWATAN

MATA KULIAH KEPERAWATAN DASAR II

Telah disetujui dan disahkan pada :

Hari                 :

Tanggal           :

Mengetahui

Dosen Pembimbing
Mahasiswa

(Sindi Dwi Ambar Wati) (Wiwid Yuliastuti, S.Kep, Ners, M.Kep)

2
KATA PENGANTAR

Puji syukur saya ucapkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan
karunia serta hidayah-Nya sehingga saya dapat menyelesaikan Laporan Pendahuluan ASKEP
Asthma Bronciale yang Di Susun Untuk Memenuhi Tugas Praktikum Keperawatan Mata
Kuliah Keperawatan Dasar II oleh dosen pembimbing Wiwid Yuliastuti, S.Kep, Ners,
M.Kep, dan merupakan salah satu tugas individu yang harus dipenuhi oleh mahasiswa.

Dalam pembuatan laporan pendahuluan ini saya banyak mendapatkan bimbingan dan
arahan dari berbagai pihak, oleh sebab itu saya mengucapkan banyak terimakasih kepada
dosen pembimbing yakni Ibu Wiwid Yuliastuti, S.Kep, Ners, M.Kep dan rekan-rekan
mahasiswa yang telah membantu dan memberikan dorongan dalam pembuatan laporan
pendahuluan ini.

Saya menyadari bahwa penulisan laporan pendahuluan ini masih belum sempurna,
oleh karena itu saya mengharapkan kritik dan saran yang membangun demi kesempurnaan
makalah ini.

Saya mengharapkan semoga laporan pendahuluan ini bermanfaat bagi kita semua.
Akhir kata saya ucapkan terima kasih.

Tulungagung, 25 Januari 2021

Sindi Dwi Ambar Wati

3
DAFTAR ISI
COVER
LEMBAR PENGESAHAN ..........................................................................................2
KATA PENGANTAR ..................................................................................................3
DAFTAR ISI .................................................................................................................4
BAB I PENDAHULUAN .............................................................................................5
A. LATAR BELAKANG ......................................................................................5
B. RUMUSAN MASALAH .................................................................................6
C. TUJUAN PENULISAN ...................................................................................6
BAB II TINJAUAN TEORI ........................................................................................7
A. DEFINISI .........................................................................................................7
B. KLASIFIKASI .................................................................................................7
C. ETIOLOGI .......................................................................................................9
D. PATOFISIOLOGI ...........................................................................................10
E. PATWAY ........................................................................................................12
F. MANIFESTASI KLINIK.................................................................................13
G. KOMPLIKASI.................. ..............................................................................13
H. PENCEGAHAN..............................................................................................14
I. PENATALAKSANAAN.................................................................................14
J. PEMERIKSAAN PENUJANG .......................................................................15
K. KONSEP DASAR KEPERAWATAN ………………………………….......15
L. DIAGNOSA KEPERAWATAN ....................................................................18
M. INTERVENSI ................................................................................................18
BAB III PENUTUP ....................................................................................................22
A. KESIMPULAN ..............................................................................................22
B. SARAN ...........................................................................................................22
DAFTAR PUSTAKA .................................................................................................23

4
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Asma bronkial merupakan satu hiperreaksi dari bronkus dan trakea, sehingga
mengakibatkan penyempitan saluran nafas yang bersifat reversible (Naga, 2012).
Asma adalah penyakit dengan karakteristik sesak napas dan wheezing, dimana
frekuensi dan keparahan dari tiap orang berbeda. Kondisi ini akibat kelainan dari jalan
napas di paru dan memengaruhi sensitivitas saraf pada jalan napas sehingga mudah
teriritasi. Pada saat serangan, alur jalan napas membengkak karena penyempitan jalan
napas dan pengurangan aliran udara yang masuk ke paru (Rosalina, 2015). Penyakit
asma adalah efek peradangan paru yang menyebabkan menyempitnya jalan napas,
sehingga pengeluaran udara dari paru-paru terhambat, dan demikian pula dengan
udara yang dihembuskan ke paru-paru (Setiono, 2005 dalam Aspar, 2014). Reaksi
tubuh untuk memenuhi kebutuhan O2 adalah dengan menambah frekuensi pernapasan
sehingga menimbulkan gejala sesak napas (Haryanto, 2014).

