Anda di halaman 1dari 23

FIELD TRIP KKPK 1

LAPORAN PENDAHULUAN TENTANG PENYAKIT DALAM


TRIGGER CASE SISTEM PERNAPASAN
# 1 ASTHMA BRONCHIAL

NAMA : ATHIRA INTAN SALSABILA


NIM : 206120026
MATA KULIAH : KKPK 1
DOSEN PEMBIMBING : DHIAH DWI KUSUMAWATI, S.ST., MPH

PRODI D3 KEBIDANAN TK 1 SEMESTER 2


UNIVERSITAS AL - IRSYAD CILACAP
2021/2022
KATA PENGANTAR

Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha Panyayang, Kami panjatkan
puja dan puji syukur atas kehadirat-Nya, yang telah melimpahkan rahmat, hidayah, dan inayah-Nya
kepada kami, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah Case Study mata kuliah Kebidanan
KKPK 1. Makalah case study ini telah kami susun dengan maksimal dan mendapatkan bantuan dari
berbagai pihak sehingga dapat memperlancar pembuatan makalah case study ini.Untuk itu kami
menyampaikan banyak terima kasih kepada semua pihak yang telah terlibat. Terlepas dari semua itu,
Kami menyadari sepenuhnya bahwa masih ada kekurangan baik dari segi susunan kalimat maupun
tata bahasanya. Oleh karena itu dengan tangan terbuka kami menerima segala saran dan kritik dari
pembaca agar kami dapat memperbaiki makalah ini. Akhir kata kami berharap semoga makalah case
study ini dapat memberikan manfaat maupun inspirasi terhadap pembaca.

CILACAP, 13 AGUSTUS 2021

ATHIRA INTAN SALSABILA


206120026

i
HALAMAN ABSTRAK

Studi Kasus Ketrampilan Klinik Praktik Kebidanan 1 Pada Ny.R.D


Dengan Asthma Bronchial Di Ruang Penyakit Dalam Badan Layanan Umum
IGD Rumah Sakit Umum Daerah Athira Intan Salsabila,A.M.Keb Cilacap.

ABSTRAK
Latar Belakang : Asma bronkial termasuk penyakit asma yang paling umum terjadi. Penyakit ini
dapat menyebabkan jalan napas paru membengkak (edema) dan menyempit, sehingga jalur udara
menghasilkan lendir yang berleb ihan. Kondisi ini membuat penderitanya sulit bernapas, yang
seringkali juga diikuti batuk, napas pendek, dan napas berbunyi (mengi). Asma bronkial dapat terjadi
pada semua umur namun sering dijumpai pada awal kehidupan. Sekitar setengah dari seluruh kasus
diawali sebelum berumur 10 tahun dan sepertiga bagian lainnya terjadi sebelum umur 40 tahun. Pada
usia anakanak, terdapat perbandingan 2:1 untuk laki-laki dibandingkan wanita, namun perbandingan
ini menjadi sama pada umur 30 tahun. Angka ini dapat berbeda antara satu kota dengan kota yang
lain dalam negara yang sama. Di Indonesia prevalensi asma berkisar antara 5 – 7 %.
Tujuan : Penelitian Menerapkan dan memperoleh gambaran umum pada Ny.R.D 28 tahun mengeluh
sesak nafas, cemas, hasil pemeriksaan, tekanan darah 110/70 mmHg, nadi 80 kali permenit, respirasi
30 kali permenit, terdengar bunyi whezzing saat diperiksa auskultas.

Metode : Pendekatan studi ketrampilan klinik praktik kebidanan 1 yang terdiri dari tujuh langkah
Varney yaitu : pengumpulan data, interpretasi data dasar, diagnosa potensial, tindakan segera,
perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi.

Kata kunci : Dewasa,Asma,Sesak nafas

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.......................................................................................................................................i
HALAMAN ABSTRAK...................................................................................................................................ii
DAFTAR ISI....................................................................................................................................................iii
BAB 1................................................................................................................................................................ 1
PENDAHULUAN.............................................................................................................................................1
A. LATAR BELAKANG..........................................................................................................................1
B. RUMUSAN MASALAH..........................................................................................................................1
BAB II...............................................................................................................................................................2
PEMBAHASAAN.............................................................................................................................................2
KONSEP DASAR ASMA BRONKIAL......................................................................................................2
1. PENGERTIAN.................................................................................................................................2
2. ETIOLOGI ASMA BRONKIAL.....................................................................................................2
3. TANDA DAN GEJALA ASMA BRONKIAL................................................................................3
4. PATOFISILOGIS ASMA................................................................................................................5
5. DIAGNOSTIK ASMA......................................................................................................................6
6. PENATALAKSANAAN MEDIS ASMA........................................................................................7
7. PENGKAJIAN..................................................................................................................................8
8. DIAGNOSIS ASMA.......................................................................................................................14
9. INTERVENSI.................................................................................................................................15
10. EVALUASI.................................................................................................................................16
BAB III............................................................................................................................................................18
PENUTUP.......................................................................................................................................................18
DAFTAR PUSTAKA.....................................................................................................................................19

iii
BAB 1

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Asma merupakan penyakit inflamasi kronis saluran napas yang ditandai dengan mengi
episodik, batuk, dan sesak di dada akibat penyumbatan saluran napas.Ciri-ciri klinis yang
dominan pada asma adalah riwayat episode sesak, terutama pada malam hari yang sering
disertai batuk.1,2 Asma dipengaruhi oleh dua faktor, yaitu genetik dan lingkungan.
Mengingat patogenesisnya tidak jelas, asma didefinisikan secara deskripsi yaitu penyakit
inflamasi kronik saluran napas yang menyebabkan hipereaktivitas bronkus terhadap berbagai
rangsangan, dengan gejala episodik berulang berupa batuk, sesak napas, mengi, dan rasa berat
di dada terutama pada malam dan atau dini hari, yang umumnya bersifat reversibel baik
dengan atau tanpa pengobatan.Menurut WHO3 (World Health Organization) tahun 2011, 235
juta orang di seluruh dunia menderita asma dengan angka kematian lebih dari 8% di negara-
negara berkembang yang sebenarnya dapat dicegah.
Laporan riset kesehatan dasar oleh Kementrian Kesehatan RI tahun 2013 memperkirakan
jumlah pasien asma di Indonesia mencapai 4.5 persen dari total jumlah penduduk. Provinsi
Sulawesi Tengah menduduki peringkat penderita asma terbanyak sebanyak 7.8 persen dari
total penduduk di daerah tersebut. Menurut data yang dikeluarkan WHO pada bulan Mei
tahun 2014, angka kematian akibat penyakit asma di Indonesia mencapai 24.773 orang atau
sekitar 1,77 persen dari total jumlah kematian penduduk. Setelah dilakukan penyesuaian
umur dari berbagai penduduk, data ini sekaligus menempatkan Indonesia di urutan ke-19 di
dunia perihal kematian akibat asma.

