Anda di halaman 1dari 17

MAKALAH FARMAKOLOGI

INFEKSI SALURAN PERNAPASAN BAWAH


Dosen pengampu : Taufiqurrahman, S.Farm, Apt. M.Farm

Disusun Oleh :
1. Annisya Al Syiffani 09190000051
2. Dhea ardinda permata 09190000065
3. Beci Maria Manuhury 09190000093
4. Yuliyati hasanah 09190000108
5. N. Adisyahban A. 09200000165

SEMESTER 5B

PROGRAM STUDI S1 ILMU KEPERAWATAN


UNIVERSITAS INDONESIA MAJU
JAKARTA
2022
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami ucapkan kehadirat Allah SWT atas segala rahmat-Nya sehingga
makalah ini dapat tersusun sampai dengan selesai. Tidak lupa kami mengucapkan terima kasih
terhadap bantuan dari pihak yang telah berkontribusi dengan memberikan sumbangan baik
pikiran maupun materinya.

Penulis sangat berharap semoga makalah ini dapat menambah pengetahuan dan
pengalaman bagi pembaca. Bahkan kami berharap lebih jauh lagi agar makalah ini bisa pembaca
pahami dalam kehidupan sehari-hari. Bagi kami sebagai penyusun merasa bahwa masih banyak
kekurangan dalam penyusunan makalah ini karena keterbatasan pengetahuan dan pengalaman
Kami.

Untuk itu kami sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari pembaca
demi kesempurnaan makalah ini.

Jakarta, 22 Januari 2022

Penyusun

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR....................................................................................................................i
DAFTAR ISI..................................................................................................................................ii
BAB 1 PENDAHULUAN..............................................................................................................3
1.1. Latar Belakang................................................................................................................3
1.2. Rumusan Masalah...........................................................................................................4
1.3. Tujuan..............................................................................................................................4
BAB II TINJAUAN PUSTAKA...................................................................................................6
2.1. Definisi..............................................................................................................................6
2.2. Epidemiologi....................................................................................................................6
2.3. Patofisiologi......................................................................................................................7
2.4. Etiologi.............................................................................................................................9
2.5. Guideline Terapi Pada Infeksi Saluran Pernapasan Bawah......................................9
BAB III PEMBAHASAN............................................................................................................12
3.1. Monitoring Efektivitas Terapi Penyakit.....................................................................12
BAB IV PENUTUP.....................................................................................................................15
4.1. Kesimpulan....................................................................................................................15
4.2. Saran..............................................................................................................................15
DAFTAR PUSTAKA...................................................................................................................16