Asma bronkial adalah penyakit yang masih menjadi masalah kesehatan


masyarakat di hampir semua negara di dunia, di derita oleh anak- anak sampai dewasa
dengan derajat penyakit yang ringan sampai berat, bahkan dapat mengancam jiwa
seseorang. Lebih dari seratus juta penduduk di seluruh dunia menderita asma dengan
peningkatan prevalensi pada anak- anak (GINA, 2006). Asma biasanya dikenal
dengan suatu penyakit yang ditandai dengan adanya wheezing (Mengi) intermiten
yang timbul sebagai respon akibat paparan terhadap suatu zat iritan atau alergen. Pola
pikir ini mengakibatkan penatalaksanaan asma hanya berfokus pada gejala asma yang
muncul dan tidak ditunjukan pada penyebab yang mendasari terjadinya kondisi
tersebut. (Clark & Varnell, 2013).

Hampir 44 juta penduduk di Asia Timur atau daerah Pasifik menderita asma,
meskipun prevalansi dan laporan yang ada menunjukan variasi yang besar di daerah
itu. Para ahli percaya bahwa peningkatan prevalensi asma yang signifikan akan
dilaporkan di Cina sebanyak 10 kali lipat. Mereka meramalkan bahwa peningkatan
absolut prevalensi asma sebesar 2% di Cina akan menyebabkan penambahan 20 juta
pasien asma di seluruh dunia (Clark & Varnell, 2013).
5
B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan asma bronkial ?
2. Bagaimana klasifikasi dan penyebab dari asma bronkial ?
3. Apa gejala yang ditimbulkan dari asma bronkial ?
4. Bagaimana patofisiologis asma bronkial ?
5. Bagaimana patway dan tanda gejala asma bronkial ?
6. Apa komplikasi dan pencegahandari asma bronkial ?
7. Bagaimana penatalaksanaan dan pemeriksaan diagnostik apa yang dilakukan untuk
penyakit asma bronkial ?

C. Tujuan Penulisan
1. Untuk mengetahui definisi dari asma bronkial.
2. Untuk mengetahui klasifikasi penyebab asma bronkial.
3. Untuk mengetahui timbulnya asma bronkial.
4. Untuk mengetahui patofisiologi asma bronkial.
5. Untuk mengetahui patway dan tanda gelaja asma bronkial.
6. Untuk mengetahui komplikasi dan pencegahan dari asma bronkial.
7. Untuk mengetahui pemeriksaan dan pengobatan yang dapat dilakukan untuk
penderita asma bronkial.

6
BAB II

PEMBAHASAN

A. Definisi
Asma bronkial adalah suatau keadan dimana saluran nafas mengalami
penyempitan karena hivesensivitas terhadap rangsangan tertenu, yang menyebabkan
peradanagan, penyempitan ini bersifat berulang dan di antara episode penyempitan
bronkus tersebut terdapat keadaan ventilasi yang lebih normal. Penderita Asma
Bronkial, hipersensensitif dan hiperaktif terhadap rangasangan dari luar, seperti debu
rumah, bulu binatang, asap, dan bahan lain penyebab alergi. Gejala kemunculan
sangat mendadak, sehingga gangguan asma bisa dtang secara tiba-tiba jika tidak dapat
mendapatkan pertolongan secepatnya, resiko kematian bisa datang. Gangguan asma
bronkial juga bias muncul lantaran adanya radang yang mengakibatkan penyempitan
saluran pernapasan bagian bawah. Penyempitan ini akibat berkerutnya otot polos
saluran pernapasan, pembengkakan selaput lender, dan pembentukan timbunan lendir
yang berlebihan (Irman Somarti, 2012).

Asma bronkial adalah suatu keadaan klinik yang ditandai oleh terjadinya
penyempitan bronkus yang berulang namun revesibel, dan diantara episode
penyempitan bronkus tersebut terdapat keadaan ventilasi yang lebih normal. Keadaan
ini pada orang-orang yang rentang terkena asma mudah ditimbulkan oleh berbagai
rangsangan yang menandakan suatu keadaan hiperaktivitas bronkus yang khas
(Solmon, 2015).

Asma adalah suatu gangguan pada saluran bronkial yang mempunyai ciri
brokospasme periodik (kontraksi spasme pada saluran napas) terutama pada
percabangan trakeobronkial yang dapat diakibatkan oleh berbagai stimul seperti oleh
faktor biokemikal, endokrin, infeksi, otonomik dan psikologi (Irman Somarti, 2012).

