Anda di halaman 1dari 19

DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN

ANAK RSUD JEND AHMAD YANI


METRO FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MALAHAYATI

REFERAT
BRONKIOLITIS

Disusun Oleh:
Shelfi Aprilia Ningsih 21360105
Soelastika Megarahayu 22361085

Preseptor:
dr. Firdinand, Sp. A

KEPANITERAAN KLINIK DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN


ANAK RSUD AHMAD YANI METRO FAKULTAS
KEDOKTERAN UNIVERSITAS MALAHAYATI BANDAR
LAMPUNG TAHUN 2022
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT atas segala limpahan Rahmat dan

Hidayah-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan tugas referat ini dalam

rangka memenuhi salah satu persyaratan Kepaniteraan Klinik Departemen

Ilmu Kesehatan Anak berjudul “Bronkiolitis”.

Kami menyadari bahwa penulisan referat ini tidak akan selesai tanpa

adanya bantuan dan dukungan dari berbagai pihak baik secara langsung

maupun tidak langsung. Oleh karena itu, kami menyampaikan ucapan

terimakasih yang sebesar – besarnya dan penghargaan kepada:

1. dr. Diah Astika Rini, Sp. A selaku Ka. SMF sekaligus pembimbing

dalam stase Ilmu Kesehatan Anak yang telah memberikan ilmu

pengetahuan dan arahan selama proses pembelajaran di RSUD Ahmad

Yani Metro.

2. dr. Firdinan, Sp. A selaku pembimbing dalam stase Ilmu Kesehatan

Anak yang telah senantiasa membimbing dan memotivasi kami selama

proses pembelajaran di RSUD Ahmad Yani Metro.

3. Segenap staf SMF Anak RSUD Ahmad Yani yang senantiasa

memberikan masukan dan pengalaman berharga dalam proses

pembelajaran di RSUD Ahmad Yani Metro.

Kami menyadari bahwa di dalam referat ini masih terdapat

kekurangan. Oleh karena itu kritik dan saran tentunya sangat kamiharapkan.

Semoga segala bantuan berupa nasehat, motivasi dan masukan semua pihak

akan bermanfaat untuk semua pihak.

i
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL................................................................................................

KATA PENGANTAR.............................................................................................i

DAFTAR ISI..........................................................................................................ii

BAB I PENDAHULUAN.......................................................................................1

1.1 Latar Belakang.....................................................................................1

1.2 Tujuan Penulisan..................................................................................2

BAB II TINJAUAN PUSTAKA............................................................................3

2.1 Definisi..................................................................................................3
2.2 Etiologi..................................................................................................3
2.3 Epidemiologi........................................................................................4
2.4 Patologi.................................................................................................4
2.5 Patofisiologi.........................................................................................5

2.6 Manifestasi Klinis.................................................................................6

2.7 Faktor Resiko.......................................................................................6

2.8 Diagnosis..............................................................................................8

2.9 Diagnosis Banding.............................................................................11

2.10 Penatalaksanaan ...............................................................................12

2.11 Prognosis .........................................................................................14

BAB III KESIMPULAN ....................................................................................15

DAFTAR PUSTAKA

ii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang

Bronkiolitis merupakan suatu peradangan bronkiolus yang bersifat akut,

menggambarkan suatu sindrom klinis yang ditandai dengan pernafasan cepat,

retraksi dinding dada dan suara pernafasan yang berbunyi. Penyakit ini

merupakan penyakit saluran pernafasan bagian bawah yang menggambarkan

terjadinya obstruksi pada bronkiolus.

Bronkiolitis merupakan penyebab utama kunjungan rumah sakit pada

bayi dan anak-anak. Insidensi penyakit ini terjadi pada 2 tahun pertama

kehidupan dengan puncak kejadian pada usia kira-kira 6 bulan. Sering terjadi

pada musim dingin dan awal musim semi (di negara-negara dengan 4 musim).

Angka kesakitan tertinggi didapatkan pada tempat penitipan anak sekitar 95%.

Bronkiolitis sering mengenai anak-anak usia dibawah 2 tahun. Anak-anak

yang berusia lebih tua dan dewasa bisa dikatakan tidak pernah ditemukan

penyakit ini, karena mereka lebih tahan terhadap terjadinya edema pada

bronkiolus, sehingga gambaran klinis suatu bronkiolitis tidak dijumpai,

walaupun sebenarnya saluran nafas kecil pada paru bagian bawah terkena

infeksi.

