Anda di halaman 1dari 33

LAPORAN PENDAHULUAN

INFEKSI SALURAN PERNAFASAN AKUT (ISPA)

Disusnn oleh

Nama : Siti Yulianti Rohkmi


NPM : 1806444

Pembimbing Akademik

(Popon Haryeti, S.Kep., Ners., M.HKes)

PROGRAM STUDI DIII KEPERAWATAN


UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA
KAMPUS SUMEDANG

2020
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan karunia-Nya
sehingga penyusunan makalah yang berjudul “Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA)”
dapat terselesaikan pada waktunya.
Penyusunan makalah ini diajukan untuk memennuhi salah satu tugas praktek
Keperawatan Medikal Bedah I. Dalam penyusunannya makalah ini penulis banyak
mendapatkan bantuan dari berbagai pihak berupa bimbingan, saran, dan petunjuk bersifat
moril, spiritual maupun materi yang sangat berharga. Oleh karena itu, penulis megucapkan
terimakasih kepadaa :
1. Ibu Popon Haryeti, S.Kep., Ners., M.HKes selaku dosen pembimbing praktek
Keperawtan Medikal Bedah I.
2. Orang tua tercinta yang selalu mendukung, mendoakan, dan memberikan bantuan
baik moral maupun materi.
3. Seluruh teman-teman seperjuangan yang telah banyak membantu dalam penyusunan
makalah ini.
Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan makalah ini masih jauh dari kata
sempurna untuk itu penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang sifatnya
membangun guna sempurnanya makalah ini. Penulis berharap semoga makalah ini dapat
bermanfaat khususnya bagi penulis dan umumnnya bagi pembaca.

Sumedang, April 2020

Penulis

i
DAFTAR ISI
Halaman
KATA PENGANTAR .................................................................................................... i

DAFTAR ISI .................................................................................................................. ii

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang .................................................................................................... 1

1.2 Rumusan Masalah .............................................................................................. 2

1.3 Tujuan Penulisan ................................................................................................ 2

BAB II TINJAUAN TEORI

2.1 Anatomi Saluran Pernafasan ................................................................................ 3

2.2 Definisi Infeksi Saluran Pernafasan Akut ( ISPA) ............................................. 5

2.3 Klasifikasi Infeksi Saluran Pernafasan Akut ( ISPA) ......................................... 6

2,4 Etiologi Infeksi Saluran Pernafasan Akut ( ISPA) ............................................. 9

2.5 Manifestasi Klinis Infeksi Saluran Pernafasan Akut ( ISPA) ............................. 9

2.6 Patofisiologi Infeksi Saluran Pernafasan Akut ( ISPA) ...................................... 11

2.7 Komplikasi Infeksi Saluran Pernafasan Akut ( ISPA)........................................ 13

2.8 Pemeriksaan Infeksi Saluran Pernafasan Akut ( ISPA) ...................................... 14

2.9 Penatalaksanaan Infeksi Saluran Pernafasan Akut ( ISPA) ................................ 15

2.10 Asuhan Keperawatan Infeksi Saluran Pernafasan Akut ( ISPA) ..................... 18

BAB III PENUTUP

3.1 Kesimpulan ......................................................................................................... 27

3.1 Saran .................................................................................................................... 28

DAFTAR PUSTAKA .....................................................................................................

ii
i
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Infeksi pada saluran napas merupakan penyakit yang umum terjadi pada masyarakat.
Infeksi saluran napas berdasarkan wilayah infeksinya terbagi menjadi infeksi saluran napas
atas dan infeksi saluran napas bawah. Infeksi saluran napas atas meliputi rhinitis, sinusitis,
faringitis, laringitis, epiglotitis, tonsilitis, otitis. Sedangkan infeksi saluran napas bawah
meliputi infeksi pada bronkhus, alveoli seperti bronkhitis, bronkhiolitis, pneumonia. Infeksi
saluran napas atas bila tidak diatasi dengan baik dapat berkembang menyebabkan infeksi
saluran nafas bawah. Infeksi saluran nafas atas yang paling banyak terjadi serta perlunya
penanganan dengan baik karena dampak komplikasinya yang membahayakan adalah otitis,
sinusitis, dan faringitis.
Secara umum penyebab dari infeksi saluran napas adalah berbagai mikroorganisme,
namun yang terbanyak akibat infeksi virus dan bakteri. Infeksi saluran napas dapat terjadi
sepanjang tahun, meskipun beberapa infeksi lebih mudah terjadi pada musim hujan. Faktor-
faktor yang mempengaruhi penyebaran infeksi saluran napas antara lain faktor lingkungan,
perilaku masyarakat yang kurang baik terhadap kesehatan diri maupun publik, serta
rendahnya gizi. Faktor lingkungan meliputi belum terpenuhinya sanitasi dasar seperti air
bersih, jamban, pengelolaan sampah, limbah, pemukiman sehat hingga pencemaran air dan
udara.Perilaku masyarakat yang kurang baik tercermin dari belum terbiasanya cuci tangan,
membuang sampah dan meludah di sembarang tempat. Kesadaran untuk mengisolasi diri
dengan cara menutup mulut dan hidung pada saat bersin ataupun menggunakan masker pada
saat mengalami flu supaya tidak menulari orang lain masih rendah.
Selain itu, Infeksi saluran napas akut (ISPA) merupakan penyebab terpenting
morbiditas dan mortalitas pada anak. Kelompok usia 6-23 bulan adalah kelompok umur
paling rentan untuk mengalami ISPA. Berdasarkan data WHO dan Departemen Kesehatan
Republik Indonesia tahun 2008, pneumonia yang merupakan salah satu jenis ISPA adalah
penyebab paling banyak kematian balita di dunia dan juga di Indonesia. (Nasution dkk,2009)
ISPA cenderung menetap di angka yang sama meski pemerintah telah mencanangkan
program pemberantasan ISPA. (Nasution dkk,2009)

1
iiii
2
1.2. Rumusan Masalah
Dari latar belakang diatas didapatkan rumusan masalah sebagai berikut :
1. Bagaimana anatomi fisiologi sistem pernafasan?
2. Apa definisi dari infeksi saluran pernafasan akut (ISPA)?
3. Apa saja klasifikasi dari infeksi saluran pernafasan akut (ISPA)?
4. Bagaimana etiologi infeksi saluran pernafasan akut (ISPA)?
5. Bagaimana manifestasi klinis infeksi saluran pernafasan akut (ISPA)?
6. Bagaimana patofisiologi infeksi saluran pernafasan akut (ISPA)?
7. Apa saja komplikasi infeksi saluran pernafasan akut (ISPA)?
8. Apa saja pemeriksaan penunjang infeksi saluran pernafasan akut (ISPA)?
9. Bagaimana penatalaksanaan medis infeksi saluran pernafasan akut (ISPA)?
10. Bagaimana asuhan keperawatan infeksi saluran pernafasan akut (ISPA)?