B. Klasifikasi

Menurut Wijaya dan Putri (2014) kasifikasi asma berdasarkan berat penyakit, antara
lain :

a. Tahap I : Intermitten

7
Penampilan klinik sebelum mendapat pengobatan :

1) Gejala inermitten < 1 kali dalam seminggu

2) Gejala eksaserbasi singkat (mulai beberapa jam sampai beberapa hari)

3) Gejala serangan asma malam hari < 2 kali dalam sebulan

4) Asimptomatis dan nilai fungsi paru normal diantara periode eksaserbasi

5) PEF atau FEV1 : ≥ 80% dari prediksi

Variabilitas < 20%

6) Pemakaian obat untuk mempertahankan kontrol :

Obat untuk mengurangi gejala intermitten dipakai hanya kapan perlu inhalasi
jangka pendek β2 agonis

7) Intensitas pengobatan tergantung pada derajat eksaserbasi kortikosteroid oral


mungkin dibutuhkan.

b. Tahap II : Persisten ringan

Penampilan klinik sebelum mendapatkan pengobatan :

1) Gejala ≥ 1 kali seminggu tetapi < 1 kali sehari

2) Gejala eksaserbasi dapat mengganggu aktivitas dan tidur

3) Gejala serangan asma malam hari > 2 kali dalam sebulan

4) PEF atau FEV1 : > 80 % dari prediksi

Variabilitas 20-30%

5) Pemakaian obat harian untuk mempertahankan kontrol :

Obat-obatan pengontrol serangan harian mungkin perlu bronkodilator jangka


panjang ditambah dengan obat-obatan antiinflamasi (terutama untuk serangan
asma malam hari.

c. Tahap III : Persisten sedang

Penampilan klinik sebelum mendapat pengobatan :

8
1) Gejala harian

2) Gejala eksaserbasi mengganggu aktivitas dan tidur

3) Gejala serangan asma malam hari > 1 kali seminggu

4) Pemakaian inhalasi jangka pendek β2 agonis setiap hari

5) PEV atay FEV1 : > 60% - < 80% dari prediksi

Variabilitas > 30%

6) Pemakaian obat-obatan harian untuk mempertahankan kontrol :

Obat-obatan pengontrol serangan harian inhalasi kortikosteroid


bronkodilatorjangka panjang (terutama untuk serangan asma malam hari)

d. Tahap IV : Persisten berat

Penampilan klinik sebelum mendapat pengobatan :

1) Gejala terus-menerus
2) Gejala eksaserbasi sering
3) Gejala serangan asma malam hari sering
4) Aktivitas fisik sangat terbatas oleh asma
5) PEF atau FEV1 : ≤ 60% dari prediksi
Variabilitas > 30%
C. Etiologi
Menurut berbagai penelitian patologi dan etiologi asma belum diketahui
dengan pasti penyebababnya, akan tetapi hanya menunjukan dasar gejala asma yaitu
inflamasi dan respon saluran nafas yang berlebihan ditandai dengan dengan adanya
kalor (panas karena vasodilatasi), tumor (esudasi plasma dan edema), dolor (rasa sakit
karena rangsagan sensori), dan function laesa fungsi yang terganggu
(sudoyoAru,dkk.2015).
Sebagai pemicu timbulnya serangan dapat berupa infeksi (infeksi virus RSV),
iklim (perubahan mendadak suhu, tekanan udara), inhalan (debu, kapuk, tunggau, sisa
serangga mati, bulu binatang, serbuk sari, bau asap, uap cat), makanan (putih telur,
susu sapi, kacang tanah, coklat, biji- bijian, tomat), obat (aspirin), kegiatan fisik
(olahraga berat, kecapaian, tertawa terbahak-bahak), dan emosi
(sudoyoAru,dkk.2015).

9
Menurut (Solmon, 2015), Etiologi Asma Bronkial terbagi menjadi alergi,
idiopatik, dan nonalergik atau campura (mixed) antara lain :

a) Asma alergik/Ekstrinsik
Merupakan suatu bentuk asma dengan alergan seperti bulu binatang, debu,
ketombe, tepung sari, makanan, dan lain-lain. Alrgi terbanyak adalah
airboner dan musiman (seasonal). Klien dengan asma alergik biasanya
mempunyai riwayat penyakit alergi pada keluarga dan riwayat pengobatan
eksrim atau rhinitis alergik. Paparan terhadap alergik akan mencetus
serangan asma. Bentuk asma ini biasanya di mulai sejak kanak- kanak.
b) Idiopatik atau nonarelgik asma/instrinsik