B. RUMUSAN MASALAH
Asma merupakan penyakit yang banyak menyerang siapa saja didunia saat ini. Untuk dapat
menekan efek merugikan yang ditimbulkan asma bronkial, maka harus ditemukan secara dini
dan sedapat mungkin mencegah timbulnya serangan asma. Agar dapat mencegah
kekambuhan asma perlu dikenali faktor pemicu yang berpengaruh terhadap kejadian asma
bronkial. Oleh karena itu peneliti mengambil judul “faktor-faktor pemicu (trigger) terjadinya
serangan asma bronkial

1
BAB II

PEMBAHASAAN

KONSEP DASAR ASMA BRONKIAL

1. PENGERTIAN
Asma merupakan salah satu penyakit saluran nafas yang banyak dijumpai, baik pada anak-
anak maupun dewasa. Kata asma berasal dari bahasa Yunani yang berarti “terengah-engah”.
Hippocrates menggunakan istilah asma untuk menggambarkan kejadian pernafasan yang
pendekpendek (shortness of breath) lebih dari 200 tahun yang lalu. Sejak itu istilah asma
sering digunakan untuk menggambarkan gangguan yang terkait dengan kesulitan bernafas,
termasuk adalah istilah asma kardiak dan asma bronchial. Menurut National Ashtma
Education and Prevention Program (NAEPP) pada National institute of Health (NIH)
Amerika, asma didefinisikan sebagai penyakit inflamasi kronik pada paru. Asma merupakan
gangguan inflamasi kronik jalan nafas yang melibatkan berbagai sel inflamasi. Dasar
penyakit ini adalah hiperaktivitas bronkus dalam berbagai tingkat, obstruksi jalan nafas, dan
gejala pernafasan (mengi atau apabila bernafas berbunyi dan terjadi sesak). Obstruksi jalan
nafas umumnya bersifat reversibel, namun dapat terjadi kurang reversibel bahkan relatif
nonreversibel tergantung berat dan lamanya penyakit. Obstruksi saluran pernafasan
disebabkan oleh banyak banyak faktor seperti bronkospasme, edema, hipersekresi bronkus,
hipersensitif bronkus dan inflamasi. Serangan asma yang tibatiba disebabkan oleh faktor yang
diketahui, meliputi faktor-faktor terpapar allergen, virus, polutan atau zat-zat yang lain yang
dapat merangsang inflamasi akut atau konstrikisi bronkus
2. ETIOLOGI ASMA BRONKIAL
Sampai saat ini, etiologi asma belum diketahui dengan pasti. Namun suatu hal yang sering
kali terjadi pada semua penderita asma adalah fenomena hiperaktivis bronchus. Bronkus
penderita asma sangat peka terhadap rangsang imunologi maupun non imunologi. Karena
sifat tersebut, maka serangan asma mudah terjadi akibat berbagai rangsang baik fisik,
metabolisme, kimia, allergen, infeksi dan sebagainya. Faktor penyebab yang sering
menimbulkan asma perlu diketahui dan sedapat mungkin dihindarkan.
Faktor-faktor tersebut adalah:
1. Alergen utama : debu rumah, spora jamur, dan tepung sari rerumputan
2. Iritan dengan asap, bau-bauan, dan polutan
3. Infeksi saluran nafas terutama yang disebabkan oleh virus.
4. Perubahan cuaca yang ekstrem
5. Aktivitas fisik yang berlebih
6. Lingkungan kerja
7. Obat-obatan h. Emosi
8. Lain – lain : seperti refluks gastro esofagus.
Atopi merupakan faktor terbesar yang mempengaruhi perkembangan asma. Asma alergi
sering dihubungkan dengan riwayat penyakit alergi pribadi maupun keluarga seperti rinitis,

2
urtikaria, dan eksema. Keadaan ini dapat pula disertai dengan reaksi kulit terhadap injeksi
intradermal dari ekstrak antigen yang terdapat di udara, dan dapat pula disertai dengan
peningkatan kadar IgE dalam serum dan atau respon positif terhadap tes provokasi yang
melibatkan inhalasi antigen spesifik. Pada manusia alergen berupa debu rumah (tungau)
marupakan pencetus tersering dari eksaserbasi asma. Tungau-tungau tersebetut secara
biologis dapat merusak struktur daripada saluran nafas melalui aktifitas proteolitik, yang
selanjutnya menghancurkan integritas dari tight junction antara sel-sel epitel. Sekali fungsi
dari epitel ini dihancurkan, maka alergen dan partikel lain dapat dengan mudah masuk ke area
yang lebih dalam yaitu di daerah lamina propia.
Penyusun daripada tungau-tungau pada debu rumah ini yang memiliki aktivitas protease ini
dapat memasuki daerah epitel dan mempenetrasi daerah yang lebih dalam di saluran
pernafasan.Faktor lingkungan yang berhubungan dengan imune dan nonimunologi juga
merupakan pencetus daripada asma termasuk rokok dan perokok pasif. Kira-kira 25% sampai
30% dari penderita asma adalah seorang perokok. Hal ini menyimpulkan bahwa merokok
ataupun terkena asap rokok akan meningkatkan morbiditas dan keparahan penyakit dari
penderita asma. Terpapar asap rokok yang lama pada pasien asma akan berkontribusi
terhadap kerusakan dari fungsi paru, yaitu penurunan kira-kira 18% dari FEV selama 10
tahun.Pasien asma yang memiliki kebiasaan merokok akan mempercepat terjadinya
emfisema.
3. TANDA DAN GEJALA ASMA BRONKIAL
Pada kasus ini, pasien perempuan usia 28 thn mengeluh sesak nafas, cemas, hasil
pemeriksaan, tekanan darah 110/70 mmHg, nadi 80 kali permenit, respirasi 30 kali permenit,
terdengar bunyi whezzing saat diperiksa auskultas. Berdasarkan anamnesis di atas, terdapat
beberapa faktor risiko yang menyebabkan terjadinya asma pada pasien ini. Sebuah penelitian
terbaru mengungkap bahwa wanita lebih rentan terkena alergi dan asma dibandingkan dengan
pria. Tak hanya itu, wanita juga lebih mudah terkena rhinitis, yaitu gejala seperti mata dan
hidung yang berair akibat alergi. Umumnya gejala asma terlihat pada usia kanak-kanak.
Namun, tak menutup kemungkinan gejala asma muncul pertama kali saat dewasa. Asma bisa
menyerang siapa saja, baik anak-anak maupun orang dewasa dengan derajat penyakit ringan
hingga berat, bahkan mematikan.
Sebagian besar orang yang mengalami asma memang biasanya mengalami serangan asma
pertama kali saat masa kanak-kanak. Meskipun demikian, bukan tak mungkin asma dapat
muncul pertama kali saat dewasa. Gejala yang muncul dan didiagnosis di atas usia 20 tahun
disebut sebagai asma onset dewasa (adult-onset asthma).Dilihat dari faktor usia pertama kali
serangan, pasien mendapatkan serangan pertama pada usia 28 thn dan termasuk asma onset
dewasa (adult-onset asthma). Pada pemeriksaan fisik, dari tanda-tanda vital didapatkan
keadaan umum tampak sesak nafas, nadi 80x/menit, pernafasan 30x/menit.Pada pemeriksaan
thoraks tampak retraksi subcostal, pergerakan dinding dada cepat dan simetris, perkusi
hipersonor, dan auskultasi terdengar vesikuler menurun serta wheezing meningkat pada akhir
ekspirasi pada kedua lapang paru. Pada pemeriksaan fisik pasien asma sering ditemukan
perubahan cara bernapas, dan terjadi perubahan bentuk anatomi thoraks. Pada inspeksi dapat