1.3. Tujuan Penulisan


Dari rumusan masalah diatas didapatkan tujuan sebagai berikut:
1. Untuk mengetahui anatomi fisiologi sistem pernafasan?
2. Untuk mengetahui definisi dari infeksi saluran pernafasan akut (ISPA)
3. Untuk mengetahui klasifikasi infeksi saluran pernafasan akut (ISPA)..
4. Untuk mengetahui etiologi infeksi saluran pernafasan akut (ISPA).
5. Untuk mengetahui patofisiologi infeksi saluran pernafasan akut (ISPA).
6. Untuk mengetahui manifestasi klinis infeksi saluran pernafasan akut (ISPA).
7. Untuk mengetahui komplikasi infeksi saluran pernafasan akut (ISPA).
8. Untuk mengetahui pemeriksaan penunjang infeksi saluran pernafasan akut (ISPA).
9. Untuk mengetahui penatalaksanaan medis infeksi saluran pernafasan akut (ISPA).
10. Untuk mengetahui dan memahami asuhan keperawatan infeksi saluran pernafasan akut
(ISPA).

iiii
BAB II

TINJAUAN TEORI

2.1 Anatomi Fisiologi Sistem Pernafasan

A. Bagian – bagian dari saluran pernafasan


Saluran Pernafasan bagian atas :
1. Hidung
Hidung adalah bengunan berongga yang terbagi oleh sebuah sekat di
tengah menjadi rongga hidung kiri dan kanan. Masing–masing rongga di
bagian depan berhubungan keluar melalui nares (cuping hidung) anterior dan
di belakang berhubungan dengan bagian farings (nasofarings). Masing–
masing rongga hidung dibagi menjadi bagian vestibulum, yaitu bagian lebih
lebar tepat di belakang nares anterior dan bagian respirasi.
2. Faring
Faring dapat dibagi menjadi nasofarings, terletak di bawah dasar
tenggorokan, belakang dan atas palatum molle; orofarings, di belakang
rongga mulut dan permukaan belakang lidah dan laringofarings, di belakang
larings. Tuba Eustaschii bermuara pada nasofarings. Tuba ini berfungsi
menyeimbangkan tekanan udara pada kedua sisi membran timpani. Bila tidak
sama, telinga terasa sakit. Misalnya naik pesawat terbang. Untuk membuka
tuba ini, orang harus menelan.
3. Laring
Laring (kotak suara) bukan hanya jalan udara dari farings ke saluran
napas lainnya, namun juga menghasilkan besar suara yang

3
iiii
4

dipakai berbicara dan bernyanyi. Larings dutunjang oleh tulang-tulang


rawan, diantaranya yang terpenting adalah tulang rawan tiroid, yang khas
pada pria, namun kurang jelas pada wanita. Di bawahnya terdapat tulang
rawan krikoid, yang berhubungan dengan trakea.
4. Trakea
Trakea adalah tabung terbuka berdiameter 2,5 cm dan panjang 10–12
cm, meluas dari laring sampai ke puncak paru, tempat bercabang menjadi
bronkus kiri dan kanan. Tetap terbukanya trakea disebabkan tunjangan
sederetan tulang rawan (16-20 buah) yang terbentuk tapal kuda, dengan
bagian terbuka mengarah ke posterior (esofagus). Trakea dilapis epitel
bertingkat dengan silia dan sel goblet. Sel goblet menghasilkan mukus dan
silia berfungsi menyapu partikel yang berhasil lolos dari saringan di hidung,
ke arah faring untuk kemudian ditelan atau diludahkan atau dibatukkan.
Potongan melintang trakea khas berbentuk huruf D.
5. Cabang Tenggorokan
Merupakan lanjutan dari trakea ada 2 buah yang terdapat pada
ketinggian vertebra torakalis ke IV dan ke V. Mempunyai struktur yang sama
dengan trakea dan dilapisi oleh jenis sel yang sama. Bronkus-bronkus itu
berjalan kebawah dan ke samping ke arah tampuk paru – paru. Bronkus kanan
lebih pendek dan lebih besar dari bronkus kiri, terdiri dari 6-8 cincin
mempunyai 3 cabang. Bronkus kiri lebih panjang dan lebih ramping dari pada
bronkus kanan, terdiri dari 9-12 cincin mempunyai 2 cabang. Bronkus
bercabang-cabang, cabang yang lebih kecil disebut bronkiolus (bronkhioli).
Pada bronkhioli tidak terdapat cincin lagi dan pada ujung bronkhioli terdapat
gelembung paru, gelambung hawa atau alveoli.

Saluran pernafasan bagian bawah :


1. Paru – paru
Paru – paru merupakan sebuah alat tubuh yang sebagian besar terdiri
dari gelembung – gelembung (gelembung hawa+alveoli), gelembung hawa
alveoli ini terdiri dari sel – sel epitel dan endotel, jika dibentangkan luar
permukaannya.

iiii
5

B. Fisiologi sistem pernafasan


Pernafasan juga merupakan peristiwa menghirup udara dari luar yang
mengandung O2 dan mengeluarkan Co2 sebagai sisa dari oksidasi dari tubuh.
Penghisapan udara ke dalam tubuh disebut proses inspirasi dan menghembuskan
udara keluar tubuh disebut proses ekspirasi. Manusia membutuhkan suplay oksigen
secara terus-menerus untuk proses respirasi sel, dan membuang kelebihan
karbondioksida sebagai limbah beracun produk dari proses tersebut. Pertukaran gas
antara oksigen dengan karbondioksida dilakukan agar proses respirasi sel terus
berlangsung. Oksigen yang dibutuhkan untuk proses respirasi sel ini berasal dari
atmosfer, yang menyediakan kandungan gas oksigen sebanyak 21% dari seluruh gas
yang ada. Oksigen masuk kedalam tubuh melalui perantaraan alat pernapasan dan
pada manusia disebut alveolus yang terdapat di paru-paru berfungsi sebagai
permukaan untuk tempat pertukaran gas. Ada dua bagian yang mungkin dapat
digambarkan dalam pernafasan yaitu:
1. O2 – hidung – trachea – alveoli – pembuluh kapiler alveolus – ikatan O2
dengan Hb – jantung –seluruh tubuh sampai ke setiap sel.
2. Co2 – membran alveoli – kapiler – alveoli – bronchroli – bronchus – trakea
– hidung.

2.2 Definisi Infeksi Saluran Pernafasan Akut ( ISPA)


Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) adalah penyebab utama morbiditas dan
mortalitas penyakit menular di dunia. Hampir empat juta orang meninggal akibat ISPA
setiap tahun, 98%- nya disebabkan oleh infeksi saluran pernapasan bawah. Tingkat
mortalitas sangat tinggi pada bayi ,anak-anak, dan orang lanjut usia, terutama di negara-
negara dengan pendapatan per kapita rendah dan menengah (Syahidi, dkk. 2016).
Menurut WHO, Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) adalah penyakit saluran
pernapasan atas atau bawah, biasanya menular, yang dapat menimbulkan berbagai
spektrum penyakit yang berkisar dari penyakit tanpa gejala atau infeksi ringan sampai
penyakit yang parah dan mematikan, tergantung pada patogen penyebabnya, faktor
lingkungan, dan faktor pejamu. ISPA didefinisikan disebabkan oleh agen infeksius yang
ditularkan dari manusia ke manusia. Timbulnya gejala biasanya cepat.

iiii
6

Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) adalah infeksi yang disebabkan


mikroorganisme di struktur saluran nafas yang tidak berfungsi untuk pertukaran gas,
termasuk rongga hidung, faring, dan laring yang terkenal dengan ISPA antara lain pilek,
faringitis atau radang tenggorok, laringitis, dan influenza tanpa komplikasi.
Penyakit ISPA mengandung tiga unsur pengertian yaitu infeksi, saluran
pernapasan dan akut. ISPA didefinisikan sebagai suatu penyakit infeksi pada hidung,
telinga, tenggorokan (pharynx), trachea, bronchioli dan paru yang kurang dari dua
minggu (14 hari) dengan tanda dan gejala dapat berupa: batuk dan atau pilek (ingus) dan
atau batuk pilek dan atau sesak nafas karena hidung tersumbat dengan atau tanpa
demam. Dengan batasan ini, maka jaringan paru-paru termasuk dalam saluran
pernapasan (respiratory tract). Batas waktu 14 hari diambil untuk menunjukkan
berlangsungnya proses akut, meskipun beberapa penyakit yang dapat digolongkan
ISPA, proses ini dapat berlangsung lebih dari 14 hari (Depkes RI,1996) (Wati,2005).