Tidak berhubungan secara langsung dengan allergen spesifik. Faktor-


faktor seperti common cold, infeksi saluran nafas atas, aktivitas,
emosi/stres, dan populasi lingkungan akan mencetuskan serangan.
Beberapa agen farmakologi seperti antagonis b-adrenergik dan bahan
sulfat (penyedap makanan) juga dapat menjadi faktor penyebab.Serangan
drai asma idiopatik atau non nalregik menjadi lebih berat dan sering kali
berjalannya waktu dapat berkembang menjadi btis dan emfisma.Pada
beberapa kasus dapat dapat berkembang menjadi asma campuran. Bentuk
asma in biasanya dimulai ketika dewasa (> 35 tahun).

c) Asma campuran (Mixed Asma)


Merupakan bentuk asma yang paling sering. Asma campuran
dikarateristikkan dengan bentuk kedua jenis asma alergik dan idiopatik
atau nonalergik.
D. Patofisiologi
Asma Bronkial akibat alergi bergantung kepada respon IgE yang dikendalikan
oleh limfosit T dan B serta diaktifkan oleh interaksi antara antigen dengan molekul
IgE dengan sel mast. Sebagian besar allergen yang mencetus asma bersifat airborne
dan agar dapat menginduksi keadaan sensitivitas, allergen tersebut harus tersedia
dalam jumlah banyak untuk periode waktu terentu. Akan tetapi, sekali sensitivitasi
telah terjadi, klien akan memperlihatkan respon yang sangan baik, sehingga sejumlah
kecil allergen yang mengganggu sudah dapat menghasilkan eksaserbasi penyakit yang
jelas (Nurarif & kusuma, 2015).

10
Obat yang paling sering berhubungan dengan induksi episode akut asma
bronkial adalah aspirin, bahan pewarna seperti tartazin, antagonis, beta- adrenergik,
dan bahan sulfat. Sindrom pernafasan sensitif-aspirin khususnya terjadi pada orang
dewasa, walaupun keadaan ini juga dapat dilihat pada masa kanak-kanak. Masalah ini
biasanya berawal dari rhinitis vasomotor perennial yang diikuti oleh rhinosinusitis
hiperplastik dengan polip nasal. Baru kemudian muncul asma progresif. Klien yang
sensitive terhadap aspirin dapat didesentisasi dengan pemberian obat setiap hari.
Setelah menjalani terapi ini, toleransi silang juga akan terbentuk terhadap agen anti-
inflamasi non-steroid. Mekanisme yang menyebabkan bronkospasme karena
penggunaan aspirin dan obat lain tidak diketahui, tetapi mungkin berkaitan dengan
pemebentukan leukotrien yang diinduksi secara khusus oleh aspirin (Solomon, 2015).
Antagons ᵝ-adenergik biasanya menyebabkan obtruksi jalan napas pada klien
asma bronkial, halnya dengan klien lain. Dapat menyebabkan peningkatan reaktivitas
jalan nafas dan hal tersebut harus dihindari. Obat sulfat, seperti kalium metabisulfit,
kalium dan natrium bisulfit, natrium sulfit dan sulfat klorida, yang secara luas
dignakan dalam industri makanan dan farmasi sebagai agen sanitasi serta pengawet
dapat menimbulkan obstruksi jalan nafas akut pada klien yang sensitive. Pajanan
biasanya terjadi setelah menelan makanan atau cairan yang mengandung senyawa ini,
seperti salad, buah segar, kentang, karang, dan anggur (Irman Somarti, 2012)
Pencetus-pencetus serangan diatas ditambah dengan pencetus lainnya dari
internal klien akan mengakibatkan timbulnya reaksi antigen dan antibody. Reaksi
antigen antibody ini akan mengeluarkan substansi pereda alergi yang sebetulnya
merupakan mekanisme tubuh dalam menghadapi serangan. Zat yang dikeluarkan
dapat berupa histamine, bradikinin, dan anafilaktoksin. Hasil ini dari reaksi tersebut
adalah timbulnya tiga gejala, yaitu berkontraksinya otot polos, peningkatan
permeabilitas kapiler, dan peningkatan sekret mukus (nurarif & kusuma, 2015).

11
E. Pathway

12
F. Manifestasi Klinis
Manifestasi klinis yang dapat ditemui pada pasien asma menurut Halim Danokusumo
(2000) dalam Padila (2015) diantaranya ialah :
a. Stadium Dini
Faktor hipersekresi yang lebih menonjol
1) Batuk berdahak disertai atau tidak dengan pilek
2) Ronchi basah halus pada serangan kedua atau ketiga, sifatnya hilang timbul
3) Wheezing belum ada
4) Belum ada kelainan bentuk thorak
5) Ada peningkatan eosinofil darah dan IgE
6) BGA belum patologis

Faktor spasme bronchiolus dan edema yang lebih dominan:

