Disusnn oleh
Pembimbing Akademik
2020
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan karunia-Nya
sehingga penyusunan makalah yang berjudul “Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA)”
dapat terselesaikan pada waktunya.
Penyusunan makalah ini diajukan untuk memennuhi salah satu tugas praktek
Keperawatan Medikal Bedah I. Dalam penyusunannya makalah ini penulis banyak
mendapatkan bantuan dari berbagai pihak berupa bimbingan, saran, dan petunjuk bersifat
moril, spiritual maupun materi yang sangat berharga. Oleh karena itu, penulis megucapkan
terimakasih kepadaa :
1. Ibu Popon Haryeti, S.Kep., Ners., M.HKes selaku dosen pembimbing praktek
Keperawtan Medikal Bedah I.
2. Orang tua tercinta yang selalu mendukung, mendoakan, dan memberikan bantuan
baik moral maupun materi.
3. Seluruh teman-teman seperjuangan yang telah banyak membantu dalam penyusunan
makalah ini.
Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan makalah ini masih jauh dari kata
sempurna untuk itu penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang sifatnya
membangun guna sempurnanya makalah ini. Penulis berharap semoga makalah ini dapat
bermanfaat khususnya bagi penulis dan umumnnya bagi pembaca.
Penulis
i
DAFTAR ISI
Halaman
KATA PENGANTAR .................................................................................................... i
BAB I PENDAHULUAN
ii
i
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Infeksi pada saluran napas merupakan penyakit yang umum terjadi pada masyarakat.
Infeksi saluran napas berdasarkan wilayah infeksinya terbagi menjadi infeksi saluran napas
atas dan infeksi saluran napas bawah. Infeksi saluran napas atas meliputi rhinitis, sinusitis,
faringitis, laringitis, epiglotitis, tonsilitis, otitis. Sedangkan infeksi saluran napas bawah
meliputi infeksi pada bronkhus, alveoli seperti bronkhitis, bronkhiolitis, pneumonia. Infeksi
saluran napas atas bila tidak diatasi dengan baik dapat berkembang menyebabkan infeksi
saluran nafas bawah. Infeksi saluran nafas atas yang paling banyak terjadi serta perlunya
penanganan dengan baik karena dampak komplikasinya yang membahayakan adalah otitis,
sinusitis, dan faringitis.
Secara umum penyebab dari infeksi saluran napas adalah berbagai mikroorganisme,
namun yang terbanyak akibat infeksi virus dan bakteri. Infeksi saluran napas dapat terjadi
sepanjang tahun, meskipun beberapa infeksi lebih mudah terjadi pada musim hujan. Faktor-
faktor yang mempengaruhi penyebaran infeksi saluran napas antara lain faktor lingkungan,
perilaku masyarakat yang kurang baik terhadap kesehatan diri maupun publik, serta
rendahnya gizi. Faktor lingkungan meliputi belum terpenuhinya sanitasi dasar seperti air
bersih, jamban, pengelolaan sampah, limbah, pemukiman sehat hingga pencemaran air dan
udara.Perilaku masyarakat yang kurang baik tercermin dari belum terbiasanya cuci tangan,
membuang sampah dan meludah di sembarang tempat. Kesadaran untuk mengisolasi diri
dengan cara menutup mulut dan hidung pada saat bersin ataupun menggunakan masker pada
saat mengalami flu supaya tidak menulari orang lain masih rendah.
Selain itu, Infeksi saluran napas akut (ISPA) merupakan penyebab terpenting
morbiditas dan mortalitas pada anak. Kelompok usia 6-23 bulan adalah kelompok umur
paling rentan untuk mengalami ISPA. Berdasarkan data WHO dan Departemen Kesehatan
Republik Indonesia tahun 2008, pneumonia yang merupakan salah satu jenis ISPA adalah
penyebab paling banyak kematian balita di dunia dan juga di Indonesia. (Nasution dkk,2009)
ISPA cenderung menetap di angka yang sama meski pemerintah telah mencanangkan
program pemberantasan ISPA. (Nasution dkk,2009)
1
iiii
2
1.2. Rumusan Masalah
Dari latar belakang diatas didapatkan rumusan masalah sebagai berikut :