ii
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Usaha peningkatan kesehatan masyarakat pada kenyataanya tidaklah mudah. Hal
ini dikarenakan komplektisitas masalah yang ada di dalamnya, dimana penyakit yang
terbanyak diderita oleh masyarakat terutama pada yang paling rawan yaitu ibu dan anak,
ibu hamil dan ibu menyusui serta balita di bawah lima tahun. Salah satu masalah
komplek yang di hadapi oleh Negara berkembang seperti Indonesia ini adalah penyakit
infeksi saluran pernapasan bawah (ISPB). Infeksi saluran napas bawah merupakan infeksi
yang disebabkan oleh bakteri, virus, jamur, dan protozoa yang menyerang saluran napas
bagian  bagian epiglotis epiglotis atau larin, bronkus, bronkus, bronkiolus bronkiolus
sampai dengan alveoli. alveoli. Sebagian besar infeksi ini disebabkan oleh bakteri.
Secara umum, semua bakteri patogen harus mempunyai kemampuan tertentu
selaras dengan patogenesis penyakit, yaitu masuk ke dalam pejamu, bertahan pada pintu
masuk sel pejamu, evasi atau sirkumvensi terhadap mekanisme pertahanan tubuh,
menimbulkan gejala klinis, dan keluar dari pejamu untuk melanjutkan siklus infeksi
berikutnya.
Secara global kasus ISPB paling banyak ditemukan pada negara berkembang
dengan status sosial ekonomi yang rendah dengan populasi malnutrisi dan gangguan
imunitas yang tinggi. Kasus pneumonia komuniti dan eksaserbasi akut penyakit paru
obstruktif kronis (PPOK) adalah yang terbanyak ditemukan pada pasien rawat jalan.
Angka insidensi pneumonia di anak usia <5 tahun pada negara berkembang
adalah 7-40 kasus/100 anak, sebagian besar merupakan pneumonia berat.[18] Kasus
eksaserbasi akut PPOK menyumbang 14 juta angka kunjungan per tahun ke fasilitas
kesehatan. Hampir 95% kasus bronkiolitis terjadi di negara berkembang. Di Amerika
Serikat, kasus bronkiolitis terbanyak disebabkan oleh infeksi respiratory syncytial
virus (RSV). Bronkiolitis akibat RSV biasanya paling banyak terjadi di musim dingin
antara bulan Oktober-Februari.
Di Indonesia tidak ada data epidemiologi khusus untuk ISPB. ISPB masih
dimasukkan ke dalam kelompok yang sama dengan infeksi saluran pernapasan akut.
Berdasarkan riset kesehatan dasar (Riskesdas) tahun 2018, prevalensi pneumonia

3
meningkat menjadi 2% dibandingkan dengan tahun 2013 (1,6%). Terjadi peningkatan
angka mortalitas ISPB pada dewasa usia >70 tahun dikarenakan jumlah lansia secara
global meningkat 50,8% sejak tahun 2000 hingga tahun 2016. Laju mortalitas ISPB pada
kelompok usia tersebut berkisar antara 233-290 kematian per 100.000 orang.
Studi oleh The Global Burden of Diseases, Injuries, and Risk Factors (GBD) pada
tahun 2016 menunjukkan bahwa ISPB menyebabkan 2,38 juta kematian di 195 negara.
Angka tersebut menempatkan ISPB sebagai penyebab kematian nomor 6 tertinggi di
dunia. ISPB akibat infeksi Streptococcus pneumoniae masih menjadi penyebab kematian
terbanyak di seluruh kelompok usia.
Infeksi saluran napas bawah juga telah menjadi penyebab banyaknya penggunaan
antibiotic dan banyaknya kunjungan ke dokter umum di seluruh dunia. Peningkatan
jumlah pathogen-patogen yang baru atau yang tidak dikenal, adanya agen antikikroba
yang baru dan mekanisme resistensi bakteri yang semakin berkembang telah berkontibusi
terhadap perubahan dari epidemiologi dan penatalaksanaan dari infeksi saluran
pernapasan bawah.

1.2. Rumusan Masalah


1) Apa pengertian penyakit untuk penggunaan obat?
2) Bagaimana patofisiologi penyakit infeksi saluran pernapasan bawah?
3) Bagaimana perkembangan epidemiologi penyakit infeksi saluran pernapasan bawah?
4) Bagaimana etiologi penyakit infeksi saluran pernapasan bawah?
5) Bagaimana guideline terapi pada penyakit infeksi saluran pernapasan bawah?
6) Bagaimana montoring Efektivitas Terapi?
7) Bagaimana monitoring farmakokinetika klinik?
8) Bagaimana Monitoring adverse drug reaction?
9) Bagaimana monitoring toksisitas?

1.3. Tujuan
1) Mengerti dan memahami apa yang dimaksud penyakit untuk penggunaan obat?
2) Mengerti dan memahami bagaimana patofisiologi penyakit infeksi saluran pernapasan
bawah?