Bronkiolitis merupakan penyakit yang disebabkan oleh virus. Penularan

penyakit ini terjadi melalui kontak langsung dengan penderita ISPA. Penularan

dalam keluarga ditemukan sangat tinggi (45%), umumnya pada keluarga yang

mempunyai anak usia sekolah.

1
1.2 Tujuan Penulisan

Tujuan penulisan referat ini antara lain untuk mengetahui definisi,

etiologi, patologi, patofisiologi, gambaran klinis, diagnosis, diagnosis banding,

terapi dan prognosis bronkiolitis.

2
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi

Definisi Bronkiolitis merupakan suatu peradangan bronkiolus yang

bersifat akut, menggambarkan suatu sindrom klinis yang ditandai dengan

pernafasan cepat, retraksi dinding dada dan suara pernafasan yang berbunyi.

Penyakit ini merupakan penyakit saluran pernafasan bagian bawah yang

menggambarkan terjadinya obstruksi pada bronkiolus.

Gambar 1 : Bronkiolitis

2.2 Etiologi

Penyebab tersering (50 - 90%) adalah Respiratory Syncytial Virus (RSV).

Disamping itu dalam jumlah kecil disebabkan oleh virus para influenza, virus

influenza, adenovirus, rhinovirus, mycoplasma pneumoniae (Eaton Agent).

Infeksi primer bakteri sebagai penyebab bronkiolitis akut jarang dilaporkan.

3
2.3 Epidemiologi

Bronkiolitis merupakan penyebab utama kunjungan rumah sakit pada

bayi dan anak-anak. Insidensi penyakit ini terjadi pada 2 tahun pertama

kehidupan dengan puncak kejadian pada usia kira-kira 6 bulan. Sering terjadi

pada musim dingin dan awal musim semi (di negara-negara dengan 4 musim).

Angka kesakitan tertinggi didapatkan pada tempat penitipan anak sekitar 95%.

Sebanyak 11,4% anak berusia dibawah 1 tahun dan 6% anak berusia 1-2

tahun di AS pernah mengalami bronkiolitis. Penyakit ini menyebabkan 90.000

kasus perawatan di rumah sakit dan menyebabkan 4500 kematian setiap

tahunnya. Bronkiolitis merupakan 17% dari semua kasus perawatan di RS pada

bayi. Rata-rata insidens perawatan setahun pada anak berusia dibawah 1 tahun

adalah 21,7 per 1000, dan semakin menurun seiring dengan pertambahan usia,

yaitu 6,8 per 1000 pada usia 1-2 tahun.

Angka morbiditas dan mortalitas lebih tinggi di negara-negara

berkembang daripada di negara-negara maju. Hal ini mungkin disebabkan oleh

rendahnya status gizi dan ekonomi, kurangnya tunjangan medis, serta kepadatan

penduduk di negara berkembang. Angka mortalitas di negara berkembang pada

anak-anak yang dirawat adalah 1-3%.

2.4 Patologi

Gambaran awal abnormalitas saluran pernafasan bagian bawah pada

bronkiolitis dijumpai :

a. Nekrosis epitel saluran nafas kecil

b. Inflamasi peribronkial

c. Edema saluran nafas

4
d. Penimbunan/akumulasi mukus dan eksudat liat di saluran nafas.

Pada bronkiolus ditemukan obstruksi parsial atau total karena edema dan

akumulasi mukus dan eksudat liat. Di dinding bronkus dan bronkiolus terdapat

infiltrasi sel radang. Radang juga dijumpai peribronkial dan di jaringan

interstitial. Obstruksi parsial bronkiolus menimbulkan emfisema dan obstruksi

total menimbulkan atelektasis.

2.5 patofisiologi

Invasi virus menyebabkan obstruksi bronkiolus akibat akumulasi mukus,

debris seluler dan edema. Karena tahanan terhadap aliran udara didalam suatu

tabung berbanding terbalik dengan pangkat 3 jari-jari tabung tersebut, maka

penebalan kecil yang terjadi pada dinding bronkiolus pada bayi akan

mengakibatkan pengaruh besar atas aliran udara. Tahanan udara pada lintasan-

lintasan udara kecil akan meningkat baik selama fase inspirasi maupun fase

ekspirasi. Tetapi karena jari-jari suatu saluran nafas akan mengecil selama

ekspirasi, maka obstruksi katup bulat pernafasan akan mengakibatkan terjadinya

pemerangkapan udara serta pergeseran udara yang berlebihan yang disebut

mekanisme klep. Mekanisme klep adalah terperangkapnya udara yang

menimbulkan overinflasi dada. Atelektasis dapat terjadi bila obstruksi menjadi

lengkap dan udara yang terperangkap habis terserap.