1) Timbul sesak napas dengan atau tanpa sputum


2) Wheezing
3) Ronchi basah bila terdapat hipersekresi
4) Penurunan tekanan parsial O2
b. Stadium lanjut/kronik
1) Batuk, ronchi
2) Sesak napas berat dan dada seolah-olah tertekan
3) Dahak lengket dan sulit dikeluarkan
4) Suara napas melemah bahkan tak terdengar (silent chest)
5) Thorak seperti barel chest
6) Tampak tarikan otot stenorkleidomastoideus
7) Sianosis
8) BGA Pa O2 kurang dari 80%

9) Terdapat peningkatan gambaran bronchovaskuler kiri dan kanan pada Rongen


paru

10) Hipokapnea dan alkalosis bahkan asidosis respiratorik.

G. Komplikasi

Komplikasi menurut Wijaya & Putri (2014) yaitu :

a. Pneumothorak

13
b. Pneumomediastium dan emfisema sub kutis
c. Atelektasis
d. Aspirasi
e. Kegagalan jantung/ gangguan irama jantung
f. Sumbatan saluran nafas yang meluas / gagal nafas
H. Pencegahan
a. Mengenali dan menghindari pemicu asma
b. Mengikuti anjuran rencana penanganan asma dari dokter
c. Melakukan langkah pengobatan yang tepat dengan mengenali penyebab
serangan asma
d. Menggunakan obat asma yang telah dianjurkan oleh dokter secara teratur
e. Memonitor kondisi saluran nafas
(Halodoc, 2019)
I. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan menurut Wijaya & Putri (2014) yaitu :

Non farmakologi, tujuan dari terapi asma :

a. Menyembuhkan dan mengendalikan gejala asma


b. Mencegah kekambuhan
c. Mengupayakan fungsi paru senormal mungkin serta mempertahankannya
d. Mengupayakan aktivitas harian pada tingkat normal termasuk melakukan
exercise
e. Menghindari efek samping obat asma
f. Mencegah obstruksi jalan nafas yang ireversibel
Farmakologi, obat anti asma :
a. Bronchodilator
Adrenalin, epedrin, terbutallin, fenotirol
b. Antikolinergin
Iptropiem bromid (atrovont)
c. Kortikosteroid
Predrison, hidrokortison, orodexon.
d. Mukolitin
BPH, OBH, bisolvon, mucapoel dan banyak minum air putih.

14
J. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang menurut Padila (2015) yaitu :
a Spirometri
Untuk mengkaji jumlah udara yang dinspirasi
b Uji provokasi bronkus
c Pemeriksaan sputum
d Pemeriksaan cosinofit total
e Pemeriksaan tes kulit
Dilakukan untuk mencari faktor alergi dengan berbagai alergen yang dapat
menimbulkan reaksi yang positif pada asma.
f Pemeriksaan kadar IgE total dan IgE spesifik dalam sputum
g Foto thorak untuk mengetahui adanya pembengkakan, adanya
penyempitan bronkus dan adanya sumbatan
h Analisa gas darah
Untuk mengetahui status kardiopulmoner yang berhubungan dengan
oksigenasi.
K. Konsep Dasar Keperawatan
Menurut Nurarif & Kusuma (2015), meliputi :
1 Pengkajian
a. Biodata
Asma bronkial dapat meyerang segala usia tetapi lebih sering dijumpai pada
usia dini. Separuh kasus timbul sebelum 10 tahun dan sepertiga kasus
lainnya terjadi sebelum usia 40 tahun. Predisposisi laki-laki dan perempuan
diusia sebesar 2 : 1 yang kemudian sama pada usia 30 tahun.
b. Riwayat Kesehatan
1) Keluhan utama
Keluhan utama yang timbul pada klien dengan asma bal adalah dispnea
(sampai bisa berhari-hari atau berbulan-bulan), batuk, dan mengi (pada
beberapa kasus lebih banyak paroksimal).
2) Riwayat kesehatan dahulu
Terdapat data yang menyatakan adanya factor predisposisi timbulnya
penyakit ini, di antaranya adalah riwayat alergi dan riwayat penyakit
saluran nafas bagian bawah (rhinitis, urtikaria, dan eskrim).

15
3) Riwayat kesehatan sekarang
Klien dengan asma bronkial sering kali didapatkan adanya riwayat
penyakit keturunan, tetapi pada beberapa klien lainnya tidak ditemukan
adanya penyakit yang sama pada anggota keluarganya.