4
3) Mengerti dan memahami perkembangan epidemiologi penyakit infeksi saluran
pernapasan bawah?
4) Mengerti dan memahami etiologi penyakit infeksi saluran pernapasan bawah?
5) Mengerti dan memahami guideline terapi pada penyakit infeksi saluran pernapasan
bawah?
6) Mengerti dan memahami monitoring Efektivitas Terapi?
7) Mengerti dan memahami monitoring farmakokinetika klinik?
8) Mengerti dan memahami monitoring adverse drug reaction?
9) Mengerti dan memahami monitoring toksisitas?

5
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Definisi
Infeksi saluran pernapasan bawah (ISPB) adalah infeksi paru yang mengenai
daerah trakea, bronkus, bronkiolus, dan alveolus. Secara umum, yang termasuk ke
dalam ISPB adalah penyakit pneumonia, bronkiolitis, bronkitis akut, penyakit paru
obstruktif kronis dan bronkiektasis kronis eksaserbasi akut. Pada beberapa literatur
tuberkulosis paru dan fibrosis kistik paru juga dimasukkan ke dalam ISPB.
Pengelompokkan ISPB tersebut lebih bertujuan untuk kepentingan data epidemiologi.
Faktor risiko seperti merokok, imobilitas, dan penderita penyakit kronis dapat
meningkatkan angka mortalitas akibat ISPB.
Diagnosis ISPB ditegakkan berdasarkan riwayat penyakit, gejala klinis,
pemeriksaan fisik, serta pemeriksaan penunjang misalnya rontgen thoraks. Tatalaksana
ISPB bakterial umumnya menggunakan antibiotik golongan beta laktam, makrolid, dan
fluorokuinolon, penggunaan medikamentosa lain seperti bronkodilator dan
kortikosteroid, serta terapi suportif seperti hidrasi, oksigenasi, dan fisioterapi dada.
Penatalaksanaan infeksi saluran pernapasan bawah (ISPB) bertujuan untuk
menghilangkan patogen penyebab infeksi, mengurangi gejala yang dirasakan pasien,
serta mengurangi risiko untuk reinfeksi dan rawat inap. Pasien ISPB yang dapat berobat
jalan adalah pasien dengan keadaan umum baik, tidak ada gangguan kesadaran, mampu
meminum obat oral dengan baik, tidak ada retraksi dinding dada, dan tidak sianosis.
2.2. Epidemiologi
Data epidemiologi menunjukkan bahwa pada tahun 2016 ada 652.572 kematian
anak usia <5 tahun dan 1.080.958 kematian dewasa usia >70 tahun yang disebabkan
oleh infeksi saluran pernapasan bawah (ISPB) di seluruh dunia.
- Global
Secara global kasus ISPB paling banyak ditemukan pada negara berkembang
dengan status sosial ekonomi yang rendah dengan populasi malnutrisi dan
gangguan imunitas yang tinggi. Kasus pneumonia komuniti dan eksaserbasi akut
penyakit paru obstruktif kronis (PPOK) adalah yang terbanyak ditemukan pada
pasien rawat jalan.

6
Angka insidensi pneumonia di anak usia <5 tahun pada negara berkembang adalah
7-40 kasus/100 anak, sebagian besar merupakan pneumonia berat.[18] Kasus
eksaserbasi akut PPOK menyumbang 14 juta angka kunjungan per tahun ke
fasilitas kesehatan.
Hampir 95% kasus bronkiolitis terjadi di negara berkembang. Di Amerika Serikat,
kasus bronkiolitis terbanyak disebabkan oleh infeksi respiratory syncytial virus
(RSV). Bronkiolitis akibat RSV biasanya paling banyak terjadi di musim dingin
antara bulan Oktober-Februari.
- Indonesia
Di Indonesia tidak ada data epidemiologi khusus untuk ISPB. ISPB masih
dimasukkan ke dalam kelompok yang sama dengan infeksi saluran pernapasan akut.
Berdasarkan riset kesehatan dasar (Riskesdas) tahun 2018, prevalensi pneumonia
meningkat menjadi 2% dibandingkan dengan tahun 2013 (1,6%).
- Mortalitas
Terjadi peningkatan angka mortalitas ISPB pada dewasa usia >70 tahun
dikarenakan jumlah lansia secara global meningkat 50,8% sejak tahun 2000 hingga
tahun 2016. Laju mortalitas ISPB pada kelompok usia tersebut berkisar antara 233-
290 kematian per 100.000 orang.