Pertukaran udara yang terganggu menyebabkan ventilasi berkurang pada

alveolus-alveolus sehingga terjadi hipoksemia dan peningkatan frekuensi nafas

sebagai kompensasi. Retensi karbondioksida (hiperkapnia) biasanya tidak terjadi

kecuali pada penderita-penderita yang terserang hebat. Pada umumnya semakin

tinggi kecepatan pernafasan, maka semakin rendah tekanan oksigen arteri.

Hiperkapnia biasanya tidak dijumpai hingga kecepatan pernafasan melebihi 60

5
x/menit yang kemudian meningkat sesuai dengan takipne yang terjadi.

2.6 Manifestasi Klinis

Klinis Bronkiolitis akut biasanya didahului oleh infeksi saluran nafas

bagian atas disertai dengan batuk, pilek untuk beberapa hari, biasanya tanpa

disertai demam atau demam hanya subfebril. Kemudian dalam beberapa hari

gejala tersebut makin berkembang dengan didapatkan batuk makin menghebat,

frekuensi nafas meningkat (sesak nafas), pernafasan dangkal dan cepat,

pernafasan cuping hidung disertai retraksi interkostal dan suprasternal, rewel

sampai gelisah, sianosis, sulit makan atau minum, mual-muntah jarang sekali

didapatkan pada penderita. Pada pemeriksaan didapatkan mengi/wheezing,

ekspirium memanjang, jika obstruksi hebat suara nafas nyaris tak terdengar,

ronki basah halus nyaring, kadang-kadang terdengar pada akhir atau awal

ekspirasi. Pada perkusi didapatkan hipersonor, Ro foto thoraks menunjukkan

hiperinflasi paru, diameter anteroposterior membesar pada fotolateral, dapat

terlihat bercak konsolidasi tersebar yang disebabkan atelektasis atau radang.

Pada pemeriksaan laboratorium ditemukan gambaran darah tepi dalam batas

normal, kimia darah menunjukkan gambaran asidosis respiratorik maupun

metabolik. Usapan nasofaring menunjukkan flora bakteri normal.

2.7 Faktor resiko

1. Jenis kelamin laki-laki

Bronkiolitis terjadi 1,25 kali lebih banyak pada anak laki-laki daripada

anak perempuan. Hal ini dihubungkan dengan kaliber saluran respiratorik

yang relatif lebih sempit pada anak laki-laki dibanding perempuan.

2. Bayi yang tidak mendapatkan air susu ibu

6
Bayi yang minum air susu ibu (ASI) memiliki risiko lebih rendah

mengalami bronkiolitis akut dibandingkan bayi yang tidak minum ASI. Hal

ini dihubungkan dengan ASI mempunyai antibodi terhadap respiratory

syncytial virus (RSV) termasuk imunoglobulin (Ig)G, IgA, interferon- γ

(IFN-γ), serta mempunyai aktivitas netralisasi melawan RSV. Penelitian

Bachrach mendapatkan bahwa ASI eksklusif selama 4 bulan mengurangi

risiko rawat inap akibat infeksi respiratorius akut bawah.

3. Bayi perokok pasif

Kemungkinan kejadian bronkiolitis pada anak dengan ibu perokok lebih

tinggi dibandingkan pada anak dengan ibu yang tidak merokok. Asap rokok

yang terdiri dari asap utama dan asap sampingan mengandung tar, nikotin,

dan poliaromatik hidrokarbon.

Paparan asap rokok baik prenatal maupun pascanatal dapat

mempengaruhi morfogenesis paru maupun perkembangan sistem imunologis

anak. Satu penelitian mendapatkan bahwa perokok pasif meningkatkan risiko

infeksi RSV. Strachan dan Cook melaporkan terinfeksi RSV 1,72 bila ibu

merokok. Carroll dkk, melaporkan prevalensi infeksi respiratorius atas akut

meningkat dari 81,6% menjadi 95,2% pada bayi jika hanya ayah yang

merokok.