4) Riwayat kesehatan keluarga

a) Riwayat keluarga yang memiliki asma

b) Riwayat keluarga yang menderita penyakit alergi seperti rinitis alergi,


sinustis, dermatitis, dan lain-lain.

c. Pemeriksaan Fisik
1) Inspeksi
a) Pemeriksaan dada dimulai dari torak posterior, klien pada posisi
duduk.
b) Dada diobservasi dengan membandikan satu sisi dengan yang
lainnya.
c) Tindakan dilakukan dari atas (apeks) sampai kebawah.
d) Ispeksi torak posterior, meliputi warna kulit dan kondisinya, skar,
lesi, massa, dan gangguan tulang belakang, sperti kifosis, skoliosis, dan
lordosis.
e) Catat jumlah,irama, kedalaman pernapasan, dan kemestrian
pergerakakan dada.
f) Observasi tipe pernapsan, seperti pernapasan hidung pernapasan
diafragma, dan penggunaan otot bantu pernapasan.
g) Saat mengobservasi respirasi, catat durasi dari fase inspirasi (I) dan
fase eksifirasi (E). Rasio pada fase ini normalnya 1 : 2. Fase ekspirasi
yang memanjang menunjukan adanya obstruksi pada jalan napas dan
sering ditemukan pada klien Chronic Airflow Limitation (CAL) /
Chornic obstructive Pulmonary Diseases (COPD)
h) Kelainan pada bentuk dada.
i) Observasi kesemetrian pergerakan dada. Gangguan pergerakan atau
tidak adekuatnya ekspansi dada mengindikasikan penyakit pada paru
atau pleura.

16
j) Observasi trakea obnormal ruang interkostal selama inspirasi, yang
dapat mengindikasikan obstruksi jalan nafas.
2) Palpasi
a) Dilakukan untuk mengkaji kesimetrisan pergerakan dada dan
mengobservasi abnormalitas, mengidentifikasikan keaadaan kulit, dan
mengetahui vocal/tactile premitus (vibrasi).
b) Palpasi toraks untuk mengetahui abnormalitas yang terkaji saat
inspeksi seperti : mata, lesi, bengkak.
c) Vocal premitus, yaitu gerakan dinding dada yang dihasilkan ketika
berbicara
3) Perkusi
Suara perkusi normal.:
a) Resonan (Sonor) : bergaung, nada rendah. Dihasilkan pada jaringan
paru normal.
b) Dullness : bunyi yang pendek serta lemah, ditemukan diatas bagian
jantung, mamae, dan hati.
c) Timpani : musical, bernada tinggi dihasilkan di atas perut yang berisi
udara.
Suara perkusi abnormal :
a) Hiperrsonan (hipersonor) : berngaung lebih rendahdibandingkan
dengan resonan dan timbul pada bagian paru yang berisi darah.
b) Flatness : sangat dullness. Oleh karena itu, nadanya lebih tinggi.
Dapat didengar pada perkusi daerah hati, di mana areanya seluruhnya
berisi jaringan.
4) Auskultasi
a) Merupakan pengkajian yang sangat bermakna, mencakup
mendengarkan bunyi nafas normal, bunyi nafas tambahan
(abnormal), dan suara.
b) Suara nafas abnormal dihasilkan dari getaran udara ketika melalui
jalan nafas dari laring ke alveoli, dengan sifat bersih.
c) Suara nafas normal meliputi bronkial, bronkovesikular dan vesikular.
d) Suara nafas tambahan meliputi wheezing, , pleural friction rub, dan
crackles.

17
d. Ativitas / istirahat

a) Keletihan, kelelahan, malaise

b) Ketidakmampuan untuk melakukan aktivitas sehari-hari karena sulit


bernafas.

c) Ketidakmampuan untuk tidur perlu tidur dalam posisi duduk tinggi.

d) Dispnea pada saat istirahat, aktivitas dan hiburan.

e. Sirkulasi

Pembengkakan pada ekstremitas bawah

f. Integritas ego
Terdiri dari peningkatan faktor resiko dan perubahan pola hidup
g. Makanan dan cairan
Mual/muntah, nafsu makan menurun, ketidakmampuan untuk makan
h. Pernafasan
a) Nafas pendek, dada rasa tertekan dan ketidakmampuan untuk
bernafas
b) Batuk dengan produksi sputum berwarna keputihan
c) Pernafasan biasanya cepat, fase ekspirasi biasanya memanjang
d) Penggunaan otot bantu pernafasan
e) Bunyi nafas mengi sepanjang area paru pada ekspirasi dan
kemungkinan selama inspirasi berlanjut sampai penurunan/ tidak
adanya bunyi nafas.
i. Keamanan