Studi oleh The Global Burden of Diseases, Injuries, and Risk Factors (GBD) pada tahun
2016 menunjukkan bahwa ISPB menyebabkan 2,38 juta kematian di 195 negara. Angka
tersebut menempatkan ISPB sebagai penyebab kematian nomor 6 tertinggi di dunia.
ISPB akibat infeksi Streptococcus pneumoniae masih menjadi penyebab kematian
terbanyak di seluruh kelompok usia.

2.3. Patofisiologi
Patofisiologi infeksi saluran pernapasan bawah (ISPB) diawali dengan masuknya
patogen melalui proses inhalasi, aspirasi, ataupun penyebaran secara hematogen.
Patogen akan berinokulasi dan multiplikasi pada epitel saluran pernapasan kemudian
menimbulkan reaksi inflamasi dan respon sistemik. Reaksi inflamasi pada saluran
pernapasan tersebut akan menimbulkan gejala seperti batuk produktif, sesak, dan
perubahan bunyi napas. Respon sistemik yang paling sering muncul adalah demam.

7
a. Pneumonia
Patofisiologi pneumonia komuniti melibatkan kegagalan pada sistem pertahanan
traktus respiratorius. Adanya disfungsi imun, terutama limfosit T dan B yang
berfungsi mengenali antigen, meningkatkan predisposisi terhadap pneumonia.
Disfungsi makrofag alveolar juga berpengaruh dalam hal ini, karena makrofag
alveolar mampu memfagosit material partikulat yang beragam.
b. Bronkitis dan Bronkiolitis
Pada kasus bronkitis dan bronkiolitis reaksi inflamasi akan menyebabkan hiperemis
dan edema saluran pernapasan, mengganggu fungsi mukosilier, dan meningkatkan
produksi sekret pada saluran pernapasan. Pada beberapa kasus yang berat dapat
timbul nekrosis epitel saluran pernapasan yang bisa terjadi dalam 24 jam pertama
setelah infeksi. Derajat kerusakan tersebut tergantung dari patogen penyebabnya.
Reaksi inflamasi saluran pernapasan tersebut lambat laun akan menyebabkan
obstruksi, fenomena air trapping, ataupun atelektasis yang kemudian menimbulkan
ventilation-perfusion mismatch. [5,6]
c. Eksaserbasi Akut Penyakit Paru Obstruktif Kronis
Pada penyakit paru obstruktif kronis (PPOK), eksaserbasi akut dapat terjadi akibat
infeksi. Pada pasien PPOK, reaksi inflamasi terjadi lebih hebat dibandingkan dengan
orang biasa. Reaksi inflamasi tersebut akan menimbulkan kerusakan pada jaringan
paru dan saluran pernapasan itu sendiri.
Eksaserbasi akut PPOK ditandai dengan peningkatan reaksi inflamasi dan resistensi
saluran pernapasan (bronkospasme, edema mukosa, dan peningkatan produksi
sputum). Kondisi ini akan memperburuk aliran udara ekspirasi, yang sebelumnya
memang sudah terbatas pada pasien PPOK, serta memicu timbulnya hiperinflasi
dinamik yang akan memperparah kondisi air trapping, hipoksemia, dan pada kondisi
tertentu dapat menyebabkan ruptur alveoli.

