Anda di halaman 1dari 28

LAPORAN PENDAHULUAN GADAR

EPUSI PLEURA

NAMA : ANTIN SINDI W.


TINGKAT : 2A
NIM : P17240213033

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES MALANG

JURUSAN KEPERAWATAN

PROGRAM STUDI DIPLOMA 3 TRENGGALEK

2022/2023

LEMBAR PENGESAHAN
1. Judul : Laporan Pendahuluan Gadar Epusi Pleura
2. Penulis : Antin Sindi Widari (P17240213033)
3. Dosen Mata Kuliah :
a. Nama Lengkap dan Gelar : Ns. Edi Yuswantoro, S.Kep,.M.Kep
b. NIP : 19770604 200501 1 013
c. Alamat Rumah dan No. Telp/Hp : -

Trenggalek, 6 Februari 2023


Pembuat Laporan

(Antin Sindi Widari)

Menyetujui,
Dosen Pembimbing

(Ns. Edi Yuswantoro, S.Kep,.M.Kep)


NIP. 19770604 200501 1 013

Kaprodi D-III Keperawatan Trenggalek

Ns. Rahayu Niningasih, S.Kep.,M.Kes


NIP. 19691121 199203 2 005

KATA PENGANTAR

ii
Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan
hidayah-Nya sehingga penyusun dapat menyelesaikan tugas makalah yang
berjudul “Laporan Pendahuluan Gadar Efusi Pleura” ini tepat pada waktunya.
Adapun tujuan dari penulisan laporan pendahuluan ini adalah untuk memenuhi
tugas Dosen pada mata kuliah “Keperawatan Gawat Darurat”. Selain itu, makalah
ini juga bertujuan untuk menambah wawasan tentang definisi, klasifikasi, etiologi,
patofisiologi, manifestasi klinis, faktor resiko, tanda dan gejala umum,
komplikasi, penatalaksanaan, pemeriksaan penunjang dan asuhan keperawatan
kegawatdaruratan Efusi Pleura bagi para pembaca khususnya mahasiswa
keperawatan.

Penyusun menyadari dalam makalah ini masih banyak kekurangan, karena


keterbatasan kemampuan maupun pengalaman. Maka dari itu penyusun
mengharapkan kritik dan saran yang membangun dan memperbaiki kekurangan
ataupun kekeliruan yang ada. Harapan penyusun semoga laporan pendahuluan ini
dapat bermanfaat bagi mahasiswa untuk menambah wawasan dalam bidang
Keperawatan Gawat Darurat.

Penyusun juga mengucapkan terima kasih dan mohon maaf apabila dalam
pembuatan laporan pendahuluan ini masih terdapat kesalahan, oleh karena itu
kritik dan saran yang membangun sangat penyusun harapkan dari pembaca demi
kesempurnaan laporan pendahuluan ini. Kami berharap semoga laporan
pendahuluan ini dapat bermanfaat bagi kita semua.

Trenggalek, 6 Februari 2023

Penyusun

iii
DAFTAR ISI

LEMBAR PENGESAHAN..............................................................................................ii
KATA PENGANTAR.....................................................................................................iii
DAFTAR ISI....................................................................................................................iv
BAB 1 PENDAHULUAN.................................................................................................1
1.1 Latar Belakang.................................................................................................1
1.2 Tujuan...............................................................................................................2
1.2.1 Tujuan Umum..................................................................................................2
1.2.2 Tujun Khusus...................................................................................................2
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA.......................................................................................4
2.1 Definisi..............................................................................................................4
2.2 Etiologi Epusi Pleura........................................................................................4
2.3 Patofisiologi Epusi Pleura................................................................................5
2.4 Manifestasi klinis..............................................................................................7
2.5 Pemeriksaan Penunjang..................................................................................8
2.6 Pertolongan Pertama Kegawatdaruratan......................................................9
2.7 Penata laksanaan kegawatdaruratan............................................................10
2.8 Dignosa Keperawatan....................................................................................12
2.9 Intervensi........................................................................................................16
BAB 3 PENUTUP...........................................................................................................21
3.1 Kesimpulan.....................................................................................................21
3.2 Saran...............................................................................................................22
DAFTAR PUSTAKA.....................................................................................................23