4. Vaksinasi BCG

Vaksin BCG merupakan salah satu vaksin hidup yang dilemahkan,

diduga dapat merangsang produksi IFN-γ.15 Linehan, dkk pada penelitian

kohort retrospektif melaporkan bahwa imunisasi BCG mengurangi kejadian

mengi. Adanya rangsangan pembentukan IFN-γ oleh BCG pada awal

7
kehidupan mengakibatkan keseimbangan Th1/Th2 mengarah ke Th1,

walaupun pada usia selanjutnya terjadi rangsangan pembentukan Th2 oleh

RSV yang merupakan penyebab terbanyak bronkiolitis akut.

5. Riwayat atopi

Atopi merupakan salah satu faktor yang diduga sebagai predisposisi

bronkiolitis akut. Hal ini didasari karena pasien bronkiolitis akut berat sering

mengalami mengi berulang atau berkembang menjadi asma. Carroll, dkk

mendapatkan peningkatan risiko bronkiolitis akut sebesar 1,52 bila ibu

menderita asma.

6. Cuaca

Di negara dengan 4 musim, bronkiolitis banyak terdapat pada musim

dingin sampai awal musim semi, di negara tropis pada musim hujan. Faktor

risiko lain terjadinya bronkiolitis adalah status sosial ekonomi rendah, faktor

mekanis (diameter saluran napas), kepadatan rumah (jumlah anggota

keluarga yang besar), berada pada tempat penitipan anak atau ke tempat-

tempat umum yang ramai, dan rendahnya antibodi maternal terhadap RSV.

2.8 Diagnosis

Diagnosis ditegakkan dengan pertimbangan beberapa faktor yang lebih

menitikberatkan pada manifestasi klinis dan pemeriksaan fisik, karena faktor 4

lainnya hanya ditemukan bukti-bukti yang tidak spesifik, seperti pada

pemeriksaan laboratorium dan radiologi. Manifestasi klinis harus didukung

beberapa anamnesis yang memperkuat diagnosis penyakit ini terhadap penyakit

lain yang serupa.

Beberapa hasil penelitian menyatakan, bahwa diagnosis bronkiolitis virus

8
diperoleh dari :

1. Gambaran/gejala klinis

2. Usia anak

3. Epidemi RSV di masyarakat terutama di RS melalui petugas perawatan

sebagai sumber penularan pada bayi.

Gejala klinis bronkiolitis harus dibedakan dengan asma yang kadang-

kadang juga timbul pada usia muda. Anak dengan asma akan memberikan

respons terhadap pengobatan dengan bronkodilator, sedangkan anak dengan

bronkiolitis tidak. Bronkiolitis juga harus dibedakan dengan bronkopneumonia

yang disertai emfisema obstruksi dan gagal jantung.

2.8.1 Anamnesa

Anamnesis Gejala awal berupa gejala infeksi saluran nafas atas akibat

virus, seperti pilek ringan, batuk, dan demam. Satu hingga dua hari kemudian

timbul batuk yang disertain dengan sesak napas. Selanjutnya dapat ditemukan

wheezing, sianosis, merintih (grunting), napas berbunyi, muntah setelah batuk,

rewel, dan penurunan nafsu makan

2.8.2 pemeriksaan fisik

Pemeriksaan fisik pada anak yang mengarah ke diagnosis bronkiolitis

adalah adanya takipnea, takikardi, dan peningkatan suhu di atas 38,5 oC. Selain

itu, dapat juga ditemukan konjungtivitis ringan dan faringitis.

Obstruksi saluran nafas bawah akibat respons inflamasi akut akan

menimbulkan gejala ekspirasi memanjang hingga wheezing. Usaha-usaha

pernapasan yang dilakukan anak untuk mengatasi obstruksi akan menimbulkan

nafas cuping hidung dan retraksi interkostal. Selain itu, dapat juga ditemukan

9
ronki dari pemeriksaan auskultasi paru. Sianosis dapat terjadi, dan bila gejala

menghebat, dapat terjadi apnea, terutama pada bayi berusia <6 minggu.

2.8.3 Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan darah rutin kurang bermakna karena jumlah leukosit

biasanya normal, demikian pula dengan elektrolit. Analisis gas darah (AGD)

diperlukan untuk anak dengan sakit berat, khususnya yang membutuhkan

ventilator mekanik.

Pada foto rontgen thoraks didapatkan gambaran hiperinflasi dan infiltrat

(patchy infiltrates), tapi gambaran ini tidak spesifik dan dapat ditemukan pada

asma, pneumonia viral atau atipikal, dan aspirasi. Dapat pula ditemukan

gambaran atelektasis, terutama pada saat konvalesens akibat sekret pekat

bercampur sel-sel mati yang menyumbat, air trapping, diagfragma datar, dan

peningkatan diameter antero-posterior. Untuk menemukan RSV dilakukan kultur

virus, rapid antigen detection tests (direct immunofluoresence assay dan ELISA),

atau polymerase chain reaction (PCR), dan pengukuran titer antibodi pada fase

akut dan konvalenses. Bila skor lebih dari 15 dimasukkan kategori berat, bila

skor kurang 3 dimasukkan dalam kategori ringan.