Riwayat reaksi alergi / sensitif terhadap zat

L. Diagnosa Keperawatan
1. Bersihan jalan napas tidak efektif b.d spasme jalan napas
2. Pola napas tidak efektif b.d hambatan upaya napas
3. Gangguan pertukaran gas b.d perubahan membran alveolus-kapiler

M. Intervensi

1. Bersihan jalan napas tidak efektid b.d spasme jalan napas

18
Tujuan : setelah dilakukan tindakan selama 3 x 24 jam diharapkan bersihan
jalan napas meningkat

Kriteria hasil :

a. Batuk efektif meningkat

b. Produksi sputum menurun

c. Mengi menurun

d. Wheezing menurun

e. Pola napas membaik

Intervensi : Latihan batuk efektif

Observasi

a. Identifikasi kemampuan batuk

b. Monitor adanya retensi sputum

Terapeutik

a. Atur posisi semi fowler

b. Pasang perlak dan bengkok di pangkuan pasien

c. Buang sekret pada tempat sputum

Edukasi

a. Jelaskan tujuan dan prosedur batuk efektif

b. Anjurkan tarik napas dalam melalui hidung selama 4 detik, ditahan selama
2 detik, kemudian keluarkan dari mulut dengan bibir mecucu (dibulatkan)
selama 8 detik

c. Anjurkan mengulangi napas dalam selama 3 kali

d. Anjurkan batuk dengan kuat langsung setelah tarik napas dalam hingga 3
kali

19
Kolaborasi

a. Kolaborasi pemberian mukolitik

2. Pola napas tidak efektif b.d hambatan upaya napas (nyeri saat bernapas)

Tujuan : setelah dilakukan tindakan selama 3 x 24 jam diharapkan pola napas


membaik

Kriteria hasil :

a.Dispnea menurun

b. Frekuensi napas membaik

c. Kedalaman napas membaik

Intervensi : Manajemen jalan napas

Observasi

a. Monitor pola napas (frekuensi, kedalaman, usaha napas)

b. Monitor bunyi nafas tambahan (mis. gurgling, mengi, wheezing, ronkhi kering)

Terapeutik

a. Posisikan semi fowler

b. Berikan minuman hangat

c. Lakukan fisioterapi dada, jika perlu

d. Berikan oksigen

Edukasi

a. Anjurkan asupan cairan 2000 ml/hari, jika tidak kontraindikasi

Kolaborasi

b. Kolaborasi pemberian bronkodilator, ekspektoran, mukolitik, jika perlu

3. Gangguan pertukaran gas b.d perubahan membran alveolus-kapiler

20
Tujuan : setelah dilakukan tindakan selama 3 x 24 jam diharapkan pertukaran gas
meningkat

Kriteria hasil :

a. Dispnea menurun

b. Bunyi napas tambahan menurun

c. PCO2 membaik

d. PO2 membaik

e. Takikardia membaik

Intervensi : Pemantauan respirasi

Observasi

a. Monitor frekuensi, irama, kedalaman dan upaya napas

b. Monitor pola napas (takipnea)

c. Palpasi kesimetrisan ekspansi paru

d. Auskultasi bunyi napas

e. Monitor saturasi oksigen

Terapeutik

a. Atur interval pemantauan respirasi sesuai kondisi pasien

b. Dokumentasikan hasil pemantauan

Edukasi

a. Jelaskan tujuan dan prosedur pemantauan

b. Informasikan hasil pemantauan

21
IMPLEMENTASI

NO TGL/ IMPLEMENTASI T TGL/ EVALUASI T


DX JAM T JAM T
D D
1 24 - Mengobservasi KU dan 24 S :px mengatakan
Jan TTV Jan batuk dan sesak
2022 • TD : 130/ 80 mmHg 2022 sedikit berkurang
(12.0 • Nadi : 88 X / menit (12.0
0- 13. • S : 36 ° 0- 13. O:
00) • RR : 28 X /menit 00) 1. KU lemah
-Mengidentifikasi 2. Batuk terus
kemampuan batuk menerus
-Memonitor adanya retensi 3. PX tampak
sputum relaks, batuk
-Mengatur posisi semi fowler menurun
- Menganjurkan tarik napas 4. TD : 130/ 80
dalam melalui hidung selama mmHg, Nadi : 88
4 detik, ditahan selama 2 X / menit, S : 36 °,
detik, kemudian keluarkan RR : 24 X /menit
dari mulut dengan bibir 5. Kemampuan
mecucu (dibulatkan) selama 8 batuh efektik
detik membaik
-Memberikan mukolitik 6. Laatihan batuh
efektif diterapkan
dengan baik
7. Sputum bisa
keluar maksimal