8
2.4. Etiologi
Etiologi infeksi saluran pernapasan bawah (ISPB) adalah virus dan bakteri. Pada
penderita immunocompromised, infeksi jamur juga dapat ditemukan.
- Virus
Infeksi virus yang sering ditemukan pada ISPB antara lain Respiratory syncytial
virus (RSV), virus influenza, virus parainfluenza, adenovirus, dan human
coronavirus. 
- Bakteri
Beberapa bakteri dapat menyebabkan ISPB, di antaranya adalah Streptococcus
pneumoniae, Staphylococcus aureus, dan Haemophilus influenzae.
- Jamur
Sebuah studi pada pasien HIV menunjukkan bahwa etiologi jamur yang dapat
menyebabkan ISPB di antaranya adalah Candida sp, Aspergillus sp,
dan Cryptococcus sp. Pasien dengan imunosupresi lainnya (misalnya pasien
kemoterapi atau mengonsumsi kortikosteroid) juga berisiko terkena infeksi jamur
ini.
2.5. Guideline Terapi Pada Infeksi Saluran Pernapasan Bawah
Penatalaksanaan infeksi saluran pernapasan bawah (ISPB) bertujuan untuk
menghilangkan patogen penyebab infeksi, mengurangi gejala yang dirasakan pasien,
serta mengurangi risiko untuk reinfeksi dan rawat inap.
a. Berobat Jalan
Pasien ISPB yang dapat berobat jalan adalah pasien dengan keadaan umum baik,
tidak ada gangguan kesadaran, mampu meminum obat oral dengan baik, tidak ada
retraksi dinding dada, dan tidak sianosis.
Antibiotik pilihan untuk terapi empiris pasien berobat jalan adalah amoxicillin. Bila
pasien memiliki riwayat hipersensitivitas terhadap amoxicillin, antibiotik golongan
makrolid dapat menjadi pilihan.
Pasien dan keluarga diedukasi untuk kembali ke fasilitas kesehatan apabila tidak ada
perubahan gejala setelah 3 hari terapi antibiotik atau ada perburukan gejala yang
dialami.

9
b. Medikamentosa
Terapi medikamentosa pada ISPB bertujuan untuk mengurangi gejala klinis yang
dirasakan oleh pasien serta menghilangkan patogen penyebab infeksi.
c. Antibiotik
Pemberian medikamentosa berupa antibiotik diberikan pada ISPB
kasus pneumonia dan eksaserbasi akut penyakit paru obstruktif kronis (PPOK).
Waktu Memberikan Antibiotik, Berdasarkan rekomendasi dari NICE, pemberian
antibiotik yang ideal pada kasus pneumonia tergantung dari hasil pemeriksaan C-
reactive protein (CRP). Antibiotik dapat diberikan pada pasien dengan CRP >100
mg/dL. Pada pasien dengan CRP <100 mg/dL antibiotik sebaiknya tidak rutin
diberikan atau diberikan bila tidak ada perbaikan klinis pasien setelah beberapa
hari. Pada kasus PPOK eksaserbasi akut antibiotik diberikan bila pasien
menunjukkan gejala dyspnea, peningkatan produksi sputum, dan perubahan
sputum menjadi purulen.
Pada kasus bronkitis akut pemberian antibiotik sebaiknya dihindari pada pasien
dengan keadaan umum baik. Pemberian antibiotik pada bronkitis akut dapat
dipikirkan bila ada risiko terjadi komplikasi yang tinggi atau ada penyakit
komorbid, misalnya pada pasien usia >65 tahun dengan riwayat rawat inap dalam
1 tahun terakhir, penderita diabetes mellitus atau gagal jantung kongestif, atau
pasien yang sedang menggunakan terapi steroid. Untuk kasus bronkiolitis,
walaupun penyebab tersering oleh karena infeksi virus, tetapi pemberian
antibiotik spektrum luas dapat dibenarkan untuk kasus berat atau anak usia <1
tahun.
- Pilihan Antibiotik :
Antibiotik yang menjadi pilihan awal pada kasus ISPB adalah antibiotik
spektrum luas. Pada beberapa penelitian, antibiotik golongan makrolid
memberikan efektivitas pengobatan yang tinggi untuk kasus pneumonia
komuniti, bronkitis akut, dan PPOK eksaserbasi akut. Antibiotik golongan
makrolid memiliki daya penetrasi jaringan yang tinggi, selain itu makrolid
juga memiliki efek anti inflamasi. Golongan makrolid banyak digunakan
dalam penatalaksanaan medikamentosa pasien yang ISPB yang dirawat