iv
BAB 1

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang

Manusia merupakan makhluk ciptaan Tuhan yang paling sempurna,


manusia mempunyai beberapa kebutuhan dasar yang harus terpenuhi demi
keberlangsungan kehidupan. Kebutuhan dasar manusia merupakan unsur
unsur yang dibutuhkan oleh manusia dalam mempertahankan keseimbangan
fisiologis maupun psikologis yang bertujuan untuk mempertahankan
kehidupan dan kesehatan. Salah satu keseimbangan fisiologis yang perlu
dipertahankan, yaitu saluran pernafasan yang berfungsi menghantarkan udara
(oksigen) dari atmosfer yang kita hirup dari hidung dan berakhir prosesnya di
paru-paru untuk memenuhi kebutuhan metabolisme tubuh (Rosmalawati &
Kasiati, 2016). Gangguan sistem pernapasan merupakan penyebab utama
banyaknya ukuran dan jumlah individu yang terkena penyakit di bagian organ
pernapasan. Salah satu penyakit gangguan sistem pernapasan pada manusia
yaitu efusi pleura. Efusi pleural adalah pengumpulan cairan dalam ruang
pleura yang terletak diantara permukaan visceral dan parietal, proses penyakit
primer jarang terjadi tetapi biasanya merupakan penyakit sekunder terhadap
penyakit lain. Secara normal, ruang pleural mengandung sejumlah kecil cairan
(5 sampai 15ml) berfungsi sebagai pelumas yang memungkinkan permukaan
pleural bergerak tanpa adanya friksi (Utama, 2018:18).
Menurut WHO (2018), per 100.000 populasi pada tahun 2016 penyakit
TB merupakan penyakit yang memicu efusi pleura terjadi sejumlah 391 di
Indonesia. Berdasarkan riskesdas (2018) penyakit menular yang dapat memicu
terjadinya efusi pleura seperti TBC 0,4% dari penduduk Indonesia meningkat
daripada tahun 2013 sebesar 0,1% , pneumonia 2,0% meningkat daripada
tahun 2013 sebesar 1,5%. Sedangkan prevalensi penyakit tidak menular
seperti gagal jantung yang pernah di diagnosis dokter di Indonesia sebesar
1,6%% dan gagal ginjal kronik sebesar 1,9% menurun daripada tahun 2013
sebesar 2,0%. Dinkes provinsi Jawa Timur (2016), di Jawa Timur juga tidak
ada data prevalensi angka kejadian efusi pleura, namun Jawa Timur

1
menduduki peringkat no 2 sebagai provinsi dengan penderita TBC terbanyak
seIndonesia. TBC sendiri merupakan penyakit yang dapat memicu terjadinya
efusi pleura. Di kota Trenggalek sendiri angka kejadian TBC sebanyak 401
kasus (Badan Pusat Statistik JATIM,2020).
Penyebab efusi pleura di Indonesia dikarenakan pola kehidupan sehari-
hari yang tidak kondusif. Kebiasaan merokok menjadi faktor pencetus utama
timbulnya penyakit tersebut. Asap rokok yang mengendap dapat menimbulkan
pneumonia. Apabila tidak ditangani lebih awal, akan menyebabkan
komplikasi efusi pleura atau bahkan kematian. TBC sendiri merupakan
penyakit yang disebabkan oleh bakteri. Tetapi merokok menyebabkan
kekebalan tubuh menurun, sehingga orang yang terkena infeksi paru akut bisa
terkena bakteri TBC dan bisa timbul efusi pleura atau bahkan kematian.
Karakteristik tanda dan gejala dari efusi pleura yang sering terjadi seperti
sesak nafas, batuk kering, dan nyeri dada pleuritik. Pada pemeriksaan fisik
biasanya dapat ditemukan bunyi redup saat dilakukan perkusi, berkurangnya
taktil vokal fremitus saat dilakukan palpasi, dan penurunan bunyi napas pada
auskultasi paru (Karkhanis, 2012).
Melihat jumlah kejadian diatas, gangguan oksigenasi merupakan masalah
utama yang dapat terjadi. Kebutuhan oksigen yang tidak dapat terpenuhi dapat
menghambat kerja organ tubuh yang lain, seperti otak, jantung, ginjal, dll.
Kekurangan asupan oksigen dapat menyebabkan kerusakan jaringan,
terhambatnya sirkulasi, hingga kematian. Oleh karena itu Perawat sebagai
pemberi asuhan keperawatan harus memperhatikan keadaan klien dan
melakukan tindakan yang tepat untuk klien yang mengalami gangguan
kebutuhan oksigenasi untuk mencegah terjadinya komplikasi lebih lanjut
seperti pneumonia, peneumothoraks, gagal nafas dan kolaps paru sampai
dengan kematian.

1.2 Tujuan
1.2.1 Tujuan Umum
Memahami laporan pendahuluan asuhan keperawatan gawar darurat yang
harus diberikan pada klien dengan epusi pleura
1.2.2 Tujun Khusus

2
a. Memahami definisi dari efusi pleura
b. Memahami etiologi dari efusi pleura
c. Memahami patofisiologi dari efusi pleura
d. Memahami manifestasi klinis dari efusi pleura
e. Memahami pemeriksaan penunjang yang harus dilakukan pada klien
dengan efusi pleura
f. Memahami pertolongan pertama kegawatdaruratan pada klien dengan
efusi pleura
g. Memahami penatalaksanaan kegawatdaruratan pada klien dengan efusi
pleura
h. Memahami diagnose keperawatan pada klien dengan efusi pleura
i. Memahami intervensi keperawatan pada klien dengan efusi pleura

3
BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi

Efusi pleura adalah penumpukan cairan di dalam ruang pleural, proses


penyakit primer jarang terjadi namun biasanya terjadi sekunder akibat
penyakit lain. efusi dapat berupa cairan jernih, yang mungkin merupakan
transudate, eksudat, atau dapat berupa darah atau pus. Efusi pleura adalah
pengumpulan cairan dalam ruang pleura yang terletak diantara permukaan
visceral dan parietal, proses penyakit primer jarang terjadi tetapi biasanya
merupakan penyakit sekunder terhadap penyakit lain (Nurarif et al, 2015).
Secara normal, ruang pleural mengandung sejumlah kecil cairan (5 sampai
15ml) berfungsi sebagai pelumas yang memungkinkan permukaan pleural
bergerak tanpa adanya friksi (Utama, 2018:18).