Gambar 2.1 Infeksi Saluran Pernafasan Akut

2.3 Klasifikasi Infeksi Saluran Pernafasan Akut ( ISPA)


a. Berdasarkan lokasi anatomi
1) Infeksi saluran pernafasan akut atas
Infeksi saluran pernafasan akut atau merupakan infeksi yang menyerang
saluran pernafasan bagian atas (faring). Terdapat beberapa gejala yang
ditemukan pada infeksi ini yaitu demam, batuk, sakit tenggorokan, bengkak di
wajah, nyeri telinga, ottorhea, dan mastoiditis (parthasarathy, 2013)
(.Puspaningtyas,2017)
Beberapa penyakit yang merupakan contoh infeksi saluran pernafasan
akut atas yaitu sinusitis, fangitis, dan otitis media akut (ziady

iiii
7

small, 2006) (Puspatingyas, 2017).

2) Infeksi saluran pernafasan bawah


Infeksi saluran pernafasan akut bawah merupakan infeksi yang
menyerang saluran pernafasan bagian bawah. Seseorang yang terkena infeksi
pada saluran pernafasan bawah biasanya akan ditemukan gejala takipnea, retraksi
dada, dan pernafasan wheezing (Parthasarathy (ed), et al, 2013). Beberapa
penyakit yang merupakan contoh infeksi saluran pernafasan akut bawah yaitu
bronchiolitis, bronchitis akut, dan pneumonia (Zuriyah.2015)
(Puspaningtyas,2017).

3. Berdasarkan kelompok umur


Klasifikasi penyakit ISPA dibedakan untuk golongan umur di bawah 2
bulan dan untuk golongan umur 2 bulan-5 tahun (Muttaqin, 2008):
a. Golongan Umur Kurang 2 Bulan
1) Pneumonia Berat
Bila disertai salah satu tanda tarikan kuat di dinding pada bagian
bawah atau napas cepat. Batas napas cepat untuk golongan umur kurang 2
bulan yaitu 6x permenit atau lebih.
2) Pneumonia (batuk pilek biasa)
Bila tidak ditemukan tanda tarikan kuat dinding dada bagian bawah
atau napas cepat. Tanda bahaya untuk golongan umur kurang 2 bulan, yaitu:
1. Kurang bisa minum (kemampuan minumnya menurun sampai kurang
dari ½ volume yang biasa diminum)
2. Kejang
3. kesadaran menurun
4. Stridor
5. Wheezing
6. Demam / dingin.

iiii
8

b. Golongan Umur 2 Bulan-5 Tahun


1) Pneumonia Berat
Bila disertai napas sesak yaitu adanya tarikan di dinding dada bagian
bawah ke dalam pada waktu anak menarik nafas (pada saat diperiksa anak
harus dalam keadaan tenang, tidak menangis atau meronta).
2) Pneumonia Sedang
Bila disertai napas cepat. Batas napas cepat ialah:
• Untuk usia 2 bulan-12 bulan = 50 kali per menit atau lebih
• Untuk usia 1-4 tahun = 40 kali per menit atau lebih.
3) Bukan Pneumonia
Bila tidak ditemukan tarikan dinding dada bagian bawah dan tidak
ada napas cepat. Tanda bahaya untuk golongan umur 2 bulan-5 tahun yaitu:
1. Tidak bisa minum
2. Kejang
3. Kesadaran menurun
4. Stridor
5. Gizi buruk

Klasifikasi ISPA menurut Depkes RI (2002) adalah :


1. ISPA ringan
Seseorang yang menderita ISPA ringan apabila ditemukan gejala batuk,
pilek dan sesak.

2. ISPA sedang
ISPA sedang apabila timbul gejala sesak nafas, suhu tubuh lebih dari 39,0
C dan bila bernafas mengeluarkan suara seperti mengorok.

3. ISPA Berat
Gejala meliputi : kesadaran menurun, nadi cepat atau tidak teraba, nafsu
makan menurun, bibir dan ujung nadi membiru (sianosis) dan gelisah.

iiii
9

2.4 Etiologi Infeksi Saluran Pernafasan Akut ( ISPA)


Penyakit ISPA terjadi disebabkan oleh virus dan bakteri. Virus terbanyak yang
menyebabkan ISPA diantaranya adalah Rhinovirus,Adenovirus, RSV (Respiratory
Syncytia Virus), virus influenza, virus parainfluenza. Pada klasifikasi khusus seperti
bronkhitis akut ditemukan virus rubeola dan paramixavirus. Sedangkan pada
bronkiolotis ditemukan virus Mycoplasma. Virus-virus tersebut paling banyak
ditemukan pada kasus ISPA. Selain virus, penyebab infeksi pada pernapasan akut juga
disebabkan oleh bakteri. Bakteri yang sering menyerang seperti bakteri Strepcoccus,
pada kasus penyakit faringitis, tonsilitis dan tonsilofaringitis adalah bakteri strepcoccus
beta hemolitikus grup A. Golongan strepcoccus lainnya yang biasanya menyebabkan
infeksi adalah strepcoccus pneumuoniae dan strepcoccus pyogenes. Bakteri lain seperti
Hemopilus influenza (beberapa diantaranya tipe B), staphylococcus aereus, dan
Mycoplasma pneumonia (Naning at al, 2014).
Penyebab ISPA pada balita bervariasi. ISPA dapat disebabkan oleh faktor agent
yang disebabkan oleh virus dan bakteri, faktor lingkungan, faktor prilaku dan faktor
individu anak itu sendiri. Penyebab ISPA yang berasal dari faktor individu anak antara
lain; umur anak, jenis kelamin, berat badan lahir, status gizi, vitamin A dan imunisasi
(Maryunani, 2010) (Fibrila,2015).