10
2.9 Diagnosis banding

Beberapa penyakit dapat merupakan diagnosis banding bronkiolitis.

Antara lain :

1. Asma Bronkial

a. Jarang ditemukan pada tahun pertama kehidupan, tetapi sering terjadi

setelah periode tersebut.

b. Riwayat keluarga penderita asma bronkial.

c. Serangan awal yang mendadak tanpa tanda infeksi sebelumnya.

d. Serangan berulang.

e. Ekspirasi diperpanjang secara mencolok.

f. Eosinofilia pada darah dan usapan hidung.

g. Respon terhadap obat anti asma. Pada bronkiolitis akut hanya 5% yang

mempunyai klinis yang berulang.

2. Bronkopneumonia

a. Jarang dijumpai pada bayi sampai usia 6 bulan.

b. Riwayat anamnesis, perjalanan penyakit tidak terlalu mendadak, demam,

batuk tidak ngikil, nafsu makan/minum berkurang.

c. Didapatkan sumber penularan ISPA disekitarnya.

d. Setelah 5-7 hari timbul sesak nafas, pernafasan cuping hidung, sianosis

e. Pemeriksaan fisik ditemukan : Perkusi : Suatu gambaran normal sampai

redup relatif Auskultasi : Ada krepitasi atau ronki basah halus.

11
f. Retraksi dinding dada (interkostal dan suprasternal).

g. Pemeriksaan laboratorium : lekositosis dan HJL (Hitung Jenis Lekosit)

pergeseran ke kiri.

h. Pemeriksaan radiologi paru ditemukan sebaran infiltrat diseluruh bagian

paru kanan dan kiri.

Diagnosis banding berdasarkan temuan wheezing pada anak :

Gambar 2 : diagnosis Banding Bronkiolitis

2.10 Penatalaksanaan

Anak harus ditempatkan dalam ruangan dengan kelembaban udara yang

12
tinggi, sebaiknya dengan uap dingin (‘mist-tent’), tujuannya untuk mencairkan

sekret bronkus yang liat dan mengatasi hipoksemia. 7 Prinsip pengobatan di

rumah sakit meliputi beberapa hal, yaitu :

1. Suportif

a. Pemberian oksigen untuk mengatasi hipoksemia, apnea, dan

kegagalan pernafasan. Diberikan 1 - 2 l/menit.

b. Pengaturan suhu tubuh.

c. Pencairan lendir yang lengket.

d. Ketepatan pemberian cairan intravena, sebagai penghindaran

terhadap dehidrasi yang timbul akibat takipnea atau asidosis

respiratorik. Diberikan : Neonatus → D 10% : NaCl 0,9% = 4 : 1,

+ KCl 1-2 mEq/kg BB/hari Bayi > 1 bulan : D 10% : NaCl 0,9%

= 3 : 1 + KCl 10 mEq/500 ml cairan.

e. Posisi nyaman dengan duduk posisi kemiringan 30-40° atau leher

pada posisi ekstensi.

2. Pemberian kortikosteroid (masih kontroversial)

Penelitian tentang pemakaian kortikosteroid, awalnya

memberikan hasil yang baik terhadap angka kesakitan dan angka

kematian penderita bronkiolitis. Walaupun akhir-akhir ini didapatkan

hasil justru klinis semakin memberat. Sebagai terapi paliatif dan efek

anti anflamasinya, kortikosteroid dapat menimbulkan masking effect.

3. Antibiotik diberikan apabila tersangka ada infeksi bakterial dan

sebaiknya dipilih yang mempunyai spektrum luas. Bila dicurigai

mycoplasma pneumoniae sebagai penyebabnya, obat yang terpilih

13
ialah eritromisin.

4. Sedativa merupakan kontraindikasi pada penyakit bronkiolitis karena

dapat menyebabkan depresi pernafasan.

5. Tidak dianjurkan pemberian bronkodilator karena dapat memperberat

keadaan anak yaitu dengan peningkatan curah jantung dan

kegelisahan anak.

6. Pemberian anti virus seperti ribavirin memperlihatkan hasil yang

memuaskan, karena ribavirin menghambat sintesis protein virus.