Efusi pleura merupakan keadaan terdapat cairan dalam jumlah


berlebihan di dalam rongga pleura. Pada kondisi normal, rongga ini hanya
berisi sedikit cairan ekstrasel yang melumasi permukaan pleura. Peningkatan
produksi atau penurunan pengeluaran cairan akan mengakibatkan efusi
pleura. Empiema merupakan penumpukan pus dan jaringan nekrotik di dalam
rongga pleura. Darah (hemotoraks) dan kilus atau cairan getah bening
(kilotoraks) dapat pula terkumpul di daerah ini (Kowalak, 2011:250).

4
2.2 Etiologi Epusi Pleura

Menurut (Kowalak, 2011:250) efusi pleura transudatif sering terjadi


karena gagal jantung, penyakit hepar yang disertai asites, dialysis peritoneal,
hipoalbuminemia, dan gangguan yang menimbulkan peningkatan volume
intravaskuler secara berlebihan. Efusi pleura eksudatif terjadi pada
tuberkulosis (TB), abses subfrenikus, pankreatitis, pneumonitis, atau
empiema bacterial atau fungus, malignansi, emboli paru dengan atau tanpa
infark paru, penyakit kolagen (lupus eritematosus [LE] serta asrtritis
rematoid), miksedema, dan trauma dada. Empiema dapat terjadi karena
infeksi idiopatik atau dapat berkaitan dengan pneumonitis, karsinoma,
perforasi, atau ruptura esofagus.

Transudat adalah cairan pleura dalam keadaan normal yang jumlahnya


sedikit. Transudat terjadi apabila hubungan normal antara tekanan kapiler
hidrostatik dan koloid osmotik menjadi terganggu, sehingga terbentuknya
cairan pada satu sisi pleura akan melebihi reabsorpsi oleh pleura lainnya.
Biasanya hal ini terdapat pada meningkatnya tekanan kapiler sistemik,
meningkatnya tekanan kapiler pulmoner, menurunnya tekanan koloid osmotik
dalam pleura, dan menurunnya tekanan intra pleura (Sudoyo, 2009:2330).

Eksudat merupakan cairan yang terbentuk melalui membrane kapiler


yang permeabelnya abnormal dan berisi protein berkonsentrasi tinggi
dibandingkan protein transudate. Terjadinya perubahan permeabilitas
membrane adalah karena adanya peradangan pada pleura. Protein yang
terdapat dalam cairan pleura kebanyakan berasal dari saluran getah bening.
Kegagalan aliran protein getah bening akan menyebabkan peningkatan
konsentrasi protein cairan pleura, sehingga menimbulkan eksudat (Sudoyo,
2009:2331).

Menurut (Padila, 2012:120), kelebihan cairan rongga pleura dapat


terkumpul pada proses penyakit neoplastic, tromboembolik, kardiovaskuler,
dan infeksi. Ini disebabkan oleh sedikitnya satu dari empat mekanisme dasar:
a. Peningkatan tekanan kapiler subpleural atau limfatik.

5
b. Penurunan tekanan osmotik koloid darah.
c. Peningkatan tekanan negatif intrapleural.
d. Adanya inflamasi atau neoplastic pleura.

2.3 Patofisiologi Epusi Pleura

a. Uraian
Patofisiologi terjadinya efusi pleura tergantung pada keseimbangan
antara cairan dan protein dalam rongga pleura. Dalam keadaan normal
cairan pleura dibentuk secara lambat sebagai filtrasi melalui pembuluh
darah kapiler. Filtrasi ini terjadi karena perbedaan tekanan osmotik plasma
dan jaringan interstisial submesotelial, kemudian melalui sel mesotelial
masuk ke dalam rongga pleura (Sudoyo, 2009:2329). Di dalam rongga
pleura terdapat kurang lebih 5ml cairan yang cukup untuk membasahi
seluruh permukaan pleura parietalis dan pleura viseralis. Sebagian cairan
ini diserap kembali oleh kapiler paru dan pleura viseralis, sebagian kecil
lainnya (10-20%) mengalir ke dalam pembuluh limfe sehingga aliran
cairan disini mencapai 1 liter sehariannya (Padila, 2012:121). Tekanan
yang seimbang dalam kapiler pleura viseralis meningkatkan reabsorpsi
cairan ini. Tekanan hidrostatik yang berlebihan atau tekanan osmotik yang
menurun dapat menyebabkan cairan berlebihan tersebut mengalir melintasi
kapiler yang utuh. Akibatnya akan terjadi efusi pleura transudatif.
Sedangkan ketika kapiler memperlihatkan peningkatan permeabilitas
dengan atau tanpa perubahan tekanan hidrostatik dan tekanan osmotik
koloid, dapat mengakibatkan efusi pleura eksudatif (Kowalak, 2011:250-
251).