2.5 Manifestasi Klinis Infeksi Saluran Pernafasan Akut ( ISPA)


ISPA merupakan proses inflamasi yang terjadi pada setiap bagian saluran
pernafasan atas maupun bawah, yang meliputi infiltrat peradangan dan edema mukosa,
kongestif vaskuler, bertambahnya sekresi mukus serta perubahan struktur fungsi siliare
(Muttaqin, 2008).
Tanda dan gejala ISPA banyak bervariasi antara lain demam, pusing, malaise
(lemas), anoreksia (tidak nafsu makan), vomitus (muntah), photophobia (takut cahaya),
gelisah, batuk, keluar sekret, stridor (suaranafas), dyspnea (kesakitan bernafas), retraksi
suprasternal (adanya tarikan dada), hipoksia (kurang oksigen), dan dapat berlanjut pada
gagal nafas apabila tidak mendapat pertolongan dan mengakibatkan kematian. (Nelson,
2003) (Maakh,2015).
Sedangkan tanda gejala ISPA menurut Depkes RI (2002) adalah :
a. Gejala dari ISPA Ringan
Seseorang anak dinyatakan menderita ISPA ringan jika ditemukan satu atau lebih
gejala-gejala sebagai berikut:
10

• Batuk
• Serak, yaitu anak bersuara parau pada waktu mengeluarkan suara (misal pada
waktu berbicara atau menangis).
• Pilek, yaitu mengeluarkan lender atau ingus dari hidung.
• Panas atau demam, suhu badan lebih dari 370 C atau jika dahi anak diraba.

b. Gejala dari ISPA Sedang


Seorang anak dinyatakan menderita ISPA sedang jika dijumpai gejala dari ISPA
ringan disertai satu atau lebih gejala-gejala sebagai berikut:
• Pernafasan lebih dari 50 kali per menit pada anak yang berumur kurang dari
satu tahun atau lebih dari 40 kali per menit pada anak yang berumur satu tahun
atau lebih. Cara menghitung pernafasan ialah dengan menghitung jumlah
tarikan nafas dalam satu menit. Untuk menghitung dapat digunakan arloji.
• Suhu lebih dari 390 C (diukur dengan termometer).
• Tenggorokan berwarna merah.
• Timbul bercak-bercak merah pada kulit menyerupai bercak campak.
• Telinga sakit atau mengeluarkan nanah dari lubang telinga.
• Pernafasan berbunyi seperti mengorok (mendengkur).
• Pernafasan berbunyi menciut-ciut.

c. Gejala dari ISPA Berat


Seorang anak dinyatakan menderita ISPA berat jika dijumpai gejala-gejala ISPA
ringan atau ISPA sedang disertai satu atau lebih gejala-gejala sebagai berikut:
• Bibir atau kulit membiru.
• Lubang hidung kembang kempis (dengan cukup lebar) pada waktu bernafas.
• Tidak sadar atau kesadaran menurun.
• Pernafasan berbunyi seperti orang mengorok dan anak tampak gelisah.
• Sela iga tertarik ke dalam pada waktu bernafas.
• Nadi cepat lebih dari 160 kali per menit atau tidak teraba.
• Tenggorokan berwarna merah.
11

2.6 Patofisologi Infeksi Saluran Pernafasan Akut ( ISPA)


Sebagian ISPA disebabkan oleh bakteri dam virus yang membuat infeksi pada
saluran pernafasan atas maupun bawah (Akhmad, 2008). Penyebab tersebut membuat
perjalanan penyakit dengan cara kontak antara virus atau bakteri sehingga organ pada
pernafasan akan terserang sehingga akan menimbulkan respon inflamasi atau membuat
infeksi pada organ tersebut. Saat infeksi akan terjadi vasodilatasi dan peningkatan
permeabilitas kapiler, hal tersebut akan membuat manifestasi klinik pada penderita
(Naning et al, 2014).
Menurut Mukono (2008), yang diambil dari penelitian Hutagaol (2014),
perjalanan penyakit ISPA berawal dari saluran pernafasan yang dilapisi oleh mukosa
bersilia. Udara yang masuk melalui hidung akan disaring oleh rambut pada hidung,
partikel kecil dari udara akan menempel pada mukosa. Pada udara yang kotor, partikel
udara akan tertahan pada mukosa sehingga pergerakan silia akan menjadi lambat yang
akan berakibat pada iritasi pada saluran pernafasan. Hal tersebut membuat peningkatan
produksi lendir sehingga saluran pernafasan menjadi sempit dan makrofage. Akibatnya
benda asing akan terarik dan bakteri atau virus tidak dapat dikeluarkan dari sistem
pernafasan.
Dari uraian diatas, perjalanan klinis penyakit ISPA ini dibagi 4 tahap, yaitu :
1. Tahap Prepatogenesis, penyebab telah ada tetapi penderita belum menunjukan
reaksi apa apa
2. Tahap Inkubasi, virus merusak lapisan epitel dan lapisan mukosa. Tubuh
menjadi lemah apalagi bila keadaan gizi dan daya tahan sebelumnya memang
sudah rendah
3. Tahap dini penyakit, dimulai dari munculnya gejala penyakit. Timbul gejala
demam dan batuk
4. Tahap lanjut penyakit, dibagi menjadi empat, yaitu dapat sembuh sempurna,
sembuh dengan atelektaksis, menjadi kronis dan dapat meninggal akibat
pnemonia.
12

Pathway Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA)


Berikut adalah perjalanan penyakit dari ISPA :

Virus, Bakteri, Jamur

Kuman terbawa ke Invasi saluran nafas Infeksi saluran nafas


saluran nafas cerna akut bawah

Kuman berlebih
Infeksi saluran di bronkus
cerna Dilatasi pembuluh
darah
Peningkatan flora
normal di usus Akumulasi secret di
bronkus
Eksudat masuk peradangan
aveoli
Peristaltik usus
meningkat

Ketidakefektifan Gangguan
suhu tubuh
bersihan jalan difusi gas
malasorbsi
nafas

Hipertermi
Frekuensi

Mucus dibronkus meningkat


Gangguan
keseimbangan
Anoreksia
cairan tubuh

Nutrisi Kurang dari


Kebutuhan Tubuh

Sumber : Muttaqin (2008)


Gambar 2.5.1 Patofisiologi ISPA
13

2.7 Komplikasi Infeksi Saluran Pernafasan Akut ( ISPA)


Penyakit ini sebenarnya merupakan self limited disease, yang sembuh sendiri
5 sampai 6 hari, jika tidak terjadi invasi kuman lain. Tetapi penyakit ISPA yang tidak
mendapatkan pengobatan dan perawatan yang baik dapat menimbulkan komplikasi
seperti: sinusitis paranasal, penutupan tuba eustachi, empiema, meningitis dan
bronkopneumonia serta berlanjut pada kematian karena adanya sepsis yang menular
(Ngastiyah, 2005)(Maakh,2015).
Komplikasi yang mungkin terjadi adalah sinusitis, faringitis, infeksi telinga
tengah, infeksi saluran tuba eustachii, hingga bronkhitis dan pneumonia (radang paru).
Infeksi saluran pernapasan parah dan menyebabkan dehidrasi yang signifikan, kesulitan
bernafas dengan oksigenasi buruk ( hipoksia ), kebingungan yang signifikan, kelesuan,
dan pembengkakan napas pendek pada paru-paru kronis dan penyakit jantung ( chronic
obstructive pulmonary disease atau COPD, gagal jantung kongestif ).