3
ditemukan kesulitan bernapas, menggunakan otot napas tambahan di dada (retraksi
subcostal). Pada auskultasi dapat ditemukan mengi (wheezing), ekspirasi memanjang.
Dari penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa Ny R.D diagnosis dari kasus adalah asma
bronkial. Asma yang baru muncul saat dewasa sering kali lebih berat dibandingkan dengan
asma sudah yang muncul saat anak-anak. Pada asma yang muncul saat usia anak-anak, gejala
biasanya hilang timbul, sedangkan pada asma onset dewasa gejala dapat dirasakan terus-
menerus setiap hari. Karena itu, penderita asma onset dewasa biasanya menggunakan obat-
obatan setiap hari untuk mengontrol gejala. Selain itu, seiring bertambahnya usia seseorang,
kapasitas paru pun menurun akibat perubahan otot dan kekakuan dinding dada. Kapasitas
paru ialah volume udara yang dapat dihirup dan dipaksa keluar dalam satu detik.
Secara etiologi asma bronkial dibagi dalam 3 tipe:
1. Asma bronkial tipe non atopi (intrinsik)
Pada golongan ini, keluhan tidak ada hubungannya dengan paparan (exposure)
terhadap alergen dan sifat-sifatnya adalah: serangan timbul setelah dewasa, pada
keluarga tidak ada yang menderita asma, penyakit infeksi sering menimbulkan
serangan, ada hubungan dengan pekerjaan atau beban fisik, rangsangan psikis
mempunyai peran untuk menimbulkan serangan reaksi asma, perubahan-perubahan
cuaca atau lingkungan yang non spesifik merupakan keadaan peka bagi penderita.
2. Asma bronkial tipe atopi (Ekstrinsik)
Pada golongan ini, keluhan ada hubungannya dengan paparan terhadap alergen
lingkungan yang spesifik. Kepekaan ini biasanya dapat ditimbulkan dengan uji kulit
atau provokasi bronkial. Pada tipe ini mempunyai sifat-sifat: timbul sejak kanak-
kanak, pada famili ada yang menderita asma, adanya eksim pada waktu bayi, sering
menderita rhinitis.
3. Asma bronkial campuran (Mixed)
Pada golongan ini, keluhan diperberat baik oleh faktor-faktor intrinsik maupun
ekstrinsik. Berat-ringannya asma ditentukan oleh berbagai faktor, antara lain
gambaran klinik sebelum pengobatan (gejala, eksaserbasi, gejala malam hari,
pemberian obat inhalasi β-2 agonis dan uji faal paru) serta obat-obat yang digunakan
untuk mengontrol asma (jenis obat, kombinasi obat dan frekuensi pemakaian obat).
Dengan adanya pemeriksaan klinis termasuk uji faal paru dapat menentukan
klasifikasi menurut berat-ringannya asma yang sangat penting dalam
penatalaksanaannya.4 Asma diklasifikasikan atas asma saat tanpa serangan dan asma
saat serangan (akut).
1) Asma saat tanpa serangan
Pada orang dewasa, asma saat tanpa atau diluar serangan, terdiri dari:
Intermitten, Persisten ringan, Persisten sedang, dan Persisten berat.
2) Asma Saat Serangan
Klasifikasi derajat asma berdasarkan frekuensi serangan dan obat yang
digunakan sehari-hari, asma juga dapat dinilai berdasarkan beratringannya
serangan. Global Initiative for Asthma (GINA) membuat pembagian derajat
serangan asma berdasarkan gejala dan tanda klinis, uji fungsi paru, dan

4
pemeriksaan laboratorium. Derajat serangan menentukan terapi yang akan
diterapkan. Klasifikasi tersebut meliputi asma serangan ringan, asma serangan
sedang dan asma serangan berat.

4. PATOFISILOGIS ASMA
Dari kasusu Ny R.D diusia 28 thn faktor-faktor penyebab seperti virus, bakteri, jamur, parasit,
alergi, iritan, cuaca, kegiatan jasmani dan psikis akan merangsang reaksi hiperreaktivitas
bronkus dalam saluran pernafasan sehingga merangsang sel plasma menghasilkan
imunoglubulin E (IgE). IgE selanjutnya akan menempel pada reseptor dinding sel mast,
kemudian sel mast tersensitasi. Sel mast tersensitasi akan mengalami degranulasi, sel mast
yang mengalami degranulasi akan mengeluarkan sejumlah mediator seperti histamin dan
bradikinin. Mediator ini menyebabkan peningkatan permeabilitas kapiler sehingga timbul
edema mukosa, peningkatan produksi mukus dan kontraksi otot polos bronkiolus.
Hal ini akan menyebabkan proliferasi akibat terjadinya sumbatan dan daya konsulidasi pada
jalan nafas sehingga proses pertukaran O2 dan CO2 terhambat akibatnya terjadi ganguan
ventilasi. Rendahnya masukan O2 ke paru-paru terutama pada alveolus menyebabkan
terjadinya peningkatan tekanan CO2 dalam alveolus atau yang disebut dengan hiperventilasi,
yang akan menyebabkan terjadi alkalosis respiratorik dan penurunan CO2 dalam kapiler
(hipoventilasi) yang akan menyebabkan terjadi asidosis respiratorik. Hal ini dapat
menyebabkan paru-paru tidak dapat memenuhi fungsi primernya dalam pertukaran gas yaitu
membuang karbondioksida sehingga menyebabkan konsentrasi O2 dalam alveolus menurun
dan terjadilah gangguan difusi, dan akan berlanjut menjadi gangguan perfusi dimana
oksigenasi ke jaringan tidak memadai sehingga terjadi hipoksemia dan hipoksia yang akan
menimbulkan berbagai manifestasi klinis.
Hasil akhir yang didapat adalah peningkatan tahanan saluran napas, penurunan Volume
Ekspirasi Paksa (VEP), hiperinflasi paru dan toraks, peningkatan kerja napas, perubahan
fungsi otot-otot pernapasan, perubahan elastic recoil, distribusi yang abnormal dari ventilasi
dan aliran darah paru, serta perubahan gas. Ada beberapa faktor yang dapat mempengaruhi
keadaan saluran napas, termasuk kondisi kekakuan otot polos saluran napas, dinding saluran
napas yang pasif (misalnya penebalan dinding saluran napas), ketegangan parenkim dan
reaksi tekanan transmural dalam mengembangkan jalan napas. Beberapa hal ini dapat
dipengaruhi oleh perubahan bentuk dinding saluran napas. Pegembangan saluran napas yang
berkurang pada penderita asma saat inspirasi maksimal, mungkin dikarenakan perbedaan
struktur pada dinding saluran napas atau perbedaan fungsi pada otot polos saluran napas
sebagai faktor-faktor yang juga dapat meningkatkan kepekaan terhadap rangsangan kontraksi
bronkus.
Kepekaan berlebihan saluran napas, merupakan karakteristik fungsional yang abnormal pada
penderita asma, dan dapat menyebabkan penyempitan saluran napas. Pada akhirnya,
penyempitan saluran napas ini menyebabkan berkurangnya kapasitas aliran udara dan
timbulnya gejala-gejala awal asma. Kepekaan berlebihan pada saluran pernapasan
dihubungkan dengan inflamasi dan keadaan saluran pernapasan, tetapi sebagiannya reversibel
dengan terapi. Beberapa mekanisme terjadinya hiperresponsivitas saluran pernapasan ini

5
antara lain karena kontraksi berlebihan pada otot polos saluran pernapasan, penebalan dinding
saluran pernapasan dan tidak berfungsinya saraf sensorik yang menyebabkan kontraksi
berlebih pada saluran penapasan.