Namun sampai sekarang pemakaian anti virus belum banyak

diberikan pada penderita. Indikasi pengobatan ini adalah bayi resiko

tinggi, diplasia bronkopulmonar, infeksi paru kronis, defisiensi

iminologi, penyakit jantung kongenital.

2.11 Prognosis

Perjalanan klinis umumnya dapat teratasi setelah 48-72 jam. Angka

kematian pada penderita ini ditemukan < 1%. Kegagalan perawatan disebabkan

apnea yang terjadi berlangsung lama, asidosis respiratorius yang tidak terkoreksi,

atau karena dehidrasi yang disebabkan oleh takipnea dan kurang makan minum.

Prognosis sangat tergantung oleh ketepatan diagnosis, fasilitas yang tersedia,

ketepatan tatalaksana, dan kecermatan pemantauan, sehingga sangat mungkin

prognosis semakin jelek pada penyakit ini dan akan meningkat di daerah perifer.

14
BAB III

KESIMPULAN

1. Bronkiolitis merupakan suatu peradangan bronkiolus yang bersifat akut ditandai

dengan adanya obstruksi pada saluran nafas kecil.

2. Bronkiolitis sering menyerang anak-anak usia dibawah 2 tahun, terbanyak pada usia

6 bulan.

3. Bronkiolitis disebabkan oleh virus, terbanyak oleh Respiratory Syncytial Virus

(RSV).

4. Invasi virus menyebabkan obstruksi bronkiolus akibat akumulasi mukus, debris dan

edema.

5. Bronkiolitis menggambarkan suatu sindrom klinis yang ditandai dengan pernafasan

yang cepat, retraksi dinding dada dan suara pernafasan yang berbunyi.

6. Beberapa hasil penelitian menyatakan, diagnosis bronkiolitis didapatkan dari : a).

Gambaran/gejala klinis, b). Usia anak c). Epidemi RSV di masyarakat

7. Asma bronkial dan bronkopnemonia merupakan penyakit yang sering mengacaukan

diagnosis bronkiolitis.

8. Prinsip pengobatan di rumah sakit meliputi beberapa hal yaitu suportif, masih

kontroversial pemakaian kortikosteroid, pertimbangan dan pemberian antibiotik bila

ada tersangka infeksi bakterial, tidak dianjurkan pemakaian sedativa dan

bronkodilator dan pemberian anti virus.

9. Prognosis bronkiolitis tergantung oleh ketepatan diagnosis, fasilitas yang tersedia,

ketepatan tatalaksana dan kecermatan pemantauan.

15
DAFTAR PUSTAKA

1. Ismangoen, H, Naning. R, 2004, Bronkiolitis, Laboratorium Ilmu Kesehatan

Anak, FK UGM, Yogyakarta, hal. 1-9.

2. Behrman, R.E, 2010, Bronchiolitis, in the book, Nelson : Essentials of

Pediatrics, W.B Sounders Company, Philadelphia, pg. 431-3.

3. Behrman, R.E, 2002, Bronkiolitis, dalam Ilmu Kesehatan Anak, ed. 12 bag. 2,

alih bahasa Radja M.M, EGC, Jakarta, hal. 614-7.

4. Anonim, 2005, Bronkiolitis akut, dalam Buku Kuliah Jilid 3 Ilmu Kesehatan

Anak, Bagian Ilmu Kesehatan Anak, FK UI, Jakarta, 1233-4.

5. Mansjoer, A., dkk, 2007. Bronkiolitis Akut, dalam buku Kapita Selekta

Kedokteran. ed. Ketiga jilid pertama Media Aesculapius, FK UI, Jakarta, hal.

468-9.

6. Wijaya, S. (2014). Pedoman diagnosis bronkiolitis akut. JIMKI: Jurnal Ilmiah

Mahasiswa Kedokteran Indonesia, 2(2), 104-110.

7. Schwartz, M.W., 2006, Respiratory Distress in the book Clinical Handbook of

Pediatrics, Williams & Wilkins, A Waverly Company, Philadelphia, pg. 576.

8. Anonim, 2007, Respiratory in the book, Paediatric Handbook, Royal Children’s

Hospital, Melbourne, Australia, pg. 117.

9. Rahajoe, Nastiti N., dkk, 2010, Bronkiolitis, dalam Buku Ajar Respirologi,

Badan Penerbit IDAI, Jakarta, hal. 333-347

16

Anda mungkin juga menyukai