ISPA Parah Akan Mendapatkan Komplikasi Seperti :


a. Radang dalam selaput lender
Sinusitis adalah kondisi peradangan akut dari satu atau lebih sinus paranasal.
Infeksi memainkan peran penting dalam penderitaan ini. Sinusitis sering terjadi
akibat infeksi pada situs lain dari saluran pernafasan karena sinus paranasal
bersebelahan dengan, dan berkomunikasi dengan, saluran pernapasan bagian atas.
b. Otitis
Infeksi telinga adalah peristiwa umum yang ditemui dalam praktik medis,
terutama pada anak kecil. Otitis externa adalah infeksi yang melibatkan kanal
pendengaran eksternal sementara otitis media menunjukkan radang pada telinga
tengah.
c. Faringitis
Faringitis adalah radang faring yang melibatkan jaringan limfoid faring
posterior dan lateral faring. Etiologi dapat berupa infeksi bakteri, virus dan jamur
serta etiologi non-infeksi seperti merokok. Sebagian besar kasus disebabkan oleh
infeksi virus dan menyertai flu biasa atau influenza.
d. Epiglotitis dan Laryngotracheitis
Peradangan pada jalan nafas atas diklasifikasikan sebagai epiglotitis atau
laringotracheitis (croup) berdasarkan lokasi, manifestasi klinis, dan patogen infeksi.
14

Beberapa kasus epiglotitis pada orang dewasa mungkin berasal dari virus.
Sebagian besar kasus larygotracheitis disebabkan oleh virus yang menyebabkan
ISPA.
e. Bronchitis dan Bronchialitis
Bronkitis dan bronkiolitis melibatkan peradangan pada pohon bronkus.
Bronkitis biasanya didahului oleh infeksi salauran pernafasan bagian atasa atau
merupakan bagian dari sindrom klinis pada penyakit seperyi influenza, rubeola,
rubella, pertusis, demam berdarah dan demam tifoid. Bronkitis kronis dengan batuk
terus-menerus dan produksi sputum tampaknya disebabkan oleh kombinasi faktor
lingkungan seperti, merokok dan infeksi bkteri dengn patogen seperti H influenzae
dan S pneumoniae.
f. Pneumonia
Pneumonia adalah radang penyakit paru. Konsolidasi jaringan paru-paru
dapat diidentifikasi dengan pemeriksaan fisik dan rontgen dada. Dari sudut pandang
anatomis, pneumonia lobar menunjukan proses alveolar yang melibatkan seluruh
lobus paru-paru sementara bronkopneumoniamenggambarkan proses alveolar yang
terjadi dalam disribusi yang tida rata tanpa mengisi seluruh lobis.

2.8 Pemeriksaan Insfeksi Saluran Pernafasan (ISPA)


2.8.1 Pemeriksaan Penunjang
Laboratorium dan test diagnostik ISPA menurut Betz dan souwden , 2000
(Saputro,2013) :
1. Pemeriksaan Radiologi (foto torak)
Pemeriksaan Radiologi adalah untuk mengetahui penyebab dan
mendiagnosa secara tepat
2. Pemeriksaan RSV
Pemeriksaan RSV adalah untuk mendiagnosis RSV (Respiratori Sinisial
Virus)
3. Gas Darah Arteri
Gas areteri darah yaitu untuk mengkaji perubahan pada sistem saluran
pernafasan kandungan oksigen dalam darah
4. Jumlah sel darah putih normal atau meningkat
15

2.8.2 Pemeriksaan Diagnostik


Pengkajian terutama pada jalan nafas (Saputro,2013):
Fokus utama pada pengkajian pernafasan ini adalah pola, kedalaman, usaha
serta irama dari pernafasan.
1. Pola, cepat (tachynea) atau normal.
2. Kedalaman, nafas normal, dangkal atau terlalu dalam yang biasanya dapat kita
amati melalui pergerakan rongga dada dan pergerakan abdomen.
3. Usaha, kontinyu, terputus-putus, atau tiba-tiba berhenti disertai dengan adanya
bersin.
4. Irama pernafasan, bervariasi tergantung pada pola dan kedalaman pernafasan.
Bersihan Jalan Nafas,
5. Observasi lainya adalah terjadinya infeksi yang biasanya ditandai dengan
peningkatan suhu tubuh, adanya batuk, suara nafas wheezing. Bisa juga didapati
adanya cyanosis, nyeri pada rongga dada dan peningkatan produksi dari sputum.

Pemeriksaan penunjang yang lazim dilakukan (Saputro,2013) adalah :


1. Pemeriksaan kultur/ biakan kuman (swab); hasil yang didapatkan adalah biakan
kuman (+) sesuai dengan jenis kuman
2. Pemeriksaan hitung darah (deferential count); laju endap darah meningkat disertai
dengan adanya leukositosis dan bisa juga disertai dengan adanya thrombositopenia
3. Pemeriksaan foto thoraks jika diperlukan

2.9 Penatalaksanaan Infeksi Saluran Pernafasan Akut ( ISPA)

2.9.1 Pencegahan ISPA


a) Prinsip dasar pencegahan penyakit ISPA
1. Menjaga kesehatan gizi diri sendiri dan keluarga agar tetap baik. Memberikan
ASI eksklusif pada bayi anda.
2. Menjaga pola hidup sehat daan bersih, istirahat atau tidur yang cukup dan
melakukan olahraga yang teratur
16

3. Membiasakan cuci tangan teratur menggunakan air dan sabun atau hand
sanitizer terutama setelah kontak dengan penderita ISPA. Ajarkan pada anak
untuk rajin cuci tangan untuk mencegah ISPA dan penyakit infeksi lainntya.
4. Melakukan imunisasi pada anak, imunisasi yang dapat mencegah ISPA
diantaranya imunisasi influenza, imunisasi DPT-Hib atau DaPT-Hib, dan
imunisasi PCV.
5. Hindari menyentuh mulut atau hidung setelah kontak dengan flu.
6. Segera cuci tangan dengan air dan sabun atau hand sanitizersetelah kontak
dengan ISPA.
7. Upayakan ventilasi yang cukup dalam ruangan atau rumah.

b) Tingkat pencegahan ISPA


1. Tingkat pertama
Intervensi yang ditujukan bagi pencegahan dan faktor resiko dapat
dianggap sebagai strategi untuk mengurangi penyakit ISPA :
a. Penyuluhan
Dilakukan oleh tenaga kesehatan dimana kegiatan ini
diharapkan dapat mengubah sikap dan prilaku masyarakan terhadap hal-
hal yang dapat meningkatkan faktor resiko ISPA.
b. Imunisasi
Yang merupakan strategi spesifik untuk dapat mengurangi
angka kesakitan (insiden). Usaha dibidang gizi yaitu untuk mengurangi
malnutrisi, defisiensi vitamin A. Program KIA yang menangani
kesehatan ibu dan bayi berat badan lahir rendah.

2. Tingkatan kedua
Upaya penanggulangan ISPA dilakukan dengan upaya pengobatan
sendiri. Upaya pengobatan dilakukan dibedakan atas klasifikasi ISPA yaitu :
a. Untuk kelompok umur <2 bulan, pengobatan meliputi :
Pneumonia berat : rawar dirumah sakit, beri oksigen, terapi
antibiotic dengan memberikan benzilpenisilin dan gentamisin atau
kanamisin.
b. Untuk kelompok umur 2 bulan-<5tahun, pengobatan meliputi :
17

Pneumonia sangat berat : rawat dirumah sakit, berikan oksigen,


terapi antibiotic dengan memberikan kloramfenikol secara intramuscular
setiap 6 jam.

3. Tingkatan ketiga
Pencegahan ini di tujukan kepada balita penderita ISPA agar tidak
bertambah parah dan meningkatkan kematian.
a. Pneumonia sangat berat : jika anak semakin memburuk setelah
pemberian kloramfenikol selama 48 jam, periksa adanya komplikasi dan
ganti dengan kloksasilin ditambah gentasimin jika diduga suatu
pneumonia stafilskokus.