5. DIAGNOSTIK ASMA
Diagnostik asma yang tepat untuk Ny.R.D penting dalam memudahkan penanganan penyakit
asma. Diagnostik asma dapat ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan
pemeriksaan penunjang. Secara klinis ditemukan gejala berupa sesak episodik, mengi
(wheezing), cemas .Pengukuran fungsi paru digunakan untuk menilai keterbatasan arus udara
dan reversibilitas yang dapat membantu diagnosis. Pemeriksaan status alergi dilakukan untuk
mengidentifikasi adanya penyakit alergi lain pada pasien maupun keluarganya seperti rhinitis
alergi. Pengukuran respons dapat membantu diagnosis pada penderita dengan gejala
konsisten tetapi fungsi paru normal. Penemuan tanda pada pemeriksaan fisik pasien asma,
tergantung dari episode gejala dan derajat obstruksi saluran napas. Melalui pemeriksaan fisik
pasien asma, tampak adanya perubahan bentuk anatomi thoraks dan ditemukan perubahan
cara bernapas. Pada pemeriksaan inpeksi dapat ditemukan pasien menggunakan otot napas
tambahan di leher, perut, dan dada, napas cepat hingga sianosis, juga kesulitan bernapas.
Ekspirasi memanjang dan mengi dapat ditemukan saat dilakukan auskultasi pada pasien
asma. Dalam praktek sehari-hari jarang ditemui kesulitan dalam membuat diagnosis asma,
tetapi sering pula dijumpai pasien non-asma yang mempunyai mengi, sehingga pemeriksaan
penunjang diperlukan dalam menegakkan diagnosis. Pemeriksaan spirometri merupakan cara
yang paling cepat dan sederhana untuk menegakkan diagnosis asma dengan melihat respon
respon pengobatan menggunakan bronkodilator. Pemeriksaan dilakukan sebelum dan sesudah
pemberian bronkodilator hirup golongan adrenergik beta.
Dinyatakan asma bila didapat peningkatan Volume ekspirasi paksa detik pertama / VEP1
sebanyak ≥ 12% atau ( ≥ 200ml ). Bila respon yang didapat ≤ 12% atau ( ≤ 200ml ) belum
pasti menunjukkan bahwa pasien tersebut tidak menderita asma, hal tersebut dapat dijumpai
pada pasien yang sudah dalam keadaan normal atau mendekati normal.Peak expiratory flow /
volume ekspirasi paksa dapat diukur menggunakan alat Peak flow meter / PFM yang
merupakan alat penunjang diagnosis dan monitoring asma. Alat ini relatif murah, praktis, dan
ideal digunakan pasien untuk menilai obstruksi jalan napas di rumah. Pemeriksaan spirometri
tetap lebih diutamakan dibanding PFM oleh karena; PFM tidak begitu sensitif dibanding
spirometer untuk diagnosis obstruksi saluran napas. PFM mengukur terutama saluran napas
besar, PFM dibuat sebagai alat monitoring asma bukan sebagai alat diagnostik utama.Uji
provokasi bronkus untuk menunjukkan adanya hipereaktivitas bronkus dapat dilakukan jika
pemeriksaan spirometri normal.
Beberapa cara melakukan uji provokasi ini diantaranya dengan histamin, metakolin, kegiatan
jasmani, larutan garam hipertonik, dan bahkan dengan aqua destilata. Dianggap bermakna
bila didapat penurunan VEP1 sebesar 20% atau lebih. Uji kegiatan jasmani, dilakukan dengan
meminta pasien berlari cepat selama 6 menit sehingga mencapai denyut jantung 80-90% dari
maksimum. Dianggap bermakna bila menunjukkan penurunan APE (Arus Puncak Respirasi)

6
paling sedikit 10%. APE dapat digunakan untuk diagnosis penderita yang tidak dapat
melakukan pemeriksaan VEP1.

6. PENATALAKSANAAN MEDIS ASMA


Tujuan utama dari penatalaksanaan asma adalah dapat mengontrol manifestasi klinis dari
penyakit untuk waktu yang lama, meningkatkan dan mempertahankan kualitas hidup agar
penderita asma dapat hidup normal tanpa hambatan dalam melakukan aktivitas sehari-hari.
Untuk mencapai dan mempertahankan keadaan asma yang terkontrol. Menurut pedoman
diagnosis dan penatalaksanaan asma di Indonesia yang dikeluarkan oleh Perhimpunan Dokter
Paru Indonesia tahun 2004, ada 7 komponen program penatalaksanaan asma dimana 6 di
antaranya menyerupai komponen pengobatan yang dianjurkan oleh GINA dan ditambah satu
komponen yaitu pola hidup sehat.
Penanganan asma :
1. Agonis beta : untuk mendilatasi otot-otot polos bronkial dan meningkatkan gerakan
sililaris. Contoh obat : epineftrin, albutenol, meta profenid, iso proterenoliisoetharine,
dan terbutalin. Obat-obat ini biasa digunakan secara parenteral dan inhalasi.
2. Bronkodilator, merilekskan otot-otot polos, dan meningkatkan gerakan mukus dalam
jalan nafas.
Contoh obat : aminophyllin, teophyllin, diberikan secara IV dan oral.
3. Antikolinergik
contoh obat : atropin, efeknya : bronkodilator, diberikan secara inhalasi.
4. Kortikosteroid, untuk mengurangi inflamasi dan bronkokonstriktor.
Contoh obat : hidrokortison, dexamethason, prednison, dapat diberikan secara IV dan
oral.
5. Inhibitor sel mast
contoh obat : natrium kromalin , diberikan melalui inhalasi untuk bronkodilator dan
mengurangi inflamasi jalan nafas.
6. Oksigen, terapi diberikan untuk mempertahankan PO2 pada tingkat 55 mmHg.
7. Fisioterapi dada, teknik pernafasan dilakukan untuk mengontrol dispnea dan batuk
efektif untuk meningkatkan bersihan jalan nafas, perkusi dan postural drainage
dilakukan hanya pada pasien dengan produksi sputum yang banyak.
Pertolongan pertama pada penderita asma :
1) Jangan panik dan tenangkan diri anda dan penderita diri asma tersebut sampai
benar-benar rileks.
2) Bawa penderita ke tempat yang nyaman dengan udara yang bersih serta
sirkulasinya baik. Hindari penderita dari allergen yang mungkin memicu asma.
3) Atur posisi duduk yang nyaman pada pasien.
4) Bantulah penderita untuk menghirup inhaler-nya.
5) Sarankan penderita untuk bernafas dalam dan perlahan.