22
A : Bersihan jalan
nafas tidak efektik
(masalah teratasi)

P : Intervensi
dilanjutkan
2 24 - Mengobservasi KU dan 24 S :px mengatakan
Jan TTV Jan sesak nafas
2022 • TD : 130/ 80 mmHg 2022 berkurang
(12.0 • Nadi : 88 X / menit (12.0
0- 13. • S : 36 ° 0- 13. O:
00) • RR : 28 X /menit 00) 1. KU lemah
-Memonitor pola nafas 2. Pola nafas
-Memonitor bunyi nafas membaik
• Tambahan suara nafas : 3. PX tampak
whezing sedikit relaks
-Memberikan minuman 4. TD : 130/ 80
hangat mmHg, Nadi : 88
-Melakukan fisioterapi dada X / menit, S : 36 °,
-memberikan oksigen sesuai RR : 24 X /menit
prosedur 5. Tambahan suara
-Kolaborasi pemberian nafas tidak ada
bronkodilator (normal)

A : Pola nafas tidak


efektif (masalah
teratasi)

P : Intervensi
dilanjutkan
3 24 - Mengobservasi KU dan 24 S :px mengatakan
Jan TTV Jan sesak berkurang
2022 • TD : 130/ 80 mmHg 2022

23
(12.0 • Nadi : 88 X / menit (12.0 O:
0- 13. • S : 36 ° 0- 13. 1. KU lemah
00) • RR : 28 X /menit 00) 2. Pola nafas
-Memonitor pola nafas membaik
-Melakukan palpasi 3. PX tampak
kesimetrisan paru sedikit relaks
-Memonitor saturasi oksigen 4. TD : 130/ 80
mmHg, Nadi : 88
X / menit, S : 36 °,
RR : 24 X /menit
5. Paru-paru
simetris

A : Pola nafas tidak


efektif (masalah
teratasi)

P : Intervensi
dilanjutkan

24
BAB III

PENUTUP

A. Kesempulan
Asma bronkial adalah kondisi medis yang menyebabkan saluran napas paru-
paru membengkak dan menyempit. Pembengkakan membuat jalur udara
menghasilkan lendir berlebihan sehingga sulit untuk bernapas, yang menyebabkan
batuk, napas pendek, dan mengi.
Gejala pada setiap orang berbeda-beda dan tergantung pada faktor lingkungan.
Penderitanya dapat menunjukkan gejala penyakit yang intens atau periodik yang
mungkin muncul pada waktu tertentu. Berikut tanda dan gejala asma paling umum
yang dapat membantu mendiagnosis:
a) Sesak napas saat berbicara, tertawa, atau berlari.
b) Nyeri dada atau sesak.
c) Sleep apnea atau masalah saat tidur yang disebabkan sesak napas.
d) Batuk atau mengi (suara siulan dari dada saat tidur atau berbaring).
e) Pilek dan flu karena infeksi virus.

B. Saran

a. Tenaga Keperawatan, Diharapkan mampu memahami tentang penatalaksanaan


pada pasien dengan asma bronkial.

b. Mahasiswa, Diharapkan mampu menambah wawasan dan pengetahuan bagi


semua mahasiswa tentang asuhan keperawatan pada pasien dengan asma bronkial.

25
DAFTAR PUSTAKA

Somantri, Irman. (200P9). Asuhan Keperwatan pada Klien Gangguan Sistem Pernapasan (p
27-30). Jakarta : Salemba Medika.

Kemenkes RI. (2012). Profil Kesehatan Indonesia 2012. Depkes RI. Jakarta

http://www.depkes.go.id/download.php?file=download/pusdatin/infodatin/infodatin-
asma.pdf.

Price, Sylvia. A. & Willson, Lorrains M. (2005). Patofisiologi dan Konsep Klinis Proses-
Proses Penyakit. Jakarta : EGC

Smeltzer & Bare. (2010). Buku Ajar Keperawatan Medika Bedah. Jakarta : EGC

PPNI (2016). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia. Definisi dan Indikator Diagnostik.
Edisi 1. Jakarta : DPP PPNI PPNI (2018).

Standar Intervensi Keperawatan Indonesia. Definisi dan Tindakan Keperawatan. Edisi 1.


Jakarta : DPP PPNI PPNI (2018).

Standar Luaran Keperawatan Indonesia. Definisi dan Kriteria Hasil Keperawatan. Edisi 1.
Jakarta : DPP PPNI

26

Anda mungkin juga menyukai