b. Skema

6
2.4 Manifestasi klinis

Menurut Saferi & Mariza (2013) gambarakn klinis effusi pleura


tergantung pada penyakit dasarnya:

1. Sesak napas

2. Rasa berat pada dada

3. Bising jantung (pada payah jantung)

4. Batuk yang kadang-kadang berdarah pada perokok (ca bronkus)

5. Lemas yang progresif

7
6. BB menurun (pada neoplasma)

7. Demam subfebril (pada tb)

8. Demam menggigil (pada empiema)

9. Asitesis (pada sirosi hati)

10. Asites dengan tumor pelvis (pada sindrom meig)

2.5 Pemeriksaan Penunjang

Menurut (Pranita, 2020), pemeriksaan penunjang yang dilakukan pada


pasien efusi pleura adalah:

a. Radiografi dada
Merupakan studi pencitraan pertama yang dilakukan ketika
mengevaluasi efusi pleura. Foto posteroanterior umumnya akan
menunjukkan adanya efusi pleura ketika ada sekitar 200 ml cairan pleura,
dan foto lateral akan terinterpretasi abnormal ketika terdapat sekitar 50 ml
cairan pleura.
b. Ultrasonografi thoraks
Juga memiliki peran yang semakin penting dalam evaluasi efusi
pleura karena sensitivitasnya yang lebih tinggi dalam mendeteksi cairan
pleura daripada pemeriksaan klinis atau radiografi toraks. Karakteristik
yang juga dapat dilihat pada USG dapat membantu menentukan apakah
terjadi efusi sederhana atau kompleks. Efusi sederhana dapat
diidentifikasi sebagai cairan dalam rongga pleura dengan echotexture
homogen seperti yang terlihat pada sebagian besar efusi transudatif,
sedangkan efusi yang kompleks bersifat echogenic, sering terlihat septasi
di dalam cairan, dan selalu eksudat. Bedside Ultrasound dianjurkan saat
melakukan thoracentesis untuk meningkatkan akurasi dan keamanan
procedural pleura melalui biopsi jalur perkutaneus. Komplikasi biopsi
adalah pneumothoraks, hemothoraks, penyebaran infeksi dan tumor
dinding dada.
c. Analisa cairan pleura

8
Untuk diagnostik cairan pleura perlu dilakukan pemeriksaan:
1. Warna cairan - Haemorragic pleural efusion, biasanya pada klien
dengan adanya keganasan paru atau akibat infark paru terutama
disebabkan oleh tuberkolosis. - Yellow exudates pleural efusion,
terutama terjadi pada keadaan gagal jantung kongestif, sindrom
nefrotik, hipoalbuminemia, dan perikarditis konstriktif. - Clear
transudate pleural efusion, sering terjadi pada klien dengan keganasan
ekstrapulmoner.
2. Biokimia, untuk membedakan transudasi dan eksudasi.
3. Sitologi, pemeriksaan sitologi bila ditemukan patologis atau dominasi
sel tertentu untuk melihat adanya keganasan
4. Bakteriologi
Biasanya cairan pleura steril, tapi kadang-kadang dapat
mengandung mikroorganisme, apalagi bila cairannya purulen. Efusi
yang purulen dapat mengandung kuman-kuman yang aerob ataupun
anaerob. Jenis kuman yang sering ditemukan adalah Pneumococcus,
E.coli, clebsiella, Pseudomonas, Enterobacter.
d. CT Scan Thoraks
Berperan penting dalam mendeteksi ketidaknormalan konfigurasi
trakea serta cabang utama bronkus, menentukan lesi pada pleura dan
secara umum mengungkapkan sifat serta derajat kelainan bayangan yang
terdapat pada paru dan jaringan toraks lainnya (Pranita, 2020)

2.6 Pertolongan Pertama Kegawatdaruratan

Pertolongan pertama pada pasien dengan efusi pleura adalah


mengeluarkan cairan dari rongga pleura agar pasien bisa bernafas kembali
dan tidak merasakan nyeri. Proses ini dilakukan untuk membuat paru-paru
mengembang dengan baik agar pasien dapat bernapas lebih mudah. Beberapa
prosedurnya meliputi:

1. Thorakosentesis.
Thoracentesis adalah prosedur medis untuk mengambil cairan
berlebih pada pleura melalui jarum yang yang dimasukkan ke rongga

9
dada. Prosedur ini umumnya dilakukan bila penumpukan cairan di paru-
paru cukup banyak dan menyebabkan pasien kesulitan bernapas dan
nyeri dada.
2. Chest tube.
Chest tube adalah prosedur pemasangan selang khusus (kateter)
pada rongga pleura melalui sayatan kecil di dada. Selang ini dihubungkan
dengan sebuah mesin untuk mengeluarkan cairan dari pleura. Durasi
pengeluaran cairan bisa berlangsung selama beberapa hari sehingga
pasien perlu dirawat di rumah sakit.
3. Pleural drain.
Prosedur ini mirip dengan chest tube, namun kateter dipasang
dalam jangka panjang. Pasien bisa secara mandiri mengeluarkan cairan
dari pleura. Prosedur ini umumnya dipilih bila efusi pleura terus terjadi.
4. Pleurodesis.
Pleurodesis adalah prosedur penyuntikan zat pemicu peradangan,
seperti talc atau doxycycline, ke rongga pleura. Prosedur ini umumnya
dilakukan setelah cairan di dalam rongga pleura dikeluarkan dan
biasanya dipilih bila efusi pleura sering kambuh.
5. Operasi atau pembedahan.
Operasi dipilih bila teknik pengeluaran cairan dari rongga paru
yang lain tidak efektif. Operasi dilakukan dengan mengangkat jaringan
pada rongga dada yang diduga menyebabkan efusi pleura. Ada dua jenis
Tindakan operasi yang bisa dilakukan, yaitu torakoskopi atau torakotomi.