7
6) Jika serangan asma berhenti dalam 5-10 menit, sarankan agar penderita untuk
menghirup kembali 1 dosis inhaler.
7) Hubungi dokter jika serangan asma tersebut adalah serangan yang pertama kali
dialami.
8) Jika inhaler tidak berfungsi dan serangan asma tidak berhenti dalam 5-10 menit,
segera bawa penderita ke rumah sakit terdekat secepatnya.
9) Jika penderita berhenti bernafas atau kehilangan kesadaran, periksa pernafasan
serta peredaran darahnya. Lalu lakukan resusitasi pada penderita.
Penatalaksanaan medis :
1) Oksigen 4-6 liter / menit
2) Pemenuhan hidrasi via infus
3) Terbutalin 0,25 mg / 6 jam secara subkutan (SC)
4) Bronkodilator / antibronkospasme dengan cara :
 Nebulizer (via inhalsi) dengan golongan terbutaline 0,25 mg
(Bricasma), fenoterol HBr 0,1 % solution (berotec), orciprenaline sulfur
0,75 mg (Allupent).
 Intravena dengan golongan theophyline ethilenediamine (Aminophillin)
bolus IV 5-6 mg/ kg BB
 Peroral dengan aminofillin 3x150 mg tablet, agonis B2 (salbutamol 5
mg atau feneterol 2,5 mg atau terbutaline 10 mg)
 Antiedema mukosa dan dinding bronkus dengan golongan
kortikosteroid, deksamethasone 4 mg IV setiap 8 jam
 Mukolitik dan ekspektoran :
• Bronhexime HCL 8 mg per oral 3x1
• Nebulizer (via inhalsi) dengan golongan bronhexime HCL 8 mg
dicampur dengan aquades steril.
7. PENGKAJIAN
Pengkajian adalah pengumpulan, pengaturan, validasi, dan dokumentasi data (informasi)
yang sistematis dan berkesinambungan. Sebenarnya pengkajian adalah proses
berkesinambungan yang dilakukan pada semua fase proses keperawatan. Misalnya, pada fase
evaluasi, pengkajian dilakukan untuk melakukan hasil strategi keperawatan dan mengevaluasi
pencapaian tujuan.
Semua fase proses keperawatan bergantung pada pengumpulan data yang akurat dan
lengkap .
1. Identitas klien
a. Usia : asma bronkial dapat menyerang segala usia, tetapi lebih sering dijumpai pada
usia dini. Separuh kasus timbul sebelum usia 10 tahun dan sepertiga kasus lainnya
terjadi sebelum usia 40 tahun.
b. Jenis kelamin : laki-laki dan perempuan di usia dini yang kemudian sama pada usia
30 tahun.
c. Tempat tinggal dan jenis pekerjaan : lingkungan kerja diperkirakan merupakan
faktor pencetus yang menyumbang 2-15% klien dengan asma bronkial . Kondisi

8
rumah, pajanan alergen, hewan di dalam rumah, pajanan asap rokok tembakau,
kelembapan dan pemanasan .
2. Riwayat kesehatan klien
a. Keluhan utama Keluhan utama yang biasa timbul pada pasien yang mengalami asma
bronkial adalah cemas, wheezing .
b. Riwayat penyakit sekarang Riwayat penyakit sekarang yang biasa timbul pada
pasien asma bronkial adalah pasien mengalami sesak nafas,dan cemas.
c. Riwayat kesehatan dahulu Perawat menanyakan tentang riwayat penyakit pernafasan
pasien. Secara umum perawat perlu menanyakan mengenai hal-hal berikut ini :
1. Riwayat merokok
merokok merupakan penyebab utama Kanker paru-paru, emfisema, dan
bronkhitis kronis. Semua keadaan itu sangat jarang menimpa non perokok.
Pengobatan saat ini, alergi dan tempat tinggal.
2. Anamnesis harus mencakup hal-hal :
• Usia mulainya merokok secara rutin
• Rata-rata jumlah rokok yang dihisap per-hari
• Usia menghentikan kebiasaan merokok
d. Riwayat kesehatan keluarga Klien dengan asma bronkial sering kali ditemukan di
dapatkan adanya riwayat penyakit keturunan, tetapi pada beberapa klien lainnya
tidak ditemukan adanya penyakit yang sama pada anggota keluarganya
e. Riwayat Psikososial
a. Presepsi klien terhadap masalahnya Perlu dikaji tentang pasien terhadap
penyakitnya. Presepsi yang salah satu dapat menghambat respon kooperatif
pada diri pasien.
b. Pola nilai kepercayaan dan spiritual Kedekatan pasien pada sesuatu yang
diyakini di dunia dipercaya dapat meningkatkan kekuatan jiwa pasien.
Keyakinan pasien terhadap Tuhan Yang Maha Esa serta pendekatan diri pada-
Nya merupakan metode penanggulangan stres yang konstruktif
c. Pola komunikasi Gejala asma sangat membatasi pasien untuk menjalankan
kehidupannya secara normal. Pasien perlu menyesuaikan kondisinya
berhubungan dengan orang lain.
d. Pola interaksi Pada pasien asma, biasanya interaksi dengan orang lain
berkurang.
f. Pola kesehatan sehari-hari
a. Pola Nutrisi Perlu dikaji tentang status nutrisi pasien meliputi, jumlah,
frekuensi, dan kesulitan-kesulitan dalam memenuhi kebutuhannya. Serta pada
pasien sesak, potensial sekali terjadi kekurangan dalam memenuhi kebutuhan
nutrisi, hal ini karena dispnea saat makan, laju metabolisme serta ansietas
yang dialami pasien.
b. Eliminasi Perlu dikaji tentang kebiasaan BAB dan BAK mencakup warna,
bentuk, konsistensi, frekuensi, jumlah serta kesulitan dalam eliminasi.
Penderita asma dilarang menahan buang air kecil dan buang air besar,
kebiasaan menahan buang air kecil dan buang air besar akan menyebabkan