10
inap. Sediaan yang dapat digunakan adalah azythromycin
dan clarithyromycin.
 Untuk kasus anak-anak, WHO merekomendasikan pemberian
kombinasi antibiotik ampicillin + gentamicin parenteral sebagai
terapi lini pertama pneumonia berat pada anak usia 2-59 bulan.
ceftriaxone dapat digunakan sebagai lini kedua bila dalam waktu 48-
72 hari tidak ada perbaikan klinis.  
 Pasien dengan penyakit komorbid tertentu, dapat menggunakan
kombinasi antibiotik golongan fluorokuinolon atau beta laktam +
makrolid atau amoxicilin-clavulanate. Penggunaan antibiotik
kombinasi tersebut sebaiknya dibatasi pada ISPB dengan gejala
berat. Penggunaan antibiotik pada ISPB dengan gejala berat dapat
diperpanjang hingga 10 hari.
 Pasien rawat inap dengan kasus pneumonia komuniti dapat diberikan
antibiotik ceftriaxone atau cefotaxime atau ampicillin-sulbactam +
makrolid atau flurokuinolon saluran pernapasan (levofloxacin  atau
moxifloxacin). Pasien yang alergi dengan penisilin dapat diberikan
terapi doxycycline  atau fluorokuinolon.

11
BAB III
PEMBAHASAN
3.1. Monitoring Efektivitas Terapi Penyakit
Monitoring terapi obat pada kasus infeksi saluran pernapasan, dilakukan dengan
memantau tanda vital seperti temperatur khususnya pada infeksi yang disertai kenaikan
temperatur. Terapi yang efektif tentunya akan menurunkan temperatur. Selain itu
parameter klinik dapat dijadikan tanda kesuksesan terapi seperti frekuensi batuk dan
sesak pada bronchitis dan pneumonia yang menurun; produksi sputum pada bronchitis,
pneumonia, faringitis yang berkurang; produksi sekret hidung berkurang dan nyeri
muka pada kasus sinusitis menghilang; nyeri tenggorokan pada faringitis menghilang.
Pemberian obat-obatan bertujuan untuk mengurangi gejala infeksi saluran
pernapasan. Beberapa jenis obat yang biasanya diberikan adalah:

- Obat antipiretik-analgetik, seperti paracetamol dan ibuprofen, untuk meredakan


demam dan mengurangi nyeri
- Obat antibiotik, salah satunya amoxicillin, jika infeksi saluran pernapasan
disebabkan oleh bakteri
- Obat antihistamin, seperti diphenhydramine, untuk mengurangi pengeluaran lendir
pada hidung jika infeksi saluran pernapasan disertai alergi
- Obat antitusif, untuk mengurangi batuk
- Obat dekongestan, seperti pseudoefedrin atau phenylephrine, untuk meredakan
hidung tersumbat
- Obat kortikosteroid, seperti dexamethason atau prednison, untuk mengurangi
peradangan pada saluran napas dan mengurangi pembengkakan

3.2. Monitoring Farmakokinetika Klinik


Interaksi farmakokinetik terjadi bila salah satu obat mempengaruhi absorpsi,
distribusi, metabolisme atau ekskresi obat kedua sehingga kadar plasma obat kedua
meningkat atau menurun. Akibatnya, terjadi peningkatan toksisitas atau penurunan
efektivitas obat tersebut. Interaksi farmakokinetik tidak dapat diekstrapolasikan ke obat
lain yang segolongan dengan obat yang berinteraksi, sekalipun struktur kimiaya mirip,

12
karena anter obat segolongan terdapat variasi sifat-sifat fisikokimia yang menyebabkan
variasi sifat-sifat farmakokinetiknya (Setiwati, 2003).