2.7 Penata laksanaan kegawatdaruratan

Tujuan penatalaksanaan pada efusi pleura adalah paliasi atau mengurangi


gejala. Pilihan terapi harus tergantung pada prognosis, kejadian efusi
berulang, dan keparahan gejala pada pasien (Pranita, 2020)

a. Thorakosintesis
Thorakosintesis diindikasikan untuk efusi pleura baru yang tidak
tau penyebabnya. Obeservasi dan optimal medical therapy (OMT)
tanpa dilakukan thorasentesis merupakan hal yang wajar dalam

10
penanganan efusi pleura karena gagal jantung atau setelah operasi
CABG. Namun manifestasi lain (seperti demam, pleuritis; radang
selaput dada) atau kegagalan untuk menanggapi terapi pada pasien
harus segera dipertimbangkan dilakukan thorasentesis diagnostik.
b. Pemeriksaan laboratorium
Analisis cairan pleura, penampilan makroskopis cairan pleura
harus diperhatikan saat dilakukan thoracentesis, karena dapat
menegakkan diagnosis. Cairan bisa sifatnya serosa, serosanguineous
(ternoda darah), hemoragik, atau bernanah. Cairan berdarah
(hemoragik) sering terlihat pada keganasan, emboli paru dengan infark
paru, trauma, efusi asbes jinak, atau sindrom cedera jantung. Cairan
purulen dapat dilihat pada empiema dan efusi lipid. Sebagai tambahan,
bau busuk dapat menyebabkan infeksi anaerob dan bau amonia menjadi
urinothorax. Karakterisasi cairan pleura sebagai transudat atau eksudat
membantu menyingkirkan diagnosis banding dan mengarahkan
pemeriksaan selanjutnya.
c. Kimia darah
Pada pemeriksaan kimia darah konsentrasi glukosa dalam cairan
pleura berbanding lurus dengan kelainan patologi pada cairan pleura.
Asidosis cairan pleura (pH rendah berkorelasi dengan prognosis buruk
dan memprediksi kegagalan pleurodesis. Pada dugaan infeksi pleura,
pH kurang dari 7,20 harus diobati dengan drainase pleura. Amilase
cairan pleura meningkat jika rasio cairan amilase terhadap serum pleura
lebih besar dari 1,0 dan biasanya menunjukkan penyakit pankreas,
ruptur esofagus, dan efusi yang ganas.
d. Water Seal Drainage (WSD)
Drainase cairan (Water Seal Drainage) jika efusi menimbulkan
gejala subyektif seperti nyeri, dispnea, dll. Cairan efusi sebanyak 1 –
1,2 liter perlu dikeluarkan segera untuk mencegah meningkatnya edema
paru, jika jumlahcairan efusi lebih banyak maka pengeluaran cairan
berikutya baru dapat dilakukan 1 jam kemudian. Pada efusi yang
terinfeksi perlu segera dikeluarkan dengan memakai pipa intubasi

11
melalui selang iga. Bila cairan pusnya kental sehingga sulit keluar atau
bila empiemanya multiokuler, perlu tindakan operatif. Mungkin
sebelumnya dapat dibantu dengan irigasi cairan garam fisiologis atau
larutan antiseptik. Pengobatan secara sistemik hendaknya segera
dilakukan, tetapi terapi ini tidak berarti bila tidak diiringi pengeluaran
cairan yang adequate.
Untuk mencegah terjadinya lagi efusi pleura setelah aspirasi
dapat dilakukan pleurodesis yakni melengketkan pleura viseralis dan
pleura parietalis. Zat-zat yang dipakai adalah tetrasiklin, Bleomicin,
Corynecbaterium parvum dll (Pranita, 2020)
2.8 Dignosa Keperawatan

Berikut adalah uraian dari masalah yang timbul bagi penderita efusi pleura
sebelum dilakukan tindakan invasif menurut (Nurarif et al, 2015) dan (PPNI,
2017):

A. Pola Napas Tidak Efektif (D. 0005)


1. Definisi Masalah Inspirasi dan/atau ekspirasi yang tidak memberikan
ventilasi adekuat.
2. Penyebab Hambatan upaya napas (mis. Nyeri saat bernafas, kelemahan
otot pernafasan )
3. Gejala Dan Tanda
- Data Mayor
1. Subjektif: dipsnea
2. Objektif:
a. Penggunaan otot bantu pernapasan
b. Fase ekspirasi memanjang
c. Pola napas yang abnormal (misalnya takipnea, bradipnea,
hiperventilasi, kussmaul, cheyne-stokes)
- Data Minor
1. Subjektif: Ortopnea
2. Objektif
a. Pernapasan pursed lip
b. Pernapasan cuping hidung