1. Bagaimana anatomi fisiologi sistem pernafasan?
2. Apa definisi dari infeksi saluran pernafasan akut (ISPA)?
3. Apa saja klasifikasi dari infeksi saluran pernafasan akut (ISPA)?
4. Bagaimana etiologi infeksi saluran pernafasan akut (ISPA)?
5. Bagaimana manifestasi klinis infeksi saluran pernafasan akut (ISPA)?
6. Bagaimana patofisiologi infeksi saluran pernafasan akut (ISPA)?
7. Apa saja komplikasi infeksi saluran pernafasan akut (ISPA)?
8. Apa saja pemeriksaan penunjang infeksi saluran pernafasan akut (ISPA)?
9. Bagaimana penatalaksanaan medis infeksi saluran pernafasan akut (ISPA)?
10. Bagaimana asuhan keperawatan infeksi saluran pernafasan akut (ISPA)?
iiii
BAB II
TINJAUAN TEORI
3
iiii
4
iiii
5
iiii
6
iiii
7
iiii
8
2. ISPA sedang
ISPA sedang apabila timbul gejala sesak nafas, suhu tubuh lebih dari 39,0
C dan bila bernafas mengeluarkan suara seperti mengorok.
3. ISPA Berat
Gejala meliputi : kesadaran menurun, nadi cepat atau tidak teraba, nafsu
makan menurun, bibir dan ujung nadi membiru (sianosis) dan gelisah.
iiii
9
• Batuk
• Serak, yaitu anak bersuara parau pada waktu mengeluarkan suara (misal pada
waktu berbicara atau menangis).
• Pilek, yaitu mengeluarkan lender atau ingus dari hidung.
• Panas atau demam, suhu badan lebih dari 370 C atau jika dahi anak diraba.
Kuman berlebih
Infeksi saluran di bronkus
cerna Dilatasi pembuluh
darah
Peningkatan flora
normal di usus Akumulasi secret di
bronkus
Eksudat masuk peradangan
aveoli
Peristaltik usus
meningkat
Ketidakefektifan Gangguan
suhu tubuh
bersihan jalan difusi gas
malasorbsi
nafas
Hipertermi
Frekuensi
Beberapa kasus epiglotitis pada orang dewasa mungkin berasal dari virus.
Sebagian besar kasus larygotracheitis disebabkan oleh virus yang menyebabkan
ISPA.
e. Bronchitis dan Bronchialitis
Bronkitis dan bronkiolitis melibatkan peradangan pada pohon bronkus.
Bronkitis biasanya didahului oleh infeksi salauran pernafasan bagian atasa atau
merupakan bagian dari sindrom klinis pada penyakit seperyi influenza, rubeola,
rubella, pertusis, demam berdarah dan demam tifoid. Bronkitis kronis dengan batuk
terus-menerus dan produksi sputum tampaknya disebabkan oleh kombinasi faktor
lingkungan seperti, merokok dan infeksi bkteri dengn patogen seperti H influenzae
dan S pneumoniae.
f. Pneumonia
Pneumonia adalah radang penyakit paru. Konsolidasi jaringan paru-paru
dapat diidentifikasi dengan pemeriksaan fisik dan rontgen dada. Dari sudut pandang
anatomis, pneumonia lobar menunjukan proses alveolar yang melibatkan seluruh
lobus paru-paru sementara bronkopneumoniamenggambarkan proses alveolar yang
terjadi dalam disribusi yang tida rata tanpa mengisi seluruh lobis.
3. Membiasakan cuci tangan teratur menggunakan air dan sabun atau hand
sanitizer terutama setelah kontak dengan penderita ISPA. Ajarkan pada anak
untuk rajin cuci tangan untuk mencegah ISPA dan penyakit infeksi lainntya.
4. Melakukan imunisasi pada anak, imunisasi yang dapat mencegah ISPA
diantaranya imunisasi influenza, imunisasi DPT-Hib atau DaPT-Hib, dan
imunisasi PCV.
5. Hindari menyentuh mulut atau hidung setelah kontak dengan flu.
6. Segera cuci tangan dengan air dan sabun atau hand sanitizersetelah kontak
dengan ISPA.