3.3. Monitoring Adverse Drug Reaction


Efek Samping Obat Selain kontraindikasi pe-makaian, aspek lain juga
berkaitan dengan keamanan penggunaan antibiotika adalah kejadian efek
samping obat yang dapat mempengaruhi atau memperburuk kondisi pasien. Beberapa
efek samping yang dapat muncul dengan antibiotika antara lain diare, mual,
muntah, gangguan ginjal, hati dan lain-lain. Namun karena alasan yang dijelaskan
diatas, maka dalam penelitian ini hanya dapat melihat kemungkinan efek samping
obat yang telah terjadi, yang dilihat berdasarkan pemeriksaan laboratorium
(dalam hal ini serum kreatinin) karena efek samping yang ingin dilihat adalah
nefrotoksisitas yang disebabkan oleh antibiotika golongan aminoglikosida. Barza
dkk (1996) menjelaskan peningkatan nilai kreatinin serum pasien sebesar 50% diatas
base line (sebelum terapi dengan antibiotika yang bersangkutan), dengan
memperhatikan obat lain yang digunakan pasien yang juga bersifat nefrotoksik.
Dari 132 kasus dengan infeksi saluran pernapasan bawah 29% yang diukur serum
kreatininnya tidak terdapat kasus yang menunjukan kemungkinan telah
terjadinya efek toksik pada renal akibat penggunaan aminoglikosida.
Monitoring Reaksi Obat Berlawanan (ROB) meliputi efek samping obat, alergi,
interaksi obat. ROB yang banyak dijumpai pada penanganan infeksi saluran napas
adalah:
- Alergi akibat pemakaian kotrimoksazol, ciprofloxacin, dan penicillin V.
- Gangguan saluran cerna seperti mual, diare pada pemakaian eritromisin,
klindamisin, tetrasiklin.
- Efek samping pemakaian antihistamin derivat H1- Bloker seperti kantuk, mulut
kering.
Pelaksanaan monitoring terapi obat bagi pasien di apotek memiliki keterbatasan bila
dibandingkan dengan di rumah sakit, antara lain kesulitan untuk mengikuti
perkembangan pasien setelah keluar dari apotek. Metode yang paling tepat digunakan
adalah monitoring melalui telpon baik Apoteker telpon kepada pasien maupun

13
sebaliknya pasien melaporkan pertelpon tentang kejadian yang tidak diharapkan kepada
Apoteker. Khususnya dalam memonitor terjadinya ROB, perlu disampaikan ROB yang
potensial akan terjadi serta memiliki signifikansi secara klinik dalam konseling kepada
pasien. Selain itu pasien dihimbau untuk melaporkan kejadian yang dicurigai ROB
kepada Apoteker. Selanjutnya Apoteker dapat menyusun rekomendasi terkait ROB
tersebut.

3.4. Monitoring Toksisitas Pada Infeksi Saluran Pernapasan Bawah

Toksisitas adalah tingkat merusaknya suatu zat jika dipaparkan terhadap


organisme. Toksisitas dapat mengacu pada dampak terhadap seluruh organisme, seperti
hewan, bakteri, atau tumbuhan, dan efek terhadap substruktur organisme, seperti sel
(sitotoksisitas) atau organ tubuh seperti hati (hepatotoksisitas).

Toksisitas adalah suatu keadaan yang menandakan adanya efek toksik/racun yang
terdapat pada bahan obat sebagai sediaan dosis tunggal atau campuran. Uji toksisitas
terdiri atas 2 jenis yaitu : uji toksisitas umum (akut, subakut/subkronis, kronis) dan uji
toksisitas khusus (teratogenik, mutagenik dan karsinogenik) (Sjabana, 2006). Uji
toksisitas akut merupakan pemberian sediaan yang diberikan dengan dosis tunggal satu
kali pemberian pada hewan percobaan yang diamati selama 24 jam atau selama 7-14
hari.