9
feses menghasilkan radikal bebas yang bersifat meracuni tubuh, menyebabkan
sembelit, dan semakin mempersulit pernafasan .
c. Istirahat Perlu dikaji tentang bagaimana tidur dan istirahat pasien meliputi
berapa lama pasien tidur dan istirahat. Serta berapa besar akibat kelelahan
yang dialami pasien. Adanya wheezing dan sesak dapat mempengaruhi pola
tidur dan istirahat pasien.
d. Pola Personal Hygiene Perlu dikaji personal Hygiene pada pasien yang
mengalami asma. Terkadang ada hambatan dalam personal hygiene.
e. Aktivitas Perlu dikaji tentang aktifitas keseharian pasien, seperti olahraga,
bekerja, dan aktfitas lainnya. Aktifitas fisik dapat terjadi faktor pencetus
terjadinya asma. Turunnya toleransi tubuh terhadap kegiatan olahraga
f. Pola reproduksi dan seksual Reproduksi seksual merupakan kebutuhan dasar
manusia. Bila kebutuhan ini tidak terpenuhi akan terjadi masalah dalam
kehidupan pasien. Masalah ini akan menjadi stresor yang akan meningkatkan
kemungkinan terjadinya serangan asma
3. Pemeriksaan fisik
a. Keadaan umum klien Keadaan umum pada pasien asma yaitu compos mentis,
lemah, dan sesak nafas.
b. Pemeriksaan kepala dan muka Simetris, tidak ada nyeri tekan, warna rambut hitam
atau putih, tidak ada lesi.
c. Pemeriksaan telinga Inspeksi : Simestris, tidak ada lesi, tidak ada benjolan.
Palpasi : tidak ada nyeri tekan
d. Pemeriksaan mata Inspeksi : Simestris, tidak ada lesi, tidak ada odema
Palpasi : tidak ada nyeri tekan, konjungtiva merah muda, sklera putih
e. Pemeriksaan Hidung Inspeksi : Simetris, terdapat rambut hidung,terdapat
pernafasan cuping hidung, tidak ada lesi Palpasi : tidak ada nyeri tekan
f. Pemeriksaan mulut dan faring Mukosa bibir lembab, tidak ada lesi disekitar mulut,
biasanya ada kesulitan untuk menelan.
g. Pemeriksaan leher Inspeksi : Simetris, tidak ada peradangan, tidak ada pembesaran
kelenjar tiroid. Palpasi : tidak ada nyeri tekan
h. Pemeriksaan payudara dan ketiak Ketiak tumbuh rambut atau tidak, tidak ada lesi,
tidak ada benjolan, payudara simetris.
i. Pemeriksaan thoraks
1. Pemeriksaan Paru
a. Inspeksi Batuk produktif/nonproduktif, terdapat sputum yang kental
dan sulit dikeluarkan, bernafas dengan menggunakan otot-otot
tambahan, sianosis . Mekanika bernafas, pernafasan cuping hidung,
penggunaan oksigen, dan sulit bicara karena sesak nafas.
b. Palpasi Bernafas dengan menggunakan otot-otot tambahan akan timbul
di awal serangan, kemudian diikuti sianosis sentral.
c. Perkusi Lapang paru yang hipersonor pada perkusi.
d. Auskultasi Respiras terdengar kasar dan suara mengi (Whezzing) pada
fase respirasi semakin menonjol
2. Pemeriksaan Jantung

10
a. Inspeksi : ictus cordis tidak tampak
b. Palpasi : ictus cordis terletak di ICS V mid clavicula kiri
c. Auskultasi : BJ 1 dan BJ 2 terdengar tunggal, tidak ada suara tambahan
d. Perkusi : suara pekak

3. Pengkajian abdomen dan pelvis


1) Inspeksi : Pada inspeksi perlu perlu disimak apakah abdomen
membusung atau membuncit atau datar saja, tepi perut menonjol atau
tidak, umbilicus menonjol atau tidak, amati apakah ada bayangan vena,
amati juga apakah di daerah abdomen tampak benjolan-benjolan massa.
Laporkan bentuk dan letaknya.
2) Auskultasi Mendengar suara peristaltik usus, normal berkisar 5-35 kali
per menit : bunyi peristaltik yang keras dan panjang disebut
borborygmi, ditemui pada gastroenteritis atau obstruksi usus pada tahap
awal. Peristaltik yang berkurang ditemui pada ileus paralitik. Apabila
setelah 5 menit tidak terdengar suara peristaltik sama sekali maka kita
lakukan peristaltik negative (pada pasien post operasi).
3) Palpasi Sebelum dilakukan palpasi tanyakan terlebih dahulu kepada
pasien adakah daerah yang nyeri apabila ada maka harus di palpasi
terakhir, palpasi umum terhadap keseluruhan dinding abdomen untuk
mengetahui apakah ada nyeri umum (peritonitis, pancreatitis).
Kemudian mencari dengan perabaan ada atau tidaknya massa/benjolan
(tumor). Periksa juga turgor kulit perut untuk menilai hidrasi pasien.
Setelah itu periksalah dengan tekanan region suprapubika (cystitis),
titik mc burney (appendicitis), region epigastrica (gastritis), dan region
iliaca (adnexitis) barulah secara khusus kita melakukan palpasi hepar.
Palpasi hepar dilakukan dengan telapak tangan dan jari kanan dimulai
dari kuadran kanan bawah berangsur-angsur naik mengikuti irama
nafas dan cembungan perut.
Rasakan apakah ada pembesaran hepar atau tidak. Memperbesar pada
keadaan:
1) Malnutrisi
2) Gangguan fungsi hati / radang hati (hepatitis, tyroid fever,
malaria, dengue, tumor hepar)
3) Bendungan karena decomp cordis
4) Perkusi
1. Untuk memperkirakan ukuran hepar, adanya udara pada
lambung dan usus (tympani atau redup)
2. Untuk mendengarkan atau mendeteksi adanya gas, cairan
atau massa dalam perut. Bunyi perkusi pada perut yang

11
normal adalah timpani, tetapi bunyi ini dapat berubah pada
keadaan- keadaan tertentu misalnya apabila hepar dan limpa
membesar, maka bunyi perkusi akan menjadi redup,
khusunya perkusi di daerah bawah kosta kanan dan kiri.

4. Pemeriksaan integumen
Adanya nyeri tekan atau tidak, struktur kulit halus, warna kulit sawo matang,
tidak ada benjolan.
5. Pemeriksaan ekstermitas
Tanda – tanda injuri eksternal
• Nyeri
• Pergerakan Odema,
• fraktur
6. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan laboratorium meliputi :
• Pemeriksaan sputum
a. Pemeriksaan sputum pada penderita asma akan di dapati :
1) Kristal-kristal charcot leyden yang merupakan degranulasi dari
kristal eosinophil
2) Spiral curshmann, yakni yang merupakan cast cell ( sel
cetakan) dari cabang bronkus
3) Creole yang merupakan fragmen dari epitel bronkus
4) Netrofil dan eosinopil yang terdapat pada sputum, umunya
bersifat mukoid dengan viskositas yang tinggi dan kadang
terdapat mucus plug.
b. Pemeriksaan darah :
a. Analisa gas darah pada umunya normal akan tetapi dapat
pula terjadi hipoksemia, hiperkapnia, atau asidosis
b. Kadang pada darah terdapat peningkatan dari SGOT dan
LDH
c. Hiponaptremia dan kadar leukosit kadang-kadang di atas
15.000/mm3 dimana menandakan terdapatnya suatu infeksi
d. Pada pemeriksaan faktor-faktor alergi terjadi peningkatan
dari Ig E pada waktu serangan dan menurun pada waktu
bebas dari serangan.
c. Pemeriksaan Penunjang :
1) Pemeriksaan Radiologi
• Gambaran radiologi pada asma pada umumnya normal.
Pada waktu serangan menunjukkan gambaran hiperinflasi
pada paru- paru yakni rodiolusen yang bertambah dan