12
c. Diameter thoraks anterior posterior meningkat
d. Ventilasi semenit menurun
e. Kapitas vital menurun
f. Tekanan Ekspirasi menurun
g. Tekanan Inspirasi menurun
h. Ekskursi dada berubah

B. Gangguan Pertukaran Gas (D.0003)


1. Definisi kelebihan atau kekurangan oksigenasi dan/atau eliminasi
karbondioksida pada membran alveolus-kapiler
2. Penyebab ketidakseimbangan ventilasi-perfusi dan perubahan membran
alveolus-kapiler
3. Gejala dan tanda
- Mayor
1. Subjektif : Dispnea
2. Objektif :
a. PCO2 meningkat/menurun
b. PO2 menurun
c. Takikardia
d. pH arteri meningkat/menurun
e. Bunyi napas tambahan
- Minor
1. Subjektif : Pusing dan Penglihatan kabur
2. Objektif :
a. Sianosis
b. Diaforesis
c. Gelisah
d. Napas cuping hidung
e. Pola napas abnormal
f. Kesadaran menurun

C. Resiko Defisit Nutrisi (D.0032)

13
1. Definisi beresiko mengalami asupan nutrisi tidak cukup untuk memenuhi
kebutuhan metabolisme
2. Faktor resiko
a. Ketidakmampuan menelan makanan
b. Ketidakmampuan mencerna makanan
c. Ketidakmampuan mengabsorbsi nutrient
d. Peningkatan kebutuhan metabolism
e. Faktor ekonomi (mis. Finansial tidak mencukupi)
f. Faktor psikologis (mis. Stress, keengganan untuk makan)

D. Nyeri akut (D.0077)


1. Definisi pengalaman sensorik atau emosional yang berkaitan dengan
kerusakan jaringan actual atau fungsional, dengan onset mendadak atau
lambat dan berintensitas ringan hingga berat yang berlangsung kurang dari
3 bulan

2. Penyebab
a. Agen pencidera fisiologis (mis. Inflamasi, iskemia, neoplasma)
b. Agen pencidera kimiawi (mis. Terbakar, bahan kimia iritan)
c. Agen pencidera fisik (mis. Abses, amputasi, terbakar, terpotong dll)

3. Gejala dan tanda


- Mayor
1. Subjektif : mengeluh nyeri
2. Objektif
a. Tampak meringis
b. Bersikap protektif (mis. Waspada, posisi menghindari nyeri)
c. Gelisah
d. Frekuensi nadi meningkat
e. Sulit tidur
- Minor
1. Subjektif : tidak tersedia

14
2. Objektif
a. Tekanan darah meningkat
b. Pola napas berubah
c. Nafsu makan berkurang
d. Diaphoresis

E. Intoleransi Aktivitas (D.0056)


1. Definisi ketidakcukupan energy untuk melakukan aktivitas sehari-hari
2. Penyebab
a. Ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan oksigen
b. Tirah baring
c. Kelemahan
d. Imobilitas
e. Gaya hidup monoton
3. Gejala dan tanda
- Mayor
1. Subjektif : mengeluh lelah
2. Objektif : frekuensi jantung meningkat >20% dari kondisi istirahat
- Minor
1. Subjektif
a. Dispnea saat/setelah aktivitas
b. Merasa tidak nyaman setelah beraktivitas
c. Merasa lemah
2. Objektif
a. Tekanan darah berubah > 20% dari kondisi istirahat
b. Gambaran EKG menunjukkan aritmia saat/setelah aktivitas
c. Sianosis

15
2.9 Intervensi

NO Diagnosis NIC NOC


. Keperawatan
1. Pola nafas tidak Setelah dilakukan asuhan Manajemen jalan
efektif (D.0005) keperawatan 1x24 jam diharapkan nafas
ekspirasi ventilasi adekuat Observasi :
membaik dengan kriteria hasil: 1. Monitor pola
1. Ventilasi semenit meningkat napas
2. Kapasitas vital meningkat 2. Monitor bunyi
3. Tekanan ekspirasi meningkat napas
4. Dispnea menurun 3. Monitor adanya
5. Penggunaan otot bantu napas sputum
menurun Terapeutik :
6. Pernapasan cuping hidung 4. Pertahankan
menurun kepatenan jalan
napas
5. Posisikan semi
fowler
6. Lakukan
fisioterapi dada
7. Berikan oksigen
Edukasi :
8. Anjurkan
asupan cairan
2000 ml/hari
9. Ajarkan teknik
batuk efektif
2. Gangguan Setelah dilakukan asuhan Pemantauan
pertukaran gas keperawatan 1x24 jam diharapkan respirasi