14
BAB IV
PENUTUP
4.1. Kesimpulan
Infeksi saluran pernapasan bawah (ISPB) adalah infeksi paru yang mengenai daerah
trakea, bronkus, bronkiolus, dan alveolus. Secara umum, yang termasuk ke dalam ISPB
adalah penyakit pneumonia, bronkiolitis, bronkitis akut, penyakit paru obstruktif kronis dan
bronkiektasis kronis eksaserbasi akut. Pada beberapa literatur tuberkulosis paru dan fibrosis
kistik paru juga dimasukkan ke dalam ISPB. Pengelompokkan ISPB tersebut lebih bertujuan
untuk kepentingan data epidemiologi. Faktor risiko seperti merokok, imobilitas, dan
penderita penyakit kronis dapat meningkatkan angka mortalitas akibat ISPB.
Data epidemiologi menunjukkan bahwa pada tahun 2016 ada 652.572 kematian anak usia
<5 tahun dan 1.080.958 kematian dewasa usia >70 tahun yang disebabkan oleh infeksi
saluran pernapasan bawah (ISPB) di seluruh dunia.
Di Indonesia tidak ada data epidemiologi khusus untuk ISPB. ISPB masih dimasukkan ke
dalam kelompok yang sama dengan infeksi saluran pernapasan akut. Berdasarkan riset
kesehatan dasar (Riskesdas) tahun 2018, prevalensi pneumonia meningkat menjadi 2%
dibandingkan dengan tahun 2013 (1,6%).
Patofisiologi infeksi saluran pernapasan bawah (ISPB) diawali dengan masuknya patogen
melalui proses inhalasi, aspirasi, ataupun penyebaran secara hematogen. Patogen akan
berinokulasi dan multiplikasi pada epitel saluran pernapasan kemudian menimbulkan reaksi
inflamasi dan respon sistemik. Reaksi inflamasi pada saluran pernapasan tersebut akan
menimbulkan gejala seperti batuk produktif, sesak, dan perubahan bunyi napas. Respon
sistemik yang paling sering muncul adalah demam.
Etiologi infeksi saluran pernapasan bawah (ISPB) adalah virus dan bakteri. Pada
penderita immunocompromised, infeksi jamur juga dapat ditemukan.

4.2. Saran
Dengan selesainya makalah ini diharapkan bagi mahasiswa/ i dapatmengetahui tentang
ISPB (Infeksi Saluran Pernafasan Bawah) dan kami sebagai penyusun berharap
semoga makalah ini dapat menambah pengetahuan kita semua.

15
DAFTAR PUSTAKA

Evani, d. (2019, february 19). Infeksi Saluran Pernapasan Bawah (Ispb).


DepKes, RI. 2005. Pharmaceutical Care Untuk Penyakit Infeksi Saluran Pernapasan.
Jakarta: Departemen Kesehatan RI.
Mahashur A. Management of lower respiratory tract infection in outpatient settings:
Focus on clarithyromycin. Lung India. 2018;35(2):143-149.
Woodhead M, Blasi F, Ewig S, Garau J, Huchon G, Ieven M, et al. Guidelines for the
management of adult lower respiratory tract infections. Clin Microbiol Infect. 2011;17:E1-E59
NICE. Pneumonia in adults: diagnosis and management. 2014.
https://www.nice.org.uk/guidance/cg191/chapter/1-recommendations
Maraqa NF, Steele RW. Bronchiolitis. Medscape, 2018.
https://emedicine.medscape.com/article/961963-overview
https://repositori.usu.ac.id/bitstream/handle/123456789/27400/151501066.pdf?
sequence=1&isAllowed=y

https://jtpc.farmasi.unmul.ac.id/index.php/jtpc/article/view/15/17

16

Anda mungkin juga menyukai