2.9.2 Pengobatan ISPA


a) Jenis Obat
Dapat diketahui bahwa dalam penatalaksanaan ISPA bukan
pneumonia tidak diberikan Antibiotik tetapi obat kombinasi tablet/pulvis
sebanyak 26 kasus atau 7,10 % yakni antipiretik (Parasetamol),
ekspektoran (GG), antihistamin (CTM dan Dexa), dan vitamin (Vitamin
C/Vitamin B Complex). Hal ini disebabkan balita penderita ISPA berdasarkan
diagnosa dokter dan tanya jawab petugas kesehatan terhadap ibu balita bahwa
balita penderita ISPA bukan pneumonia adalah balita penderita batuk pilek
biasa dan demam sehingga pemberian obat-obatan tersebut untuk
menunjang pengobatan dan perlu di beritahukan jika batuk melebihi 3
minggu, segera dilakukan pemeriksaan lebih lanjut. (Maakh,2015)
Sedangkan pada penatalaksanaan ISPA sedang/Pneumoniasedang
sesuai MTBS di berikan Antibiotik seperti Amoksisilin, Kotrimoksazol
dan Antipiretik seperti Parasetamol. jenis antibiotik terbanyak yang
diberikan adalah antibiotik Amoksisilin tablet sebanyak 263 kasus atau 71,88
%. Pada MTBS, Kotrimoksazol merupakan antibiotik pilihan pertama
sedangkan Amoksisilin pilihan kedua. ( Laning, 2015)
Berdasarkan penatalaksanaan ISPA obat yang digunakan untuk
terapi ISPA adalah antibiotik seperti Amoxicilin dan Cotrimoksazol dan
obat penurun panas seperti Parasetamol sedangkan penambahan obat lain
seperti ibuprofen, menurut petugas kesehatan di Puskesmas adalah
18

sebagai pengganti Parasetamol jika tidak ada persediaan.


Penambahan Efedrin sebagai obat simptomatik (batuk dan pilek).
Jenis obat yang paling sering diberikan kepada balita penderita ISPA
adalah obat kombinasi Parasetamol, Amoksisilin, GG, CTM dan Vitamin C.
Hal ini disebabkan karena balita penderita ISPA yang datang berkunjung
tidak hanya memerlukan pengobatan causal saja (pneumonia atau bukan
pneumonia) tetapi berupa obat simptomatik seperti obat batuk pilek dan
substansi seperti vitamin untuk menunjang pengobatan. (Maakh,2015)

b) Lama Pengobatan dan Bentuk Sedian


Lama pengobatan balita penderita ISPA minimal adalah 3 hari,
kecuali diberikan dalam bentuk pulvis dan dan sirup ama pengobatannya 3 dan
4 hari. Hal ini disesuaikan dengan pemberian pulvis 10 hingga 12
bungkus selama 3 hari dan sirup selama 4 hari. Bentuk sediaan yang
paling banyak digunakan adalah tablet amoksisilin dan pulvis ISPA
(Parasetamol/ Ibuprofen, GG, CTM, Dexa, Efedrin, Vitamin) sebanyak 263
pasien atau 71,88 % dengan lama pengobatan 3-5 hari. Biasanya
petugas menanyakan kepada orangtua balita jika balita bisa menelan tablet
di berikan dalam bentuk tablet dengan dibagi menurut dosis sekali minum
misalnya satu tablet di bagi menjadi setengah atau seperempat tablet.
(Maakh,2015)

2.10 Asuhan Keperawatan Inspeksi Saluran Pernafasan Atas (ISPA)

2.10.1 Data Fokus Pengkajian


1. Identitas Pasien
Identitas pasien meliputi nama, usia, jenis kelamin, suku, agama,
pendidikan , dan alamat.

2. Riwayat kesehatan
a) Keluhan utama
Biasanya pada pasien ISPA didapatkan keluhan utamanya yaitu
demam, batuk, pilek, sakit tenggorokan
b) Riwayat penyakit sekarang ( kondisi klien saat diperiksa)
19

Pasien dengan ISPA biasanya Dua hari sebelumnya klien mengalami


demam, batuk berdahak, sakit kepala, badan lemah, nyeri otot dan sendi,
nafsu makan menurun, batuk, pilek, dan sakit tenggorokan.

c) Riwayat penyakit dahulu


Apakah klien pernah mengalami penyakit seperti pernah dirawat
dirumah sakit dengan penyakit yang diderita sebelumnya.
d) Riwayat penyakit keluarga
Adakah anggota keluarga yang pernah mengalami sakit seperti
penyakit klien.
e) Riwayat sosial
Apakah lingkungan tempat tinggal klien memadai atau tidak
f) Riwayat Psikososial
Informasi mengenai tingkah laku perasaan dan emosi pasien seperti
cemas, menangis, takut, dll
g) Riwayat Spritual
Apakah klien slalu dapat menerima keadaan atau kondisinya.
20

3. Pola Kesehatan

Pola Kesehatan

Pola Nutrisi Biasanya pada pola nutrisi yang bisa didapatkan pada
klien seperti sebelum sakit selera makan klien baik,
makan 3x sehari, makanan halus, minum susu
formula ±720 cc/hari, dan ASI ±15x. Ketika sakit ibu
klien mengatakan selera makan klien menurun, Tim
Gizi memberikan Diit makanan halus, klien tidak
mau makan dan hanya minum ASI ±9 x dan susu
formula ±240 cc/hari.

Biasanya pola eliminasi yang klien alami seperti


Pola Eliminasi
kebiasaan klien BAK di rumah ± 6x/hari, warna
kuning jernih, dan BAB 2x/hari, warna kuning dan
khas bau feses. Ketika di rumah sakit klien
mengatakan BAK 4x/hari(pempres) dan BAB
1x/hari.

Ibu klien mengatakan klien istirahat tidur di rumah 8


Pola istirahat-tidur -10 jam/hari dengan perlengkapan dan penerangan
yang baik. Ketika di rumah sakit klien sering rewel
dan tidur 3-4 jam/hari.

Pola aktifitas Aktivitas klien di rumah dan di rumah sakit di bantu


ibu dan keluarga klien.
21

4. Pemeriksaan fisik (Head to toe)

Pemeriksaan

Suhu 381OC
Nadi 100x/menit
Tekanan Darah -
Respirasi Rate 50x/menit
GGS 4-5-6
Kesadaran
Keadaan umum Compasmetis, CRT < 2 detik Lemah.
Kulit Demam+ batuk+ sesak+ mual muntah+ BAB BAK+.
Inpeksi: tidak ada lesi, tidak ada hiperpigmetasi.
Palpasi: tidak ada nyeri tekan, tidak ada oedem/benjolan, tugor
kulit normal, kulit halus, akral hangat

Rambut Inpeksi: disterbusi rambut merata, bersih dan tidak bercabang.


Palpasi: tidak mudah ronntok dan halus.

Inpeksi : tidak pucat, tidak ada sianosis.


Kuku
Palpasi: CRT < 2 detik Inpeksi: bentuk simetris, tidak ada lesi
dan tidak terlihat oedem.

Palpasi: tidak ada benjolan dan tidak ada nyeri tekan.