7. Upayakan ventilasi yang cukup dalam ruangan atau rumah.
2. Tingkatan kedua
Upaya penanggulangan ISPA dilakukan dengan upaya pengobatan
sendiri. Upaya pengobatan dilakukan dibedakan atas klasifikasi ISPA yaitu :
a. Untuk kelompok umur <2 bulan, pengobatan meliputi :
Pneumonia berat : rawar dirumah sakit, beri oksigen, terapi
antibiotic dengan memberikan benzilpenisilin dan gentamisin atau
kanamisin.
b. Untuk kelompok umur 2 bulan-<5tahun, pengobatan meliputi :
17
3. Tingkatan ketiga
Pencegahan ini di tujukan kepada balita penderita ISPA agar tidak
bertambah parah dan meningkatkan kematian.
a. Pneumonia sangat berat : jika anak semakin memburuk setelah
pemberian kloramfenikol selama 48 jam, periksa adanya komplikasi dan
ganti dengan kloksasilin ditambah gentasimin jika diduga suatu
pneumonia stafilskokus.
2. Riwayat kesehatan
a) Keluhan utama
Biasanya pada pasien ISPA didapatkan keluhan utamanya yaitu
demam, batuk, pilek, sakit tenggorokan
b) Riwayat penyakit sekarang ( kondisi klien saat diperiksa)
19
3. Pola Kesehatan
Pola Kesehatan
Pola Nutrisi Biasanya pada pola nutrisi yang bisa didapatkan pada
klien seperti sebelum sakit selera makan klien baik,
makan 3x sehari, makanan halus, minum susu
formula ±720 cc/hari, dan ASI ±15x. Ketika sakit ibu
klien mengatakan selera makan klien menurun, Tim
Gizi memberikan Diit makanan halus, klien tidak
mau makan dan hanya minum ASI ±9 x dan susu
formula ±240 cc/hari.
Pemeriksaan
Suhu 381OC
Nadi 100x/menit
Tekanan Darah -
Respirasi Rate 50x/menit
GGS 4-5-6
Kesadaran
Keadaan umum Compasmetis, CRT < 2 detik Lemah.
Kulit Demam+ batuk+ sesak+ mual muntah+ BAB BAK+.
Inpeksi: tidak ada lesi, tidak ada hiperpigmetasi.
Palpasi: tidak ada nyeri tekan, tidak ada oedem/benjolan, tugor
kulit normal, kulit halus, akral hangat
Pemeriksaan
5. Pemeriksaan penunjang
1) Pemeriksaan kultur/ biakan kuman (swab); hasil yang didapatkan adalah
biakan kuman (+) sesuai dengan jenis kuman
2) Pemeriksaan hidung darah (deferential count); laju endap darah meningkat
disertai dengan adanya lekositosis dn juga disertai dengan adanya
thrombositopenia
3) Pemeriksaan foto toraks jika diperlukan
23
2.10.4 Intervensi
Intervensi dari masing-masing diagnosa adalah sebagia berikut :
9. ventilasi sehingga
kebutuhan
oksigen terpenuhi
10. Alat bantu
pernafasan
membantu organ
pernafasan
memenuhi
kebutuhan
oksigen sehingga
oksigen yang di
perlukan tubuh
tercukupi.
11. Fisioterapi dada
dapat memudahkan
klien dalam
mengeluarkan
secret
12. Memastikan
suara nafas
fesiculer.
Penurunan saturasi
oksigen dapat
menunjukan
prubahan status
kesehatan klien yang
dapat menimbulkan
hipoksia.
26
PENUTUP
3.1. Kesimpulan
Dari pemaparan materi diatas dapat disimpulkan :
❖ Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) adalah infeksi yang disebabkan
mikroorganisme di struktur saluran nafas yang tidak berfungsi untuk pertukaran
gas, termasuk rongga hidung, faring, dan laring yang terkenal dengan ISPA antara
lain pilek, faringitis atau radang tenggorok, laringitis, dan influenza tanpa
komplikasi.
❖ Klasifikasi ISPA menurut Depkes RI (2002) diantaranya : ISPA ringan, ISPA
sedang dan ISPA berat .
❖ Penyakit ISPA terjadi disebabkan oleh virus dan bakteri. Virus terbanyak yang
menyebabkan ISPA diantaranya adalah Rhinovirus,Adenovirus, RSV (Respiratory
Syncytia Virus), virus influenza, virus parainfluenza.
❖ Manifestasi klinis ISPA banyak bervariasi antara lain demam, pusing, malaise
(lemas), anoreksia (tidak nafsu makan), vomitus (muntah), photophobia (takut
cahaya), gelisah, batuk, keluar sekret, stridor (suaranafas), dyspnea (kesakitan
bernafas), retraksi suprasternal (adanya tarikan dada), hipoksia (kurang oksigen),
dan dapat berlanjut pada gagal nafas apabila tidak mendapat pertolongan dan
mengakibatkan kematian.