12
peleburan rongga intercostalis, serta diafragma yang
menurun.
Akan tetapi bila terdapat komplikasi, maka kelainan yang
didapat adalah sebagai berikut :
 Bila disertai dengan bronkitis, maka bercak-bercak
di hillus akan bertambah
 Bila terdapat komplikasi empisema (COPD), maka
gambaran radiolusen akan semakin bertambah
 Bila terdapat komplikasi, maka terdapat gambaran
inflitrate pada paru
 Dapat pula menimbulkan atelektasis lokal
 Bila terjadi pneumonia mediastrium, pneumotoraks,
dan pneumoperikardium, maka dapat dilihat bentuk
gambaran radiolusen pada paru-paru.
d. Pemeriksaan tes kulit
Dilakukan untuk mencari faktor alergi dengan berbagai alergen
yang dapat menimbulkan reaksi yang positif pada asma.
lektrokardiografi
• Gambaran elektrokardiografi yang terjadi selama serangan
dapat dibagi menjadi 3 bagian, dan disesuaikan dengan
gambaran yang terjadi pada empisema paru yaitu :
a. Perubahan aksis jantung, yakni pada umumnya terjadi
right aixs devisiasi dan clockwise rotation
b. Terdapatnya tanda-tanda hipertropi otot jantung, yakni
terdapatnya RBB (Right bundle branch block)
c. Tanda-tanda hipoksemia, yakni terdapatnya sinus
tachycardia, SVES, dan VES atau terjadinya depresi
segmen ST negative.
e. Spirometri
Untuk menunjukkan adanya obstruksi jalan nafas reversible, cara
yang paling cepat dan sederhana diagnosis asma adalah melihat
respon pengobatan dengan bronkodilator. Pemeriksaan
spirometer dilakukan sebelum dan sesudah pemberian
bronkodilator aerosol (inhaler atau nebulizer) golongan
adrenergik. Peningkatan FEV1 atau FVC sebanyak lebih dari 20
% menunjukkan diagnosis asma. Tidak adanya respon aerosol
bronkodilator lebih dari 20 %. Pemeriksaan spirometri tidak saja
penting untuk menegakkan diagnosis tetapi juga penting untuk
menilai berat obstruksi dan efek pengobatan. Banyak penderita
tanpa keluhan tetapi pemeriksaan spirometrinya menunjukkan
obstruksi.
f. Uji provokasi bronkus untuk membantu diagnosis

13
Pengobatan profilaksis dianggap merupakan cara pengobatan
yang paling rasional, karena sasaran obat-obat tersebut langsung
pada faktor-faktor yang menyebabkan bronkospasme.

8. DIAGNOSIS ASMA
Diagnosis asma ditegakkan bila dapat dibuktikan adanya obstruksi jalan nafas yang
reversibel. Dari anamnesis didapatkan adanya riwayat penyakit/gejala : - bersifat episodik,
reversibel dengan atau tanpa pengobatan. - gejala berupa sesak nafas, rasa berat di dada, dan
gejala timbul/memburuk di malam hari. - respons terhadap pemberian bronkodilator. Selain
itu melalui anamnesis dapat ditanyakan mengenai riwayat keluarga (atopi), riwayat
alergi/atopi, penyakit lain yang memberatkan, perkembangan penyakit dan pengobatan.
Adapun beberapa tanda dan gejala yang dapat meningkatkan kecurigaan terhadap asma
adalah:
1. Di dengarkan suara mengi (wheezing) Apabila didapatkan pemeriksaan dada yang
normal, tidak dapat mengeksklusi diagnosis sama, apabila terdapat :
1) Memiliki riwayat dari:
 Batuk, yang memburuk dimalam hari
 Mengi yang berulang
 Kesulitan bernafas
 Sesak nafas yang berulang
2) Keluhan terjadi dan memburuk saat malam
3) Keluhan terjadi atau memburuk saat musim tertentu
4) Pasien juga memiliki riwayat eksema, hay fever, atau riwayat keluarga asma atau
penyakit atopi
5) Keluhan terjadi atau memburuk apabila terpapar :
 Bulu binatang
 Aerosol bahan kimia
 Perubahan temperatur
 Debu tungau
 Obat-obatan (aspirin,beta bloker)
 Beraktivitas
 Serbuk tepung sari
 Infeksi saluran pernafasan
 Rokok
 Ekspresi emosi yang kuat
6) Keluhan berespon dengan pemberian terapi anti asma

14
Dari pemeriksaan fisik didapatkan adanya tanda-tanda obstruksi saluran nafas dan
tanda yang khas adalah adanya mengi pada auskultasi. Namun pada sebagian
penderita dapat ditemukan suara nafas yang normal pada auskultasi walaupun pada
pengukuran faal paru telah terjadi penyempitan jalan nafas. Pengukuran faal paru
dilakukan untuk menilai obstruksi jalan nafas, reversibiliti kelainan faal paru,
variabiliti faal paru, sebagai penilaian tidak langsung hiper-responsif jalan nafas.
Pemeriksaan faal paru yang standar adalah pemeriksaan spirometri dan peak
expiratory flow meter (arus puncak ekspirasi).

Pemeriksaan lain yang berperan untuk diagnosis antara lain uji provokasi bronkus
dan pengukuran status alergi. Uji provokasi bronkus mempunyai sensitivitas yang
tinggi tetapi spesifisitas rendah. Komponen alergi pada asma dapat diidentifikasi
melalui pemeriksaan uji kulit atau pengukuran IgE spesifik serum, namun cara ini
tidak terlalu bernilai dalam mendiagnosis asma, hanya membantu dalam
mengidentifikasi faktor pencetus.

9. INTERVENSI

Intervensi Manajement jalan nafas :


1. Observasi
a. Monitor bunyi nafas tambahan
b. Monitor sputum
2. Terapeutik
a. Posisikan semifowler atau fowler
b. Berikan minum hangat
c. Berikan oksigen jika perlu
3. Edukasi
a. Ajarkan teknik batuk efektif
b. Kolaborasi
 Kolaborasi pemberian bronkodilator, ekspektoran, mukolitik
Intervensi Manajement Asma
1. Observasi
a. Monitor frekuensi dan keadaan nafas
b. Monitor tanda dan gejala hipoksia
c. Monitor bunyi nafas tambahan
2. Terapeutik
 Berikan posisi semifowler 30-45o
3. Edukasi
 Anjurkan meminimalkan ansietas yang dapat meningkatkan kebutuhan oksigen
 Anjurkan bernafas lambat dan dalam
 Ajarkan mengidentifikasi dan menghindari pemicu