16
(D.0003) respirasi membaik dengan kriteria Observasi :
hasil: 1. Monitor pola
1. Dispnea menurun napas
2. Penggunaan otot bantu napas 2. Monitor
menurun saturasi oksigen
3. Frekuensi nafas membaik (12- 3. Monitor nilai
20x/menit) AGD
4. Gelisah menurun Terapeutik :
5. Pernapasan cuping hidung 4. Berikan
menurun oksigen
Edukasi :
5. Jelaskan tujuan
dan prosedur
pemantauan
3. Resiko defisit Setelah dilakukan asuhan Manajemen
nutrisi bd faktor keperawatan selama 1x24 jam gangguan makan
psikologis diharapkan asuhan nutrisi Observasi :
(keengganan untuk tercukupi dengan kriteria hasil : 1. Monitor asupan
makan) (D.0032) 1. Porsi makanan yang dihabiskan dan keluarnya
cukup meningkat makanan dan
2. Kekuatan otot menelan cairan serta
meningkat kebutuhan kalori
3. Kekuatan otot pengunyah Terapeutik :
meningkat 2. Timbang BB
4. Verbalisasi untuk meningkatkan secara rutin
nutrisi meningkat 3. Diskusikan
perilaku makan
dan jumlah
aktivitas fisik
termasuk
olahraga yang
sesuai

17
Edukasi :
4. Ajarkan
pengaturan diet
yang tepat
5. Ajarkan
keterampilan
koping untuk
penyelesaian
masalah
perilaku makan
Kolaborasi :
6. Kolaborasi
dengan ahli gizi
tentang cara
meningkatkan
asupan makan
4. Nyeri akut bd agen Setelah dilakukan asuhan Manajemen nyeri
pencidera keperawatan 1x24 jam diharapakan Observasi :
fisiologis (D.0077) tingkat nyeri menurun dengan 1. Identifikasi
kriteria hasil : lokasi,
1. Skala nyeri mengalami karakteristik,
penurunan durasi, frekuensi.
2. Gelisah cukup menurun Kualitas,
3. Kesulitan tidur cukup intensitas nyeri
menurun 2. Identifikasi
4. Pola napas cukup membaik respon nyeri non
verbal
Terapeutik :
3. Berikan teknik
nonfarmakologis
untuk
mengurangi rasa

18
nyeri
4. Fasilitasi
istirahat dan
tidur
Edukasi :
5. Jelaskan stategi
meredakan nyeri
Kolaborasi :
6. Kolaborasi
pemberian
analgetik, jika
perlu

5. Intoleransi Setelah dilakukan asuhan Manajemen energy


aktifitas (D.0056) keperawatan 1x24 jam diharapakan Observasi :
toleransi aktivitas klien mengalami 1. Monitor
peningkatan dengan kriteria hasil kelelahan fisik
1. Kemudahan dalam dan emosional
melakukan aktivitas sehari- Terapeutik :
hari meningkat 2. Berikan aktivitas
2. Keluhan lelah menurun distraksi yang
3. Dispnea saat aktivitas menenangkan
menurun Edukasi :
3. Anjurkan tirah
baring
4. Ajarkan strategi
koping untuk
mengurangi
kelelahan
Kolaborasi :
5. Kolaborasi
dengan ahli gizi

19
untuk
meningkatkan
asupan makanan

20
BAB 3

PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Efusi pleura adalah penumpukan cairan di dalam ruang pleural, proses
penyakit primer jarang terjadi namun biasanya terjadi sekunder akibat
penyakit lain. Efusi dapat berupa cairan jernih, yang mungkin merupakan
transudate, eksudat, atau dapat berupa darah atau pus. Efusi pleura adalah
pengumpulan cairan dalam ruang pleura yang terletak diantara permukaan
visceral dan parietal, proses penyakit primer jarang terjadi tetapi biasanya
merupakan penyakit sekunder terhadap penyakit lain (Nurarif et al, 2015).
Menurut (Kowalak, 2011:250) etiologi dari efusi pleura transudatif sering
terjadi karena gagal jantung, penyakit hepar yang disertai asites, dialysis
peritoneal, hipoalbuminemia, dan gangguan yang menimbulkan peningkatan
volume intravaskuler secara berlebihan. Sedangkan untuk etiologi efusi
pleura eksudatif dapat terjadi karena adanya penyakit tuberkulosis (TB),
abses subfrenikus, pankreatitis, pneumonitis, atau empiema bacterial atau
fungus, malignansi, emboli paru dengan atau tanpa infark paru, penyakit
kolagen (lupus eritematosus [LE] serta asrtritis rematoid), miksedema, dan
trauma dada. Empiema dapat terjadi karena infeksi idiopatik atau dapat
berkaitan dengan pneumonitis, karsinoma, perforasi, atau ruptura esophagus.
Patofisiologi terjadinya efusi pleura tergantung pada keseimbangan antara
cairan dan protein dalam rongga pleura. Biasanya adanya tekanan yang
seimbang dalam kapiler pleura viseralis meningkatkan reabsorpsi cairan ini.
Sementara itu tekanan hidrostatik yang berlebihan atau tekanan osmotik yang
menurun dapat menyebabkan cairan berlebihan tersebut mengalir melintasi
kapiler yang utuh. Akibatnya akan terjadi efusi pleura transudatif. Sedangkan
ketika kapiler memperlihatkan peningkatan permeabilitas dengan atau tanpa
perubahan tekanan hidrostatik dan tekanan osmotik koloid, dapat
mengakibatkan efusi pleura eksudatif (Kowalak, 2011:250-251).
Untuk manifestasi klinis dari efusi pleura sendiri menurut Saferi &
Mariza (2013) tergantung pada penyakit dasarnya diantaranya adalah sesak
napas, rasa berat pada dada, bising jantung (pada payah jantung), batuk yang