❖ Perjalanan klinis penyakit ISPA ini dibagi 4 tahap, yaitu :Tahap Prepatogenesis,
Tahap Inkubasi, Tahap dini penyakit, danTahap lanjut penyakit.
❖ Komplikasi penyakit yang disebabkan oleh ISPA, seperti: radang dalam selaput
lender, Otitis, Faringitis, Epiglotitis dan Laryngotracheitis, Bronchitis dan
Bronchialitis, dan Pneumonia
❖ Tingkat pencegahan ISPA : Tingkat pertama, intervensi yang ditujukan bagi
pencegahan dan faktor resiko dapat dianggap sebagai strategi untuk mengurangi
penyakit ISPA. Tingkatan kedua, upaya penanggulangan ISPA dilakukan dengan
upaya pengobatan sendiri. Upaya pengobatan dilakukan dibedakan atas klasifikasi
ISPA. Tingkatan ketiga, pencegahan ini di tujukan kepada balita penderita ISPA
agar tidak bertambah parah dan meningkatkan kematian.
❖ Pengobatan jenis obat yang paling sering diberikan kepada balita penderita ISPA
adalah obat kombinasi Parasetamol, Amoksisilin, GG, CTM dan Vitamin C.
27
28
3.2. Saran
Untuk mengurangi angka kejadian ISPA, dalam hal ini penulis menyarankan
agar semua pihak baik keluarga mapun instansi kesehatan lebih memperhatikan pola
hidup sehat dan tidak membuang sampah sembarangan dan makan makanan yang
bergizi.
.
DAFTAR PUSTAKA
Departemen kesehatan RI. (1996). Pedoman Program Pemberantasan Penyakit ISPA untuk
Penanggulangan Pnemonia pada Balita Dalam Pelita VI. Dirjen PPM dan PLP.
Jakarta, hal.1-7
Departemen Kesehatn Republik Indonesia. (2002). Pedoman Pemberantasan Penyakit
Saluran Pernafasan Akut. Jakarta : Departemen RI
Fibrila, F. (2015). HUBUNGAN USIA ANAK, JENIS KELAMIN DAN BERAT BADAN
LAHIR ANAK DENGAN KEJADIAN ISPA. Jurnal Kesehatan Metro Sai Wawai,
8(2). Hal 8-13
Khalida, A. (2018). Epidemologi Pencegahan penyakit infeksi saluran pernafasan akut
(ISPA) di puskesmas.
Maakh, Y. Laning, I. Tattu, R. 2015. Profil Pengobatan Infeksi Saluran Pernapasan Akut
(ISPA) Pada Balita Di Puskesmas Rambangaru Tahun 2015. Poltekes Kemenkes
Kupang, Kupang. Jurnal Info Kesehatan, 15(2).
Muttaqin, arif.(2008). Buku Ajar Asuhan Keperawatan Gangguan Sistem Pernafasan.
Jakarta : Salemba Medika
Puspitaningtyas, E.Z. (2017). ASUHAN KEPERAWATAN PADA ANAK YANG
MENGALAMI ISPA DENGAN KETIDAKEFEKTIFAN BERSIHAN JALAN
NAFAS DIRUANG ANAK RSUD BANGIL PASURUAN.
Syahidi, M. H. dkk. (2016). Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kejadian Infeksi Saluran
Pernapasan Akut (ISPA) pada Anak Berumur 12-59 Bulan di Puskesmas Kelurahan
Tebet Barat, Kecamatan Tebet, Jakarta Selatan, Tahun 2013. Jurnal Epidemiologi
Kesehatan Indonesia, 1(1) . Hal 23-27
Suputro, R. F. (2013). Bersihan Jalan Nafas. Skripsi pada Fakultas Ilmu Kesehatan UMP :
Tidak diterbitkan.
Wati, E. K. (2005). Hubungan Episode Infeksi Saluran Pernapasan Akut (Ispa) Dengan
Pertumbuhan Bayi Umur 3 Sampai 6 Bulan Di Kecamatan Suruh Kabupaten
Semarang. Skripsi pada Fakultas Kesehatan Undip Semarang : tidak diterbitkan.
World Health Organization. (2007). Pencegahan dan Pengendalian Infeksi Saluran
Pernapasan Akut (Ispa) yang Cenderung menjadi Epidemi dan Pandemi di Fasilitas
Pelayanan Kesehatan. Jenewa : Organisasi Kesehatan Dunia
iii