15
Intervensi Pemantauan respirasi
1. Observasi
a. Monitor frekuensi, irama, kedalaman dan upaya nafas
b. Monitor pola nafas
c. Monitor kemampan batuk efektif
d. Monitor adanya produksi sputum
e. Monitor adanya sumbatan jalan nafas
f. Palpasi kesimetrisan ekspansi paru
g. Auskultasi bunyi nafas
h. Monitor saturasi oksigen
2. Terapeutik
 Atur interval pemantauan respirasi sesuai kondisi pasien
 Dokumentasikan hasil pantauan

3. Edukasi
a. Jelaskan tujuan prosedur pemantauan
b. Informasikan hasil pemantauan
Intervensi Dukungan ventilasi
1. Observasi
• Identifikasi adanya kelelahan otot bantu nafas
• Monitorr status respirasi dan oksigenasi
2. Terapeutik
• Pertahankan kepatenan jalan nafas
• Berikan posisi semifowler atau fowler
• Berikan oksigenasi sesuai kebutuhan
3. Edukasi
• Ajarkan malakukan teknik relaksasi nafas dalam
• Ajarkan teknik batuk efektif
Intervensi Terapi relaksasi otot progresif
1. Observasi
• Identifikasi tempat yang tenang dan nyaman
• Monitor secara berkala untuk memastikan otot rileks
• Monitor adanya indikator tidak rileks
2. Terapeutik
• Atur lingkungan agar tidak ada gangguan saat terapi
• Berikan posisi yang nyaman bersandar dikursi atau posisi tidur
• Beri waktu mengungkapkan perasaan tentang terapi
3. Edukasi
a. Anjurkan memakai pakaian yang nyaman dan tidak sempit
b. Ajarkan langkahlangkah sesuai prosedur
c. Anjurkan menegangkan otot selama 5 sampai 10 detik, kemudian anjurkan
merilekskan otot 20- 30 detik, masing masing 4-8 kali
d. Anjurkan menegangkan otot kaki selama tidak lebih dari 5 detik untuk menghindari
kram

16
e. Anjurkan fokus pada sensasi otot yang menegang
f. Anjurkan fokus pada sensasi otot yang rileks g. Anjurkan bernafas dalam dan
perlahan
10. EVALUASI
Evaluasi adalah pengukuran keefektifan pengkajian, diagnosis, perencanaan, dan
implementasi. fokus evaluasi.Langkah-langkah dalam mengevaluasi asuhan adalah
menganalisis respon klien, mengidentifikasi faktor yang berkontribusi terhadap keberhasilan
atau kegagalan, dan perencanaan untuk asuhan di masa depan.

 Evaluasi formatif

Perumusan evaluasi formatif meliputi empat komponen yang dikenal dengan istilah
SOAP yakni Subjektif (data berupa keluhan klien), Objektif (data hasil hasil pasien),
Analisa data (perbandingan data dengan teori), dan Planning (perencanaan).

 Evaluasi Sumatif

Evaluasi Sumatif adalah evaluasi yang dilakukan setelah semua aktifitas proses
keperawatan selesai dilakukan. Evaluasi sumatif ini bertujuan menilai dan memonitor
kualitas asuhan keperawatan yang telah diberikan. Metode yang dapat digunakan pada
evaluasi jenis ini adalah melakukan wawancara pada akhir layanan, menanyakan
respon pasien dan keluarga terkait layanan keperawatan, mengadakan pertemuan pada
akhir pelayanan

17
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
1. Data pengkajian yang didapatkan pada Ny.R.D dengan Asma Broncial, di Ruang IGD RSUD.
Athira Intan Salsabila,A.M.Keb Cilacap adalah keadaan umum sakit sedang, kesadaran
composmentis, pasien tampak cemas ,suara napas wheezing dan terdengar bunyi mengi,
kesadaraan composmentis, pernapasan 30 x/menit, paru-paru pasien terdengar bunyi ronchi
dan bunyi napas pasien mengi.
2. Diagnosa yang ditemukan Ny.R.D ada dua, yaitu:
1) Ketidakefektifan bersihan jalan napas berhubungan dengan penumpukan sekret;
2) Defisiensi pengetahuan berhubungan dengan kurang informasi.
3) Intervensi keperawatanyang telah dibuat dilakukan dengan baik, pada diagnosa
ketidakefektifan bersihan jalan napas berhubungan dengan penumpukan sekret
intervesi yang dilakukan atur posisi pasien, ajar teknik batuk efektif, monitor vital
sign, latih napas dalam. Pada diagnosa keperawatan defisiensi pengetahuan
berhubungan dengan kurang informasi intervensi yang dilakukan beri penyuluhan
kesehatan.
4) Implementasi yang dilakukan pada Ny.R.D di Ruang IGD RSUD semuanya sesuai
dengan intervensi yang sudah ditetapkan.
5) Evaluasi keperawatan yang dilakukan pada Ny.R.D di Ruang IGD RSUD adalah :
ketidakefektifan bersihan jalan napas berhubungan dengan penumpukan sekret belum
teratasi, dan diagnosa defisiensi pengetahuan berhubungan dengan kurang infomasi
masalah teratasi.
B. Saran
1. Bagi Penulis Menambah wawasan dan sebagai saran untuk menerapkan ilmu dalam
bidang keperawatan tentang asuhan keperawatan pada Anak dengan Asma.
2. Bagi Institusi Hasil laporan diharapkan dapat menambah literatur perpustakaan dalam
bidang kebidanan
3. Bagi IGD RSUD CILACAP Diharapkan dengan adanya penelitian ini memberikan
gambaran untuk setiap permasalahan yang terjadi pada pasien. Tenaga kesehatan
khususnya perawat perlu menggunakan pendekatan proses kebidanan dengan tepat dan
fokus, dan memberikan pendidikan kesehatan untuk meningkatkan pengetahuan bagi
pasien dan keluarga mengenai penyakit yang dialami.

18
DAFTAR PUSTAKA

Peters SP, Ferguson G, Deniz Y, Reisner C. Uncontrolled asthma: A review of the prevalence,
disease burden and options for treatment. Respiratory Medicine. 2006: 100(7);1139-51. Available
from:
https://doi.org/10.1016/j.rmed.2006.03.031. 
Asthma. Mayo Clinic. [cited December 1, 2020]. Available from:
https://www.mayoclinic.org/diseases-conditions/asthma/diagnosis-treatment/drc-20369660 
Mosenifar Z [editor]. Asthma medication. [cited December 1, 2020]. Available from: 
https://emedicine.medscape.com/article/296301-medication 
https://www.alodokter.com/asma
https://simdos.unud.ac.id/uploads/file_penelitian_1_dir/1528e39fecb8852f233cd5915c6f220c.pdf
https://www.klikdokter.com/info-sehat/read/3433853/benarkah-asma-bisa-muncul-saat-dewasa
https://www.alomedika.com/penyakit/pulmonologi/asma/penatalaksanaan
http://digilib.unimus.ac.id/files//disk1/170/jtptunimus-gdl-laelaapril-8487-3-babii.pdf
http://eprints.undip.ac.id/43716/6/BAB_2_-burn.pdf
http://eprints.umpo.ac.id/5367/3/3.%20BAB%202%20baru.pdf

19

Anda mungkin juga menyukai