21
kadang-kadang berdarah pada perokok (ca bronkus), lemas yang progresif,
BB menurun (pada neoplasma), demam subfebril (pada tb), demam menggigil
(pada empiema), asitesis (pada sirosi hati) dan asites dengan tumor pelvis
(pada sindrom meig). Pemeriksaan penunjang pada efusi pleura terdiri dari
pemeriksaan radiografi dada, ultrasonografi thoraks, analisa cairan pleura,
dan CT scan thoraks. Sementara untuk pertolongan pertama
kegawatdaruratannya meliputi thorakosintesis, chest tube, pleural drain,
pleurodesis, serta operasi atau pembedahan. Penatalaksanaan
kegawatdaruratan pada efusi pleura antara lain yaitu thorakosintesis,
pemeriksaan laboratorium, kimia darah, water seal drainage (WSD). Untuk
perumusan diagnosis asuhan keperawatan pada klien dengan efusi pleura
mengacu pada buku SDKI (Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia) yang
diterbitkan oleh PPNI. Kemudian diagnosis yang sering terjadi pada pasien
efusi pleura meliputi pola napas tidak efektif, gangguan pertukaran gas, nyeri
akut. Resiko defisit nutrisi, dan intoleransi aktivitas. Sedangkan untuk
intervensi keperawatan pada klien dengan efusi pleura mengacu pada SIKI
(Standar Intervensi Keperawatan Indonesia) dan disesuaikan dengan
diagnosis keperawatan yang sudah diangkat.

3.2 Saran
1. Bagi Perawat
Perawat IGD hendaknya dalam memberikan asuhan keperawatan harus
sesuai dengan standar yang ada meliputi pengkajian, diagnosis
keperawatan, intervensi keperawatan, implementasi keperawatan dan
evaluasi keperawatan serta bertindak secara tepat, cepat dan hati-hati
untuk meminimalkan resiko cidera atau trauma pada klien serta
meningkatkan angka harapan hidup klien.
2. Bagi Mahasiswa
Semoga dengan adanya laporan pendahuluan kegawardaruratan pada
klien dengan efusi pleura ini bisa menambah wawasan serta ilmu dan
selalu meningkatkan kewaspadaan kita terhadap klien khususnya pada
klien dengan keadaan gawat darurat saat praktek dilapangan nanti.

22
DAFTAR PUSTAKA

Utama, Saktya Yudha Ardhi. 2018. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah
Sistem Respirasi. Yogyakarta: Deepublish
https://www.google.com/books?hl=id&lr=&id=2SJaDwAAQBAJ&oi=fnd
&pg=PA1&dq=Utama,+Saktya+Yudha+Ardhi.+2018.+Buku+Ajar+Keper
awatan+Medikal+Bedah+Sistem++Respirasi.+Yogyakarta:+Deepublish&
ots=-fxflF-IKD&sig=B2Ohgsr2KSm0hY5BkR61at4SHg4
Dinkes Provinsi Jawa Timur. 2016. Profil Kesehatan Provinsi Jawa Timur Tahun
2016, Surabaya: Kemenkes RI

Riskesdas. 2018. Hasil Utama Riskesdas, Jakarta: Kemenkes RI

WHO. 2018. Monitoring Health for The SDGs, Switzerland: WHO

Dinkes Jatim, (2020). Profil Kesehatan


https://dinkes.jatimprov.go.id/userfile/dokumen/PROFIL
%20KESEHATAN%202020.pdf

SAFERI, Andra; MARISA, Y. Keperawatan medikal bedah. Yogyakarta: Nuha


Medika, 2013.

PRANITA, Ni Putu Nita. WELLNESS AND HEALTHY. 2020

Nurarif, A. H., & Kusuma, H. (2015). NANDA NIC-NOC edisi refisi jilid 1 2015.

Jakarta: Media Action Publishing

Padila. 2012. Buku Ajar: Keperawatan Medikal Bedah Dilengkapi Asuhan


Keperawatan pada Sistem Cardio, Perkemihan, Integumen, Persyarafan,
Gastrointestinal, Muskuloskeletal, Reproduksi, dan Respirasi. Yogyakarta:
Nuha Medika

Sudoyo, Ari, dkk. 2009. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta: Internal
Publishing

Kowalak, Jennifer P. 2011. Buku Ajar Patofisiologi. Jakarta: EGC

23
Lenny T. 2021. Sehatq Efusi Pleura Tanda dan Gejala
https://www.sehatq.com/penyakit/efusi-pleura diakses pada 6 Februari
2023

Anonim. 2021. MyDoctors Efusi Pleura https://mydoctors.id/efusi-pleura/ diakses


pada 6 Februari 2023

24

Anda mungkin juga menyukai