Kepala

Inpeksi: kunjungtiva pucat dan sclera merah, reflek kedip baik,


Mata
tidak terdapat radang, pupil isokor.

Inpeksi: tidak ada inflamasi, bentuk simetris, terdapat sekret


Hidung
berlebih, terpasang O2 nasal 3 lpm dan tidak ada pernafasan
cuping hidung. Palpasi: tidak aja nyeri tekan dan benjolan.

Inpeksi: bentuk simetris, bersih tidak terdapat lesi dan


peradangan.

Telinga Palpasi: tidak ada respon nyeri di daun telinga.

Inpeksi: bentuk bibir simetris,mukosa bibir lembab, mual


Mulut dan Faring
muntah bentuk cairan susu 2x/hari, tidak terdapat lesi, lidah
bersih, tidak terdapat peradangan
22

Pemeriksaan

Leher Inpeksi: bentuk simetris, bersih tidak terdapat lesi dan


peradangan.
Palpasi: tidak ada respon nyeri di daun telinga.

Inpeksi: bentuk dada simetris, terdapat tarikan dinding


Thorax
dada.
Palpasi: dinding dada simetris, tidak ada nyeri tekan dan
benjolan.
Perkusi: sonor memendek sampai beda.
Auskultasi: Vesikuler basah di sertai ronki.

Inpeksi: bentuk simetris, tidak ada asites, tidak terlihat


Perut benjolan.
Palpasi: tidak ada nyeri tekan, tidak ada benjolan.

Inpeksi: jenis kelamin laki- laki dan lengkap, tidak ada


Genetalia pembesaran kandung kemih, tidak ada lesi, tidak terpasang
catheter, intake: ASI
±9x/hari, susu formula
±240cc/hari, output: ganti popok 2x/hari penuh.

Palpasi: tidak ada nyeri tekan Inpeksi: klien lemah,


Muskuloskletal
penurunan aktivitas.

5. Pemeriksaan penunjang
1) Pemeriksaan kultur/ biakan kuman (swab); hasil yang didapatkan adalah
biakan kuman (+) sesuai dengan jenis kuman
2) Pemeriksaan hidung darah (deferential count); laju endap darah meningkat
disertai dengan adanya lekositosis dn juga disertai dengan adanya
thrombositopenia
3) Pemeriksaan foto toraks jika diperlukan
23

2.10.2 Analisa Data

DATA ETIOLOGI MASALAH

Data subjectif: Virus,bakteri,jamur Invasi Bersihan jalan


napas tidak
Ibu klien mengataka klien efektif
batuk dan susah bernapas.
Saluran napas atas
Data objectif:
❖ Keadaan umum : lemah
Kesadaran : composmentis
GCS 4-5-6, CRT < 2 detik Kuman berlebih di bronkus
❖ Nampak batuk berdahak
Napas Nampak cepat Suara
napas :
❖ auskultasi: vesikuler basah Proses peradangan
di sertai ronki dan perkusi:
sonor memendek.
❖ RR : 50x/menit Suhu :
381oC Nadi : 100x/menit Akumulasi secret di bronkus
❖ Klien Nampak lemah,
rewel, akral hangat.
❖ Mukosa bibir lembab dan
bersih. Bersihan jalan napas tidak efektif
❖ Terpasang O2 nasal 3 lpm
Data subjectif: Virus,bakteri,jamur Invasi Ketidakseimbangan
nutrisi : Nutrisi
Ibu klien mengatakan kurang dari
selera makan klien Bersihan jalan nafas tidak efektif
kebutuhan tubuh
menurun,

Data objectif: Mucus dibroncus meningkat


❖ Klien tampak tidak mau
makan
❖ Minum susu ±9 x
Nafsu makan menurun
❖ Susu formula 24 cc/hari
❖ Klien Nampak lemah,
Anoreksia

Ketidak seimbangan nutrisi : Nutrisi


kurang dari kebutuhan tubuh
23

2.10.3 Diagnosa Keperawatan


1) Bersihan jalan nafas tidak efektif b.d Akumulasi sekret di bronkus
2) Ketidakseimbangan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh b.d anoreksia

2.10.4 Intervensi
Intervensi dari masing-masing diagnosa adalah sebagia berikut :

No Diagnosa Tujuan dan kriteria Intervensi Rasional


Keperawatan hasil
1. Bersihan jalan nafas Setelah diberikan Airway suction 1. Memastikan
tidak efektif b.d asuhan keperawatan 1. Pastikan kebutuhan dengan benar
Akumulasi sekret di selama 3 x 24 jam oral atau tracheal apa yang
bronkus diharapkan bersihan suctioning. menjadi
jalan nafas kembali 2. Auskultasi sura kebutuhan klien.
normal. napas sebelum dan 2. Mengetahui
Dengan kriteria : sesudah suctioning. perbedaan suara
1. Menunjukan 3. Informasi kepada napas sebelum
bersihan jalan nafas klien dan keluarga & sesudah.
yang efektif tentang suctioning. 3. Informed
dibuktikan oleh, 4. Berikan O2 concent sangat
pencegahan dengan diperlukan
aspirasi, status menggunakan dalam
pernafasan: nasal untuk komunikasi
ventilasi tidak memfasilitasi terapeutik
terganggu dan status suction karena dengan
pernafasan: nasotrakeal. informasi yang
kepatenan jalan 5. Monitoring status jelas dan tepat,
nafas. oksigen klien. maka klien dan
6. Gunakan alat yang keluarga dapat
2. Menunjukan
steril setiap mengambil
status pernafasan:
melakukan tindakan. keputusan atas
kepatenan jalan
tindakan yang
nafas, yang
akan diberikan
dibuktikan oleh
24

indikator sebagai Airway management: 4. Mencegah


berikut: kemudahan 7. Buka jalan napas, kejadiannya
bernafas, frekuensi
gunakan teknik kekurangan
dan irama bernafas,
pergerakan sputum chinlift atau jaw oksigen selama
keluar dari jalan nafas, thrust bila perlu. suction
pergerakan sumbatan
8. Posisikan pasien berlangsung.
keluar dari jalan nafas.
untuk 5. Penurunan
memaksimalkan status oksigen
ventilasi. mengindikasihan
9. Indentifikasi klien
klien perlunya mengalami
pemasangan alat kekurangan
jalan napas oksigen yang
buatan. dapat
10. Lakukan menyebabkan
11. fisioterapi dada terjadinya
jika perlu. hipoksia.
6. Mencegah
12. Auskultasi suara
terjadinya
napas, catat
infeksi.
adanya suara
7. Jalan napas yang
tambahan.
paten dapat
13. Monitor repirasi
memberikan
dan status O2.
kebutuhan
oksigen di
semua jaringan
tubuh secara
adekuat.
8. Posisi semifowler
membantu klien
memaksimalkan
25

9. ventilasi sehingga
kebutuhan
oksigen terpenuhi
10. Alat bantu
pernafasan
membantu organ
pernafasan
memenuhi
kebutuhan
oksigen sehingga
oksigen yang di
perlukan tubuh
tercukupi.
11. Fisioterapi dada
dapat memudahkan
klien dalam
mengeluarkan
secret
12. Memastikan
suara nafas
fesiculer.

Penurunan saturasi
oksigen dapat
menunjukan
prubahan status
kesehatan klien yang
dapat menimbulkan
hipoksia.
26

2. Ketidakseimbangan Setelah diberikan 1. Kaji kebiasaan diet, 1. Berguna untuk


nutrisi: kurang dari asuhan keperawatan input-output dan menentukan
kebutuhan tubuh b.d selama 3 x 24 jam timbang BB setiap kebutuhan kalori,
anoreksia diharapkan nafsu hari menyusun tujuan
makan kembali 2. Berikan makan BB dan evaluasi
normal. porsi kecil tapi keadekuatan
sering dan dalam rencana nutrisi
Dengan Kriteria hasi: keadaan hangat 2. Untuk menjamin
- Antropometri: berat 3. Tingkatkan tirah nutrisi adekuat/
badan, tinggi badan, baring meningkatkan
lingkar lengan tidak 4. Kolaborasi dengan kalori total
menurun (stabil) ahli gizi untuk 3. Nafsu makan dapat
- Biokimia: Hb memberikan diet dirangsang pada
normal (laki-laki sesuai kebutuhan nutrisi rileks,
13,5-18 g/dl dan klien bersih, dan
perempuan 12-16 menyenangkan
g/dl) 4. Untuk menguangi
- Albumin normal kebutuhan
(dewasa 3,5-5,0 metabolik
g/dl) 5. Metode makan dan
- Clinis: Tidak kebutuhan kalori
tampak kurus didasarkan pada
rambut tebal dan situasi atau
hitam terdapat kebutuhan individu
lipatan lemak untuk memberikan
subkutan nutrisi yang
- Diet: Makan habis maksimal
satu porsi pola
makan 3x/ hari
BAB III

PENUTUP

3.1. Kesimpulan
Dari pemaparan materi diatas dapat disimpulkan :
❖ Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) adalah infeksi yang disebabkan
mikroorganisme di struktur saluran nafas yang tidak berfungsi untuk pertukaran
gas, termasuk rongga hidung, faring, dan laring yang terkenal dengan ISPA antara
lain pilek, faringitis atau radang tenggorok, laringitis, dan influenza tanpa
komplikasi.
❖ Klasifikasi ISPA menurut Depkes RI (2002) diantaranya : ISPA ringan, ISPA
sedang dan ISPA berat .
❖ Penyakit ISPA terjadi disebabkan oleh virus dan bakteri. Virus terbanyak yang
menyebabkan ISPA diantaranya adalah Rhinovirus,Adenovirus, RSV (Respiratory
Syncytia Virus), virus influenza, virus parainfluenza.
❖ Manifestasi klinis ISPA banyak bervariasi antara lain demam, pusing, malaise
(lemas), anoreksia (tidak nafsu makan), vomitus (muntah), photophobia (takut
cahaya), gelisah, batuk, keluar sekret, stridor (suaranafas), dyspnea (kesakitan
bernafas), retraksi suprasternal (adanya tarikan dada), hipoksia (kurang oksigen),
dan dapat berlanjut pada gagal nafas apabila tidak mendapat pertolongan dan
mengakibatkan kematian.
❖ Perjalanan klinis penyakit ISPA ini dibagi 4 tahap, yaitu :Tahap Prepatogenesis,
Tahap Inkubasi, Tahap dini penyakit, danTahap lanjut penyakit.
❖ Komplikasi penyakit yang disebabkan oleh ISPA, seperti: radang dalam selaput
lender, Otitis, Faringitis, Epiglotitis dan Laryngotracheitis, Bronchitis dan
Bronchialitis, dan Pneumonia
❖ Tingkat pencegahan ISPA : Tingkat pertama, intervensi yang ditujukan bagi
pencegahan dan faktor resiko dapat dianggap sebagai strategi untuk mengurangi
penyakit ISPA. Tingkatan kedua, upaya penanggulangan ISPA dilakukan dengan
upaya pengobatan sendiri. Upaya pengobatan dilakukan dibedakan atas klasifikasi
ISPA. Tingkatan ketiga, pencegahan ini di tujukan kepada balita penderita ISPA
agar tidak bertambah parah dan meningkatkan kematian.
❖ Pengobatan jenis obat yang paling sering diberikan kepada balita penderita ISPA
adalah obat kombinasi Parasetamol, Amoksisilin, GG, CTM dan Vitamin C.

27
28

3.2. Saran
Untuk mengurangi angka kejadian ISPA, dalam hal ini penulis menyarankan
agar semua pihak baik keluarga mapun instansi kesehatan lebih memperhatikan pola
hidup sehat dan tidak membuang sampah sembarangan dan makan makanan yang
bergizi.

.
DAFTAR PUSTAKA

Departemen kesehatan RI. (1996). Pedoman Program Pemberantasan Penyakit ISPA untuk
Penanggulangan Pnemonia pada Balita Dalam Pelita VI. Dirjen PPM dan PLP.
Jakarta, hal.1-7
Departemen Kesehatn Republik Indonesia. (2002). Pedoman Pemberantasan Penyakit
Saluran Pernafasan Akut. Jakarta : Departemen RI
Fibrila, F. (2015). HUBUNGAN USIA ANAK, JENIS KELAMIN DAN BERAT BADAN
LAHIR ANAK DENGAN KEJADIAN ISPA. Jurnal Kesehatan Metro Sai Wawai,
8(2). Hal 8-13
Khalida, A. (2018). Epidemologi Pencegahan penyakit infeksi saluran pernafasan akut
(ISPA) di puskesmas.
Maakh, Y. Laning, I. Tattu, R. 2015. Profil Pengobatan Infeksi Saluran Pernapasan Akut
(ISPA) Pada Balita Di Puskesmas Rambangaru Tahun 2015. Poltekes Kemenkes
Kupang, Kupang. Jurnal Info Kesehatan, 15(2).
Muttaqin, arif.(2008). Buku Ajar Asuhan Keperawatan Gangguan Sistem Pernafasan.
Jakarta : Salemba Medika
Puspitaningtyas, E.Z. (2017). ASUHAN KEPERAWATAN PADA ANAK YANG
MENGALAMI ISPA DENGAN KETIDAKEFEKTIFAN BERSIHAN JALAN
NAFAS DIRUANG ANAK RSUD BANGIL PASURUAN.
Syahidi, M. H. dkk. (2016). Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kejadian Infeksi Saluran
Pernapasan Akut (ISPA) pada Anak Berumur 12-59 Bulan di Puskesmas Kelurahan
Tebet Barat, Kecamatan Tebet, Jakarta Selatan, Tahun 2013. Jurnal Epidemiologi
Kesehatan Indonesia, 1(1) . Hal 23-27
Suputro, R. F. (2013). Bersihan Jalan Nafas. Skripsi pada Fakultas Ilmu Kesehatan UMP :
Tidak diterbitkan.
Wati, E. K. (2005). Hubungan Episode Infeksi Saluran Pernapasan Akut (Ispa) Dengan
Pertumbuhan Bayi Umur 3 Sampai 6 Bulan Di Kecamatan Suruh Kabupaten
Semarang. Skripsi pada Fakultas Kesehatan Undip Semarang : tidak diterbitkan.
World Health Organization. (2007). Pencegahan dan Pengendalian Infeksi Saluran
Pernapasan Akut (Ispa) yang Cenderung menjadi Epidemi dan Pandemi di Fasilitas
Pelayanan Kesehatan. Jenewa : Organisasi Kesehatan Dunia

iii

Anda mungkin juga menyukai